BAB I PENDAHULUAN. dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

2 pengenaan sanksi administratif; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

KEWAJIBAN PERDATA AIR ASIA TERHADAP KORBAN KECELAKAAN PESAWAT QZ8501

2016, No Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkuta

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Matriks Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Tahun

2015, No Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas

Standar dan Regulasi terkait Perencanaan, Perancangan, Pembangunan, dan Pengoperasian Bandar Udara Juli 28, 2011

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 030 TAHUN 2018 TENTANG TIM PERSIAPAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tam

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (Lembaran Negara Republik Indon

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 20 TAHUN 2008 TENTANG

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian sebagai pendorong, penggerak kemajuan suatu wilayah.

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

2 Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi,

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dan strategis dalam cakupan upaya pencapaian

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubung

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tah

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Nega

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pada sektor-sektor lain (ship follows the trade) pada

BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI NOMOR : 13/P/BPH MIGAS/IV/2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

SKEP /40/ III / 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral)

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dicirikan dengan adanya akses transportasi yang cukup baik. Perbaikan akses transportasi ke suatu tempat akan menjadikan lahan tersebut semakin menarik. Berkembangnya lahan maka aktivitas akan semakin meningkat dan tentu saja akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi. Ciri utama sistem prasarana transportasi adalah melayani pengguna. Sistem prasarana transportasi harus selalu dapat digunakan dimanapun dan kapanpun. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui besarnya kebutuhan akan transportasi pada masa mendatang sehingga dapat melakukan efisiensi sumber daya dengan mengatur atau mengelola sistem prasarana transportasi yang dibutuhkan. 1 Kebutuhan akan pelayanan transportasi bersifat sangat kualitatif dan mempunyai ciri yang berbeda-beda sebagai fungsi dari waktu, tujuan perjalanan, frekuensi, jenis kargo yang diangkut, dan lain-lain. Pelayanan transportasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan pergerakan menyebabkan sistem transportasi tersebut tidak berguna. Kebutuhan akan pergerakan bersifat sebagai kebutuhan turunan. Pergerakan terjadi karena adanya proses pemenuhan 2000), hal 2. 1 Ofyar Tamin, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, (Bandung: Penerbit ITB,

kebutuhan. Salah satu jenis transportasi yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam pemenuhan kebutuhannya adalah transportasi udara. Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. 2 Angkutan udara pada masa kini telah berubah menjadi industri penerbangan penting bagi Indonesia, karena Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago country) yang terdiri dari 13 (tiga belas) ribu pulau dengan wilayah laut yang mencapai 60% (enam puluh persen). Secara geografis pun Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis sehingga dengan kondisi seperti itu pengelolaan negara harus didukung oleh berbagai sarana transportasi yang baik, salah satunya transportasi udara. Dalam perjalanannya, transportasi udara yakni pesawat terbang yang diamine sebagai tranportasi paling aman juga tidak luput dari kecelakaan. Seperti halnya baru-baru ini terjadi kecelakaan yang menimpa pesawat AirAsia dengan Nomor Pesawat QZ8501 ketika melakukan penerbangan dari Surabaya menuju Singapura. Kecelakaan tersebut terjadi karena ada beberapa faktor, baik itu faktor kesalahan yang dilakukan oleh pengangkut maupun dari faktor lain seperti cuaca pada saat penerbangan itu berlangsung. hal 17. 2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Jakarta: Citra Aditya, 2000),

Penelitian ini menjadi penting disebabkan karena dua hal, yaitu pertama, terdapat ketidaksesuaian antara izin rute penerbangan Surabaya-Singapura dengan praktek penerbangan yang dilakukan oleh maskapai AirAsia, berdasarkan izin mengoperasikan penerbangan rute penerbangan Surabaya- Singapura dengan Nomor Surat AU.008/30/6/DRJU.DAU.2014 periode winter break tertanggal 16 Oktober 2014-28 Maret 2015, pihak Indonesia AirAsia diberi izin sebanyak empat kali dalam seminggu, yakni setiap hari Senin (1), Selasa (2), Kamis (4), dan Sabtu (6), sedangkan realisasinya penerbangan itu dilayani pada hari Senin (1), Rabu (3), Jumat (5), dan Minggu (7) yang menjadi hari peristiwa kecelakaan tersebut, sehingga pihak Indonesia AirAsia dianggap melanggar izin rute penerbangan yang membuat Indonesia AirAsia diberi sanksi berupa pencabutan sementara izin rute Surabaya-Singapura. Namun, terdapat kejanggalan terhadap izin yang diberikan tersebut. Rotasi lengkap pesawat yang digunakan untuk melayani rute tersebut dalam satu hari adalah Surabaya- Singapura-Semarang-Singapura-Surabaya. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan memberikan izin penerbangan Surabaya-Singapura-Surabaya pada hari Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu, sementara rute Singapura-Semarang-Singapura pada hari Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu. Di sini terlihat tidak ada kecocokan jadwal penerbangan dengan rotasi pesawat. Mestinya jadwal penerbangan Surabaya- Singapura-Semarang-Singapura-Surabaya berada di dalam satu paket dan hari

yang sama karena pesawat yang digunakan untuk melayani rute-rute itu adalah pesawat yang sama dengan basis di Surabaya. 3 Kedua, maskapai penerbangan telah diberikan Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, yang salah satu poinnya adalah berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun 2013, bagian 121 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil terkait Persyaratan-persyaratan Sertifikasi dan Operasi Bagi Perusahaan Angkutan Udara yang Melakukan Penerbangan Dalam Negeri, Internasional, dan Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal, Permenhub yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yang berbunyi: bahwa tak satu pun penerbangan boleh menggunakan laporan cuaca untuk pengaturan penerbangan selain dari yang disediakan oleh BMKG atau sumber yang disetujui oleh Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. 4 Hal tersebut menjelaskan bahwa maskapai yang memiliki registrasi Indonesia atau pesawat yang akan terbang di wilayah Indonesia harus mengambil data cuaca dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), namun dalam kasus Maskapai AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura, pihak manajemen AirAsia sudah tidak lagi mengambil laporan data cuaca ke BMKG secara konvensional yaitu 3 http://indo-aviation.com/2015/01/05/ap-i-beberkan-izin-rute-indonesia-airasiaterlihat-ada-kejanggalan/ (diakses pada tanggal 28 September 2015) 4 Indonesia, Peraturan Menteri Perhubungan tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil terkait Persyaratan-persyaratan Sertifikasi dan Operasi Bagi Perusahan Angkutan Udara yang Melakukan Penerbangan Dalam Negeri, Internasional, dan Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal, Permenhub Nomor 8 Tahun 2013, bagian 121.

dalam bentuk kertas tertulis pada Briefing Office, melainkan dalam bentuk digital dengan mengunduh melalui situs BMKG, hal tersebut mengundang pertanyaan besar, apakah tindakan tersebut merupakan pelanggaran atau tidak, namun merujuk pada peraturan di atas tidak ditulis bahwa laporannya harus berbentuk kertas dari BMKG. Berangkat dari persoalan di atas, menarik minat penulis untuk membahas lebih dalam melalui penelitian skripsi dengan judul: PENCABUTAN IZIN RUTE MASKAPAI PENERBANGAN KOMERSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN (STUDI KASUS PASCA TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT AIRASIA QZ8501) 1.2 Rumusan Masalah Sejalan dengan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain: 1.2.1 Bagaimana akibat hukum pelanggaran izin penerbangan rute tujuan Surabaya-Singapura terhadap Maskapai Indonesia AirAsia pasca jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan? 1.2.2 Apakah tindakan pihak manajemen maskapai Indonesia AirAsia yang mengambil laporan data cuaca (forecast release) dalam bentuk digital yang diunduh di situs Badan Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika (BMKG) merupakan tindakan pelanggaran berdasarkan Peraturan Dirjen Perhubungan Udara Nomor 8 Tahun 2013 Bagian 121.101 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil terkait Persyaratan-persyaratan Sertifikasi dan Operasi Bagi Perusahaan Angkutan Udara yang Melakukan Penerbangan Dalam Negeri, Internasional, dan Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan penelitian skripsi ini secara singkat adalah sebagai berikut: 1.3.1 Mendeskripsikan tentang akibat hukum pelanggaran izin penerbangan rute tujuan Surabaya-Singapura terhadap Maskapai Indonesia AirAsia pasca jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. 1.3.2 Mendeskripsikan tentang analisa tindakan pihak manajemen maskapai Indonesia AirAsia yang mengambil laporan data cuaca (forecast release) dalam bentuk digital yang diunduh di situs Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berdasarkan Peraturan Dirjen Perhubungan Udara Nomor 8 Tahun 2013 Bagian 121.101 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil terkait Persyaratan-persyaratan Sertifikasi dan Operasi Bagi Perusahaan

Angkutan Udara yang Melakukan Penerbangan Dalam Negeri, Internasional, dan Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1.4.1 Manfaat Secara Teoritis Penulis berharap agar penelitian yang dilakukan ini dapat memberi masukan dalam kepustakaan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya mengenai tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh maskapai penerbangan komersial khususnya di Indonesia terkait dengan izin penerbangan terjadwal komersial. 1.4.2 Manfaat Secara Praktis Penulis berharap agar para pembaca yang membaca penelitian ini dapat mengetahui bagaimana pelanggaran yang dilakukan maskapai penerbangan komersial dan sanksi yang dapat dikenakan kepada mereka terkait dengan pelanggaran yang telah mereka lakukan terhadap izin rute penerbangan yang telah diatur oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 1.5 Definisi Operasional A. Definisi Angkutan Udara;

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. 5 Pengangkutan udara terbagi atas beberapa yaitu: 1. Angkutan Udara Niaga adalah angkutan udara untuk umum dan memungut pembayaran. 6 2. Angkutan Udara Bukan Niaga adalah angkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain dibidang angkutan udara. 7 3. Angkutan Udara Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara ke bandara udara lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 8 5 Indonesia, Undang-undang Tentang Penerbangan, UU No. 1 Tahun 2009, LN 2009/1, TLN No. 4956, ps.1 angka 13. 6 Indonesia, Undang-undang Tentang Penerbangan, UU No. 1 Tahun 2009, LN 2009/1, TLN No. 4956, ps.1 angka 14. 7 Indonesia, Undang-undang Tentang Penerbangan, UU No. 1 Tahun 2009, LN 2009/1, TLN No. 4956, ps.1 angka 15. 8 Indonesia. Undang-undang Tentang Penerbangan, UU No. 1 Tahun 2009, LN 2009/1, TLN No. 4956, ps.1 angka 16.

4. Angkutan Udara Luar Negeri adalah kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandara di dalam negeri ke bandara udara lain di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebaliknya. 5. Angkutan Udara Perintis adalah kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri yang melayani jaringan dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan. 9 B. Definisi Perusahaan Penerbangan; Menurut R. S. Damardjati, pengertian perusahaan penerbangan adalah perusahaan miliki swasta atau pemerintah yang khusus menyelenggarakan pelayanan angkutan udara untuk penumpang umum baik yang berjadwal (schedule service/regular flight) maupun yang tidak berjadwal (non schedule service). Penerbangan berjadwal menempuh rute penerbangan berdasarkan jadwal waktu, kota tujuan maupun kota-kota persinggahan yang tetap. Sedangkan penerbangan tidak berjadwal sebaliknya, dengan waktu, rute, maupun kota-kota tujuan dan persinggahan bergantung kepada kebutuhan dan permintaan pihak penyewa. 10 9 Indonesia. Undang-undang Tentang Penerbangan, UU No. 1 Tahun 2009, LN 2009/1, TLN No. 4956, ps.1 angka 17. 10 R. S. Damardjati, Istilah-Istilah Dunia Pariwisata, (Jakarta: Grafindo, 2001), hal 6.

C. Definisi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang selanjutnya disebut BMKG adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang dipimpin oleh dipimpin oleh seorang Kepala Badan. 11 D. Definisi Flight Plan; Menurut Annex 2 Rules of the Air (ROA), Flight plan adalah Informasi khusus yang diberikan terhadap unit-unit pelayanan lalu lintas udara, yang berhubungan dengan rencana penerbangan yang dimaksud atau bagian penerbangan sebuah pesawat udara. 12 Menurut Doc. 4444 Chapter 4.4 bentuk atau format flight plan harus sesuai dengan model yang ada dalam Appendix 2. Bentuk atau format flight plan tersebut harus dipakai oleh para perusahaan penerbangan unit Air Traffic Services untuk kelengkapan proses pengisian flight plan. Sedangkan bentuk lain dipergunakan untuk repetitive flight plan dan format flight plan itu sendiri harus dalam bentuk tertulis dan berbahasa inggris. Perusahaan 11 http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/profil/tugas_dan_fungsi.bmkg (diakses pada tanggal 28 September 2015) 12 http://data.bmkg.go.id/share/dokumen/batang_tubuh_uu_mkg-nomor-31-tahun- 2009.pdf (diakses pada tanggal 28 September 2015).

penerbangan hendaknya mematuhi instruksi pengisian format flight plan yang tercantum dalam appendix 2 Doc.4444 ATM/501 tersebut. E. Definisi Civil Aviation Safety Regulation (CASR)/ Peraturan Keamanan Penerbangan Sipil; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2002 tentang Civil Aviation Safety Regulation (CASR) Part 121, Peraturan Keamanan Penerbangan Sipil yaitu suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, Bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. 13 1.6 Metode Penelitian Dalam suatu penelitian Metode Penelitian merupakan hal yang sangat penting dan merupakan blueprint suatu penelitian, artinya segala gerak dan aktivitas penelitian tercermin di dalam Metode Penelitian. 14 1.6.1 Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi yang digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif normatif-empiris dengan menggunakan 13 Indonesia, Keputusan Menteri Perhubungan tentang Civil Aviation Safety Regulation (CASR), Kepmenhub Nomor 2 Tahun 2002, bagian 121. 14 Henry Arianto, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Makalah Perkuliahan Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul, 2012), hal 7.

pendekatan undang-undang (statute approach). 15 Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan pengumpulan data-data pendukung dan melengkapi sumber data guna menjawab analisis dari permasalahan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) dan melakukan wawancara dengan pihak pemerintah yang berwenang. Penelitian tersebut bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dan data yang kompeherensif dalam meletakkan persoalan ini dalam bidang hukum pengangkutan yang mengatur tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dilakukan oleh maskapai perusahaan penerbangan komersial. 1.6.2 Sumber Bahan Hukum a. Bahan hukum primer meliputi; Buku dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; b. Bahan hukum sekunder meliputi; Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun 2013 Bagian 121.101 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil terkait Persyaratanpersyaratan Sertifikasi dan Operasi Bagi Perusahaan Angkutan Udara yang Melakukan Penerbangan Dalam Negeri, Internasional, dan Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal, 15 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2005), hal 181.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2002 tentang Civil Aviation Safety Regulation (CASR), dan hasil wawancara dengan Pihak Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Sub Divisi Angkutan Udara. 1.6.3 Metode Analisis Data Analisis data yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini menggunakan analisis secara kualitatif dengan cara melakukan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yaitu Undangundang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan yang mengatur mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh sebuah maskapai penerbangan komersial terhadap izin rute penerbangan yang telah diatur oleh Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara terkait. 1.7 Sistematika Penulisan Untuk mempertegas isi dari pembahasan dalam penelitian skripsi ini dan untuk mengarahkan pembaca. Penulis mendeskripsikan sistematika penulisan dalam penelitian skripsi ini, yang secara keseluruhan sistematika penulisan penelitian skripsi ini merupakan satu kesatuan yang sangat berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Adapun sistematika penulisan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan

Dalam Bab ini, penulis menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang; (1.2.) Rumusan Masalah; (1.3.) Tujuan Penelitian; (1.4.) Manfaat Penelitian; (1.5.) Definisi Operasional; (1.6.) Metode Penelitian; dan (1.7.) Sistematika Penulisan. BAB II Tinjauan Hukum Pengangkutan Dalam Bab ini, penulis akan menguraikan mengenai: (2.1) Sejarah dan Definisi Hukum Pengangkutan; (2.2) Pihak-Pihak yang Terkait Dalam Pengangkutan; (2.3) Objek Hukum Pengangkutan; (2.4) Perjanjian Pengangkutan; dan (2.5.) Jenisjenis Pengangkutan. BAB III Tinjauan Hukum Pengangkutan Udara Dalam Bab ini, penulis akan menguraikan mengenai: (3.1) Perkembangan Pengangkutan Udara; (3.2) Definisi Penerbangan; (3.3) Jenis-jenis Penerbangan; (3.4) Perjanjian Pengangkutan Udara; (3.5) Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum Pengangkut Angkutan Udara Terhadap Penumpang dan/atau Barang; dan (3.6) Jenis-jenis Perizinan Dalam Penerbangan. BAB IV Analisis Pencabutan Izin Rute Maskapai Penerbangan Komersial Ditinjau dari Undang-undang Nomor 1 Tahun

2009 Tentang Penerbangan (Studi Kasus Pasca Terjadinya Kecelakaan Pesawat AirAsia QZ8501) Dalam Bab ini, penulis akan menguraikan mengenai analisis permasalahan yang dibahas antara lain; (4.1) Akibat Hukum Penjatuhan Sanksi Pencabutan Izin Penerbangan Tujuan Rute Surabaya-Singapura Terhadap Maskapai Indonesia AirAsia Pasca Jatuhnya Pesawat AirAsia QZ8501 Ditinjau dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; dan (4.2) Tindakan Pihak Manajemen Indonesia AirAsia terkait Aturan Pengambilan Data Laporan Cuaca (Forecast Release) Ditinjau dari Peraturan Dirjen Perhubungan Udara Nomor 8 Tahun 2013 Bagian 121.101 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil terkait Persyaratanpersyaratan Sertifikasi dan Operasi Bagi Perusahaan Angkutan Udara yang Melakukan Penerbangan Dalam Negeri, Internasional, dan Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal. BAB V Penutup Dalam Bab ini penulis memberikan kesimpulan dan saran dari keseluruhan pembahasan dalam penulisan penelitian skripsi ini.