ANALISIS STRUKTUR GEDUNG DENGAN SOFTWARE ETABS V9.2.0

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT RENDAH DENGAN SOFTWARE ETABS V.9.6.0

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II SPESIFIKASI TEKNIS DAN PEMODELAN STRUKTUR

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

PERBANDINGAN ANALISIS STATIK DAN ANALISIS DINAMIK PADA PORTAL BERTINGKAT BANYAK SESUAI SNI

DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA UNTUK GEDUNG BERTINGKAT MENENGAH. Refly. Gusman NRP :

PEMODELAN DINDING GESER BIDANG SEBAGAI ELEMEN KOLOM EKIVALEN PADA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN BERTINGKAT RENDAH

LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR

PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI

LAPORAN PERHITUNGAN STRUKTUR RUKO 2 ½ LANTAI JL. H. SANUSI PALEMBANG

ANALISIS BEBAN JEMBATAN

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

Contoh Perhitungan Beban Gempa Statik Ekuivalen pada Bangunan Gedung

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

Laporan Tugas Akhir Perencanaan Struktur Gedung Apartemen Salemba Residences 4.1 PERMODELAN STRUKTUR Bentuk Bangunan

BAB III METODE PENELITIAN

KAJIAN PEMBATASAN WAKTU GETAR ALAMI FUNDAMENTAL TERHADAP STRUKTUR BANGUNAN BERTINGKAT.

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan sistem struktur penahan gempa ganda, sistem pemikul momen dan sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

PERHITUNGAN PILECAP JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS

BAB III MODELISASI STRUKTUR

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA UNTUK GEDUNG BERTINGKAT TINGGI

fc ' = 2, MPa 2. Baja Tulangan diameter < 12 mm menggunakan BJTP (polos) fy = 240 MPa diameter > 12 mm menggunakan BJTD (deform) fy = 400 Mpa

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

BAB IV ANALISIS STRUKTUR ( MENGGUNAKAN LANTAI BETON BONDECK ) Sebuah gedung perhotelan 9 lantai direncanakan dengan struktur baja.

ANALISIS DINAMIK RAGAM SPEKTRUM RESPONS GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN MENGGUNAKAN SNI DAN ASCE 7-05

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

Yogyakarta, Juni Penyusun

TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG DUAL SYSTEM 22 LANTAI DENGAN OPTIMASI KETINGGIAN SHEAR WALL

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENINGKATAN KAPASITAS AIR TERHADAP KEKUATAN STRUKTUR BAK SEDIMENTASI PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

f ' c MPa = MPa

ANALISIS DINAMIK RIWAYAT WAKTU AKIBAT GEMPA UTAMA DAN GEMPA SUSULAN PADA GEDUNG BETON BERTULANG

PERHITUNGAN STRUKTUR STRUKTUR BANGUNAN 2 LANTAI

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 4.1 Bentuk portal 5 tingkat

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Beban-beban dinamik yang merusak struktur bangunan umumnya adalah bebanbeban

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PARKIR SUNTER PARK VIEW APARTMENT DENGAN METODE ANALISIS STATIK EKUIVALEN

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V ANALISIS KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG BOR

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG. Pada perencanaan gedung ini penulis hanya merencanakan gedung bagian atas

Jl. Banyumas Wonosobo

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER ABSTRAK

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR FLAT PLATE BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG EMPAT LANTAI TAHAN GEMPA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari ketinggian shear wall yang optimal untuk gedung perkantoran 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBUTUHAN MATERIAL PADA PERENCANAAN PORTAL BETON BERTULANG DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL DI WILAYAH GEMPA 3. Naskah Publikasi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Statik Ekivalen

PERENCANAAN GEDUNG HOTEL 4 LANTAI & 1 BASEMENT DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL DI WILAYAH GEMPA 4

ANALISIS PENGARUH BENTUK SHEAR WALL TERHADAP PERILAKU GEDUNG BERTINGKAT TINGGI ABSTRAK

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

T I N J A U A N P U S T A K A

ANALISIS STRUKTUR BETON BERTULANG KOLOM PIPIH PADA GEDUNG BERTINGKAT

RESPON DINAMIS STRUKTUR BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK DENGAN KOLOM BERBENTUK PIPIH

PERENCANAAN PENULANGAN DINDING GESER (SHEAR WALL) BERDASARKAN TATA CARA SNI

KINERJA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING BAJA TIPE X

STUDI KOMPARASI SIMPANGAN BANGUNAN BAJA BERTINGKAT BANYAK YANG MENGGUNAKAN BRACING-X DAN BRACING-K AKIBAT BEBAN GEMPA

STUDI KOMPARATIF PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG BERDASARKAN TATA CARA ASCE 7-05 DAN SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI Annisa Candra Wulan, 2016 Studi Kinerja Struktur Beton Bertulang dengan Analisis Pushover

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

PERENCANAAN GEDUNG PERKANTORAN 4 LANTAI (+ BASEMENT) DI WILAYAH SURAKARTA DENGAN DAKTAIL PARSIAL (R=6,4) (dengan mutu f c=25 MPa;f y=350 MPa)

Transkripsi:

ANALISIS STRUKTUR GEDUNG DENGAN SOFTWARE ETABS V9.2.0 A. MODEL STRUKTUR Analisis struktur bangunan Gedung BRI Kanwil dan Kanca, Banda Aceh dilakukan dengan komputer berbasis elemen hingga (finite element) untuk berbagai kombinasi pembebanan yang meliputi beban mati, beban hidup, dan beban gempa dengan pemodelan struktur 3-D (spaceframe). Pemodelan struktur dilakukan dengan Program ETABS v9.2.0 (Extended Three- Dimensinal Analysis of Building System) seperti terlihat pada Gambar 1. Mengingat bentuk struktur yang tidak beraturan, maka analisis terhadap beban gempa selain digunakan cara statik ekivalen dengan memperhitungkan puntiran akibat eksentrisitas gedung, juga dilakukan analisis dinamik Response Spectrum Analysis dan Time History Analysis. Struktur bangunan dirancang mampu menahan gempa rencana sesuai peraturan yang berlaku yaitu SNI 03-1726-2002 tentang Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung. Dalam peraturan ini gempa rencana ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun, sehingga probabilitas terjadinya terbatas pada 10 % selama umur gedung 50 tahun. Berdasarkan pembagian Wilayah Gempa, lokasi bangunan di Banda Aceh, termasuk wilayah gempa 5 (wilayah dengan intensitas gempa tertinggi kedua setelah wilayah 6) dengan percepatan puncak batuan dasar 0,25.g (g = percepatan grafitasi = 9,81 m/det 2 ). Konsep perancangan konstruksi didasarkan pada analisis kekuatan batas (ultimate-strength) yang mempunyai daktilitas cukup untuk menyerap energi gempa sesuai dengan peraturan yang berlaku. Gambar 1.1. Model struktur gedung Bank BRI Aceh Halaman 1

B. PERATURAN DAN STANDAR 1. Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-1989-F). 2. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002). 3. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-1992). Untuk hal-hal yang tidak diatur dalam peraturan dan standar di atas dapat mengacu pada peraturan-peraturan dan standar berikut : 1. Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-95) 2. Uniform Building Code (UBC) 1. Beton C. BAHAN STRUKTUR Untuk semua elemen struktur kolom, balok, dan plat digunakan beton dengan kuat tekan beton yang disyaratkan, f c = 20 MPa (setara dengan mutu beton K-240). Modulus elastis beton, E c = 4700. f c = 21019 MPa = 21019000 kn/m 2. Angka poison, = 0,2 Modulus geser, G = E c / [ 2.( 1 + ) ] = 9602345 kn/m 2. 2. Baja Tulangan Untuk baja tulangan dengan > 12 mm digunakan baja tulangan ulir (deform) BJTD 40 dengan tegangan leleh, f y = 400 MPa = 400000 kn/m 2 Untuk baja tulangan dengan 12 mm digunakan baja tulangan polos BJTP 24 dengan tegangan leleh, f y = 240 MPa = 240000 kn/m 2 3. Input Data Bahan Struktur Input data bahan struktur ke dalam ETABS seperti gambar 1.2. Gambar 1.2. Input bahan struktur Halaman 2

1. Input Data Balok dan Kolom D. DIMENSI ELEMEN STRUKTUR Dimensi balok yang diinput dalam ETABS ada beberapa macam dan diberi kode sesuai dengan dimensinya, misal balok 300/600, 400/600, 300/700 dsb. Untuk kolom diberi kode K yang diikuti dimensinya, misal kolom K400/400, K500/500, K550/550 dsb. (Lihat Gambar 1.3). Contoh input data balok 300/600 seperti pada Gambar 1.4, sedang untuk kolom K550/550 seperti pada Gambar 1.5. Gambar 1.3. Input data dimensi balok dan kolom Gambar 1.4. Contoh input data balok 300/600 Gambar 1.5. Contoh input data kolom 550/550 Halaman 3

2. Plat Lantai dan Plat Atap Untuk plat lantai tebal 120 mm dan plat atap tebal 100 mm masing-masing diberi notasi S120 dan S100, sedang untuk plat lantai ruang SDB (Save Depossit Bank) yang mempunyai ketebalan 300 mm diberi notasi S30 seperti terlihat pada Gambar 1.6. Contoh input data plat lantai yang dimodelkan sebagai elemen plat lentur (plate bending) dapat dilihat pada Gambar 1.7. Gambar 1.6. Input data dimensi plat Gambar 1.7. Contoh input data plat lantai tebal 120 mm Dimensi elemen struktur tersebut diinputkan pada model struktur seperti pada Gambar 1.8. Denah masing-masing lantai dapat dilihat pada Gambar 1.9 sampai 1.16. Halaman 4

Gambar 1.8. Dimensi elemen struktur Gambar 1.9. Denah lantai dasar (tie-beam) Halaman 5

Gambar 1.10. Denah lantai-1 Gambar 1.11. Denah lantai-2 Halaman 6

Gambar 1.12. Denah lantai-3 Gambar 1.13. Denah lantai-4 Halaman 7

Gambar 1.14. Denah lantai-5 Gambar 1.15. Denah lantai atap Halaman 8

Gambar 1.16. Denah atap tangga dan lift Gambar 1.17. Portal struktur as-5 Halaman 9

Gambar 1.18. Portal struktur as-6 Gambar 1.19. Portal struktur as-7 Halaman 10

Gambar 1.20. Portal struktur as-d Gambar 1.21. Portal struktur as-e Halaman 11

E. JENIS BEBAN 1. Beban Mati (Dead load) Berat sendiri elemen struktur (BS) yang terdiri dari kolom, balok, dan plat dihitung secara otomatis dalam ETABS dengan memberikan factor pengali berat sendiri (self weight multiplier) sama dengan 1, seperti pada Gambar 1.22. Gambar 1.22. Faktor pengali berat sendiri elemen struktur Beban mati tambahan (MATI) yang bukan merupakan elemen struktur seperti finishing lantai, dinding, partisisi, dll., dihitung berdasarkan berat satuan (specific gravity) menurut Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-1989-F) sebagai berikut : No Konstruksi Berat Satuan 1 Beton bertulang 24.00 kn/m 3 2 Beton 22.00 kn/m 3 3 Dinding pasangan bata ½ batu 2.50 kn/m 2 4 Curtain wall kaca + rangka 0.60 kn/m 2 5 Cladding metal sheet + rangka 0.20 kn/m 2 6 Pasangan batu kali 22.00 kn/m 3 7 Finishing lantai (tegel) 22.00 kn/m 3 8 Marmer, granit per cm tebal 0.24 kn/m 2 9 Langit-langit + penggantung 0.20 kn/m 2 10 Mortar 22.00 kn/m 3 11 Tanah, Pasir 17.00 kn/m 3 12 Air 10.00 kn/m 3 13 Kayu 9.00 kn/m 3 14 Baja 78.50 kn/m 3 15 Aspal 14.00 kn/m 3 16 Instalasi plumbing (ME) 0.25 kn/m 2 a. Beban mati pada plat lantai Berat sendiri plat lantai dihitung secara otomatis dalam Program ETABS karena merupakan elemen struktur slab, sehingga beban mati pada lantai bangunan adalah sebagai berikut : Halaman 12

Berat finishing lantai (spesi + tegel) tebal 5 cm = 0.05 x 22 = 1.10 kn/m 2. Berat langit-langit + penggantung = 0.20 kn/m 2. Berat instalasi ME = 0.25 kn/m 2. Beban mati lantai, = 1.55 kn/m 2. Beban mati pada plat atap dihitung sebagai berikut : Berat waterproofing dengan aspal tebal 2 cm = 0.02 x 14 = 0.28 kn/m 2. Berat langit-langit + penggantung = 0.20 kn/m 2. Berat instalasi ME = 0.25 kn/m 2. Beban mati atap beton = 0.73 kn/m 2. Beban mati pada plat dudukan tangki air dihitung sebagai berikut : Beban plat untuk tangki air kapasitas 2 m 3 = 20/(1.5 x 2) = 6.67 kn/m 2. Distribusi beban mati pada plat dapat dilihat pada Gambar 1.23. b. Beban mati pada balok Gambar 1.23. Distribusi beban mati pada plat lantai Beban dinding beton tebal 30 cm (ruang SDB) = 0.3 x 3.5 x 24.00 = 25.20 kn/m. Beban dinding pasangan bata ½ batu = 3.5 x 2.50 = 8.75 kn/m. Beban dinding partisi (cladding) = 3.5 x 0.20 = 0.70 kn/m. Beban reaksi tangga akibat beban mati = 11.76 kn/m. Beban akibat gaya reaksi pada dudukan mesin lift : P 1 = 45.00 kn. P 2 = 55.00 kn. Distribusi beban mati pada balok dapat dilihat pada Gambar 1.24. Halaman 13

2. Beban hidup (Live load) Gambar 1.24. Distribusi beban mati pada balok Beban hidup (HIDUP) yang bekerja pada lantai bangunan tergantung dari fungsi ruang yang digunakan. Besarnya beban hidup lantai bangunan menurut Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-1989-F), adalah sebagai berikut : No Lantai bangunan Beban hidup Satuan 1 Ruang kantor, ruang kerja, ruang staf 2.50 kn/m 2 2 Hall, coridor, balcony 3.00 kn/m 2 3 Ruang arsip, SDB (Save Depossit Bank) 6.00 kn/m 2 4 Tangga dan bordes 4.00 kn/m 2 5 Atap bangunan 1.00 kn/m 2 Beban hidup pada lantai di-input ke ETABS sebagai shell/area load (uniform) yang didistribusikan secara otomatis ke balok lantai sebagai frame/line load. Beban hidup pada lantai bangunan dapat dilihat pada Gambar 1.25. Beban hidup pada balok berupa frame/line load yang ditimbulkan oleh reaksi tangga akibat beban hidup yang besarnya = 17.64 kn/m. Distribusi beban hidup pada balok dapat dilihat pada Gambar 1.26. Halaman 14

Gambar 1.25. Beban hidup pada lantai bangunan 3. Beban gempa (Earthquake) Gambar 1.26. Beban hidup pada balok Beban gempa dihitung berdasarkan Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002) dengan 3 metode yaitu cara static ekivalen, cara dinamik dengan Spectrum Respons Analysis dan cara dinamik dengan Time History Analysis. Dari hasil analisis ketiga cara tersebut diambil kondisi yang memberikan nilai gaya/momen terbesar sebagai dasar perencanaan. Dalam analisis struktur terhadap beban gempa, massa bangunan sangat menentukan besarnya gaya inersia akibat gempa. Dalam analisis modal (modal analysis) untuk penentuan waktu getar alami / fundamental struktur, mode shape dan analisis dinamik dengan Spectrum Respons Halaman 15

maupun Time History, maka massa tambahan yang di-input pada ETABS meliputi massa akibat beban mati tambahan dan beban hidup yang direduksi dengan faktor reduksi 0,5 seperti Gambar 1.27. Dalam hal ini massa akibat berat sendiri elemen struktur (kolom, balok, dan plat) sudah dihitung secara otomatis karena factor pengali berat sendiri (self weight multiplier) pada Static Load Case untuk BS adalah = 1. Gambar 1.27. Input data massa Dalam analisis struktur terhadap beban gempa, plat lantai dianggap sebagai diafragma yang sangat kaku pada bidangnya, sehingga masing-masing lantai tingkat didefinisikan sebagai diafragma kaku seperti Gambar 1.28 dan 1.29. Gambar 1.28. Input diafragma pada masing-masing lantai Halaman 16

Gambar 1.29. Diafragma pada masing-masing lantai Pusat massa lantai tingkat yang merupakan titik tangkap beban gempa statik ekuivalen pada masing-masing lantai diafragma, koordinatnya dapat dilihat seperti pada Gambar 1.30. Gambar 1.30. Gaya statik ekuivalen dan koordinat titik tangkapnya F. METODE ANALISIS STRUKTUR TERHADAP GEMPA 1. Metode Statik Ekuivalen Gaya geser dasar nominal pada struktur akibat gempa menurut Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002), dihitung dengan rumus I sebagai berikut : V C1 Wt R Dengan, C 1 = nilai faktor response gempa, yang ditentukan berdasarkan wilayah gempa, kondisi tanah dan waktu getar alami (T). Wilayah gempa : zone 5 (lihat Gambar 1.31) untuk lokasi bangunan di Aceh. Halaman 17

Kondisi tanah : sedang. Gambar 1.31. Zone gempa di Indonesia Waktu getar alami dapat didekati dengan rumus Rayleigh : T 6, 1 3 Wi zi dengan, Fi V Wi zi F i = gaya horisontal pada masing-masing taraf lantai. W i = berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang direduksi. z i = ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral. d i = simpangan horizontal lantai tingkat ke-i. g = percepatan gravitasi = 9,81 m/det 2. Waktu getar alami dapat diperoleh dari hasil Modal Analysis dengan ETABS untuk mode 1 (Gambar 1.32) dan mode 2 (Gambar 1.33) yang memungkinkan struktur berperilaku elasto plastis. g W d i i 2 i F d i Halaman 18

Gambar 1.32. Mode 1 (arah Y) dengan T = 0.7139 sec Gambar 1.33. Mode 2 (arah X) dengan T = 0.6963 sec Untuk menghindari penggunaan struktur yang terlalu fleksibel, maka perlu dilakukan kontrol terhadap waktu getar yang diperoleh. Syarat yang harus dipenuhi : T <.n dengan, n = jumlah tingkat = 6. Untuk wilayah gempa 5, maka nilai = 0,16. Batas maksimum waktu getar =.n = 0,96 sec. Untuk mode 1 dengan T = 0,7139 sec <.n = 0,96 sec (OK), jadi fleksibilitas struktur memenuhi ketentuan SNI-03-1726-2002. Kurva respons spectrum gempa rencana untuk wilayah gempa zone-5 dengan kondisi tanah sedang menurut SNI-03-1726-2002 adalah seperti pada Gambar 1.34. Halaman 19

Gambar 1.34. Respons spektrum gempa rencana Nilai spektrum gempa rencana dihitung sebagai berikut : Gempa statik arah X (mode 2) : T = 0,6963 sec, maka : C 1 = 0,50/T = 0.7181. Gempa statik arah Y (mode 1) : T = 0,7139 sec, maka : C 1 = 0,50/T = 0,7004. R = faktor reduksi gempa representatif. Untuk taraf kinerja struktur gedung daktail parsial, maka diambil : faktor daktilitas, = 3. Ditetapkan kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di dalam struktur gedung : f 1 = 1,6. Maka : R =.f 1 = 4,8. F i = gaya horisontal pada masing-masing taraf lantai. I = faktor keutamaan (diambil, I = 1). W t = jumlah beban mati dan beban hidup yang direduksi (faktor reduksi diambil = 0,5) yang bekerja di atas taraf penjepitan lateral. Koefisien gaya geser dasar gempa arah X = C 1.I/R = 0,7181 x 1/4,8 = 0,1496. Koefisien gaya geser dasar gempa arah Y = C 1.I/R = 0,7004 x 1/4,8 = 0,1459. Koefisien tersebut di-input kedalam ETABS untuk gempa statik arah X (GEMPAX) dan gempa statik arah Y (GEMPAY) seperti Gambar 1.35 dan 1.36. Gambar 1.35. Input koefisien gaya geser dasar gempa arah X Halaman 20

Gambar 1.36. Input koefisien gaya geser dasar gempa arah Y Dalam analisis gempa statik ekuivalen harus dilakukan dengan meninjau secara bersamaan 100% gempa arah X dan 30% gempa arah Y, dan sebaliknya. Untuk memperhitungkan puntiran gedung akibat eksentrisitas pusat massa terhadap pusat rotasi masing-masing lantai tingkat, maka nilai eksentrisitas arah X dan Y tersebut di-input kedalam ETABS seperti Gambar 1.37 dan 1.38. Gambar 1.37. Input nilai eksentrisitas pusat massa arah X terhadap pusat rotasi Gambar 1.38. Input nilai eksentrisitas pusat massa arah Y terhadap pusat rotasi Halaman 21

2. Metode Analisis Response Spectrum Besar beban gempa ditentukan oleh percepatan gempa rencana dan massa total struktur. Massa total struktur terdiri dari berat sendiri elemen struktur (BS), beban mati (MATI) dan beban hidup (HIDUP) yang dikalikan dengan faktor reduksi 0,5. Percepatan gempa diambil dari data zone 5 Peta Wilayah Gempa Indonesia menurut Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002). Input data kurva spectrum gempa rencana ke dalam ETABS seperti Gambar 1.39. Gambar 1.39. Input data kurva spectrum gempa rencana Nilai spectrum respons tersebut harus dikalikan dengan suatu factor skala (scale factor) yang besarnya = g x I/R dengan g = percepatan grafitasi (g = 981 cm/det 2 ). Scale factor = 9,81 x 1 / 4,8 = 2,044. Analisis dinamik dilakukan dengan metode superposisi spectrum response. dengan mengambil response maksimum dari 4 arah gempa, yaitu 0, 45, 90, dan 135 derajat. Nilai redaman untuk struktur beton diambil, Damping = 0,05. Digunakan number eigen NE = 3 dengan mass partisipation factor 90 % dengan kombinasi dinamis (modal combination) CQC dan directional combination SRSS. Karena hasil dari analisis spectrum response selalu bersifat positif (hasil akar), maka perlu faktor +1 dan 1 untuk mengkombinasikan dengan response statik. Halaman 22

Input data respons spectrum gempa rencana pada ETABS seperti pada Gambar 1.40. Gambar 1.40. Input data spectrum respons gempa rencana 3. Metode Analisis Dinamik Time History Analisis dinamik linier riwayat waktu (time history) sangat cocok digunakan untuk analisis struktur yang tidak beraturan terhadap pengaruh gempa rencana. Mengingat gerakan tanah akibat gempa di suatu lokasi sulit diperkirakan dengan tepat, maka sebagai input gempa dapat didekati dengan gerakan tanah yang disimulasikan. Dalam analisis ini digunakan hasil rekaman akselerogram gempa sebagai input data percepatan gerakan tanah akibat gempa. Rekaman gerakan tanah akibat gempa diambil dari akselerogram gempa El-Centro N-S yang direkam pada tanggal 15 Mei 1940. Input data akselerogram gempa El-Centro ke dalam ETABS dilakukan seperti pada Gambar 1.41. Dalam analisis ini redaman struktur yang harus diperhitungkan dapat dianggap 5% dari redaman kritisnya (lihat Gambar 1.43 dan 1.44). Faktor skala yang digunakan = g x I/R dengan g = percepatan grafitasi (g = 981 cm/det 2 ). Scale factor = 9,81 x 1 / 4,8 = 2,044 Untuk memasukkan beban gempa Time History ke dalam ETABS maka harus didefinisikan terlebih dahulu ke dalam Time History Case seperti terlihat pada Gambar 1.34. Mengingat akselerogram tersebut terjadi selama 10 detik, maka dengan interval waktu 0,1 detik, jumlah output step-nya menjadi = 10/0,1 = 100. Data-data tersebut diinputkan ke dalam ETABS untuk gempa Time History arah X dan Y seperti Gambar 1.42, 1.43 dan 1.44. Halaman 23

Gambar 1.41. Input data akselerogram gempa El-Centro Gambar 1.42. Beban gempa Time History Halaman 24

Gambar 1.43. Input data gempa Time History arah X Gambar 1.44. Input data gempa Time History arah Y Halaman 25

G. KOMBINASI PEMBEBANAN Semua komponen struktur dirancang memiliki kekuatan minimal sebesar kekuatan yang dihitung berdasarkan kombinasi beban sebagai berikut : Kombinasi : 1,4.D D = beban mati (Dead load) Kombinasi : 1,2.D + 1,6.L L = beban hidup (Live load) Kombinasi : 1,2.D + L r ± E L r = beban hidup yang direduksi dengan factor 0,5 E = beban gempa (Earthquake) Input data masing-masing kombinasi beban seperti pada Gambar 1.45. Gambar 1.45. Input kombinasi beban Untuk kombinasi pembebanan gempa dengan metode statik ekuivalen, menurut Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002) harus dilakukan dengan meninjau secara bersamaan 100% gempa arah X (E x ) dan 30% gempa arah Y (E y ), dan sebaliknya. Dengan demikian kombinasi pembebanan untuk gempa statik ekuivalen menjadi sebagai berikut : o Kombinasi : 1,2. D + 0,5.L + E x + 0,3.E y o Kombinasi : 1,2. D + 0,5.L + E x - 0,3.E y o Kombinasi : 1,2. D + 0,5.L - E x + 0,3.E y o Kombinasi : 1,2. D + 0,5.L - E x - 0,3.E y o Kombinasi : 1,2. D + 0,5.L + 0,3.E x + E y o Kombinasi : 1,2. D + 0,5.L + 0,3.E x - E y o Kombinasi : 1,2. D + 0,5.L - 0,3.E x + E y o Kombinasi : 1,2. D + 0,5.L - 0,3.E x - E y Kombinasi beban tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.46. Halaman 26

Gambar 1.46. Kombinasi beban H. ANALISIS 1. Parameter Perencanan Konstruksi Beton Sebelum dilakukan analisis struktur, perlu dilakukan penyesuaian parameter perencanaan konstruksi beton menurut American Concrete Institute (ACI 318-99) terhadap Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-1992). Penyesuaian dilakukan dengan mengubah ketentuan (Options) untuk perencanaan konstruksi beton (Concrete Frame Design) seperti terlihat pada Gambar 1.47. Faktor reduksi kekuatan yang digunakan untuk perencanaan konstruksi beton untuk lentur dan tarik diambil 0,8 dan untuk geser diambil 0,75 seperti pada Gambar 1.48. Halaman 27

Gambar 1.47. Ketentuan perencanaan konstruksi beton Gambar 1.48. Faktor reduksi kekuatan yang disesuiakan dengan SNI 2. Asumsi yang digunakan dalam analisis Analisis struktur dilakukan dengan 6 derajat kebebasan (Degree of Freedom) Full 3D (spaceframe) dengan model diafragma lantai kaku baik untuk analisis statik maupun dinamik. Analisis dinamik (Modal Analysis) dilakukan dengan metode Eigenvectors dengan mengambil jumlah mode = 12 seperti Gambar 1.49. Deformasi struktur kecil dan material isotropic, sehingga digunakan analisis linier dengan metode matrik kekakuan langsung (direct stiffness matriks). Dalam hal ini efek P-delta pada kolom sangat kecil sehingga diabaikan. Halaman 28

Gambar 1.49. Derajat kebebasan dan ketentuan analisis dinamik 1. Momen dan gaya geser akibat gempa I. HASIL ANALISIS Momen akibat gempa arah X dengan metode statik ekuivalen, respons spectrum dan time history seperti terlihat pada Gambar 1.50 sampai 1.52. Gambar 1.50. Momen arah X akibat gempa statik ekuivalen Halaman 29

Gambar 1.51. Momen arah X akibat gempa respons spectrum Gambar 1.52. Momen arah X akibat gempa time history (El-Centro) saat 2,7 sec Gaya geser akibat gempa arah X dengan metode statik ekuivalen, respons spectrum dan time history seperti terlihat pada Gambar 1.53 sampai 1.55. Halaman 30

Gambar 1.53. Gaya geser arah X akibat gempa statik ekuivalen Gambar 1.54. Gaya geser arah X akibat gempa respons spectrum Halaman 31

Gambar 1.55. Gaya geser arah X akibat gempa time history saat 2,7 sec Dari ketiga metode analisis dapat disimpulkan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda, hanya pada analisis gempa dengan time history memberikan hasil momen dan gaya geser yang lebih besar dibanding cara statik ekuivalen maupun respons spectrum. 2. Pembesian balok dan kolom Hasil perhitungan pembesian balok dan kolom dengan kombinasi pembebanan yang telah ditetapkan dapat dilihat pada Gambar 1.56 dan 1.57. Tampak bahwa tak satupun elemen balok atau kolom yang mengalami over strength (OS) yang ditandai dengan warna merah pada elemennya. Dengan demikian secara keseluruhan struktur aman terhadap berbagai macam kombinasi beban gempa yang telah ditetapkan. Sebagian besar pembesian kolom ditentukan oleh kombinasi dengan beban gempa time history seperti terlihat pada Gambar 1.58. Sebagai contoh cara menetapkan jumlah tulangan kolom berdasarkan hasil design penulangan seperti Gambar 1.59 adalah sebagai berikut : Luas tulangan longitudinal kolom yang diperlukan = 42,250 cm 2. Misal, digunakan tulangan deform D 22, maka luas 1 tulangan = /4 x 2,2 2 = 3,801 cm 2. Jumlah tulangan yang diperlukan = 42,250 / 3,801 = 11,115 buah. Maka digunakan tulangan : 12 D 22 Luas tulangan geser kolom arah sumbu kuat = arah sumbu lemah = 0,093 cm 2. Misal digunakan tulangan polos P 10, maka luas sengkang 2 P = 2 x /4 x 1,0 2 = 1,571 cm 2. Jarak sengkang yang diperlukan = 1,571 / 0,093 = 16,89 cm. Maka digunakan sengkang : 2 P 10-150 Halaman 32

Gambar 1.56. Tulangan longitudinal Gambar 1.57. Tulangan geser Halaman 33

Gambar 1.58. Pembesian kolom Halaman 34