BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Bab ini terdiri atas kerangka berpikir yang menjelaskan secara teoritis hubungan antara variabel bebas dan terikat, konsep penelitian, dan hipotesis penelitian. 3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan, kemudian dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan variabel tersebut yang selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis (Sugiyono, 2014:89). Variabel dalam penelitian ini, terdiri dari tekanan anggaran waktu, locus of control, dan komitmen profesional sebagai variabel bebas, dan perilaku penurunan sebagai variabel terikat yang dibentuk melalui hasil empiris penelitian-penelitian sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut peneliti menggambarkan kerangka berpikir penelitian ini seperti pada Gambar 3.1. 23
24 Kajian Teoritis 1. Teori atribusi 2. Teori U terbalik 3. Tekanan anggaran waktu 4. Locus of control 5. Komitmen profesional 6. Perilaku penurunan Kajian Empiris 1. Cook dan Kelley (1988) 2. Malone and Robert (1996) 3. Coram, et al (2003) 4. Piter Simanjuntak (2008) 5. Adanan Silaban (2009) 6. Ratna Puji Hastuti (2013) Rumusan Masalah Hipotesis Pengujian Statistik Hasil Penelitian Pembahasan Simpulan dan Saran Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian 3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir, kemudian disusun konsep penelitian yang menjelaskan hubungan antar variabel dalam penelitian ini. Konsep penelitian disajikan dalam Gambar 3.2.
25 Tekanan AnggaranWaktu Locus of Control Internal Locus of Control Eksternal (+) (-) (+) (-) Perilaku Penurunan Kualitas Audit Komitmen Profesional Gambar 3.2 Konsep Penelitian 3.3 Hipotesis Penelitian 3.3.1 Tekanan anggaran waktu dan perilaku penurunan Pola U terbalik pertama kali didokumentasikan oleh Yerkes dan Dodson pada tahun 1908 yang dikenal sebagai Hukum Yerkes-Dodson (Adler dan Fich, 2012). Hukum ini menyatakan kinerja meningkat sesuai dengan stimulus tetapi hanya pada sampai titik tertentu, ketika tingkat stimulus menjadi terlalu tinggi, kinerja justru menurun, sehingga disimpulkan terdapat stimulus optimal untuk suatu aktivitas tertentu. Robbins (2015:435) menyatakan level stres yang rendah hingga moderat akan menstimulasi tubuh dan meningkatkan kemampuan untuk bereaksi, sehingga pelaksanaan tugas dapat dilakukan dengan lebih baik, lebih intens, atau lebih cepat, sebaliknya stres yang tinggi akan memberikan banyak tuntutan yang dapat menghasilkan kinerja yang lebih rendah.
26 Beberapa studi telah memberikan bukti yang mendukung pola U terbalik, seperti Choo (1995); Kelly dan Margheim (1990); Kelly dan McGrath (1983);. Smith, et.al (1997); Sweeney dan Pierce (2004) dalam Bowrin dan King (2010). Hasil-hasil penelitian terdahulu menyatakan tekanan anggaran waktu merupakan faktor utama yang mendorong auditor melakukan perilaku audit disfungsional (Kelley dan Seiler, 1982; Cook dan Kelley, 1988; Willet dan Page, 1996; Coram, et.al, 2003). Otley dan Pierce (1996a), menyebutkan bahwa hubungan antara tekanan anggaran waktu dan perilaku penurunan adalah linier. Survey yang dilakukan oleh Otley dan Pierce (1996a) tidak menemukan bukti dari teori U terbalik yang mempertajam hubungan tersebut tetapi sebaliknya menemukan hubungan positif antara tekanan anggaran waktu dan penurunan. Walaupun masih terdapat pertentangan dari hasil penelitian tentang bentuk hubungan yang tepat antara tekanan anggaran waktu dengan perilaku penurunan, namun yang pasti dalam penelitianpenelitian tersebut ditemukan bahwa perilaku disfungsional auditor cenderung meningkat ketika tekanan anggaran waktu semakin meningkat. Sehingga hipotesis pertama dirumuskan sebagai berikut: H 1 : Tekanan anggaran waktu berpengaruh positif pada perilaku penurunan 3.3.2 Locus of control dan perilaku penurunan Suartana (2010:181) menyatakan teori atribusi dikembangkan oleh Fritz Heider, mengemukakan tentang tindakan yang dilakukan seseorang disebabkan oleh kombinasi kekuatan internal (kemampuan atau usaha) dan kekuatan eksternal
27 (keberuntungan atau kesulitan tugas). Penelitian tentang keperilakuan menerapkan teori ini dengan menggunakan variabel locus of control (Suartana, 2010:181). Locus of control merupakan tingkat keyakinan yang dimiliki seseorang mengenai seberapa besar mereka mempengaruhi nasib mereka sendiri (Robbins, 2008:138). Locus of Control merupakan sebuah konsep yang dikembangkan oleh Rotter dan telah banyak digunakan dalam penelitian keperilakuan untuk menjelaskan perilaku manusia dalam organisasi (Donnelly, et al, 2003). Individu dengan locus of control internal meyakini mereka merupakan pemegang kendali atas apa yang terjadi pada diri mereka, sementara individu dengan locus of control eksternal meyakini apa yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh faktor eksternal (Robbins, 2008:138). Locus of control merupakan indikator evaluasi inti diri karena individu yang merasa kurang memiliki kendali atas hidupnya cenderung memiliki kepercayaan diri yang kurang, sehingga hal ini akan menimbulkan evaluasi inti diri yang negatif (Robbins, 2008:138). Sementara individu yang merasa yakin bahwa hidupnya berada dalam kendali mereka akan memiliki evaluasi inti diri yang positif. Individu dengan evaluasi inti diri yang positif akan merasa memiliki kendali atas pekerjaan yang mereka kerjakan, sehingga mereka cenderung menghubungkan hasil-hasil yang positif dengan tindakan-tindakan mereka sendiri (Robbins, 2008:138). Penelitian Hastuti (2013) menunjukkan bahwa locus of control internal berhubungan negatif dengan perilaku penurunan kualias audit, sehingga hipotesis kedua dirumuskan sebagai berikut:
28 H 2a : Locus of control internal berpengaruh negatif pada perilaku penurunan Locus of control berkaitan dengan perilaku penurunan. Studi yang telah dilakukan menunjukkan terdapat korelasi yang positif dan kuat antara individu dengan locus of control eksternal dengan kesediaan untuk melalukan penipuan atau manipulasi untuk mencapai tujuan pribadi (Gable dan Dangello, 1994; Comer, 1985; Solar dan Bruehl, 1971 dalam Donnelly, et al, 2003). Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian Donnelly, et.al (2003), menunjukkan adanya hubungan positif antara locus of control eksternal dengan penerimaan perilaku disfungsional. Sehingga hipotesis ketiga dirumuskan sebagai berikut: H 2b : Locus of control eksternal berpengaruh positif pada perilaku penurunan 3.3.3 Komitmen profesional dan perilaku penurunan Teori atribusi mengemukakan bagaimana orang menginterpretasikan penyebab perilaku orang lain, apakah karena faktor internal atau eksternal (Robbins, 2008:177). Komitmen profesional merupakan karakteristik individual auditor, sehingga komitmen profesional berkaitan dengan keyakinan seseorang dalam melakukan kendali atas suatu keadaan yang sedang dihadapi. Komitmen auditor terhadap profesinya dapat mempengaruhi perilaku auditor dalam pelaksanaan program audit. Oleh karena itu seorang auditor perlu memiliki komitmen profesional untuk menghindari terjadinya perilaku penurunan kualitas audit. Pada penelitian ini komitmen profesional terdiri dari komitmen profesional afektif, kontinu dan normatif. Hastuti (2013) menemukan komitmen profesional afektif, kontinu dan normatif berpengaruh negatif terhadap perilaku penurunan
29. Hasil penelitian Silaban (2009) menunjukkan komitmen profesional afektif dan komitmen profesional normatif berhubungan negatif dengan perilaku penurunan, sementara komitmen profesional kontinu tidak berpengaruh pada perilaku penurunan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas diperkirakan auditor yang memiliki komitmen profesional yang kuat cenderung menghindari perilaku penurunan, sementara auditor yang memiliki komitmen profesional yang rendah cenderung melakukan perilaku penurunan. Sehingga hipotesis keempat dirumuskan sebagai berikut: H 3 : Komitmen profesional berpengaruh negatif pada perilaku penurunan