BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III ANALISA PERMODELAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuat tekannya. Karena rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Pada zaman dahulu, jembatan dibuat untuk menyeberangi sungai kecil

Konsep Dasar. Definisi beton prategang menurut beberapa peraturan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian proses analisis dan perhitungan yang didasarkan pada asumsi dan pertimbangan

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII,

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb.

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

Beton adalah bahan yang mampu menahan gaya desak. Atas dasar ini para ahli berusaha mereduksi gaya. menahan gaya desak., Gaya tarik pada beton dapat

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

Tugas Akhir. Disusun Oleh : Fander Wilson Simanjuntak Dosen Pembimbing : Prof.Dr.-Ing. Johannes Tarigan NIP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

pemberian reaksi tekan tersebut, gelagar komposit akan menerima beban kerja

MATERIAL BETON PRATEGANG

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan yang serius, terutama pada konstruksi yang terbuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

Balok Statis Tak Tentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

tegangan pada saat beban transfer dan layan. Saat transfer, ketika beton belum

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

komponen struktur yang mengalami tekanan aksial. Akan tetapi, banyak komponen

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN 11 ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

KAJIAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJANG DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG RUMAH SAKIT JASA MEDIKA TUGAS AKHIR

KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

Desain Beton Prategang

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG TECHNO PARK UPN VETERAN JAWA TIMUR MENGGUNAKAN BALOK PRESTRESS TUGAS AKHIR

TUGAS ARTIKEL BETON PRATEGANG ARIZONA MAHAKAM 3MRK2/

ANALISIS PERENCANAAN PELAT LANTAI BETON PRATEGANG POST TENSION DIBANDINGKAN DENGAN BETON BIASA

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

Bab II STUDI PUSTAKA

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Jenis konstruksi bangunan di Indonesia memiliki jenis yang beragam.ada

BAB VI TINJAUAN KHUSUS METODE BETON PRESTRESS

Gambar 4.9 Tributary area C 12 pada lantai Gambar 5.1 Grafik nilai C-T zona gempa Gambar 5.2 Pembebanan kolom tepi (beban mati)... 7

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Prinsip Dasar Prategang Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relatif sangat rendah terhadap tarik, sedangkan baja adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Dengan mengkombinasikan beton dan baja sebagai bahan struktur, maka tegangan tekan dipikulkan kepada beton sementara tegangan tarik dipikulkan kepada baja. Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur bertulang biasa tidak cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak-retak di daerah yang mempunyai tegangan lentur, geser, atau puntir yang tinggi. Timbulnya retak-retak awal pada beton bertulang disebabkan oleh ketidakcocokan (non compatibility) dalam regangan-regangan baja dan beton, hal ini yang merupakan titik awal dikembangkannya suatu material baru seperti beton prategang. Beton prategang pada dasarnya merupakan beton dimana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar diberikan perlawanan hingga pada suatu kondisi yang diinginkan. Pada batang beton bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangannya.

Pada proses pembuatan tong kayu yang diperkuat dengan sabuk logam serta pemasangan sabuk logam disekeliling roda kayu menunjukkan bahwa seni prategangan telah dipraktekkan sejak zaman dahulu. Pemberian gaya prategang, bersama besarnya, ditentukan terutama berdasarkan jenis sistem yang dilaksanakan dan panjang bentang serta kelangsingan yang dikehendaki. Gaya pratengang yang diberikan secara longitudinal di sepanjang atau sejajar dengan sumbu komponen struktur, maka prinsip-prinsip prategang dikenal sebagai pemberian prategang linier. Gambar II.1 Pinsip-prinsip Prategang Linier dan Melingkar. (a) Pemberian prategang linier pada sederetan blok untuk membentuk balok. (b) Tegangan tekan di penmpang tengah bentang C dan penampang Atau B. (c) Pemberian prategang melingkar pada gentong kayu dengan pemberian tarik pada pita logam. (d) Prategang melingkar pada satu papan kayu. (e) Gaya tarik F pada detengah pita logam akibat tekanan internal, yang harus diimbangi oleh prategang melingkar (Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)

Gambar II.1 menjelaskan bahwa aksi pemberian prategang pada kedua sestem structural dan respon tegangan yang dihasilkan. Pada bagian (a), blok-blok beton bekerja bersama sebagai sebuah balok pembarian gaya prategang tekan P. Pada blok-blok tersebut kemungkinan tergelincir pada arah vertikal yang mensimulasikan kegagalan gelincir geser, pada kenyataan tidak demikian karena adanya gaya longitudinal P. Dengan cara yang sama, papan-papan kayu di dalam bagian (c) kelihatan dapat terpisah satu sama lain sebagai akibat adanya tekanan yang radial internal yang bekerja padanya. Akan tetapi, karena adanya prategang tekan yang diberikan oleh pita logam sebagai prategang melingkar, papan-papan tersebut tetap menyatu. II.2. Material Beton Prategang II.2.1 Beton Beton adalah campuran dari semen, air, dan agregat serta suatu bahan tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras sesuai bentuk pada waktu basahnya. Beton yang digunakan untuk beton prategang adalah yang mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dimana beton minimal 30Mpa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan, mempunyai modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak lebih kecil. Beton adalah meterial yang kuat terhadap kondisi tekan, akan tetapi material yang lemah terhadap kondisi tarik. Kuat tarik beton bervariasi mulai dari 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya. Rendahnya kapasitas tarik beton menimbulkan terjadinya

retak lentur pada taraf pembebanan yang masih rendah. Untuk mengurangi atau mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam arah longitudinal elemen struktural. Gaya ini mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut. Penampang dapat berperilaku elastis, dan hampir semua kapasitas beton dalam memikul tekan dapat secara efektif dimanfaatkan di seluruh tinggi penampang beton pada saat semua beban bekerja di struktur tersebut. Gaya longitudinal yang diterapkan tersebut di atas disebut gaya prategang, yaitu gaya tekan yang memberikan prategang pada penampang di sepanjang bentang suatu elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal atau beban hidup horizontal transien. Gaya prategang ini berupa tendon yang diberikan tegangan awal sebelum memikul beban kerjanya, yang berfungsi mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik pada saat beton mengalami beban kerja, mengantikan tulangan tarik pada struktur beton bertulang biasa. Pada beton bertulang biasa, gaya tarik yang berasal dari momen lentur ditahan oleh lekatan yang terjadi antara tulangan dan beton. Akan tetapi, tulangan di dalam komponen struktur beton bertulang tidak memberikan gaya dari dirinya pada komponen struktur tersebut, suatu hal yang berlawanan dengan aksi baja (tendon) prategang yang menghasilkan gaya dari dirinya sehingga memungkinkan pemulihan retak dan defleksi akibat momen lentur tersebut. Pemberian gaya prategang berupa tendon, guna mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik, ini yang dikenal sebagi beton prategang.

Beton prategang adalah material yang sangat banyak digunakan dalam kontruksi. Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Prategang meliputi tambahan gaya tekan pada struktur untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan gaya tarik internal dan dalam hal ini retak pada beton dapat dihilangkan. Pada beton bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangan. Gaya tekan disebabkan oleh reaksi baja tulangan yang ditarik, mengakibatkan berkurangnya retak, elemen beton prategang akan jauh lebih kokoh dari elemen beton bertulang biasa. Prategangan juga menyebabkan gaya dalam yang berlawanan dengan gaya luar dan mengurangi atau bahkan menghilangkan lendutan secara signifikan pada struktur. Beton yang digunkan dalam beton prategang adalah mempunyai kuat tekan yang cukup tinggi dengan nilai f c min K-300, modulus elastis yang tinggi dan mengalami rangkak ultimit yang lebih kecil, yang menghasilkan kehilangan prategang yang lebih kecil pada baja. Kuat tekan yang tinggi ini diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan. Tipikal diagram tegangan-regangan beton dapat dilihat pada gambar II.2. Pemakaian beton berkekuatan tinggi dapat memperkecil dimensi penampang melintang unsur-unsur struktural beton prategang. Dengan berkurangnya berat mati material, maka secara teknis maupun ekonomis bentang yang lebih panjang dapat dilakukan.

Tegangan (Mpa) Regangan Gambar II.2 Diagram Tegangan Regangan Pada Beton Perubahan bentuk pada beton adalah langsung dan tergantung pada waktu. Pada beban tetap, perubahan bentuk bertambah dengan waktu dan jauh lebih besar dibandingkan harga langsungnya. Susut tidak disebabkan oleh tegangan, tetapi merupakan akibat dari hilangnya air dalam proses pengeringan beton, sementara rangkak oleh bekerjanya tegangan. Susut dan rangkak menyebabkan perubahan bentuk aksial, kelengkungan pada penampang, kehilangan tegangan lokal antara beton dan baja, redistribusi aksi internal pada struktur statis tertentu. II.2.2 Baja Prategang Untuk penggunaan pada beban layan yang tinggi, penggunaan baja tulangan (tendon) dan beton mutu tinggi akan lebih efisien. Hanya baja dengan tegangan elastis tinggi yang cocok digunakan pada beton prategang. Penggunaan baja tulangan mutu tinggi bukan saja merupakan suatu keuntungan, tetapi merupakan suatu

keharusan. Prategangan akan menghasilkan elemen yang lebih ringan, bentang yang lebih besar dan lebih ekonomis jika ditinjau dari segi pemasangan dibandingkan dengan beton bertulang biasa. Prategang pada dasarnya merupakan suatu beban yang menimbulkan tegangan dalam awal sebelum pembebanan luar dengan besar dan distribusi tertentu bekerja sehingga tegangan yang dihasilkan dari beban luar dilawan sampai tingkat yang diinginkan. Gaya pratekan dihasilkan dengan menarik kabel tendon yang ditempatkan pada beton dengan alat penarik. Setelah penarikan tendon mencapai gaya/tekanan yang direncanakan, tendon ditahan dengan angkur, agar gaya tarik yang tadi dikerjakan tidak hilang. Penarikan kabel tendon dapat dilakukan baik sebelum beton dicor (pre-tension) atau setelah beton mengeras (post-tension). macam, yaitu : Baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya ada tiga 1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunkan untuk baja prategang pada beton prategang dengan system pratarik (pre-tension). 2. Kawat untaian (strand), biasanya digunkan untuk baja prategang pada beton pratengang dengan system pascatarik (post-tension). 3. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan system pratarik (pre-tension).

Kawat tunggal (wires) (b) Untaian Kawat (strand) (c) Kawat batangan (bars) Gambar II.3 Jenis-jenis Baja yang Dipakai Untuk Beton Prategang : (a) Kawat tunggal (wires). (b) Untaian Kawat (strand). (c) Kawat batangan (bars) (Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst) Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai dengan pesifikasi sepeti ASTM A 421; stress-relieved strands mengikuti standar ASTM A 416. Strands terbuat dari tujuh kawat dengan memuntir enam diantaranya pada pich sebesar 12 sampai 16 kali diameter di sekeliling kawat lurus yang sedikit

kebih besar. Ukuran dari kawat tunggal bervariasi dengan diameter antara 3 8 m, dengan tengangan tarik (f p ) antara 1500 1700 Mpa dengan modulus elastisitas E p = 200 x 10 3 Mpa. Tipikal diagram tegangan-regangan dari ketiga jenis tendon tersebut dapat dilihat pada gambar II.4, gambar II.5, dan gambar II.6. Gambar II.4 Diagram Tegangan-Regangan Pada Kawat Tunggal (Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi) Gambar II.5 Diagram Tegangan-Tegangan Pada Untaian Kawat (Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

Gambar II.6 Diagram Tegangan-Regangan Pada Baja Batangan (Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi) Untuk memaksimumkan luas baja strands 7 kawat untuk suatu diameter nominal, kawat standar dapat dibentuk menjadi strands yang dipadatkan seperti pada gambar II.7. Standar ASTM yang disyaratkan masing-masing tercantum pada table II.1. Gambar II.7 Strands Prategang 7 Kawat Standard dan Dipadatkan. (a) Penampang strand standar. (b) Penampang strand yang dipadatkan Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)

Tabel II.1 Strand Standar Tujuh Kawat Untuk Beton Prategang Diameter nominal strand (in) Kuat patah strand (min. lb) Luas baja nominal strand (in. 2 ) Berat nominal strand (lb/100 ft) * Beban minimum pada ekstensi 1% (lb) MUTU 250 1/4 (0,250) 9.000 0,036 122 7.650 5/16 (0,313) 14.500 0,058 197 12.300 3/8 (0,375) 20.000 0,080 272 17.000 7/16 (0,438) 27.000 0,108 367 23.000 1/2 (0,500) 36.000 0,144 490 30.600 3/5 (0,600) 54.000 0,216 737 45.900 MUTU 270 3/8 (0,375) 23.000 0,085 290 19.550 7/16 (0,438) 31.000 0,115 390 26.350 1/2 (0,500) 41.300 0,153 520 35.100 3/5 (0,600) 58.600 0,217 740 49.800 * 100.000 psi = 689,5 Mpa 0,1 in = 2,54 mm, 1 in 2 = 645 berat: kalikan dengan 1,49 untuk mendapatkan berat dalam kg per 1000 m. 1000 lb = 4448 N (Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)

Tabel II.2 Besaran dan kuat desain strands prategang (Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi) Tabel II.3 Tipikal Baja Prategang Material type and standard Nominal diameter (mm) Area (mm 2 ) Minimum breaking load Minimum tensile strength ( ) MPa Wire 5 19.6 30.4 1550 5 19.6 33.3 1700 7 38.5 65.5 1700 7-wire strand super grade 7-wire strand regular grade Bars (super grade) 9.3 54.7 102 1860 12.7 100 184 1840 15.2 143 250 1750 12.7 94.3 165 1750 23 415 450 1080 26 530 570 1080 29 660 710 1080 32 804 870 1080 38 1140 1230 1080 (Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi) II.3. Penampang Penampang Beton Prategang Pemilihan bentuk penampang yang akan digunakan pda suatu konstruksi biasanya tergantung pada kesederhanaan cetakan dan kemungkinan cetakan tersebut

untuk dapat dipakai kembali, penampilan penampang, derajat kesulitan penuangan beton, dan besaran teoritis penampang melintang batang. Semakin besar jumlah beton yang ditempatkan didekat serat terluar balok, semakin besar pula lengan momen antara gaya C dan T sehingga momen penahan akan semakin besar. Ada beberapa batasan pada lebar dan tebal flens, dan juga web harus cukup besar untuk menahan geser dan memungkinkan penuangan beton dapat berjalan dengan baik dan pada saat yang sama juga cukup tebal untuk menghindari tekuk. Penampang prategang bentuk T seringkali merupakan penampang yang sengat ekonomis karena adanya beton dalam proporsi besar pada flens tekan yang cukup efektif untuk menahan gaya tekan. Gambar II.8 Berbagai jenis Penampang beton prategang (Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)

Gambar II.9 Berbagai jenis Penampang beton prategang berikut bentuk penampang tumpuannya (a) Penampang balok persegi panjang. (b) penampang balok I, (c) Penampang balok T, (d) Penampang T dengan sayap bawah, (e) Penampang T ganda, (f) Bagian ujung balok Penampang I, (g) Bagian ujung balok Penampang T, (h) Bagian ujung balok Penampang T bersayap bawah, (i) Bagian ujung balok (Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi) Penampang T ganda Penampang T ganda banyak digunakan untuk bangunan sekolah, bangunan kantor, took dan seterusnyadan merupakan penampang prategang yang paling banyak digunakan di Amerika Serikat saat ini. Lebar total fens yang umum digunakan berkisar antara 5 sampai 8 kaki dengan bentang antara 30 sampai 50 kaki. Penampang T ganda dletakkan secara berdampingan, TTTTTTT sehingga bekerja sebagai balok sekaligus pelat untuk sistem lantai atau atap. Penampang T tunggal biasanya digunakan untuk beban yang lebih berat dan bentang yang lebih panjang sampai 100 atau 120 kaki.

Gambar II.10 Penggunaan beton prategang penampang T ganda pada (Sumber: Prestressed Concrete konstruksi Analysis And Design, Antoine E.Naaman) Gambar II.11 Bangunan gudang yang mengguanakan beton prategang (Sumber: Desain Beton Bertulang,, Jack C McCormac) II.4. Sistem Prategang dan Pengangkeran Sehubungan dengan perbedaan sistem untuk penarikan dan pengangkeran tendon, maka situasinya sedikit membingungkan dalam perancangan dan penerapan

beton prategang. Seorang sarjana teknik wsipil harus mempunyai pengetahuan umum mengenai metode-metode yang ada dan mengingatnya pada saat menentukan dimensi komponen struktur, sehingga tendon-tendon dari beberapa sistem dapat ditempatkan dengan baik. Gambar II.12 Sistem Pengangkeran Sistem Pratarik (Pre-tensioning) (Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst) Gambar II.13 Sistem Perakitan kabel prategang Berbagai metode dengan nama pratekanan (pre-compression) diberikan pada beton dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Pembangkit gaya tekan antara elemen structural dan tumpuan-tumpuannya dengan pemakaian dongkrak (flat jack). 2. Pengembangan Tekanan Keliling (hoop compression) dalam struktur berbentuk silinder dengan mengulung kawat secara melingkar. 3. Pemakaian baja yang ditarik secara longitudinal yang ditanam dalam beton atau ditempatkan dalam selongsong. 4. Pemakaian prinsip distorsi suatu struktur statis tak tentu baik dengan perpindahan maupun dengan rotasi satu bagian relatif terhadap bagian lainnya. 5. Pemakaian pemotong baja structural yang dilendutkan dan ditanam dalam beton sampai beton tersebut mengeras. 6. Pengembangan tariakn terbatas pada baja dan tekanan pada beton dengan memakai semen yang mengembang Gambar II.14 Kabel tendon sesaat senbelum diberi gaya prategang (Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)

Gambar II.15 Sistem Pengangkeran Sistem Pascatarik (Post-tensioning) dengan Mengunakan jack 1000 ton (Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst) Metode yang biasa dipakan untuk memberikan parategang pada semen beton strukural adalah dengan menarik baja ke arah longitudinal dengan alat penarik yang berbeda-beda. Prategang dengan menggunakan gaya-gaya langsung diantara tumpuan-tumpuan umumnya dipakai pelengkung dan perkerasan, dan dongkrak datar selalu dipakai untuk memberikan gaya-gaya yang diinginkan. Gambar II.16 Pengerjaan Pemberian tegangan pada tendon prategang (Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)

Pengankeran ada 2 macam yaitu : angker mati dan angker hidup. Angker mati adalah angker yang tidak bias dilakukan lagi penarikan setelah penegangan tendon dilakukan. Angker mati sering digunakan dalam prategang dengan sistem pratarik. Sedangkan angker hidup dapat dilakukan penarikan kembali jika hal itu diperlukan. Pegangkeran ini sering dijumpai dalam prategang dengan sistem pasca tarik. (a)angker hidup (b) Angker mati. Gambar II.17 Jenis Pengankeran (a) Angker hidup. (b) Angker mati. (Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. H

Gambar II.18 Penempatan Angker Pada Beton Prategang (Post-tensioning) II.4.1.a Sistem Pratarik (Pre-tensioning) Didalam sistem pratarik (Pre-tensioning), tendon lebih dahulu ditarik antara blok-blok angker yang kaku (rigid) yang dicetak diatas tanah atau didalam suatu kolom atau perangkat cetakan pratarik seperti terlihat pada gambar II.19, dan selanjutnya dicor dan dipadatkan sesuai dengan bentuk serta ukuran yang diinginkan. Metode ini digunakan untuk beton-beton pracetak dan biasanya digunakan untuk konstruksi-konstruksi kecil. Beton-beton pracetak biasanya digunakan pada konstruksi-konstruksi bangunan, kolom-kolom gedung, tiang pondasi atau balok dengan bentang yang panjang. Adapun tahap urutan pengerjaan beton pre-tension adalah sebagai berikut : Kabel tendon dipersiapkan terlebih dahulu pada sebuah angkur yang mati (fixed anchorage) dan sebuah angkur yang hidup (live anchorage). Kemudian live anchorage ditarik dengan dongkrak (jack) sehingga kabel tendon bertambah panjang. Jack biasanya dilengkapi dengan manometer untuk mengetahui besarnya gaya yang

ditimbulkan oleh jack. Setelah mencapai gaya yang diinginkan, beton dicor. Setelah beton mencapai umur yang cukup, kabel perlahan-lahan dilepaskan dari kedua angkur dan dipotong. Kabel tendon akan berusaha kembali ke bentuknya semula setelah pertambahan panjang yang diakibatkan oleh penarikan pada awal pelaksanaan. Hal inilah yang menyebabkan adanya gaya tekan internal pada beton. Oleh karena sistem pratarik besandar pada rekatan yang timbul antara baja dan tendon sekelilingnya, hal itu penting bahwa setiap tendon harus merekat sepanjang deluruh panjang badan. Setelah beton mengeras, tendon dilepaskan dari alas prapenarikan dan gaya prategang ditranfer ke beton. Gambar II.19 Proses Pengerjaan Beton Pratarik (Pre-tensioning) (Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

II.4.1.b Sistem Pascatarik (Post-tensioning) Kebanyakan pelaksanaan pretensioning dilapangan dilaksanakan dengan metode post-tensioning. Pascatarik dipakai untuk memperkuat bendungan beton, prategang melingkar dari tangki-tangki beton yang besar, serta perisai-perisai biologis dari reactor nuklir. Pascatarik (Post-tensioning) juga banyak digunakan konstruksi beton prategang segmental pada jembatan dengan bentang yang panjang. ( a ) B e t o n d i c o r ( b ) T e n d o n d i t a r i k d a n g a y a t e k a n d i t r a n s f e r ( c ) T e n d o n d i a n g k u r d a n d i g r o u t i n g Gambar II.20 Proses Pengerjaan Beton Pascatarik (Post-tensioning) (Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi) Adapun metode dalam pelaksanaan pengerjaan beton pasca tarik (Posttensioning) adalah sebagai berikut : Selongsong kabel tendon dimasukkan dengan posisi yang benar pada cetakan beton beserta atau tanpa tendon dengan salah satu ujungnya diberi angkur hidup dan ujung lainnya angkur mati atau kedua ujungnya dipasang angkur hidup. Beton dicor dan dibiarkan mengeras hingga mencapai umur yang mencukupi. Selanjutnya,

dongkrak hidrolik dipasang pada angkur hidup dan kabel tendon ditarik hingga mencapai tegangan atau gaya yang direncanakan seperti terlihat pada gambar II.20. Untuk mencegah kabel tendon kehilangan tegangan akibat slip pada ujung angkur terdapat baji. Gaya tarik akan berpindah pada beton sebagai gaya tekan internal akibat reaksi angkur. II.4.2. Prategang Termo-Listrik Metode prategang dengan tendon yang dipanaskan, yang dicapai dengan melewatkan aliran listrik pada kawat yang bermutu tinggi, umumnya disebut sebagai Prategang Termo-Listrik. Prosesnya terdiri atas pemanasan batang dengan arus listrik sampai temperature 300 400 º C selama 3 5 menit. Batang tersebut mengalami perpanjangan kira-kira 0,3 0,5 persen. Setelah pendinginan batang tersebut berusaha memperpendek diri ada ini dicegah oleh jepitan angkur pada kedua ujungnya seperti yang ditunjukan dengan gambar II.21. Waktu pendinginan diperhitungkan 12 15 menit. Batang Didinginkan L = (Ly - L) Batang Dipanaskan L Lt > Ly Ly Batang setelah Pengangkuran Blok Ujung Cetakan Gambar II.21 Proses Prategang Termo-Listrik (Sumber: Beton Pratekan, N. Krishna Raju)

II.5. Analisa Prategang Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan kombinasi yang disebabkan oleh beban langsung dan lenturan yang dihasilkan oleh beban yang ditempatkan secara eksentris. Analisa tegangan-tegangan yang timbul pada suatu elemen struktur beton prategang didasarkan atas asumsi-asumsi berikut : 1. Beton prategang adalah suatu mineral yang elastic serta homogen 2. Didalam batas-batas tegangan kerja, baik beton maupun baja berperilaku elastis, tidak dapat menahan rangkak yang kecil yang terjadi pada kedua material tersebut pada pembebanan terus-menerus. 3. Suatu potongan datar sebelum melentur dianggap tetap datar meskipun sudah mengalami lenturan, yang menyatakan suatu distribusi regangan linier pada keseluruhan tinggi batang. Selama tegangan tarik tidak melampaui batas modulus keruntuhan beton (yang sesuai dengan tahap retakan yang terlihat pada beton), setiap perubahan dalam pembebanan batang menghasilkan perubahan tegangan pada beton saja, satu-satunya fungsi dari tendon prategang adalah untuk memberikan dan memelihara prategang pada beton. Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan kombinasi yang disebabkan oleh aksi beban langsung dan lenturan yang dihasilkan oleh beban yang ditempatkan secara eksentris maupun kosentris.

II.5.1.a Tedon Konsentris gambar II.22. Balok beton prategang dengan satu tedon konsentris yang ditunjukan dalam F Tendon Konsentris (Gaya F) F c.g.c Tegangan = F/A Gambar II.22 Prategang Konsentris (Sumber: Beton Pratekan, N. Krishna Raju) Gambar di atas menunjukkan sebuah beton prategangan tanpa eksentrisitas, tendon berada pada garis berat beton (cental grafity of concrete,c.g.c). Prategang seragam pada beton = F/A yang berupa tekan pada seluruh tinggi balok. Pada umumnya beban-beban yang dipakai dan beban mati balok menimbulkan tegangan tarik terhadap bidang bagian bawah dan ini diimbangi lebih efektif dengan memakai tendon. Gambar II.23 Distribusi Tegangan Tendon Konsentris

II. 5.1.b Tendon Eksentris Sebuah balok yang mengalami suatu gaya prategang eksentris sebesar P yang ditempatkan dengan eksentrisitas e. Tendon ditempatkan secara eksentris terhadap titik berat penampang beton. Eksentrisitas tendon akan menambah kemampuan untuk memikul beban eksternal. Gambar II.24 Distribusi Tegangan Tendon Eksentris Eksentisitas akan menambah kemampuan untuk menerima/memikul tegangan tarik yang lebih besar lagi (serat bawah). Prategangan juga menyebabkan perimbangan gaya-gaya dalam komponen beton prategang. Konsep ini terutama terjadi pada beton prategang post-tension.

Gambar II.25 Gaya-gaya Penyeimbang Beban Pada Tendon Parabola Tegangan yang ditimbulkan pada serat-serat bagian atas dan bagian bawah balok diperoleh dengan hubungan : f bawah = P A + Pe Z b = P ey b 1 +.....................( 2.1) 2... A i f atas P = A Pe = Z t P ey t 1 +.....................( 2... A i 2.2) Dimana : P = Gaya Prategang ( positif apabila menghasilkan tekanan langsung) E = Eksentrsitas gaya prategang A = Luas potongan melintang batang beton Z t dan Z b = Momen penampang serat paling atas dan paling bawah

f atas dan f bawah = Prategang pada beton yang ditimbulkan pada serat paling atas dan paling bawah (positif apabila tekan dan negatif apabila tarik) y t dan y b = Jarak antara serat paling atas dan serat paling bawah terhadap titik berat panampang i = Jari-jari girasi II.6. Keuntungan Beton Prategang Dibanding Beton Bertulang Beton prategang memberikan keuntungan-keuntungan teknis besar dibandingkan dengan bentuk-bentuk konstruksi lainnya, seperti beton bertulang dan baja. Dalam hal batang prategang penuh, yang bebas dari tegangan-tegangan tarik pada beban kerja, penampang melintangnya dimanfaatkan secara lebih efisien apabila dibandingkan dengan penampang beton bertulang yang retak pada beban kerja. Dalam batas-batas tertentu, suatu beban mati permanen dapat dilawan dengan menambah eksentrisitas gaya prategang dalam suatu unsure struktur prategang, sehingga lebih menghemat pemakaian material. Batang beton prategang memiliki perlawanan yang meningkat terhadap gaya geser, disebabkan oleh pengaruh prategang tekan, yang mengurangi tegangan tarik utama. Pemakaian kabel yang dilengkungkan, khususnya pada batang berbentang panjang membantu mengurangi gaya geser yang timbul pada penampang ditumpuan. Suatu batang lentur beton prategang menjadi lebih kaku pada beban kerja daripada suatu batang tendon bertulang dengan tebal yang sama. Namun, setelah

permulaan retak, perilaku lentur suatu batang prategang adalah sama dengan batang beton bertulang. Pemakaian beton dan baja berkekuatan tinggi pada batang prategang menghasilkan batang-batang yang lebih ringan dan lebih langsing daripada yag dimungkinkan dengan pemakaian beton bertulang. Kedua ciri-ciri struktural beton prategang yaitu beton berkekuatan tinggi dan bebas dari retak, memberikan sumbangan terhadap peningkatan daya tahan struktur pada kondisi lingkungan yang agresif. Prategang pada beton akan meningkatkan kemampuan material untuk menyerap energi pada saat menerima tumbukan. Kemampuan untuk melawan beban kerja yang berulang-ulang telah dibuktikan sama baiknya pada beton prategang maupun pada beton bertulang. Komponen struktur prategang mempunyai tinggi yang lebih kecil dibandingkan beton bertulang untuk kondisi bentang dan beban yang sama. Pada umumnya, tinggi komponen struktur beton prategang berkisar antara 65 sampai 80 persen dari tinggi komponen struktur beton bertulang. Dengan demikian, komponen struktur prategang membutuhkan lebih sedikit beton, dan sekitar 20 sampai 35 persen banyaknya tulangan. Cetakan untuk beton prategang menjadi lebih kompleks, karena geometri penampang prategang biasanya terdiri atas penampang bersayap dengan beberapa badan yang tipis. Walaupun terdapat penghematan yang besar dalam kuantitas material yang dipakai dalam beton prategang dibandingkan dengan beton bertulang, penghematan dalam biaya tidak sedemikian besar disebabkan oleh tambahan biaya-biaya untuk beton dan baja bermutu tinggi, angkur, dan peralatan berat lainnya yang diperlukan untuk menghasilkan beton prategang. Namun, terdapat suatu kondisi yang ekonomis secara menyeluruh didalam pemakaian beton

prategang, karena berkurangnya bobot mati akan mengurangi beban rencana dan biaya pondasi. Gambar II.26 Pembangunan konstruksi mengguanakan beton prategang (Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman) II.7. Keuntungan Prategang Pada Struktur Statis Tak Tentu Pemakaian beton prategang pada struktu statis tak tentu memberikan beberapa keuntungan-keuntungan diantaranya adalah : 1. Momen lentur lebih terbagi sama antara tengah-tengah bentang dan tumpuan batang. 2. Reduksi ukuran batang menghasilkan struktur yang lebih ringan 3. Kapasitas dukung beban ultimit lebih tinggi daripada struktur statis tertentu karena gejala redistribusi momen-momen

4. Kontinuitas batang-batang pada struktur rangka mengarah kepada stabilitas yang meningkat 5. Gelagar-gelagar kontinu dibentuk oleh konstruksi secara bagian-bagian dengan memakai unit-unit pracetak yang disambung dengan kabel-kabel prategang. 6. Didalam gelagar pascatarik menerus, kabel-kabel yang melengkung dapat ditempatkan secara baik untuk menahan momen-momen bentangan dan tumpuan. 7. Reduksi dalam banyaknya angkur pada suatu balok prategang menerus bila dibandingkan dengan serangkaian balok yang ditumpu secara sederhana, dan sepasang angkur pascatarik serta operasi penegangan tunggal dapat melayani beberapa batang 8. Pada struktur prategang menerus, lendutannya kecil bila dibandingkan dengan batang dengan tumpuan sederhana II.8. Rangka Portal Beton Statis Tak Tentu Seperti pada beton bertulang dan bahan struktur lainnya, kontinuitas dapat terjadi di tumpuan-tumpuan antara pada balok menerus dan dipertemuan balok dan kolom pada portal. Rangka beton adalah struktur statis tak tentu yang terdiri atas komponen struktur horizontal, vertical atau miring yang disambung satu sama lain sedemikian hingga sambungannya dapat menahan tegangan dan momen lentur yang bekerja padanya. Derajat statis tak tentu bergantung pada banyaknya bentang,

banyaknya komponen truktur vertical dan jenis reaksi ujung. Konfigurasi rangka tipikal ditunjukkan pada gambar berikut. Gambar II.27 Rangka struktur tipikal (Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi) Apabila n adalah banyaknya joints, b adalah banyaknya komponen struktur, r adalah banyaknya reaksi, dan s adalah derajat statis tak tentu, maka derajat statis tak tentu dapat dihitung dari rumus berikut : 3n + s > 3b + r (tidak stabil) 3n + s = 3b + r (statis tertentu) 3n + s < 3b + r (statis tak tentu) Derajat statis tak tentu adalah S = 3b + r 3n

Agar sebuah rangka portal memadai, maka ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi, diantaranya adalah : 1. Desain rangka tersebut harus didasarkan atas kombinasi momen dan geser yang paling tidak menguntungkan. Apabila pembalikan momen mungkin terjadi sebagai akibat dari berbaliknya arah beban hidup, maka nilai momen lentur positif dan negative terbesar harus ditinjau didalam desain. 2. Pondasi yang memadai untuk memikul gaya horizontal harus ada. Apabila rangka tersebut didesain sebagai sendi, suatu prosedur pelaksanaan yang mahal, system sendi actual harus digunakan. II.9. Definisi Pembebanan II.9.1. Beban dan aksi yang bekerja Pembebanan untuk merencanakan portal prategang merupakan dasar dalam menentukan beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Penggunaan pembebanan ini dimaksudkan agar dapat mencapai perencanaan yang aman dan ekonomis sesuai dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainny, sehingga proses pelaksanaan dalam perencanaan menjadi efektif. Beban-beban dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : II. 9.1.1 Beban Primer Beban utama dalam perhitungan perhitungan gaya-gaya dalam pada perencanaan rangka portal

a. Beban Mati Primer rangka portal Berat sendiri dari balok atau penampang yang dipikul langsung oleh struktur b. Beban Mati Tambahan Berat beban mati tambahan yang dipikul oleh struktur, beban ini dapat berupa beban akibat balok, pelat maupun topping c. Beban Hidup Beban hidup adalah beban bergerak yang direncanakan akan dipikul oleh struktur rangka portal. II. 9.1. 2. Beban Sekunder Pada struktur rangka portal statis tak tentu, struktur akan dipengaruhi oleh beban sekunder, dimana beban ini terjadi sebagai akibat dari gaya pratgang itu sendiri. Untuk menghitung struktur dengan tingkat ketidaktentuan yang tinggi maka digunakan metode kekakuan (perpindahan) dan metode gaya (kompaktibilitas), dimana salah satunya adalah metode deformasi konsisten. Untuk menghitung beban sekunder pada portal dapat digunakan metode deformasi konsisten II. 9.1.3. Metode deformasi konsisten (koefisien pengaruh fleksibilitas) Metode-metode yang paling umum dipakai untuk analisis struktur dengan derajat statis tak tentu yang tinggi ialah metode kekakuan (perubahan kedudukan)

dan metode gaya (kompatibilitas). Metode yang disebut belakangan, didasarkan atas prinsip deformasi konsisten, cocok untuk menghitung momen-momen sekunder pada struktur beton prategang statis tak tentu. Metode kompaktibilitas dilakukan dengan membentuk persamaan secara berurutan dalam bentuk komponen reaksi yang tidak diketahui, koefisien fleksibilitas dan perpindahan pada titik tertentu akibat beban luar pada struktur. Jika R1, R2, R3,., Rn adalah komponen reaksi yang tidak diketahui (gaya, momen) pada titik 1, 2, 3,, n dengan : = koefisien pengaruh fleksibilitas yang memberikan perubahan kedudukan yang terjadi dititik i, akibat suatu reaksi satuan dititik j. Dan, = perubahan kedudukan dititik I yang disebabkan oleh beban luar pada struktur. Persamaan-persamaan kompatibilitas dapat ditulis sebgai : + +..+ + = 0 + +... + + = 0.......... + +..+ + = 0 Koefisien pengaruh untuk pembentukan matrik fleksibilitas dapat diperoleh dengan integral-integral sebagai berikut: ds....(2.3)

ds (2.4) Dimana ; = momen akibat suatu reaksi satuan dititik i = momen akibat suatu reaksi satuan dititik j = momen akibat beban luar pada struktur ds = unsure panjang dari suatu bidang EI = ketegaran lentur dari penampang Beberapa integral hasil kali yang umum dipakai untuk menghitung koefisienkoefisien pengaruh fleksibilitas ditunjukkan dalam Tabel berikut : Tabel II.4 Produk Integral Untuk Koefisien Pengaruh Fleksibilitass (Raju, 1986) (Sumber: Beton Pratekan, N. Krishna Raju) Untuk menghitung momen-momen sekunder yang timbul akibat pemberian prategang pada suatuu struktur beton statis tak tentu, suku bersesuaian dengan momen primer yang ditimbulkan diseluruh panjang batang akibat eksentrisitas tendon. Integral dari momen ini sama dengan hasil perkalian gayaa prategang dan luas

bidang yang terpotong diantara profil tendon dan sumbu batang. Momen-momen yang ditimbulkan oleh reaksi-reaksi satuan yang ditunjukkan dengan pada umumnya adalah linear dan integral hasil perkalian untuk masing-masing bentangan dapat dihitung dengan memakai Tabel tsb. Pengali numerik yang digunakan pada aksi nominal untuk menghitung aksi rencana. Diambil untuk adanya perbedaan yang tidak diinginkan pada beban dalam memperkirakan pengaruh pembebanan dalam pelaksanaan. II. 9.1.4. Beban Tersier Pada struktur rangka portal beton prategang tiga dmensi (dengan bagianbagiannya yang membentang ke berbagai arah); pemberian prategang dapat menyebabkan perpendekan elastis akibat perpindahan lateral pada sambungan dan kolom. Hal inilah yang kemudian dapat menyebabkan momen-momen tersier pada portal tersebut. II. 9.1.5. Pengaruh Deformasi Aksial Dan Momen Tersier Dalam hal struktur prategang yang terdiri dari batang-batang satu arah seperti balok menerus, kontraksi aksial akibat pengaruh prategang tidak berpengaruh besar terhadap gaya dan momen pada struktur menerus. Namun, pada struktur seperti rangka portal yang arah batang-batangnya berlainan, pemberian prategang pada balok mendatar (transom) menghasilkan suatu kontraksi aksial, yang selanjutnya memberikan momen-momen tersier ke dalam kerangka akibat pergeseran lateral pertemuan balok mendatar dan batang kolom.

Pengaruh-pengaruh utama yang perlu diperhatikan dalam rangka portal beton prategang adalah : 1. Reduksi besarnya gaya prategang pada suatu batang tertentu akibat kekangan batang-batnag yangb berdekatan. 2. Timbulnya momen-momen tersier akibat deformasi lentur struktur yang diakibatkan oleh perpendekan elastic dan aksi gaya prategang. 3. Gambar. II.28. Pengaruh Perpendekan Aksial (Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi) Untuk kompatibilitas, lendutan lateral ujung B dari kolom AB harus sama dengan kontraksi aksial dari separuh balok mendatar BC, untuk lebih jelasnya dapat dilhat pada gambar berikut. Dimana hal ini memberikan syarat:

= =...(2.5).. =...(2.6) Untuk suatu batas kepraktisan dari penampang dan gaya prategang, karena rasio adalah kecil, maka dapat diabaikan. Seluruh gaya prategang dapat diasumsikan ditahan oleh balok BC. Tetapi titik B bergerak horizontal sebesar akibat aksi gaya prategang P yang dapat mengakibatkan momen berlawanan arah jarum jam sebesar berkembang di A dan B. momen tersier sebagai akibat dari momen jepit pada tumpuan A dan B dapat dievaluasi untuk memperoleh besarannya. II.10. Desain Penampang Beton Prategang Terhadap Lentur Pada waktu pendesainan penampang beton prategang pada dasarnya dilakukan dengan cara coba-coba (trial & error). Ada kerangkan struktur yang harus dipilih sebagai permulaan dan mungkin dimodifikasi pada waktu proses desain berlangsung. Ada berat sendiri komponen strktur yang mempengaruhi desain, tetapi harus diasumsikan sebelum melakukan perhitungan momen. Ada bentuk perkiraan penampang beton yang ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan praktis dan teoritis yang harus diasumsikan untuk percobaan. Karena adanya variabel-variabel ini, disimpulkan bahwa prosedur yang terbaik adalah suatu cara coba-coba yang

berpedoman pada hubungan-hubungan yang diketahui sehingga memungkinkan diperolehnya hasil akhir yang lebih cepat. II.10.1. Modulus Penampang Minimum pemilihan penampang beton prategang khususnya beton prategang precast dapat ditentukan dengan mencari nilai modulus penampang minimum yang dibutuhkan untuk mengetahui penampang minimum yang efisien untuk mengevaluasi tegangan serat beton di serat atas dan bawah. nilai modulus penampang tersebut dapat ditentukan berdasarkan bentuk tendonnya a. Untuk tendon lurus, gunakan penampang tumpuan ujung sebagai penampang yang menentukan:.(2.7) (2.8) b. Untuk tendon berbentuk harped atau dropped, gunakan penampang tengah bentang sebagai penampang yang menentukan:.. (2.9).. (2.10) = =.(2.11) jika diketahui nilai = (1- kehilangan tegangan) maka persamaan tersebut menjadi persamaan berikut:

=.. (2.12) sehingga persamaan diatas dapat direduksi sehingga menghasilkan persamaan berikut = (1- kehilangan tegangan); kehilangan tegangan dalam % (2.13) Dimana : M T = momen total (M D + M SD + M L ) M D = momen akibat berat sendiri M SD = momen akibat beban mati tambahan, seperti lantai M L = momen akibat beban hidup, termasuk beban kejut dan gempa Pi = prategang awal P e = prategang efektif sesudah kehilangan t menunjukkan serat atas dan b menunjukkan serat bawah e = eksentrisitas tendon dari pusat berat penampang beton, cgc c t & c b = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas dan serat bawah = rasiso prategang residual S t & S b = modulus penampang atas & modulus penampang bawah beton penampang dipilih dengan modulus penampang yang paling mendekati dari penampng yang dibutuhkan

II.10.2. Analisa Tegangan Pada Penampang Beton Prategang Pada beton partegang akan terjadi tegangan yang diakibatkan oleh interaksi antara teganagn yang diakibatkan oleh tendon dengan beban yang diterima oleh penampang. untuk kondisi prategang awal (transfer) tegangan yang terjadi diakibatkan oleh tegangan akibat tendon dengan beban sendiri profil, tetapi pada kondisi beban kerja maka bebabn yang terjadi berupa beban mati yang ditambahkan dengan beban mati tambahan dan beban hidup. II. 10.2. a Analisa Teganagn pada Penampang T ganda analisa tegangan yang terjadi pada penampgn diserat tekan dan tarik pada kondisi transfer = 1... (2.14) = 1 + +... (2.15) dimana : M T = momen total (M D + M SD + M L ) M D = momen akibat berat sendiri M SD = momen akibat beban mati tambahan, seperti lantai M L = momen akibat beban hidup, termasuk beban kejut dan gempa Pi = prategang awal P e = prategang efektif sesudah kehilangan

t menunjukkan serat atas dan b menunjukkan serat bawah e = eksentrisitas tendon dari pusat berat penampang beton, cgc c t & c b = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas dan serat bawah r 2 = kuadrat dari jari-jari girasi S t & S b = modulus penampang atas & modulus penampang bawah beton analisa tegangan yang terjadi pada penampgn diserat tekan dan tarik pada kondisi Final = 1.. (2.16) = 1 + +.. (2.17) dimana : M T = momen total (M D + M SD + M L ) M D = momen akibat berat sendiri M SD = momen akibat beban mati tambahan, seperti lantai M L = momen akibat beban hidup, termasuk beban kejut dan gempa Pi = prategang awal P e = prategang efektif sesudah kehilangan t menunjukkan serat atas dan b menunjukkan serat bawah

e = eksentrisitas tendon dari pusat berat penampang beton, cgc c t & c b = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas dan serat bawah r 2 = kuadrat dari jari-jari girasi S t & S b = modulus penampang atas & modulus penampang bawah beton Jika tegangan yang tejadi tidak melebihi tegangan izin, maka profil yang digunakan telah sesuai, tetapi jika ada tegangan yang melebihi tegangan izin, maka profil harus diperbesar atau eksentrisitas harus diubah. II. 10.2. b. Analisa tegangan pada Rangka tumpuan Analisa tegangan pada rangka tumpuan meliputi tegangan di lapangan, tegangan di tumpuan, dan tegangan di kolom. Tegangan di lapangan : = + (2.18) = + (2.19) Tegangan di tumpuan : = + (2.20) = + (2.21) Tegangan di kolom : = +. (2.22) = +. (2.23)

Dimana : = Tegangan di serat atas = Tegangan di serat bawah = gaya prategang = eksentrisitas pada penampang = Momen lembam = luas penampang = Momen luar Jika kontrol tegangan memenuhi maka desain penampang telah memenuhi, jika tidak memenuhi maka profil harus diperbesar atau eksentrisitas dirubah Penentuan gaya prategang: Gaya prategang dapat ditentukan dengan menghitung persamaan tegangan di serat bawah yaitu Persamaan (2.28) yaitu: = +. (2.24) Dengan mengasumsikan bahwa tegangan yang terjadi diserat bawah ( ) = 0, maka persamaan (2.24 )menjadi : 0 = +. (2.24.1) Sehingga gaya prategang yang terjadi di balok dan kolom dapat ditentukan denagn persamaan-persamaan berikut Gaya prategang dibalok : 0 = + (2.25)

Maka akan didapat nilai Gaya prategang dikolom : 0 = + Maka akan didapat nilai (2.26) Dimana : = Gaya Prategang dibalok = Gaya Prategang dikolom = Luas penampang = Eksentrisitas tendon = Momen Lembam = Momen yang terjadi di lapangan (tengah bentang) = Momen yang terjadi di tumpuan II. 11. Desain tendon Jumlah tendon yang digunakan dapat ditentukan dengan persamaan-persamaan berikut: Dimana : Pada balok :. (2.27). Pada kolom : (2.28) = Gaya Prategang dibalok

= Gaya Prategang dikolom N = Beban putus pada tendon prategang II. 12. Selubung Eksentrisitas yang Membatasi Eksentrisitas tendon yang didesain di sepanjang bentang diharapkan sedemikian hingga tarik yang terjadi di serat ekstrim balok hanya terbatas atau tidak ada sama sekali di penampang yang menentukan dalam desain. Jika tarik tidak dikehendaki sama sekali di sepanjang bentang balok dengan tendon berbentuk draped, maka eksentrisitasnya harus ditentukan di penampang-penampang berikut di sepanjang bentang. Untuk mengetahui apakah eksentrisitas tendon ditumpuan dan di tengah bentang terletak di daerah aman, maka perlu perlu ditentukan terlebih dahulu batasbatas daerah aman yang terletak pada penampang. Batas-batas daerah aman pada penampang dapat ditentukan berdasarkan persamaanpersamaan berikut: =...(2.29) =....(2.30) =....(2.31) =.......(2.32)

Batas maksimum daerah aman 1..(2.33).. 1..(2.34) = Batas maksimum daerah aman diambil dari nilai yang terbesar dari pers (2.41) dan (2.42) Batas minimum daerah aman 1..(2.35) 1..(2.36) = Batas maksimum daerah aman diambil dari nilai yang terbesar dari pers (2.43) dan (2.44) Dimana : Ac = Luasan penampang beton & = modulus penampang atas & modulus penampang bawah beton = prategang awal = prategang awal prategang efektif sesudah kehilangan = Tegangan pada sumbu netral penampang pada saat Prategang efektif = Tegangan pada sumbu netral penampang pada saat Prategang awal = Jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke serat bawah penampang yang berbatasan dengan pusat kern

= Jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke serat atas penampang yang berbatasan dengan pusat kern = jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke batas maksimum kern = jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke batas minimum kern = tegangan tekan izin maksimum pada sat prategang awal = tegangan tarik izin maksimum pada sat prategang awal = tegangan tarik izin maksimum pada sat prategang efektif (pada saat beban kerja) = tegangan tekan izin maksimum pada sat prategang efektif (pada saat beban kerja) K t cgc ee K b ec Gambar II.29. Perletakan batas batas daerah aman pada kabel tendon (Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman) Dari penentuan titk-titk atas dan bawah, jelaslah bahwa : a. Jika gaya prategang bekrja di bawah titik kern bawah, tegangan tarik terjadi di serat ekstrim atas dari penampang beton. b. Jika gaya prategang bekerja di atas titik kern atas, tegangan tarik terjadi di serat ekstrim bawah penampang beton.