BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PENUTUP. belum dapat berjalan dengan baik. Kurangnya konsistensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

RINGKASAN SKRIPSI / NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaaan.

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB III PENUTUP. keputusan kepailitan masih banyak yang tidak tepat dan salah dalam

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

BAB I PENDAHULUAN. dirinya mampu untuk ikut serta berkompetisi dalam pasar global,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pada awal

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pertimbangan yuridis..., Riza Gaffar, FH UI, 2010.

Asas dan Dasar Hukum Kepailitan. Dr. Freddy Harris Fakultas Hukum Universitas Indonesia

UNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Ekonomi kreatif atau bisa disebut industri kreatif merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

Penundaan kewajiban pembayaran utang

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

SKRIPSI PEMBAGIAN IMBALAN JASA BAGI KURATOR DI PENGADILAN NIAGA JAKARTA. Oleh : HERU PERMANA PUTRA PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM PERDATA (PK I)

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN SKRIPSI OLEH : HENDRIKA S R SINAGA NIM :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. 2

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

Heri Hartanto - FH UNS

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera demi mewujudkan suatu keadilan sosial, dengan cara pemenuhan. layak bagi seluruh rakyat Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) Tentang

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA MENURUT UNDANG-UNDANG No. 37 TAHUN 2004 SKRIPSI

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. diakses pada tanggal 11 Agustus 2009 pukul WIB.

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB V KESIMPULAN, KETERBATAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang telah penulis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB I PENDAHULUAN. berarti adanya interaksi berlandaskan kebutuhan demi pemenuhan finansial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DEDY TRI HARTONO / D

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 membuat perekonomian Indonesia belum seutuhnya stabil bahkan sampai saat ini. Banyak dunia usaha yang tidak dapat memenuhi kewajibannya karena permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha sebagian besar merupakan pinjaman dari berbagai sumber, baik dari bank, penanaman modal, penerbitan obligasi maupun cara lain yang diperbolehkan. Hal tersebut telah menimbulkan banyak permasalahan penyelesaian utang piutang dalam masyarakat 1. Tanpa adanya utang piutang maka esensi kepailitan adalah tidak ada artinya 2. Lembaga Kepailitan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam aktivitas bisnis karena status pailit dapat membuat pelaku bisnis keluar dari pasar 3. Keluarnya pelaku usaha dari pasar karena pailit membawa beberapa dampak, antara lain matinya usaha tersebut karena sudah tidak berhak lagi untuk melakukan segala perbuatan hukum, menguasai, serta mengurus harta pailitnya tersebut 4. Oleh sebab itu, dibutuhkanlah lembaga kepailitan. 1 Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 2 Hadi Subhan, 2008;34, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Kencana, Jakarta. 3 Rahayu Hartini, 2008;3, Hukum Kepailitan Edisi Revisi, UMM Press, Malang. 4 Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 1

2 Selain itu lembaga kepailitan juga merupakan realisasi dari Pasal 1131 dan 1132 Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disebut BW). Pasal 1131 BW pada intinya menyatakan bahwa segala harta debitor menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Sedangkan Pasal 1132 BW menyatakan bahwa harta tersebut menjadi jaminan bersama bagi semua kreditor secara seimbang, kecuali ada alasan untuk didahulukan. Kedua pasal dalam BW tersebut memungkinkan bahwa penyelesaian utang piutang tidak harus melalui lembaga kepailitan. Penyelesaian utang piutang dalam diselesaikan melalui litigasi biasa, yaitu pengajuan gugatan dengan proses beracara perdata. Kedua pasal tersebut sudah cukup menjamin bahwa debitor akan mendapatkan haknya berupa pembayaran atas piutangnya. Namun dalam prakteknya, pelaksanaan putusan terkendala dengan adanya itikad buruk dari debitor yang tidak rela hartanya disita sebagai jaminan atas utang-utangnya. Kedua pasal tersebut memang menjadi inti dari lembaga kepailitan. Peraturan perundang-undangan tentang kepailitan yang kita miliki belum sepenuhnya mendukung kedua pasal tersebut. UU KPKPU tidak mengatur dengan jelas kepastian hukum para kreditor yang debitornya dipailitkan. Misalnya saja, tidak adanya jangka waktu yang jelas kapan kreditor mendapatkan pemenuhan piutang dari debitor yang dipailitkan. Selain itu tidak ada satu pasalpun yang menjamin bahwa kreditor akan mendapatkan piutangnya. Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan, namun sekali lagi sama sekali tidak ada kepastian. Sedangkan dalam Pasal 228 ayat (6) UU KPKPU mengatur bahwa penundaan kewajiban pembayaran utang tidak boleh lebih

3 dari 270 hari sejak putusan penundaan kewajiban pembayar utang diucapkan. Namun untuk proses kepailitan sama sekali tidak ditentukan batas waktu pemenuhan piutang bagi para kreditornya. B. RUMUSAN MASALAH Adapun permasalahan yang dijadikan fokus penelitian adalah : Bagaimanakah pemenuhan hak bagi para kreditor yang debitornya dipailitkan? C. TUJUAN PENELITIAN Dengan adanya rumusan permasalahan sebagaimana tertera di atas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pemenuhan hak bagi para kreditor yang debitornya dipailitkan. D. MANFAAT PENELITIAN Dengan adanya tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis: Bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perkembangan hukum kepailitan pada khususnya. b. Manfaat Praktis:

4 1. Bagi Penulis, penelitian ini memberikan pemahaman mengenai pemenuhan hak bagi kreditor yang debitornya dipailitkan. 2. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif dalam hal yang berkaitan dengan pengaturan mengenai pemenuhan hak bagi para kreditor yang debitornya dipailitkan. E. KEASLIAN PENELITIAN Bahwa Penulisan Hukum dengan Judul PEMENUHAN HAK BAGI KREDITOR YANG DEBITORNYA DIPAILITKAN merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi maupun plagiasi dari karya penulis lain. Berdasarkan pelacakan dokumen yang dilakukan oleh penulis, penulis menemukan beberapa tulisan hukum sebagai berikut : 1.1. Judul Skripsi : Penerapan Prinsip-Prinsip Hukum Kepailitan oleh Hakim dalam Pengambilan Keputusan Kepailitan Identitas Penulis : Nama : Ricky Jefta S.P. NPM : 05 05 09890 Rumusan Masalah : 1. Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip hukum kepailitan oleh hakim dalam pengambilan keputusan kepailitan? 2. Bagaimanakah korelasi (hubungan) antara penerapan prinsip-prinsip hukum kepailitan yang ada dan diatur dalam Undang-Undang No. 37

5 tahun 2004 (UU KPKPU) dengan Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN dalam pengambilan keputusan kepailitan oleh hakim? Tujuan Penelitan : untuk mengetahui sejauh mana para hakim di Pengadilan Niaga menerapkan prinsip-prinsip hukum kepailitandi dalam setiap pengambilan keputusan kepailitan dan untuk mengetahui korelasi (hubungan) antara penerapan prinsip-prinsip hukum kepailitan yang ada dan diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004 (UU KPKPU) dengan Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN dalam pengambilan keputusan kepailitan oleh hakim sehingga tercipta suatu kepastian hukum di dalamnya. 1.2. Judul Skripsi : Penyelesaian Kepailitan Terhadap Kreditor Separatis Dibandingkan Dengan Kreditor Pemegang Hak Jaminan Dalam Hal Terjadinya Sita Jaminan Identitas Penulis : Nama : Ratna Yuliana Manalu NPM : 05 05 09036 Rumusan Masalah : 1. Bagaimana kedudukan hukum kreditor separatis dibandingkan dengan kreditor pemegang hak jaminan dalam hal terjadinya sita jaminan? 2. Bagaimana proses penyelesaian kepailitan terhadap kreditor separatis dibandingkan dengan kreditor pemegang hak jaminan dalam hal terjadinya sita jaminan? Tujuan Penelitan :

6 a. Untuk mengetahui kedudukan hukum kreditor separatis dibandingkan dengan kreditor pemegang hak jaminan dalam hal terjadinya sita jaminan. b. Untuk mengetahui proses penyelesaian kepailitan terhadap kreditor separatis dibandingkan dengan kreditor pemegang hak jaminan dalam hal terjadinya sita jaminan c. Untuk memberikan sumbangsi pemikiran dan penjelasan bagi kelangsungan pendidikan, khususnya pendidikan hukum dibidang kepailitan. 1.3. Judul Skripsi : Peranan Lembaga Peradilan Niaga dalam Menyelesaikan Sengketa Pailit Identitas Penulis : Nama : Fritz A. Rumengan NPM : 02 05 08039 Rumusan Masalah : apakah peranan lembaga peradilan niaga dalam menyelesaikan utang-piutang antara debitor dan kreditor telah memberikan jaminan kepastian hukum, rasa keadilan masyarakat, dengan penyelesaian sengketa pailit secara adil, cepat, dan transparan sesuai prinsip dan asas hukum menurut Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004? Tujuan Penelitan : a. Untuk menganalisis peranan lembaga peradilan, khususnya pengadilan niaga dalam menyelesaikan sengketa utang-piutang, antara kreditor dengan debitor melalui lembaga hukum kepailitan berdasarkan Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004.

7 b. Memberikan rekomendasi kepada Lembaga Pengadilan Niaga untuk siap mengantisipasi berbagai permasalahan di bidang ekonomi dengan memperluas yurisdiksi diluar masalah kepailitan atau Kewajiban Penundaan Pembayaran Utang. F. BATASAN KONSEP Pemenuhan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux adalah proses perbuatan, cara memenuhi 5. Hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux adalah kekuasaan yang besar untuk menuntut sesuatu ; milik kepunyaan 6. Kreditor menurut Pasal 1 butir ke 2 UU KPKPU adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya ditagih di muka pengadilan. Debitor menurut Pasal 1 butir ke 3 UU KPKPU adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan. Debitor Pailit menurut Pasal 1 butir ke 4 UU KPKPU adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan. Kepailitan menurut Pasal 1 butir ke 1 UU KPKPU adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 5 Drs. Suharso, dkk, 2011, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux, Widya Karya, Semarang, hlm. 161. 6 Ibid. Hlm. 370.

8 G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah suatu prosedur penelitian ilmiah yang berfokus pada perilaku masyarakat hukum. Jenis penelitian hukum empiris membutuhkan data primer sebagai sumber data utama. Data sekunder terdiri dari 2 bahan hukum, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan, yurisprudensi maupun perjanjian internasional. Sedangkan bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum ini dapat berupa rancangan perundang-undangan, hasil penelitian, buku, jurnal ilmiah, surat kabar, dan berita di internet. 2. Sumber Data Dalam penelitian hukum empiris menggunakan data primer, yang merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden tentang objek yang diteliti sebagai data utamanya. Penulis juga menggunakan data sekunder, yang terdiri dari : a) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang berupa Peraturan Perundang-Undangan. Pada penulisan ini menggunakan bahan hukum primer antara lain :

9 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-4, 2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131, 3) Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2000 tentang Permohonan Pernyataan Pailit untuk Kepentingan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200 Nomor 37, 4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus, 5) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2000 tentang Penyempurnaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1999 tentang Hakim Ad Hoc. 6) Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 77/2012/Pailit/Jkt.Pst. tertanggal 30 Januari 2013. 7) Putusan Pengadilan Jakarta Pusat No 22/Pdt.Sus/Pailit/2013/PN. Niaga.JKT.PST. 8) Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. PKPU No 15/Pdt.Sus/PKPU/2013/PN. Niaga.Jkt.Pst. b) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum ini dapat berupa

10 rancangan perundang-undangan, hasil penelitian, buku, jurnal ilmiah, surat kabar, dan berita di internet yang berkaitan dengan pemenuhan hak kreditor yang debitornya dipailitkan menurut Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang KPKPU. 3. Cara Pengumpulan Data a) Studi Kepustakaan : Dalam hal ini, data primer yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder yang digunakan dipelajari terlebih dahulu untuk memperoleh informasi maupun bahan hukum yang diperlukan sesuai dengan problematik hukum yang diteliti, yaitu Pemenuhan Hak Bagi Para Kreditor yang Debitornya Dipailitkan. b) Studi lapangan : Penulis melakukan wawancara dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber tentang obyek yang diteliti berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. Narasumber yang diwawancarai penulis merupakan subyek yang berkapasitas sebagai ahli, profesional, bahkan praktisi dibidang kepailitan. Wawancara dengan narasumber yang terkait, yaitu : 1) Bapak Dedi Fardiman, S.H., M.H. selaku Hakim pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. 2) Bapak Petrus Bala Pattyona, S.H., M.H. 4. Lokasi Wawancara Berdasarkan permasalahan hukum yang diteliti, maka lokasi wawancara untuk memperoleh bahan hukum yang diperlukan bertempat di : 1) Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada Nomor 17, Jakarta

11 Pusat. 2) Kantor Advokat dan Pengacara Petrus Bala Pattyona, S.H., M.H., dan Rekan yang beralamat di Gedung Fuyinto Sentra Mampang Lt. 3, Jalan Mampang Prapatan Raya No. 28 Jakarta Selatan. 5. Analisis Data Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris merupakan menggunakan analisis kualitatif. Data primer yang didapatkan dari hasil penelitian di lapangan, kemudian dideskripsikan. Data sekunder sebagai data pendukung dianalisis sesuai dengan tahapan dalam analisis penelitian hukum normatif. Analisis data sekunder dilakukan terhadap bahan hukum primer dilakukan deskripsi hukum positif, yaitu memaparkan atau menguraikan isi dan struktur hukum positif yang terkait dengan kedudukan kreditor. Kemudian dilakukan sistematisasi hukum positif yang dilakukan dengan dua cara, yaitu: a) Sistematisasi secara vertikal, yaitu sistematisasi yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang berjenjang dari atas ke bawah. b) Sistematisasi secara horizontal, yaitu sistematisasi yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang sejenis. Selain itu, bahan hukum sekunder dianalisis dengan cara mencari persamaan dan perbedaan pendapat hukum, serta membandingkan pendapat hukum yang terkait kualifikasi mengenai kedudukan kreditor dalam kepailitan. Kemudian data primer dibandingkan dengan data primer untuk mengetahui kesenjangan diantara keduanya.

12 Penarikan kesimpulan digunakan prosedur penalaran induktif. Prosedur penalaran deduktif adalah prosedur penalaran yang berawal dari suatu fakta hukum yang terjadi pada masyarakat dan berakhir pada suatu aturan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini, penulis menarik kesimpulan yang berawal dari suatu fakta dalam masyarakat mengenai pemenuhan hak bagi kreditor dalam kepailitan dan berakhir pada suatu kesimpulan mengenai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai pemenuhan hak kreditor.