BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006) Saham dapat didefenisikan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepada investor, yaitu keuntungan berupa dividen dan capital gain. Capital gain

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. / stock. Saham merupakan surat bukti kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang

II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan dividen (Dividend Policy) merupakan keputusan mengenai laba yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak. Menurut Bastian dan Suhardjono (2006), net profit margin adalah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. mencari keuntungan sebesar-besarnya demi menyejahterakan karyawan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1) Ni Luh Putu Ari Cintya Devi dan Luh Komang Sudjarni (2012)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam portofolio sering disebut dengan return. Return merupakan hasil yang

BAB I PENDAHULUAN. sekuritas pada negara tersebut. Pasar modal Indonesia memiliki peran besar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kebijakan dividen (Brigham dan Houston 2011:211), yaitu : perusahaan. Teori MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan

BAB II URAIAN TEORITIS. Parwati (2005) melakukan penelitian yang berjudul: Faktor-Faktor yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI. dan kekuatan dibidang finansial dan membantu dalam menilai prestasi manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Leverage mencerminkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. cara meningkatkan nilai perusahaan. Harga pasar saham menunjukkan nilai perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan didirikan tentunya mempunyai tujuan yang jelas.

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian mengenai dividend payout ratio atau kebijakan dividen telah

BAB 2. Tinjauan Teoritis dan Perumusan Hipotesis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menerbitkan saham. Kismono (2001 : 416) menyatakan:

BAB II LANDASAN TEORI. secara global. Salah satu jenis investasi adalah investasi saham. Investasi

BAB 1 PENDAHULUAN. telah memperlihatkan kemajuan seiring dengan perkembangan ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Sharpe et al (dalam, Setiyono 2016) pengumuman informasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas dividen atau distribusi lain

BAB I PENDAHULUAN. keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat hutang (obligasi),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian terdahulu yang dijadikan landasan penulis adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TIN JAUAN PUSTAKA. Laporan keuangan dapat dengan jelas memperlihatkan gambaran kondisi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasar modal adalah pasar dengan berbagai instrumen keuangan jangka panjang

BAB II LANDASAN TEORI. kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan

BAB II. Tinjauan Pustaka. baik dalam bentuk kas maupun saham kepada para pemegang saham suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori mengenai kebijakan pembayaran dividen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sartono (2008: 281) kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh invesment opportunity

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Saham adalah salah satu instrumen investasi yang dapat memberikan return UKDW

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

dibidang keuangan serta surat-surat berharga jangka panjang dan

BAB II LANDASAN TEORI. Kebijakan dividen (dividend policy) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Tujuan utama suatu perusahaan menurut theory of the firm adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan

BAB I PENDAHULUAN. berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Laporan keuangan. keuangan tersebut untuk menentukan atau menilai posisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuntungan bagi investor yaitu keuntungan berupa dividend. gain. Capital gain diperoleh dari selisih harga jual dan harga beli.

BAB I PENDAHULUAN. selisih antara harga beli dan harga jual saham, sedangkan yield merupakan cash. biasanya dalam bentuk deviden (Jones, 2002:124).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam praktiknya laporan keuangan oleh perusahaan dibuat dan disusun sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan konsumen di era modern sekarang ini telah mendorong tumbuhnya

BAB II TIMJAUAN PUSTAKA


II. TINJAUAN PUSTAKA. Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. a. Teori burung di tangan (Bird in the Hand)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keputusan, terutama pihak diluar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 menjadi 288 emiten pada tahun 1999 (Susilo dalam. di Bursa Efek Indonesia mencapai 442 emiten (

BAB I PENDUHULUAN. mengembangkan usahanya perusahaan harus mengembangkan perusahaannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memaksilalkan nilai perusahaan. Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan sebuah perusahaan. Karena melalui pasar modal dapat

II. LANDASAN TEORI. laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan bagi perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Akan tetapi usaha-usaha tersebut belum menunjukan hasil

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Brigham dan Houston (2007) isyarat atau signal adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Miftahurrohman (2014), tujuan utama dari sebuah perusahaan adalah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang pengaruh faktor ekonomi makro dan faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terdapat di neraca. Menurut Munawir (2004:32) solvabilitas menunjukkan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saham 2.1.1 Pengertian Saham Menurut Fakhruddin (2008: 175) saham adalah bukti penyertaan modal di suatu perusahaan, atau merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Selanjutnya menurut Menurut Riyanto (2010: 240) mendefinisikan saham adalah tanda bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu PT (Perseroan Terbatas). Bagi perusahaan yang bersangkutan, yang diterima dari hasil penjualan sahamnya akan tetap tertanam di dalam perusahaan selama hidupnya, meskipun bagi pemegang saham sendiri itu bukanlah penanaman yang permanen, karena setiap waktu pemegang saham dapat menjual sahamnya. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa saham adalah bukti tanda kepemilikan modal pada suatu perusahaan, dimana pemilik tersebut akan mendapatkan keuntungan dari saham yang dimilikinya sesuai dengan proporsi saham yang dimilikinya dalam perusahaan atau biasa disebut dengan dividen.

2.1.2 Harga Saham Menurut Hartono (2011: 143) mendefinisikan harga saham merupakan harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu dan harga saham tersebut ditentukan oleh pelaku pasar. Tinggi rendahnya harga saham ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar modal. Sedangkan menurut Sartono (2008 : 41) mendefinisikan harga saham sebagai nilai sekarang atau present value dari aliran kas yang diharapkan akan diterima. Kemudian, Anoraga dan Parakti (2006: 59) mengemukakan bahwa harga per lembar saham (Market Price Per share) merupakan harga pada pasar rill dan merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah ditutup, maka harga pasar adalah harga penutupnya (Closing Price). Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004: 151) harga saham adalah merupakan nilai sekarang (Present Value) dari penghasilan yang akan diterima oleh pemodal dan diterima oleh pemodal di masa akan yang akan datang. Sedangkan menurut Jogiyanto (2008: 143) harga saham merupakan harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu dan harga saham tersebut ditentukan oleh pelaku pasar. Tinggi rendahnya harga saham ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar modal. Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa harga saham adalah harga selembar saham yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu.

2.1.3 Jenis-Jenis Saham dan Harga Saham Menurut Martono dan Harjito (2007: 367), saham dapat dibedakan menjadi: 1. Berdasarkan cara pengalihannya a. Saham atas unjuk (Bearer stock) Saham atas unjuk, seorang pemilik sangat mudah untuk mengalihkan atau memindahkannya kepada orang lain karena sifatnya mirip uang. Pemilik saham atas unjuk ini harus berhati-hati membawa dan menyimpannya. Karena jika saham tersebut hilang, maka pemilik tidak dapat meminta gantinya. b. Saham atas nama (Registered stock) Di sertifikat saham dituliskan nama pemiliknya. Cara peralihan dengan dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang khusus memuat daftar nama pemegang saham. Jika saham tersebut hilang, pemilik dapat meminta gantinya. 2. Berdasarkan manfaatnya a. Saham biasa Saham biasa selalu ada dalam struktur modal saham. Jenis-jenis saham biasa antara lain: saham unggulan, saham biasa yang tumbuh, saham biasa yang stabil, dan lain-lain. b. Saham preferen (Prefered stock) Saham preferen terdiri beberapa jenis, antara lain; saham prefer kumulatif, saham preferen bukan kumulatif, dan lain-lain.

Sedangkan harga saham menurut Sawidji Widoatmojo (2012:91) harga saham dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Harga Nominal Harga nominal adalah harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. 2. Harga Perdana Harga perdana adalah harga yang didapatkan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek. 3. Harga Pasar Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. 2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fluktuasi harga saham di pasar modal, hal ini terjadi karena harga saham dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dari perusahaan maupun faktor internal perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2006: 33) harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor internal perusahaan yang mempengaruhi harga saham yaitu: 1. Seluruh aset keuangan perusahaan, termasuk saham dalam menghasilkan arus kas. 2. Kapan arus kas terjadi, yang berarti penerimaan uang atau laba untuk diinvestasikan kembali untuk meningkatkan tambahan laba.

3. Tingkat risiko arus kas yang diterima. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi harga saham adalah batasan hukum, tingkat umum aktivitas ekonomi, undang-undang pajak, tingkat suku bunga dan kondisi bursa saham. 2.2 Risiko Saham Dalam pasar modal, terdapat dua risiko yang dihadapi oleh investor yaitu risiko sistematis dan risiko non-sistematis (Jogiyanto, 2010:278). Kedua risiko tersebut memiliki karakteristik dan perlakuan yang berbeda. Risiko sistematis merupakan risiko yang timbul dari pergolakan pasar dan perekonomian secara global sehingga kuat pengaruhnya, sedangkan risiko non-sistematis merupakan risiko yang muncul dari internal dan melekat pada sekuritas itu sendiri sehingga dapat direduksi melalui manajemen portofolio. Risiko sistematis juga merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini di pengaruhi oleh faktor-faktor makro yang mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Sedangkan risiko non-sistematis merupakan risiko yang bisa dihilangkan dengan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada di dalam satu perusahaan atau industri tertentu. Menurut Husnan (2005: 199) risiko sistematis ini merupakan risiko yang dalam dunia investasi akan berpengaruh besar terhadap seluruh sekuritas serta sifatnya yang tidak dapat didiversifikasi melalui manajemen portofolio. Risiko inilah yang dianggap relevan untuk dibahas dalam analisis investasi karena kaitannya dengan risiko pasar. Risiko ini juga sering disebut dengan istilah risiko umum dan risiko yang tidak terdiversifikasi. Risiko sistematis sangatlah bergantung pada berbagai faktor seperti perubahan ekonomi dan politik yang kuat

pengaruhnya. Risiko sistematis suatu sekuritas investasi dengan sekuritas lain sangatlah kuat berkorelasi, karena pengaruh dari risiko sistematis sangatlah besar, mencakup hampir seluruh sekuritas yang ada di pasar. Contoh dari risiko sistematis adalah risiko inflasi, resesi, dan risiko lain yang berasal dari eksternal perusahaan. Investasi memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang yaitu return dan risk (Hidayat, 2010:85). Terlebih khusus pada pasar modal yang merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan yang biasa diperdagangkan. Saham sebagai salah satu instrumen investasi yang ada di pasar modal tidak hanya bisa memberikan return atau keuntungan, tetapi juga bisa memberikan kerugian. Investor yang melakukan investasi dalam pasar modal khususnya dalam saham akan selalu dihadapkan pada dua masalah tersebut. Dimana Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi, dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi diharapkan terjadi dimasa mendatang, sedangkan Risiko adalah penyimpangan atas pengembalian yang diperkirakan (Keown, 2005: 204). Dalam dunia investasi dikenal adanya hubungan kuat antara risk dan return, yaitu jika risiko tinggi maka return juga akan tinggi begitu pula sebaliknya jika return rendah maka risiko juga akan rendah (Fahmi, 2012: 190).

2.2.1 Beta Saham Risiko sistematis disebut juga dengan risiko pasar karena mempengaruhi seluruh perusahaan. Risiko ini dapat berupa tingkat bunga, keadaan pasar, ataupun tingkat inflasi. Ukuran dari risiko sistematis itu sendiri adalah Beta. Secara definisi Beta merupakan risiko relatif yang mencerminkan risiko relatif saham individual terhadap portofolio pasar secara keseluruhan (Tandelilin, 2010: 522). Semakin besar beta suatu sekuritas, semakin tinggi risiko sistematis dari sekuritas tersebut. Portofolio yang terdiri dari saham-saham beta tinggi memiliki risiko tidak sistematis yang lebih besar dibandingkan dengan saham-saham yang mempunyai beta rendah (Murwani, 1998). Beta merupakan suatu ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar. Risiko ini berasal dari beberapa faktor fundamental perusahaan dan faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan tersebut. Beta ini digunakan untuk mengukur risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Menurut Gumanti (2011:50) beta merupakan risiko sistematik atau risiko pasar yang mencerminkan seberapa sensitif tingkat perubahan pasar mempengaruhi perubahan dalam saham individual, dimana beta pasar adalah satu. Artinya, jika suatu perusahaan memiliki Beta lebih besar dari satu, maka dapat disimpulkan perusahaan itu memiliki sensitifitas yang tinggi, demikian juga sebaliknya. Beta suatu saham dapat diukur dengan analisis estimasi menggunakan data historis. Beta yang diukur dengan data historis ini kemudian berguna untuk mengestimasi beta masa datang. Beta historis tersebut dapat dihitung dengan menggunakan data pasar (return sekuritas dengan return pasar), data akuntansi

(laba perusahaan dengan laba indeks pasar), dan data fundamental (menggunakan variabel-variabel fundamental). Beta dalam dunia keuangan fundamental merupakan suatu pengukur volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar (Jogiyanto dalam Tarsisius, 2011). Volatisitas tersebut merupakan fluktuasi dari return suatu sekuritas dalam suatu periode tertentu. Nilai dari beta dapat dinilai sama dengan satu, kurang dari satu, atau bahkan lebih besar daripada satu. Menurut Husnan (2005: 204-205) penilaian terhadap beta (β ) sendiri dapat dikategorikan ke dalam tiga kondisi yaitu: a. Apabila β = 1, berarti tingkat keuntungan saham i berubah secara proporsional dengan tingkat keuntungan pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematis saham i sama dengan risiko sistematis pasar. b. Apabila β > 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih besar dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham di pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematis saham i lebih besar dibandingkan dengan risiko sistematis pasar, saham jenis ini sering juga disebut sebagai saham agresif. c. Apabila β < 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih kecil dibandingkan dengan tingkat keuntungan keseluruhan saham di pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematis saham i lebih kecil dibandingkan dengan risiko sistematis pasar, saham jenis ini sering juga disebut sebagai saham defensif.

Kelebihan Pengembalian atas Saham β > 1 β = 1 β < 1 Kelebihan Pengembalian pada Portofolio Pasar Sumber: Husnan (2005: 204) Gambar 2.1 Kemiringan Beta Saham Beta menunjukkan sensitivitas return sekuritas terhadap perubahan return pasar. Semakin tinggi beta suatu sekuritas maka semakin sensitif sekuritas tersebut terhadap perubahan pasar. 2.2.2 Pendekatan Beta Saham Pengukuran beta suatu saham dapat dilakukan dengan menggunakan Single Index Model (Husnan, 2005: 46). Model ini berasumsi bahwa return saham berkorelasi dengan perubahan return pasar, dan untuk mengukur korelasi tersebut bisa dilakukan dengan menghubungkan return saham individual (Rit) dengan return indeks pasar (Rmt). Tingkat return saham ini dihitung dengan rumus sebagai berikut: Dimana: Rit : Return saham pada periode ke-t Pt Pt-1 : Closing Price pada akhir bulan ke-t : Closing Price pada akhir bulan sebelumnya (t-1) Risiko sistematis sebagai bagian dari risiko pasar sangat bergantung pada investor dalam mendefinisikan kondisi pasar dan ini berpengaruh dalam

perubahan harga saham yang umumnya dikaitkan dengan perubahan dalam pengharapan investor terhadap prospek perusahaan. Untuk mengetahui kondisi pasar dipergunakan indeks pasar sebagai indikator keadaan pasar modal di Indonesia yang dalam penelitian ini diwakili oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Untuk menghitung return pasar (market return) pada periode ke-t dengan menggunakan IHSG dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Dimana: Rmt IHSGt : Return pasar pada periode ke-t : IHSG pada akhir bulan ke-t IHSGt-1 : IHSG pada akhir bulan sebelumnya (t-1) berikut: Sehingga rumus mencari beta dengan model indeks tunggal adalah sebagai Dimana: β : Beta n : Periode Rmt : Return pasar pada periode ke-t Rit : Return saham pada periode ke-t Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang menggunakan data historis berupa data pasar (beta pasar), data akuntansi (beta akuntansi), dan data fundamental (beta fundamental). Beberapa peneliti (Beaver, Kettler, dan Scholes dalam Jogiyanto, 2010: 390) menggunakan 7 variabel yang merupakan variabel-variabel fundamental yaitu Dividend Payout, Asset Growth, Leverage, Likuiditas, Asset Size, Variabilitas Keuntungan, dan Accounting Beta.

Beberapa variabel-variabel fundamental yang telah dijelaskan sebelumnya, sebagian besar variabel-variabel tersebut adalah variabel-variabel akuntansi. Walaupun variabel-variabel tersebut secara umum dianggap bervariasi dengan risiko, tetapi secara teori mungkin tidak semuanya berhubungan dengan risiko. Dari beberapa variabel fundamental, yaitu financial leverage dan pertumbuhan aktiva dapat dikatakan memiliki risiko, dimana perusahaan yang memiliki tingkat financial leverage yang tinggi dianggap memiliki risiko yang tinggi. Begitu pula dengan pertumbuhan aktiva. 2.3 Kebijakan Dividen 2.3.1 Pengertian Dividen Dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Dividen dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Apabila peusahaan penerbit saham mampu menghasilkan laba yang besar maka ada kemungkinan pemegang sahamnya akan menikmati keuntungan dalam bentuk dividen yang besar pula. Menurut PSAK No.23 paragraf 4 (2004: 23.4) tentang pendapatan, mendefinisikan dividen sebagai distribusi laba kepada pemegang ekuitas sesuai dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu. Sedangkan menurut Rusdin (2006: 73) dividen adalah bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dividen adalah bagian keuntungan bersih setelah pajak yang dibagikan kepada pemegang saham. Karena dividen merupakan salah satu potensi keuntungan dari investasi melalui saham,

maka pihak manajemen perusahaan perlu memperhatikan kebijakan dividen yang akan diterapkan dalam rangka menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan dalam bentuk kepemilikan saham. 2.3.2 Jenis-jenis Dividen Menurut Sundjaja dan Barlian (2010: 379), terdapat 4 (empat) jenis dividen, yaitu: 1. Dividen tunai Dividen tunai ini dibagikan oleh perusahaan dalam bentuk uang tunai. Adapun pengertian dividen tunai adalah sumber dari arus kas untuk pemegang saham yang memberikan informasi tentang kinerja perusahaan saat ini dan akan datang. 2. Dividen saham Dividen saham adalah pembayaran dividen dalam bentuk saham. Seringkali dividen saham ini digunakan sebagai pengganti dari dividen tunai. Dividen saham serupa dengan pemecahan dalam hal kesamaan membagi ekuitas menjadi bagian yang lebih kecil tanpa mempengaruhi posisi fundamental dari pemegang saham. 3. Property dividend Dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva lain selain kas atau saham, misalnya aktiva tetap dan surat-surat berharga. 4. Liquiditing dividend Dividen yang diberikan kepada pemegang saham sebagai akibat dilikuidasinya perusahaan. Dividen yang dibagikan adalah selisih nilai realisasi aset perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya.

2.3.3 Kebijakan Dividen Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Van Horne dan Wachowicz (2007 : 270) menyatakan kebijakan dividen adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam keputusan pendanaan perusahaan. Keown (2005: 607), mengatakan bahwa kebijakan dividen adalah kebijakan yang menentukan jumlah dividen relatif terhadap laba bersih perusahaan atau penghasilan per saham. Menurut Martono dan Harjito (2007: 253) Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Kebijakan dividen dalam penelitian ini diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR), dimana rasio pembayaran dividen adalah persentase laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk kas. DPR dirumuskan dengan : Rasio pembayaran dividen (Dividen Payout Ratio) menentukan jumlah laba yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan. Akan tetapi dengan menahan laba saat ini dalam jumlah yang lebih besar dalam perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi pembayaran dividen saat ini. Jadi, aspek utama dari kebijakan dividen perusahaan adalah menentukan

alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan laba ditahan perusahaan. 2.3.4 Teori Kebijakan Dividen Ada beberapa pendapat ahli atau teori tentang kebijakan dividen sebagai berikut: 1. Teori Ketidakrelevanan Dividen (Dividend Irrelevance Theory) Teori ini dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (MM). Mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba dan risiko bisnisnya. Dengan kata lain, MM berpendapat bahwa nilai perusahaan tergantung pada laba yang diproduksi, bukan pada bagaimana laba akan dibagi menjadi dividen dan laba yang ditahan, sehingga kebijakan dividen sebuah perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap nilai dan biaya modalnya. (Brigham dan Houston, 2006:70). 2. Teori Burung di Tangan (Bird in the Hand Theory) Brigham dan Houston (2006:71), teori ini dikemukakan oleh Gordon dan Lintner yang berpendapat bahwa tingkat pengembalian atas ekuitas akan turun seiring dengan peningkatan pembayaran dividen karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal yang seharusnya berasal dari saldo laba ditahan dibandingkan dengan penerimaan dividen. Gordon dan Lintner berpendapat bahwa investor lebih menyukai pendapatan dari dividen daripada pendapatan dari keuntungan modal (capital gain). (Sjahrial, 2007 :313)

3. Teori Preferensi Pajak Menurut Brigham dan Houston (2006: 71), investor lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada tinggi, karena adanya pajak yang dikenakan pada dividen. Investor menganggap bahwa pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikan harga saham, dan keuntungan modal (capital gain) yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya lebih tinggi. 4. Teori Clientele Effect Kelompok (Clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan saat ini akan lebih menyukai pembayaran dividen yang tinggi, sedangkan kelompok pemegang saham yang tidak terlalu membutuhkan penghasilan saat ini akan lebih senang apabila perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. (Sjahrial, 2007 :314) 5. Teori Sinyal (Signaling Theory) Teori sinyal menjelaskan tentang tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan yang memberikan informasi kepada investor tentang bagaimana manajemen menilai prospek suatu perusahaan. Modigliani dan Miller (MM) dalam Brigham dan Houston, (2013: 184) mengasumsikan bahwa investor dan manajer memiliki kesamaan informasi mengenai prospek suatu perusahaan. Teori sinyal menurut Modigliani dan Miller (MM) dalam Brigham dan Houston, (2013: 214) berhubungan pula dengan kebijakan dividen suatu perusahaan. Kenaikan dividen diekspektasikan sebagai sebuah

sinyal bagi investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan laba yang baik di masa depan. Perusahaan yang melakukan pembagian dividen akan mampu meningkatkan nilai perusahaan melalui kemakmuran para pemegang saham. Dalam teori sinyal, jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains. 2.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Menurut Rodoni dan Ali (2010: 123) faktor-faktor yang mempengaruhi pembayaran dividen suatu perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Posisi likuiditas, yaitu apabila laba yang ditahan diinvestasikan dalam bentuk aktiva tetap, seperti mesin dan peralatan, bahan dan persediaan dan barangbarang lainnya, maka hal tersebut dapat menunjukkan posisi likuiditas perusahaan yang rendah dan terdapat kemungkinan perusahaan tidak mampu lagi membayarkan dividennya. 2. Profitabilitas, adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aset maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. Faktor profitabilitas juga berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena dividen adalah laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karena itu dividen akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang

layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak. 3. Leverage, faktor ini mencerminkan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya. Dan semakin rendah rasio ini akan menunjukkan semakin tingginya kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya. 2.4 Struktur Modal 2.4.1 Pengertian Struktur Modal Struktur modal merupakan struktur keuangan dimana struktur keuangan mencerminkan kebijakan manajemen perusahaan dalam mendanai aktivanya. Menurut Sartono (2008: 225), menyatakan bahwa Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa. Selanjutnya Riyanto (2008: 4) menjelaskan bahwa struktur modal adalah keseluruhan aktivitas yang bersangkutan dengan usaha untuk mendapatkan dana dan menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut disebut pembelanjaan perusahaan. Perolehan dan penggunaan dana, harus didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas. Adapun penggunaan dana harus dilakukan secara efisien artinya setiap rupiah dana yang tertanam dalam aktiva harus dapat digunakan seefisien mungkin untuk dapat menghasilkan tingkat keuntungan investasi atau rentabilitas yang maksimal. Efisiensi penggunaan dana secara langsung akan menentukan besar kecilnya tingkat keuntungan yang dihasilkan dari investasi

tersebut atau rentabilitas. Sedangkan penggunaan dana harus dilakukan secara efektif, artinya manajer keuangan harus mengusahakan agar perusahaan dapat memperoleh dana yang diperlukan dengan biaya yang minimal dan syarat-syarat yang paling menguntungkan. Tujuan manajemen struktur modal kerja adalah menciptakan bauran sumber dana permanen sedemikian rupa agar mampu memaksimalkan harga saham dan agar tujuan manejemen keuangan untuk memaksimalkan nilai perusahaan tercapai. Bauran pendanaan yang ideal dan selalu diupayakan manajemen ini disebut sruktur modal optimal. Struktur modal suatu perusahaan secara umum terdiri atas beberapa komponen, yaitu: 1. Hutang Jangka Pendek Adalah hutang lancar atau hutang jangka pendek adalah kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca). 2. Hutang Jangka Panjang Menurut Riyanto (2008: 238), Modal asing atau hutang jangka panjang adalah hutang yang jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari sepuluh tahun. Hutang jangka panjang juga dapat didefinisikan sebagai kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh temponya) masih panjang atau lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca.

3. Modal Sendiri Menurut Bambang Riyanto (2008: 240), Modal sendiri pada dasarnya adalah modal yang berasal dari pemilik dan tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. Sedangkan menurut Sutrisno (2008: 9), Modal sendiri atau sering disebut equity adalah modal yang berasal dari setoran pemilik (modal saham, agio saham) dan hasil operasi perusahaan itu sendiri (laba dan cadangancadangan). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan baik berupa modal saham, agio saham yang tertanam di suatu perusahaan pada waktu yang tidak ditentukan lamanya. 2.4.2 Kebijakan Struktur Modal Pada dasarnya, pendanaan melalui hutang akan meningkatkan tingkat pengambalian yang diharapkan dari suatu investasi, tetapi disisi lain, pendanaan melalui hutang juga meningkatkan tingkat resiko atas investasi. Menurut Brigham dan Hoston (2006: 6) kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu pertukaran antara resiko dan pengembalian: a. Penggunaan lebih banyak hutang akan meningkatkan resiko yang ditanggung oleh para pemengang saham, b. Namun penggunaan hutang yang lebih besar biasanya akan menyebabkan terjadinya espektasi tingkat pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi.

Selanjutnya menurut Brigham dan Houston (2006: 101) seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang (financial leverage) akan memiliki 3 (tiga) implikasi penting yaitu: a. Dengan memperoleh dana melalui hutang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan, b. Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang dihadapi kreditor. c. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau diungkit (leverage) 2.4.3 Rasio Pengukuran Struktur Modal Menurut Sjahrial (2009: 179), mengukur penggunaan dari suatu struktur modal dapat menggunakan rasio-rasio leverage. Rasio yang digunakan untuk mengukur struktur modal adalah dengan menggunakan rasio leverage. rasio leverage mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang (Rodoni dan Ali, 2010: 123). Fakhrudin (2008: 109) menyatakan bahwa leverage merupakan jumlah hutang yang digunakan untuk membiayai atau membeli aset-aset perusahaan. Perusahaan yang memiliki hutang lebih besar dari equity dikatakan sebagai perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi.

Menurut Sugiono dan Untung (2008: 64) rasio leverage bertujuan untuk menganalisa pembelanjaan yang dilakukan berupa komposisi hutang dan modal serta kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan beban tetap lainnya. Rasio leverage terdiri dari debt ratio, financial ratio, fixed charge coverage ratio, dan cash flow coverage. Rasio Leverage menurut Darsono (2005: 54) beberapa alat ukur yang digunakan dalam rasio leverage adalah sebagai berikut. a. Debt to Asset Ratio (DAR) Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusaaandalam mengaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga kepada kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari ressiko pada kreditor (Darsono 2005: 54). DAR dapat dihitung dengan rumus: b. Debt Equity Ratio (DER) Rasio ini merupakan persentase penyediaan dana oleh para pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan kewajiban agar untuk membayar hutang dengan ekuitas (modal sendiri). Debt to equity ratio memberikan jaminan tentang seberapa besar hutang perusahaan dijamin oleh modal sendiri. Semakin tinggi rasio menunjukkan semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh para pemegang saham (Darsono 2005: 54).

DER dapat dihitung dengan rumus: c. Long term Debt to Equity Ratio (LTDE) Rasio ini menunjukkan perbandingan antara klaim keuangan jangka panjang yang digunakan untuk mendanai kesempatan investasi jangka panjang dengan pengembalian jangka panjang pula. Rasio ini dihitung dengan rumus: 2.4.4 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Apabila keputusan struktur modal sangat mempengaruhi kondisi dan nilai perusahaan, maka sangat berguna bagi perusahaan untuk mengetahui faktor-faktor fundamental atau faktor-faktor dari dalam perusahaan yang dapat mempengaruhi struktur modal. Menurut Sutrisno (2000:307-308) struktur modal juga dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, antara lain: 1. Persesuaian (Suitability) Merupakan persesuaian antara cara pemenuhan dana dengan jangka waktu kebutuhannya. Bila yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan berjangka pendek bila dibelanjai dengan hutang, obligasi atau dengan mengeluarkan modal sendiri kurang sesuai. Sebaliknya cara pemenuhan dana disesuaikan dengan jangka waktu kebutuhannya, artinya bila kebutuhan dana berjangka pendek maka sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka pendek dan bila

kebutuhan dana jangka panjang sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka panjang. 2. Pengawasan (Control) Pengendalian atau pengawasan perusahaan ada di tangan para pemegang saham. Manajemen perusahaan mengemban tugas untuk menjalankan hasil keputusan pemegang saham. Biasanya sebuah perusahaan dimiliki oleh beberapa pemegang saham sehingga bila diperlukan tambahan dana perlu dipertimbangkan apakah tugas pengawasan dari pemilik lama tidak akan terkurangi. Oleh sebab itu dengan pertimbangan tersebut, biasanya pemilik lama lebih menginginkan mengeluarkan obligasi dibanding dengan menambah saham. 3. Laba (Earning per Share) Memilih sumber dana apakah dari saham atau hutang, secara financial harusnya bisa menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham lebih besar. 4. Tingkat Risiko (Riskness) Hutang merupakan sumber dana yang mempunyai risiko tinggi sebab bunganya tetap harus dibayarkan baik pada saat perusahaan mendapatkan laba maupun dalam kondisi merugi. Oleh karena itu semakin besar penggunaan dana dari hutang mengindikasikan perusahaan mempunyai tingkat risiko yang lebih besar.

2.5 Penelitian Terdahulu adalah: Adapun beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Peneliti/Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian 1 Ircham, Muhammad, dkk (2014) Pengaruh Struktur Modal dan Profitabilitas Terhadap Harga Saham Dependen: Harga Saham Independen: 1. ROE 2. EPS 2. DAR 3. DER Analisis Regresi Linear Berganda Secara simultan, ROE, EPS, DAR, dan DER berpengaruh signifikan terhadap harga saham sedangkan secara parsial EPS, DAR, dan DER bepengaruh signifikan sedangkan ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. 2. Wahyuningsi (2010) Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Harga Saham Dependen: Harga Saham Independen: DPR Analisis Regresi Linear Berganda Dividend berpengaruh signifikan terhadap harga saham 3 Binangkit (2014) Pengaruh Struktur Modal Terhadap Kinerja Perusahaan dan Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Dependen: Harga Saham Independen: 1. DER 2. DAR 3. EAR 4. ROA Analisis Jalur (Path Analysis) DER berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham, DAR tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham, EAR berpengaruh signifikan terhadap harga saham

5 6 7 Septiani dan Supadmi (2014) Pertiwi (2012) Triwulandari dan Akbar (2013) Analisis Pengaruh Beta Terhadap Return Saham Periode Sebelum dan Sesudah Krisis Global (Studi pada Perusahaan Perbankan di BEI) Analisis Pengaruh Fluktuasi Harga Saham Terhadap Tingkat Risiko Pasar Saham di Bursa Efek Indonesi (studi Pada Perusahaan Perbankan yang Tercatat di BEI Periode 2009-2011) Analisis Pengaruh Beta, Ukuran Perusahaan (Size) EPS, dan ROA Terhadap Return Saham Perusahaan Consumer Goods Periode 2008-2012 Dependen: Return Saham Independen: Beta Saham Dependen: Risiko Pasar Independen: Flukuasi Harga Saham Dependen: Harga Saham Independen: 1. Beta 2. Size 3. ROA 4. EPS Analisis Regresi Linear Berganda dan Uji t Analisis Regresi Linear Berganda Analisis Regresi Linear Berganda Pengujian dengan regresi linear berganda menunjukkan bahwa beta saham tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Pengujian dengan Uji t menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara return saham sebelum dan sesudah krisis global. Fluktuasi harga saham memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat risiko pasar saham (beta) pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011. Secara simultan Beta, Size, ROA, dan EPS berpengaruh signifikan terhadap Return Saham sedangkan secara parsial, hanya beta saham yang berpengaruh signifikan terhadap return saham sedangkan Size, ROA dan EPS tidak berpengaruh signifikan.

2.6 Kerangka Konseptual Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi beta saham yang dalam penelitian ini dapat dihitung melalui model indeks. Beberapa faktor fundamental dapat mempengaruhi besar kecilnya harga saham yang akan berdampak pada nilai beta saham. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan diantaranya adalah kebijakan dividen dan struktur modal. 2.6.1 Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Harga Saham Kebijakan dividen diproksikan dengan Devidend Payout Ratio (DPR). Devidend Payout Ratio (DPR) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang. Kebijakan dividen yang diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR) menunjukkan besarnya laba perlembar saham yang dibagikan pada pemegang saham. Para pemegang saham tentunya menginginkan jumlah dividen yang stabil atau mengalami peningkatan namun disisi lain perusahaan harus mempertimbangkan berbagai hal terkait dengan kebijakan dividennya. Perusahaan dengan jumlah dividen yang tinggi disukai oleh para investor karena memberikan tingkat return yang tinggi. Dengan jumlah dividen yang tinggi, maka permintaan pasar terhadap saham perusahaan akan meningkat, dengan meningkatnya permintaan pasar, maka harga saham perusahaan akan mengalami peningkatan.

2.6.2 Pengaruh Struktur Modal Terhadap Harga Saham Struktur modal atau leverage mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang (Rodoni dan Ali, 2010: 123). Leverage ini diproksikan dengan indikator Debt to Equity Ratio (DER) yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Struktur permodalan yang lebih tinggi dimiliki oleh hutang menyebabkan perusahaan memiliki risiko ketidakmampuan melunasi kewajibannya. Oleh karena itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Sebaliknya, semakin tinggi DER maka semakin rendah kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya dengan modal yang dimiliki. Dengan demikian, tinggi rendahnya kemampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya, akan berdampak pada permintaan pasar terhadap saham perusahaan. Para investor akan menghindari saham perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi karena dinilai lebih berisiko sebaliknya jika rasio DER rendah, akan lebih dipercaya oleh investor untuk berinvestasi. Peningkatan hutang akan mempengaruhi tinggi rendahnya harga saham perusahaan. Semakin tinggi rasio hutang yang diukur dengan Debt to Equity Ratio mencerminkan tingginya kewajiban perusahaan sehingga akan berdampak pada tingkat return yang diharapkan investor, karena sebagian keuntungan akan

digunakan untuk melunasi hutang. Dengan demikian, jika Debt to Equity Ratio (DER) meningkat, maka harga saham akan mengalami penurunan. 2.6.3 Pengaruh Harga Saham Terhadap Beta Saham Harga saham perusahaan ditentukan oleh tinggi rendahnya permintaan pasar di Bursa Saham. Saham perusahaan dengan tingkat permintaan yang tinggi akan meningkatkan harga sahamnya sebaliknya jika permintaan terhadap saham perusahaan rendah, maka harga saham juga rendah. Harga saham yang cenderung stabil dan meningkat menunjukkan tingkat risiko yang rendah dibanding harga saham yang memiliki kecenderungan berfluktuasi atau mengalami penurunan. Sehingga jika harga saham meningkat maka risiko saham (beta) akan menurun dan jika harga saham menurun maka risiko saham akan mengalami peningkatan. Berdasarkan uraian tersebut, kerangka konseptual penelitian digambarkan sebagai berikut: Kebijakan Dividen (X 1 ) Struktur Modal (X 2 ) Harga Saham (Y 1 ) Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Beta Saham (Y 2 ) Berdasarkan Gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa kebijakan dividen dan struktur modal berpengaruh terhadap harga saham dan harga saham berpengaruh terhadap beta saham syariah pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) periode 2011-2014.

2.7 Hipotesis Menurut Sugiyono (2005 : 51) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan rumusan masalah, teori-teori yang relevan, penelitian terdahulu serta kerangka konseptual penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) periode 2011-2014. 2. Struktur Modal berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) periode 2011-2014. 3. Harga Saham berpengaruh signifikan terhadap beta saham pada perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) Periode 2011-2014.