VI. KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM

II. PEWILAYAHAN HUJAN DI SENTRA PRODUKSI PADI DI PANTURA BANTEN, PANTURA JAWA BARAT DAN KABUPATEN GARUT

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Iidanya gangguan pada luas panen maupun produksi padi di Indonesia maupun di

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEWILAYAHAN HUJAN DAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN UNTUK MENDUKUNG ANALISIS KETERSEDIAAN DAN KERENTANAN PANGAN DI SENTRA PRODUKSI PADI ARIS PRAMUDIA

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

PEWILAYAHAN HUJAN DAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN UNTUK MENDUKUNG ANALISIS KETERSEDIAAN DAN KERENTANAN PANGAN DI SENTRA PRODUKSI PADI 1)

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Benarkah Tahun 2002 akan Terjadi El-Niño dengan Intensitas Lemah?

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ARAM II 2015)

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

Gambar 8. Pola Hubungan Curah Hujan Rata-rata Harian RegCM3(Sebelum dan Sesudah Koreksi) dengan Observasi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

I. INFORMASI METEOROLOGI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

Musim Hujan. Musim Kemarau

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

1. BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Gambar C.16 Profil melintang temperatur pada musim peralihan kedua pada tahun normal (September, Oktober, dan November 1996) di 7 O LU

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang berpengaruh terhadap

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

VI. ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI SERTA PENYUSUNAN INDEKS IKLIM

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HUJAN EFEKTIF UNTUK PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk pemakaian aplikasi yang

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Transkripsi:

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan pediksi model tersebut untuk prediksi ketersediaan dan kerentanan produksi padi di sentra produksi padi di Banten dan Jawa Barat. Cakupan wilayah penelitian adalah Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Serang. Sebagai pembanding, analisis juga dilakukan di Kabupaten Garut, daerah yang bukan merupakan sentra produksi padi dan diperkirakan memiliki karakterisitik iklim berbeda dengan tiga kabupaten lainnya. Nilai-nilai ekivalensi data curah hujan bulanan antar stasiun yang dihasilkan melalui analisis gerombol dengan metode fuzzy menggambarkan bahwa di Pantura Banten dan Pantura Jawa Barat kisaran nilai ekivalensi data curah hujan menjadi melebar pada kondisi El-Nino dan La-Nina dibandingkan kondisi Normal, sedangkan di Kabupaten Garut kisaran nilai ekivalensi data curah hujan semakin melebar pada kondisi anomali iklim La-Nina, dan menyempit pada kondisi El-Nino. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi curah hujan di Pantura Banten dan Pantura Jawa Barat menjadi lebih beragam pada saat terjadi anomali iklim El-Nino dan La-Nina, sedangkan di Garut kondisi curah hujan menjadi lebih beragam pada kondisi La-Nina, tapi menjadi lebih seragam pada kondisi El-Nino. Analisis pewilayahan menggunakan teknik analisis gerombol fuzzy (fuzzy clustering analysis) pada tingkat ekivalensi 85-90% menghasilkan empat wilayah hujan di Pantura Banten, pantura Jawa Barat dan Kabupaten Garut, yaitu (1) Wilayah I dengan intensitas curah hujan <1.000 mm/tahun, (2) Wilayah II

140 dengan intensitas curah hujan 1.000-3.000 mm/tahun, (3) Wilayah III dengan intensitas curah hujan 3.000-3.500 mm/tahun, dan (4) Wilayah IV dengan intensitas curah hujan >3.500 mm/tahun. Dengan menggunakan tingkat ekivalensi yang lebih tinggi, sekitar 90-95%, Wilayah II yang memiliki kisaran yang sangat lebar dibagi lagi ke dalam tiga sub-wilayah, yaitu (1) Sub-wilayah IIA dengan intensitas curah hujan 1.000-1.750 mm/tahun, (2) Sub-wilayah IIB dengan intensitas curah hujan 1.750-2.250 mm/tahun, dan (3) Sub-wilayah IIC dengan intensitas curah hujan 2.250-3.000 mm/tahun. Sebaran wilayah curah hujan di masing-masing lokasi beragam dan berubah-ubah menurut skenario anomali iklim. Proses coba-coba (trial and error) dalam penyusunan model yang menggunakan data periode 1990-2002 dari tujuh stasiun pewakil menunjukkan bahwa model terbaik di semua stasiun adalah yang mengkombinasikan enam peubah masukan, yaitu kode bulan (X 1 ), nilai-nilai curah hujan pada waktu (t-3) (X 2 ), nilai-nilai curah hujan pada waktu (t-2) (X 3 ), nilai-nilai curah hujan pada waktu (t-1) (X 4 ), nilai-nilai indeks ossilasi selatan (SOI) pada waktu t (X 5 ) dan nilai-nilai rata-rata anomali suhu muka laut zone Nino-3,4 pada waktu t (X 6 ). Kisaran dugaan model berkisar dari 0,295-0,706. Kisaran terkecil terjadi di Stasiun Tambakdahan Subang dan kisaran terbesar terjadi di Stasiun Baros Serang. Ketepatan model berkisar antara 80-91% dimana tingkat ketepatan paling tinggi terdapat di Stasiun Bungbulang Garut dan tingkat ketepatan yang rendah terdapat di Tarogong Garut. Tingkat kesalahan prediksi berkisar dari 4,1 hingga 7,2 mm/bulan. Tingkat kesalahan prediksi terkecil terjadi di Stasiun Baros Serang, sedangkan tingkat kesalahan prediksi terbesar terjadi di Stasiun Kasomnalang Subang dan Stasiun Bungbulang Garut. Dalam proses validasi model yang umumnya menggunakan data curah hujan tahun 2003-2007 dihasilkan tingkat ketepatan model dan maksimum

141 kesalahan yang berbeda dengan prodes pembentukan model. Tingkat ketepatan model berkisar antara 54-97% dengan kesalahan maksimum berkisar antara 1,2-30,2 mm/bulan. Tingkat ketepatan tinggi dengan rata-rata tingkat kesalahan maksimum rendah terdapat di Stasiun Tarogong Garut, sedangkan tingkat ketepatan rendah dengan rata-rata tingkat kesalahan maksimum tinggi terdapat di Stasiun Kasomalang Subang. Hasil prediksi curah hujan menggambarkan bahwa curah hujan di Pantura Banten sepanjang tahun 2008 diprediksi relatif tinggi pada kondisi Normal hingga di Atas Normal. Di Karawang curah hujan tahun 2008 diprediksi berfluktuasi pada kondisi di Bawah Normal hingga di Atas Normal di musim penghujan, kemudian diprediksi meningkat relatif pada kondisi Normal hingga di Atas Normal akhir musim kemarau hingga akhir tahun 2008. Di Subang, curah hujan diprediksi berfluktuasi pada kondisi di Bawah Normal, Normal hingga di Atas Normal pada musim hujan, selanjutnya diprediksi menurun relatif hingga di Bawah Normal pada musim kemarau dan awal musim hujan berikutnya, dan kemudian curah hujan diprediksi Normal pada Desember 2008. Di Garut, curah hujan diprediksi berada pada kondisi di Atas Normal pada Februari 2008, kemudian diprediksi di Bawah Normal pada akhir musim hujan hingga awal musim kemarau pada Juni 2008. Pada akhir musim kemarau curah hujan diprediksi berada di Atas Normal pada awal musim hujan, dan kemudian berada pada kondisi Normal pada pertengahan musim hujan November-Desember 2008. Hasil pengepasan antara data produksi padi dengan data curah hujan menghasilkan model pendugaan produksi padi sebagai fungsi curah hujan selama empat bulan masa pertumbuhan padi mulai dari fase persiapan, fase awal pertumbuhan, fase vegetatif, fase pematangan dan saat panen. Model produksi padi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

142 Serang: Prod = 10.000,0 27,6 CH t - 137,4 CH t-1 + 141,2 CH t-2 + 427,6 CH t-3 (R 2 = 0,449, r = 0,670*, r 0,05 = 0,498, N = 27) Karawang: Prod = 5.000,0 22,1 CH t + 50,3 CH t-1 + 234,9 CH t-2 + 319,2 CH t-3 (R 2 = 0,368, r = 0,606*, r 0,05 = 0,259, N = 113) Subang: Prod = 1.000,0 + 113,8 CH t - 82,6 CH t-1-9,5 CH t-2 + 233,0 CH t-3 (R 2 = 0,259, r = 0,309*, r 0,05 = 0,261, N = 112) Garut: Prod = 1.000,0 + 123,9 CH t + 47,5 CH t-1 + 46,2 CH t-2 + 165,9 CH t-3 (R 2 = 0,362, r = 0,602*, r 0,05 = 0,390, N = 42) dimana Prod = produksi padi bulanan (ton gabah kering giling per bulan, ton GKG/bulan), CH t = curah hujan pada saat bulan panen (mm/bulan), CH t-1 = curah hujan pada saat satu bulan sebelum panen atau fase pematangan (mm), CH t-2 = curah hujan pada saat dua bulan sebelum panen atau fase pertumbuhan vegetatif (mm), CH t-3 = curah hujan pada saat tiga bulan sebelum panen atau fase awal tanam (mm). Prediksi potensi produksi padi rata-rata di ketiga kabupaten pada tahun 2008 menggambarkan bahwa prediksi produksi padi bulanan di Kabupaten Serang berkisar antara 46-181 ribu ton GKG dengan produksi terendah pada bulan Januari dan tertinggi pada bulan April. Di Kabupaten Karawang prediksi potensi produksi padi bulanan diperkirakan berkisar antara 24-148 ribu ton GKG dengan produksi terendah pada bulan Oktober dan tertinggi pada bulan April. Di Kabupaten Subang prediksi potensi produksi padi bulanan diperkirakan berkisar antara 9-163 ribu ton GKG dengan produksi terendah pada bulan September dan tertinggi pada bulan Juli. Dengan kondisi prediksi produksi padi tersebut, diperkirakan bahwa apabila hanya untuk kebutuhan konsumsi domestik di tingkat kabupaten, maka di Kabupaten Serang produksi padi akan mencukupi kebutuhan domestik sepanjang tahun. Di Kabupaten Karawang, ketersediaan padi diperkirakan

143 mencukupi kebutuhan domestik pada periode Januari-Agustus 2008 dan November-Desember 2008, sedangkan pada periode September-Oktober diperkirakan produksi padi tidak mencukupi kebutuhan domestik kabupaten. Di Kabupaten Subang, ketersediaan padi diperkirakan mencukupi kebutuhan domestik pada periode Februari-Agustus dan Desember 2008, sedangkan pada bulan Januari dan periode September-November 2008, produksi padi tidak memenuhi kebutuhan domestik kabupaten. Potensi penurunan ketersediaan air di Kabupaten Serang diperkirakan dapat terjadi pada periode Maret-Oktober di kabupaten Serang, dan diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan produksi padi bulanan 4-35%. Di Kabupaten Karawang, potensi penurunan ketersediaan air diperkirakan dapat terjadi pada periode April-November 2008, dan diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan produksi padi bulanan 9-85%. Di Kabupaten Subang, potensi penurunan ketersediaan air tanah diperkirakan dapat terjadi pada periode Maret-Juli 2008, dan diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan produksi padi bulanan 1-100%. Namun dengan perlakuan irigasi yang memadai, maka keterbatasan air menjadi dapat diabaikan dan potensi produksi dapat menjadi maksimum. Pada tahun 2008, di Kabupaten Serang diperkirakan tidak terjadi periode kekurangan beras. Sementara itu, di Kabupaten Karawang diperkirakan akan terjadi kekurangan beras selama periode September-Oktober 2008 sekitar 14,4 ton beras. Kekurangan ini diperkirakan akibat adanya potensi produksi yang rendah serta adanya potensi penurunan produksi selama musim tanam. Di Kabupaten Subang diperkirakan akan terjadi kekurangan beras sekitar 107,5 ton beras selama periode Januari, Mei-Juli dan September-November 2008. Kekurangan terutama diakibatkan oleh adanya potensi penurunan produksi selama musim tanam dan kondisi kekeringan pada awal tanam sedemikian rupa sehingga mengakibatkan luas panen dan produksi pada saat panen menjadi

144 rendah. Kekurangan beras pada catur wulan pertama (Januari-April) diperkirakan sebanyak 11,1 ton beras, pada catur wulan kedua (Mei-Agustus) sebanyak 66,6 ton beras, dan pada catur wulan ketiga (September-Desember) sebanyak 29,8 ton beras. Pemaparan hasil penelitian tersebut di atas menggambarkan bahwa model dan pendekatan yang digunakan mampu memprediksi produksi padi dan kecukupan pangan. 6.2. Saran-saran Di dalam penelitian ini sudah dilakukan pewilayahan hujan menggunakan analisis gerombol fuzzy. Salah satu keuntungan teknik pewilayahan atau penggerombolan dengan analisis fuzzy dibandingkan pewilayahan dengan metode analisis komponen utama adalah dengan teknik penggerombolan fuzzy seluruh data dilibatkan dalam analisis, sedangkan dalam analisis komponen utama sebagian kecil data yang dianggap resesif dibuang. Sehingga dengan teknik penggerombolan fuzzy diharapkan dapat menjelaskan kondisi keragaman lokasi penelitian secara utuh yang diwakili oleh seluruh stasiun yang dilibatkan. Namun demikian masih perlu kajian lebih detil untuk mempelajari kelebihan dan kekurangan hasil pewilayahan antara metode penggerombolan fuzzy dibandingkan dengan metode analisis komponen utama atau metode lainnya. Hasil pemodelan menggunakan teknik jaringan syaraf melibatkan enam peubah masukan (input layer) dan delapan simpul (node) pada lapisan tersembunyi (hidden layer) menunjukkan bahwa model prediksi curah hujan memiliki kemampuan tinggi dalam meniru atau mereplikasi fluktuasi curah hujan aktual. Namun, pada beberapa kejadian nilai aktual yang sangat tinggi hasil prediksi curah hujan di beberapa stasiun hujan memperlihatkan adanya nilai dugaan maksimum (asymtot) sehingga model tidak dapat menjangkau nilai

145 aktual tingga tersebut. Dengan demikian Masih dimungkinkan untuk mengembangkan model prediksi curah hujan menggunakan teknik jaringan syaraf dengan menambah input lain yang relefan, misalnya curah hujan yang memiliki beda waktu (lag) empat bulan dengan nilai yang diduga, atau parameter-parameter iklim regional lainnya, seperti MJO, DMI dan sebagainya, serta memilih berbagai alternatif jumlah simpul (node) pada lapisan tersembunyi. Dalam upaya memberikan masukan pada analisis ketahanan pangan yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan (2003, 2005), perlu dilakukan modifikasi pada Sub-sistem Ketersediaan Pangan dan Sub-sistem Kerentanan Pangan. Pada sub-sistem Ketersediaan Pangan modifikasi dilakukan dengan memasukkan komponen prediksi curah hujan sehingga menghasilkan prediksi indeks ketersediaan padi dalam tiga bulan ke depan. Pada Sub-sistem Kerentanan Pangan dilakukan modifikasi beberapa indikator kerawanan pangan sementara menjadi prediksi potensi penurunan produksi padi, dan pada akhirnya dilakukan prediksi kecukupan beras dalam tiga bulan ke depan. Inovasi pada penelitian ini dapat memberi sumbangan pemikiran dalam perkembangan analisis ketahanan pangan. Prediksi kecukupan beras di tingkat kabupaten ditujukan, disamping untuk memberikan gambaran bagaimana kondisi curah hujan dapat mempengaruhi tingkat kecukupan beras, juga untuk memberikan gambaran bagaimana kondisi ketersediaan beras di tingkat kabupaten dalam beberapa bulan ke depan sehingga apabila terdapat kondisi ketidakcukupan beras maka dapat diantisipasi secara lebih awal. Beberapa asumsi yang disarankan untuk menyertai model-model yang disusun, antara lain: a) Model produksi padi merupakan fungsi curah hujan selama masa pertumbuhannya sehingga digunakan data curah hujan empat bulan

146 selama pertumbuhan padi untuk menduga produksi padi pada bulan panen. Faktor-faktor lainnya diasumsikan berada dalam kondisi ideal. b) Perilaku pasar beras dan pertukaran beras antar daerah tidak berpengaruh terhadap stok beras di tingkat kabupaten, sehingga pertukaran beras merupakan salah satu langkah yang diambil melalui kebijakan setempat bukan merupakan perilaku pasar yang tidak terkontrol oleh penentu kebijakan. Produksi padi dan curah hujan merupakan data deret waktu. Hampir pada data deret waktu seperti tersebut terdapat autokorelasi. Alternatif lain yang masih dapat dikembangkan dalam penyusunan model prediksi produksi padi sebagai fungsi curah hujan adalah dengan menerapkan analisis fungsi transfer. Alternatif tersebut melalui tahapan pembuatan model ARIMA pada masing-masing peubah, kemudian dilakukan korelasi silang dan penyusunan fungsi transfer.