As dengan pada masa nabi berikutnya, selain berbeda, juga semakin teratur pada masa nabi Muhammad Saw.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS DATA. penelitian kepustakaan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, jurnal, dan lainlain

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB I PENDAHULUAN. Sunnah Allah, berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini,

BAB IV. Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat plural. 1. hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Dalam pembahasan kali ini,

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

STATUS HUKUM ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI DAN AKIBAT HUKUMNYA

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN WALI BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA GAJAH MUNGKUR

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

agar terjaminnya administrasi setiap warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB IV PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA. A. Studi Kritis atas Ketentuan Peraturan Perundang-undangan dalam Masalah

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB IV ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1989 TERHADAP PENENTUAN PATOKAN ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

Kepastian Hukum Itsbat Nikah Terhadap Status Perkawinan, Status Anak dan Status Harta Perkawinan Oleh: Prof. Dr. H. Suparman Usman, S.H.

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 5. Ibid, Pasal 2 ayat (1) 3

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB IV. A. Analisis Tentang Deskripsi Pasangan Kawin Sirri Di Desa Blimbing. Pernikahan secara sirri di Desa Blimbing Kecamatan Mojo

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PERKAWINAN DAN PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KEC. PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

PENETAPAN PENGESAHAN PERKAWINAN (ITSBAT NIKAH) BAGI WARGA NEGARA INDONESIA DI LUAR NEGERI. Drs. H. Masrum M Noor, MH.

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB II TINJAUAN UMUM PENCATATAN PERNIKAHAN DAN IS BAT NIKAH. pejabat Negara terhadap peristiwa perkawinan.

ANALISIS TERHADAP ISTBAT NIKAH OLEH ISTRI YANG DI POLIGAMI SECARA SIRRI (Studi Putusan Mahkamah Syar iah Nomor: 206/Pdt.G/2013/MS.

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010

ABSTRAK. Perlindungan Hukum terhadap Anak Luar Kawin dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88

Mam MAKALAH ISLAM. Hukum Perceraian di Luar Pengadilan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

DAFTAR ISI. ABSTRAK i

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ANGKAT DI KUA KEC. SAWAHAN KOTA SURABAYA

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

FENOMENA NIKAH MASSAL DAN KORELASI TERHADAP ISBAT NIKAH ( Titik Singgung Wewenang 2 in 1 Pengadilan Agama dengan Kementerian Agama )

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto)

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB IV PENUTUP. atau maskawin. Nikah sirri artinya nikah secara rahasia atau dirahasiakan

MEWACANAKAN WALI ADHAL SEBAGAI PERKARA CONTENTIOUS

Pengadilan Agama Tangerang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

SURAT PERJANJIAN KAWIN ADAT DAYAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA *)

NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM*

Oleh : Dr.H.Chatib Rasyid,SH.,MH. (Ketua PTA BANDUNG) A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan

PERJANJIAN KAWIN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk

BAB V PENUTUP A. Ikhtisar

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya ajaran tentang pernikahan tersebut sehingga dalam al-qur an terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN PENGAADILAN AGAMA TUBAN NOMOR 0182/PDT.P/2012/PA.TBN TENTANG PENOLAKAN PERMOHONAN PENGANGKATAN ANAK

BAB III PENETAPAN DISPENSASI USIA NIKAH MENURUT PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENCATATAN NIKAH

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENGAWASAN KUA KECAMATAAN SEDATI TERHADAP PENGELOLA BENDA WAKAF

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO: PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

BAB V PENUTUP. dibicarakan. Berdasarkan analisis penulis terhadap apa faktor-faktor yang

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB III PENETAPAN WALI NIKAH BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA KECAMATAN GAJAH MUNGKUR SEMARANG

Apakah Kawin Kontrak Itu?

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka rumusan kesimpulan yang

Tanya Jawab Edisi 3: Warisan Anak Perempuan: Syari'at "Satu Banding Satu"?

STATUS HUKUM PERNIKAHAN YANG TIDAK TERCATAT MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Hatinya yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

Transkripsi:

NIKAH SIRI (PENGERTIAN, PROBLEMATIKA DAN SOLUSINYA) [1] Oleh : Zulkarnain [2] Pernikahan merupakan sunnatullah bagi manusia. Selain untuk melanjutkan keturunan, dan menyalurkan fitrah seksual, Islam menganjurkan menikah bagi insan yang mampu sebagai wujud ibadah kepada Allah. Pada awalnya, pernikahan manusia berjalan secara alami (sangat sederhana), tanpa memerlukan pengaturan yang kompleks. Dari waktu ke waktu, aturan mengenai pernikahan, berkembang mengikuti perkembangan masyarakat. Demikian pula halnya, pengaturan perkawinan dalam Islam. Aturan pernikahan pada masa nabi Adam As dengan pada masa nabi berikutnya, selain berbeda, juga semakin teratur pada masa nabi Muhammad Saw. Sebagai sebuah institusi tertua, pernikahan merupakan lembaga hukum yang sangat sentral. Dari perkawinan akan lahir hubungan hukum privat seperti hubungan hukum nasab, kewarisan, status harta (dalam perkawinan maupun sasat putusnya perkawinan), dan lain-lain, maupun hubungan hukum publik, seperti hubungan dengan masyarakat dan negara. Campur tangan (intervensi) negara terhadap lembaga perkawinan dapat dipahami, karena dampak hubungan hukum yang dilahirkannya sangat luas. Negara menginginkan semua hubungan hukum warganya berjalan teratur dan pasti. Disinilah, percatatan perkawinan menjadi urgen bagi negara. 1 / 7

Indonesia, sebagai sebuah negara, juga memandang hubungan hukum perkawinan, tidak hanya sebagai hubungan privat semata, tetapi juga mengandung unsur hubungan publik. Oleh karena itu, pernikahan perlu diatur oleh negara melalui peraturan perundang-undangan, seperti pada UU No.1 tahun 1974, PP No.9 tahun 1975 dan KHI (Inpres No.1 tahun 1991). Pasal 2 ayat (2) UU No.1 tahun 1974 menegaskan : Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.hal senada diatur dalam KHI pada pasal 5 ayat 1 : Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat.. Lebih lanjut diatur dalam Pasal 2 PP No.9 tahun 1975 pada ayat (1) : Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Dengan adanya keharusan mencatat perkawinan oleh UU, maka lahirlah istilah nikah siri untuk menyebut pernikahan yang dilakukan tanpa pencatatan. Atau nikah dibawah tangan bagi pernikahan yang meskipun dicatat, tapi tidak oleh petugas yang ditunjuk Undang Undang. Selain pandangan yang membedakan antara nikah siri dengan nikah dibawah tangan, ada pula pandangan yang menyamakan keduanya. Nikah siri disebut juga dengan kawin syar i, kawin modin dan kawin kyai. Problematika Problem pertama yang muncul dari nikah siri adala problem mengenai keabsahan hukumnya. Sebagaimana dimaklumi, pencatatan perkawinan tidak diatur secara tekstual di dalam al-quran dan Sunnah. Sehubungan dengan itu, di kalangan umat Islam, pencatatan perkawinan kurang mendapat perhatian. Hal ini dimungkinkan oleh beberapa faktor. Pertama, adanya larangan untuk menulis sesuatu selain al-quran, akibatnya kultur tulis tidak begitu berkembang di banding kultur hafalan (oral). Kedua, 2 / 7

sebagai kelanjutan yang pertama, umat Islam sangat mengandalkan hafalan (ingatan), apalagi mengingat suatu peristiwa bukanlah suatu hal yang sulit. Ketiga, tradisi walimat al- urs merupakan saksi di samping saksi syar i sebuah perkawinan. Keempat, perkawinan pada masa awal Islam belum terjadi antara wilayah negara yang berbeda, sehingga alat bukti selain saksi belum dibutuhkan.[3] Perintah pencatatan di dalam al-quran hanya berhubungan dengan utang piutang, sebagaimana disebutkan pada surat al-baqarah ayat 282. Tujuan pencatatan utang piutang adalah sebagai alat bukti yang diperlukan di belakang hari, bila timbul sengketa. Demikian pula sebenarnya tujuan pencatatan perkawinan. Karena itu dengan menggunakan metode qiyas lebih patut peristiwa perkawinan dicatat, karena juga ada kemungkinan terjadi sengketa perkawinan di kemudian hari, apalagi akibat yang ditimbulkannya lebih kompleks dan menyangkut beberapa aspek seperti masalah harta bersama, kewarisan, hadlonah, dll. Ketentuan adanya saksi dalam perkawinan bertujuan agar perkawinan itu diketahui orang, minimal dua orang laki-laki. Hal ini diperlukan pada saat ada yang mempermasalahkan hubungan suami istri dimaksud. Tujuan kehadiran saksi pada saat pernikahan tersebut dapat dilestarikan dengan adanya pencatatan perkawinan (surat nikah), sehingga suami dan keluarga kedua belah pihak serta anak dan keturunan mereka tidak mendapat kesulitan di dalam lalu lintas kehidupan ini dengan tidak perlu bergantung kepada saksi nikah, cukup dengan menunjukkan surat nikah. Sehubungan dengan itu Masjfuk Zuhdi mengatakan bahwa pencatatan perkawinan merupakan syarat sah suatu perkawinan dengan argumentasi qiyas, maslahat mursalah dan saad al dzari ah.[4] Pandangan Masjfuk Zuhdi tersebut tidak sejalan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, di mana suatu perkawinan dipandang sah apabila memenuhi rukun dan syarat perkawinan secara agama, kendati pun tidak dicatat. Hukum yang hidup inilah yang ditampung dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Melalui penafsiran tekstual dan historis terhadap Pasal 2 ayat 1 UU tersebut dan penjelasannya, kesimpulan inilah yang akan diperoleh. Pandangan inilah yang diungkap kembali oleh Bagir Manan pada Seminar Sehari Problematika Hukum Keluarga Dalam Sistem Hukum Nasional di Jakarta tanggal 1 Agustus 2009. Kontroversi ini perlu dicarikan solusi yang dapat menjembatani kedua pendapat 3 / 7

tersebut. M.Quraish Shihab menawarkan hal ini dengan pernyataannya sebagai berikut : Dalam konteks ke Indonesiaan, walaupun pernikahan yang demikian dinilai sah menurut hukum agama, namun perkawinan di bawah tangan dapat mengakibatkan dosa bagi pelaku-pelakunya, karena melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR (Ulil Amri), al-quran memerintahkan setiap muslim untuk mentaati ulil amri selama tidak bertentangan, tetapi justru sangat sejalan dengan al-quran. [5] Problem hukum lainnya adalah mengenai bentuk perlindungan negara kepada pasangan suami isteri bila terjadi sengketa dalam perkawinan nikah siri, padahal menurut perundang-undangan, perkawinannya tidak memiliki kekuatan hukum [6]. Bagaimana tentang kewarisan, perlindungan hukum hak-hak waris bidang kekayaan apabila anak-anak hasil nikah siri berhadapan dengan saudara-saudara mereka anak dari isteri yang dinikahi secara resmi.bagimana perlakuan pengadilan terhadap mereka, apakah mereka harus dikesampingkan sehingga tidak mendapat bagian dari harta warisan padahal mereka secara biologis, mereka juga adalah anak pewaris, bagaimana pengadilan bersikap kepada mereka?. Dalam hal kewarisan, misalnya seseorang telah melaksanakan nikah siri, lalu kemudian dikaruniai anak (anak hasil nikah siri), tapi beberapa lama kemudian dia memperbarui pernikahannya, dengan menikah secara resmi dan mencatatkan diri ke PPN sehingga pernikahan tersebut telah resmi secara kenegaraan. Bagaimana status anak setelah adanya pembaruan perkawinan orangtuanya dan bagaimana hak waris anak tersebut? Permasalahan hukum ini masih banyak lagi, namun lebih bijak bila tidak diperpanjang di sini. Selain problem hukum, problem sosial mungkin juga terjadi, seperti kekhawatiran akan terjadinya perkawinan seayah karena di antara anak-anak hasil nikah siri tersebut sangat besar kemungkinan tidak saling mengenal antara satu dengan lainnya, sehingga nikah satu darah dapat terjadi, kalau sempat terjadi, maka tentu akan sangat mengacaukan tatanan dan aturan kemasyarakatan yang telah ada, khususnya dalam masalah perkawinan.[7] Solusi 4 / 7

Bila terlanjur nikah siri dilakukan, solusi apa yang dapat ditawarkan?. Pasal 39 ayat (4) Permenag No.3 tahun 1975 menyatakan jika KUA tidak bisa membuatkan duplikat Akta Nikah karena catatannya telah rusak atau hilang atau karena sebab lain, maka untuk menetapkan adanya nikah, talak, cerai maupun rujuk, harus dibuktikan dengan keputusan (dalam arti penetapan) Pengadilan Agama, akan tetapi hal ini berkaitan dengan pernikahan yang dilaksanakan sebelum Undang-undang No. 1 Tahun 1974 bukan terhadap perkawinan yang terjadi sesudahnya. Ketentuan ini memberi peluang kepada para pihak untuk melakukan itsbat nikah. Pasal 7 KHI telah memperluas eksistensi lembaga itsbat nikah. Sampai sejauhmana lembaga itsbat nikah ini menjawab solusi permasalahan nikah siri, ternyata tidak tuntas. Demikian kesimpulan Prof.Muchsin dalam Rakernas Akbar Mahkamah Agung RI. Solusi yang paling ampuh, sekaligus sebagai saran, adalah penghapusan dikotomi tekstual dan pemahaman tentang status pencatatan perkawinan. Hal ini merupakan kewenangan lembaga legislatif dan eksekutif, selain peran ulama yang selalu membimbing masyarakat ke jalan pemahaman hukum yang progresif. Penutup Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Bahwa pengerian Nikah Siri lahir setelah adanya keharusan pencatatan dalam perkawinan. Sebelum adanya ketentuan tersebut, nikah siri tidak menjadi masalah di kalangan masyarakat. Pengaturan pencatatan perkawinan merupakan intervensi negara terhadap warganya guna ketertiban hukum di masyarakat. 5 / 7

2. Bahwa status nikah siri dalam hukum positif di Indonesia dipandang sah.hal ini dipahami dari penafsiran tekstual dan historis dari peraturan dan perundang-undangan. 3. Bahwa paham keagamaan umat terhadap ajaran agamanya sangat plularistik, karena itu kearifan dalam memilih paham tersebut, sangat dibutukan. Bahkan paham keagamaan yang maju perlu dikembangkan, agar umat Islam tidak terikat pada pendekatan langit yang tidak membumi. Keluhuran ajaran Islam tidak boleh digadaikan dengan pendekatan paham yang bernuansa ketidakteraturan atau berpotensi kedzaliman. Wallahu a lam bish Shawab. Stabat, 30 Oktober 2009 6 / 7

[1] Disampaikan pada Rapat Kerja Gabungan (Rakergab) Empat Lingkungan Peradilan Tahun 2009 di Parapat tanggal 2-4 Nopember 2009. [2] Ketua Pengadilan Agama Stabat. [3] Amiur Nuruddin dan Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis k e Perkembnagan Hukum Islam dan Fiqih, Undang-undang No.1 tahun 1974 sampai KHI.(Jakarta: Kencana, 2004), hal.120-121 [4] Masjfuk Zuhdi, Nikah Sirri, Nikah Di bawah tangan Dan Status Anaknya Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif, Mimbar Hukum No.28 Tahun VIII (Jakarta: Al-Hikmah dan Ditbinbapera Islam, 1996),hal.15 [5] M.Quraish Shihab, Wawasan al-quran, (Bndung:Mizan, 1996), hal 204 [6] Makna tidak bekekuatan hukum adalah tidak sah (La yashihhu).amiur Nuruddin dan Azhar Akmal Tarigan, Op.Cit, hal.124. [7] Untuk mendalami permasalahan dapat dibaca tulisan Prof.Muchsin dan Prof.A.Gani Abdullah yang disampaikan pada Rakernas MARI di Jakarta tgl.4-7 Agustus 2008. 7 / 7