SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA. Oleh: Pusat Sumber Daya Geologi. Puslitbang Geotek LIPI

dokumen-dokumen yang mirip
Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI MARANA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH. Oleh: Asep Sugianto 1) dan Suwahyadi 2)

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, SUMATERA SELATAN. Oleh: Asep Sugianto dan Yudi Aziz Muttaqin

SURVEI GEOFISIKA TERPADU (AUDIO MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT) DAERAH PANAS BUMI MALINGPING KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI BUKIT KILI GUNUNG TALANG, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI WAY SELABUNG KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO- WELIRANG JAWA TIMUR

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara

SURVEI MAGNETOTELLURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) DAERAH PANAS BUMI PARIANGAN, KABUPATEN TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI MEGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LILI-SEPPORAKI, KABU- PATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT. Muhammad Kholid, Harapan Marpaung

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI DOLOK MARAWA, KABUPATEN SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI LILLI-MATANGNGA KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

Survei Magnetotellurik dan Gaya Berat Daerah Panas Bumi Bittuang, Provinsi Sulawesi Selatan

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC

SURVEI MAGNETOTELURIK DAN TDEM DAERAH PANAS BUMI KADIDIA KADIDIA SELATAN, KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DI DAERAH PANAS BUMI SAJAU, KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI LAINEA, KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD-ON DAERAH PANAS BUMI SEMBALUN, KABUPATEN LOMBOK TIMUR - NTB

Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kadidia Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTRO MAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI MAPOS KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

PENYELIDIKAN GEOFISIKA TERPADU DAERAH PANAS BUMI MARANDA, KABUPATEN POSO, PROPINSI SULAWESI TENGAH. Dendi Surya K., Bakrun, Ary K.

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI KEPAHIANG KABUPATEN KEPAHIANG, BENGKULU. Oleh: Asep Sugianto dan Ary Kristianto A.W.

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIC (AMT) DAERAH PANAS BUMI MARITAING, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

Manifestasi Panas Bumi Gradien Geothermal Eksplorasi Panas Bumi Analisis Geologi

GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI GERAGAI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT

Penyelidikan Geolistrik Schlumberger di Daerah Panas Bumi Jaboi Kota Sabang, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

Sari. Penyelidikan Geolistrik Tahanan Jenis di Daerah Panas Bumi Pincara, Kabupaten Masamba Sulawesi Selatan

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

SURVEY GEOMAGNET DI DAERAH PANAS BUMI SONGA-WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, MALUKU UTARA. Eddy Sumardi, Timor Situmorang

Survei Terpadu AMT dan Gaya Berat daerah panas bumi Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung

SURVEI MAGNETOTELLURIK DAERAH PANAS BUMI LIMBONG KABUPATEN LUWU UTARA, SULAWESI SELATAN. Oleh: Wiwid Joni 1), Muhammad Kholid 1)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

SURVEI MAGNETOTELURIK (MT) DAN TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIC (TDEM) DAERAH PANAS BUMI WAESANO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Penyelidikan Head On di Daerah Panas Bumi Jaboi Wilayah Kota Sabang - Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI AMOHOLA KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Geofisika merupakan cabang ilmu kebumian yang menerapkan konsep

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

SURVEI PENDAHULUAN GEOLOGI DAN GEOKIMIA PANAS BUMI KABUPATEN BANGGAI DAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1.

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI MASSEPE, KABUPATEN SID- RAP, PROVINSI SULAWESI SELATAN. Mochamad Nur Hadi, Suparman, Arif Munandar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

MODEL SISTEM PANAS BUMI BERDASARKAN DATA GRAVITY PADA DAERAH SONGA - WAYAUA, PULAU BACAN, MALUKU UTARA

3. HASIL PENYELIDIKAN

SURVEI TERPADU GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELLURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PANTAR, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI SONGA WAYAUA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, PROVINSI MALUKU UTARA

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

SURVEI TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI SAJAU KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

Puji Suharmanto 1,Fikri Fahmi 2, Yunus Daud 1, Ahmad Zarkasyi 3, Asep Sugiyanto 3, and Edi Suhanto 3

BAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini

PENYELIDIKAN MAGNET DAERAH PANAS BUMI AKESAHU PULAU TIDORE, PROVINSI MALUKU UTARA. Oleh Liliek Rihardiana Rosli

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI SUMANI, PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah

SIMULASI PENGEMBANGAN LAPANGAN PANAS BUMI LAINEA THE DEVELOPMENT SIMULATION OF LAINEA GEOTHERMAL FIELD

PENERAPAN KOREKSI STATIK TIME DOMAIN ELEKTROMAGNETIK (TDEM) PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) UNTUK PEMODELAN RESISTIVITAS LAPANGAN PANAS BUMI SS.

PENYELIDIKAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI TAMBU KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

GEOLOGI DAERAH KLABANG

Dudi Hermawan, Asep Sugianto, Anna Yushantarti, Dahlan, Arif Munandar, Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur Bujur

SURVEI TERPADU GEOLOGI, GEOKIMIA, DAN GEOFISIKA DAERAH PANAS BUMI WAI SELABUNG, KABUPATEN OKU SELATAN, PROVINSI SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

EKSKURSI GEOTHERMAL (PB 6013 Evaluasi Prospek Panasbumi) Cisolok, Jawa-Barat, 1 Nov. 2009

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAN GEOKIMIA PANAS BUMI DAERAH POHON BATU, PROVINSI MALUKU

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Analisis dan Pemodelan Inversi 3D Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Sipoholon Berdasarkan Data Gaya Berat

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI AMOHOLA, KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

PENYELIDIKAN GAYA BERAT DI DAERAH PANAS BUMI TAMBU, KABUPATEN DONGGALA, PROPINSI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :

Transkripsi:

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA Oleh: Asep Sugianto 1), Ahmad Zarkasyi 1), Dadan Dani Wardhana 2), dan Iwan Setiawan 2) 1) Pusat Sumber Daya Geologi 2) Puslitbang Geotek LIPI SARI Daerah panas bumi Lainea berada lengan Sulawesi Bagian Tenggara dan berasosiasi dengan Sesar Boroboro yang berarah Baratlaut-Tenggara. Keberadaan sistem panas bumi di daerah ini ditandai dengan manifestasi panas bumi berupa 4 kelompok mata air panas dengan temperatur 48 80 0 C dan batuan teralterasi. Survei magnetotellurik merupakan kelanjutan dari survei panas bumi terpadu dengan metode geologi, geokimia, dan geofisika (gaya berat, geomagnet, dan geolistrik) yang dilakukan pada tahun 2010. Hasil MT mengidentifikasi lapisan batuan penudung dengan tahanan jenis <50 Ohmm yang diikuti oleh lapisan resevoir bertahanan jenis 50 200 Ohmm dengan puncak resevoir berada pada kedalaman sekitar 800 1000 meter dan tebal sekitar 1000 meter. Terdapat indikasi batuan intrusi/plutonik yang diperkirakan sebagai sumber panas bagi sistem panas bumi Lainea dengan posisi elevasi di bawah -1500 meter dari permukaan laut rata-rata. Hasil kompilasi data MT dengan hasil penyelidikan terdahulu menunjukkan daerah prospek panas bumi melingkupi 4 daerah pemunculan mata air panas dan berada di zona struktur geologi dengan luas sekitar 17 km 2. Kata Kunci : magnetotellurik, panas bumi, Lainea, Sulawesi Tenggara

PENDAHULUAN keprospekan daerah panas bumi Lainea. Daerah panas bumi Lainea secara administrasi berada di Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 1). Daerah panas bumi ini berada di lengan bagian tenggara Pulau Sulawesi dan berasosiasi dengan Sesar Boro-Boro yang terbentuk akibat adanya tumbukan antara lempeng Asia bagian timur/sulawesi bagian barat dan lempeng Pasifik. Pada tahun 2010, Pusat Sumber Daya Geologi telah melakukan survei terpadu geologi dan geokimia dan survei geofisika terpadu di daerah ini. Hasil survei tersebut memperlihatkan adanya potensi panas bumi yang ditandai dengan munculnya beberapa kelompok mata air panas dengan temperatur antara 48-80 o C di sekitar Sesar Boro-boro dan memiliki temperatur reservoir sekitar 200 o C (Nur Hadi, M., dkk, 2010). Adanya indikasi potensi panas bumi ini juga didukung dengan adanya sebaran tahanan jenis rendah, anomali magnet rendah, anomali sisa tinggi, dan anomali Hg tinggi di sekitar sebaran manifestasi ke arah selatan. Anomalianomali tersebut dapat dijadikan ciri adanya prospek panas bumi di daerah ini (Sumardi, E., dkk, 2010). Oleh karena itu, untuk melihat keadaan bawah permukaan yang lebih dalam dan lebih jelas, maka dilakukan survei magnetotelurik (MT) di daerah ini. Tujuan dari survei MT ini adalah untuk lebih menegaskan keprospekan (letak, delineasi, kedalaman dan besarnya potensi) daerah panas bumi Lainea dari tinjauan data geofisika dan menjadi data pendukung yang menguatkan bagi evaluasi geosain terpadu GEOLOGI DAN MANIFESTASI PANAS BUMI Stratigrafi batuan daerah Lainea (Gambar 2) terdiri dari 7 satuan batuan dengan umur Trias hingga Resen dengan urutan dari yang tertua yaitu satuan batuan metamorf, satuan meta-batugamping, satuan meta-batupasir, satuan batupasir non-karbonatan, satuan batupasir gampingan, satuan konglomerat dan endapan alluvium. Pergerakan lempeng Australia ke arah utara menyebabkan terjadinya tumbukan dengan lempeng Asia bagian timur / Sulawesi bagian barat dan lempeng Pasifik dan menghasilkan pergerakan tektonik yang berarah relatif baratlaut tenggara yang dikenali sebagai Sesar Boroboro dan selaras dengan satuan metamorf. Periode tektonik selanjutnya terjadi pada zaman Tersier yang menghasilkan sesar- sesar yang berarah baratdaya timurlaut dan diduga mengkontruksi sistem panas bumi di daerah ini dengan mengontrol munculnya manifestasi panas bumi yang ada di permukaan. Secara umum, struktur utama yang berkembang di daerah ini dan mengontrol sistem panas bumi Lainea adalah Sesar Boroboro (normal) yang berarah baratlaut-tenggara, Sesar Kaendi, Landai, Amowolo, Lainea dan Sesar Rumbalaka (mendatar). Manifestasi panas bumi yang berada di daerah ini berupa mata air panas dan batuan teralterasi. Berdasarkan lokasi kemunculannya,

manifestasi panas bumi ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok sebagai berikut. Kelompok Lainea: Berada di sungai Lainea/ Pambuanga, Desa Lainea dengan koordinat 459173 mt dan 9515350 ms, ketinggian 71 m dpl (UTM zona 51 S). Manifestasi muncul berupa mata air panas dan batuan ubahan. Kelompok ini ini memiliki suhu 58-80 o C, dengan daya hantar listrik 1200-1350 μs/cm, ph 5,8-6,3 dan debit 0,5 liter/detik. 1) Kelompok Landai: berada di Sungai Landai, Desa Kaendi dengan koordinat 456907 mt dan 9516314 ms, ketinggian 128 m dpl (UTM zona 51 S). Manifestasi berupa mata air panas, dan batuan ubahan. Kelompok ini ini memiliki suhu 52-67,7 o C, dengan daya hantar listrik 1100-1300 μs/cm, ph 6,6-6,9 dan debit 0,5-5 liter/detik. 2) Kelompok Amowolo: terdapat di sungai Mowolo Desa Kaendi dengan koordinat 455309 mt dan Y 9516354 ms, ketinggian 81 m dpl (UTM zona 51 S). Manifestasi muncul berupa mata air panas, sinter karbonat dan batuan ubahan. Temperatur air panas 48-68,7 o C, ph 6,3-6,90, daya hantar listrik 1130-1450 μs/cm dan debit 0,5-1 liter/detik. 3) Kelompok Kaendi: terdapat di sungai Kaendi Desa Pamandati pada koordinat 455296 mt dan 9517513 ms, ketinggian 110 m dpl (UTM zona 51 S). Manifestasi yang muncul berupa mata air panas dan batuan ubahan. Temperatur air panas berkisar 53-73 o C, ph 6,25-6,35, daya hantar listrik 845-1500 μs/cm, dan debit 0,5-20 liter/detik. METODE PENGUKURAN Survei MT di daerah Lainea ini dilaksanakan pada akhir tahun 2011. Pengukuran dilakukan pada 22 titik ukur yang tersebar membentuk 6 buah lintasan berarah baratdaya-timurlaut dengan jarak antar titik ukur sekitar 1500 meter (Gambar 3). Pengukuran dilakukan dari siang/ sore hari hingga pagi hari dengan lama pengukuran 15 hingga 18 jam. Untuk menghindari noise yang diakibatkan oleh aktivitas manusia pada siang hari, maka data yang digunakan hanya sekitar 12 jam yaitu dari sore hingga pagi. Pengukuran MT ini dilakukan dengan menggunakan metode single site pengukuran tanpa menggunakan remote reference. Pada pengukuran MT ini juga tidak disertai dengan pengukuran TDEM, sehingga untuk analisis dan koreksi statik penulis menggunakan metode statistik yang dikembangkan oleh West JEC/ JICA. Prinsip dari metode ini adalah menentukan median nilai tahanan jenis semu yang diambil dari sejumlah data MT di sekitar titik yang akan dikoreksi. Data MT yang digunakan untuk menentukan median ini berupa invarian nilai tahanan jenis semu dari TE Mode dan TM Mode. ANALISIS DATA Hasil analis terhadap kurva MT menunjukkan terdapat tiga kelompok bentuk/pola kurva MT. Kelompok pertama adalah pola kurva MT (Gambar 4.a) yang bertahanan jenis rendah dengan nilai <50 ohmm pada frekuensi 320-1 Hz dan cendrung semakin tinggi pada frekuensi yang lebih kecil. Kelompok kedua (Gambar 4.b) adalah pola kurva bertahan jenis rendah pada frekuensi tinggi (320 Hz) dan cendrung semakin naik tahanan jenisnya pada frekuensi

yang semakin rendah. Kelompok ke 3 (Gambar 4. c) adalah kelompok dengan pola kurva bertahanan jenis tinggi (>90 ohmm) pada frekuensi 320 1 Hz dan cendrung naik dengan semakin rendah frekuensi. Hasil analisis lanjut dari kurva MT menunjukkan kelompok pola kurva pertaman adalah hasil pengukuran di titik-titik yang lokasinya berada di bagian selatan atau daerah pedataran yang terisi oleh endapan permukaan, kelompok kedua adalalah kurva hasil pengukuran di sekitar mata air panas dan kelompok ke tiga adalah hasil pengukuran di daerah perbukitan. PETA TAHANAN JENIS Kedalaman 250, 500, 750, dan 1000 meter yang diperkirakan sebagai zona sesar. Zona ini diindikasikan dengan kelurusan kontur yang arahnya selaras dengan Sesar Boro-boro berarah baratlaut-tenggara. Daerah pemunculan manifestasi panas bumi Awomolo, Landai dan Lainea pada kedalaman 250 berada pada tahanan jenis rendah <25 ohmm. Di kedalaman 500 meter manifestasi Landai dan Lainea masih berada di tahanan jenis rendah sedangkan sekitar manifestasi Awomolo nilai tahanan jenis berubah menjadi semakin besar (50-60 ohmm) serupa dengan nilai tahanan jenis di sekitar manifestasi Kaendi. Nilai tahanan jenis rendah di sekitar manifestasi panas bumi di daerah ini dapat disebabkan keberadaan batuan yang teralterasi oleh fluida panas, tetapi nilai tahanan jenis rendah akibat alterasi batuan ini tidak dapat dipisahkan atau dibedakan dengan nilai rendah yang diakibatkan dari respon batuan aluvium. Gambar 5 memperlihatkan sebaran tahanan jenis pada kedalaman 250, 500, 750, dan 1000 meter. Pola sebaran tahanan jenis pada kedalaman 250 dan 500 meter memiliki pola umum yang serupa yaitu nilai tahanan jenis rendah menempati bagian selatan dan nilai tinggi di bagian utara. Nilai tahanan jenis rendah <25 ohmm yang menempati bagian selatan diperkirakan sebagai respon dari batuan aluvium atau batupasir-gampingan atau meta batupasir (mengacu hasil pemetaan geologi permukaan, Survei Terpadu, PSDG 2010). Sedangkan nilai tinggi >50 ohmm di bagian utara diperkirakan sebagai cermin dari litologi batuan metamorf yang mengisi morfologi perbukitan. Gradasi nilai tahanan jenis rapat terjadi di bagian tengah (25-50 ohmm), di area Sebaran tahanan jenis pada kedalaman 750 dan 1000 meter mempertegas litologi batuan daerah survei. Bagian tengah ke arah utara ditempati nilai tahanan jenis tinggi sebagai respon batuan metamorf yang menyusun daerah perbukitan sedangkan bagian selatan dan timur ditempati oleh nilai tahanan jenis rendah sebagai respon batuan aluvium atau batuan hasil rombakan dari daerah perbukitan. Nilai tahanan jenis di semua area pada kedalaman 1000 meter lebih tinggi dibanding pada kedalaman 750 meter, begitu juga pada kedalaman 250 dan 500 meter. Hal ini mencirikan batuan yang semakin kompak dan segar dengan bertambahnya kedalaman. Daerah sekitar pemunculan manifestasi panas bumi umumnya

berada di nilai tahanan jenis >100 ohmm pada kedalaman 750 meter dan >125 ohmm pada kedalaman 1000 meter, kecuali manifestasi Landai (<50 ohmm) dan Lainea (<70 ohmm). Hal ini mengindikasikan terjadi proses alterasi yang lebih intensif di sekitar manifestasi Landai dan Lainea dibandingkan di Awomolo dan Kaendi. Kedalaman 1250, 1500, dan 2000 meter Pola sebaran tahanan jenis pada kedalaman 1250 meter (Gambar 6) sangat mirip dengan tahanan jenis pada kedalaman 1000 meter tetapi dengan nilai tahanan jenis yang lebih tinggi. Daerah sekitar manifestasi Landai masih terindikasi adanya batuan teralterasi dibandingkan dengan daerah manifestasi lainnya yang berada pada batuan bernilai tahanan jenis tinggi >125 ohmm. Perubahan signifikan nilai tahanan jenis terlihat pada kedalaman 1500 dan 2000 meter (Gambar 6). Berdasarkan pola sebaran, tahanan jenis pada dua kedalaman tersebut memiliki pola serupa dengan kedalaman sebelumnya, tetapi berdasarkan nilai tahanan jenisnya terjadi perubahanan yang besar. Pada Kedalaman 1500 dan 2000 meter nilai tahanan jenis relatif tinggi (>125 ohmm). Nilai paling tiiggi >180 ohmm berada di bagian tengah yang melingkupi manifestasi Kaendi dan Awomolo dan membentuk kontur tertutup. Nilai tinggi ini mencirikan adanya suatu blok batuan yang berbeda dengan sekitarnya (batuan metamorf). MODEL TAHANAN JENIS 2D Penampang tahanan jenis line 2 (Gambar 7) memotong 5 titik MT (04,05,06,07 dan 08) dan manifestasi panas bumi Kaendi. Secara umum terdapat 3 struktur tahanan jenis, batuan bertahanan jenis rendah <50 ohmm, batuan bertahanan jenis 50 150 ohmm dan batuan bertahanan jenis tinggi >150 ohmm. Struktur batuan bertahanan jenis rendah <50 ohmm menempati permukaan di bagian baratdaya sampai ke bagian tengah sekitar manifestasi Kaendi. Lapisan rendah di baratdaya diperkirakan sebagai respon batuan aluvium/meta batupasir/batupasir-gampingan sedangkan di bagian tengah (sekitar manifestasi Kaendi) struktur batuan bertahanan jenis rendah ini diperkirakan lapisan batuan yang teralterasi oleh fluida panas. Di bawah lapisan bertahanan jenis rendah terdapat struktur batuan bertahanan jenis sekita 50-150 ohmm yang terdeteksi di kedalaman sekitar 1000 meter di bagian baratdaya dan makin dangkal sampai ke permukaan di bagian timurlaut. Struktur batuan ini diperkirakan merupakan satuan batuan metamorf. Di bawah lapisan batuan yang diperkiranan sebagai satuan batuan metamorf terdapat struktur batuan dengan tahanan jenis yang tinggi >150 ohmm. Berdasarkan nilai tahanan jenis dan bentuknya, struktur batuan ini diperkirakan batuan intrusi/plutonik yang menembus satuan batuan yang lebih tua (metamorf). Struktur perlapisan batuan pada penampang ini mengindikasikan suatu sistem panas bumi dengan lapisan bertahanan jenis rendah (batuan teralterasi) di permukaan sebagai lapisan penudung diikuti lapisan batuan metamorf yang

berperan sebagai zona lapisan resevoirnya. Penampang tahanan jenis lintasan 4 (Gambar 7) memotong 4 titik MT (15, 16, 17, dan 18). Penampang memperlihatkan zona batuan teralterasi yang lebih dalam bila dibandingkan dengan area lain (penampang 1,2 dan 3). Zona alterasi yang diindikasikan dengan tahanan jenis rendah <50 ohmm terdeteksi sampai kedalaman 1000 meter di sekitar manifestasi Lainea. Zona alterasi ini berperan sebagai lapisan penudung dan diikuti oleh lapisan batuan bertahanan jenis 50-175 ohmm di bawahnya yang diperkirakan sebagai zona resevoir sistem panas bumi di daerah ini. Terdapat struktur batuan bertahanan jenis >200 ohmm yang diduga masih bagian dari tubuh plutonik yang terdeteksi pada penampang sebelumnya. Puncak dari tubuh ini terdeteksi paling dangkal di sekitar titik 17 pada kedalaman sekitar 1000 meter. DISKUSI Dengan melihat sistem panas bumi Lainea yang terbentuk di lingkungan batuan tua dan sekitar zona struktur maka kemungkinan sistem panas bumi Lainea adalah sistem heat sweep. Sistem ini pada setting tabrakan lempeng kemungkinan berupa kerak benua yang mengalami deformasi (shearing) atau karena tubuh intrusi batuan plutonik (Suver Terpadu, PSDG 2010). Hasil pemodelan MT memperlihatkan adanya zona tahanan jenis tinggi yang kontras yang mencirikan blok batuan berbeda dibanding sekitarnya. Blok batuan tersebut diperkirakan sebagai batuan yang mengintrusi batuan metamorf dan menyimpan panas. Posisi batuan yang diperkirakan tubuh intrusi ini berada pada elevasi di bawah -1500 meter dpl. Lapisan resevoir di daerah Lainea disusun oleh batuan metamorf yang telah mengalami deformasi dan memiliki banyak rekahan. Hasil MT menunjukkan secara jelas sebaran batuan metamorf secara lateral dan vertikal. Batuan metamorf diindikasikan dengan nilai tahanan jenis sekitar 50-200 ohmm yang tersebar di bagian tengah dan terdeteksi dari permukaan sampai kedalaman yang belum dapat dipastikan. Sedangkan zona resevoir yang tersusun dari batuan metamorf terdeformasi diperkirakan berada di bagian tengah, di atas blok batuan intrusi dengan puncak resevoir berada pada kedalalaman sekitar 800-1000 meter. Sedangkan lapisan yang berperan sebagai lapisan penudung tersusun dari batuan metamorf yang teralterasi dan atau sedimen yang berupa alterasi lempung. Lapisan penudung ini diindikasikan dengan nilai tahanan jenis rendah <50 ohmm Hasil penarikan zona prospek berdasarkan kompilasi geosain menunjukkan daerah prospek panas bumi Lainea berada di zona struktur geologi yaitu sekitar Sesar Boro-boro yang berarah baratlaut-tenggara dan sesar-sesar berarah baratdaya-timurlaut (Sesar Kaendi, Landai, Amowolo, Lainea dan sesar Rumbalaka). Luas daerah prospek melingkupi area pemunculan mata air panas Kaendi, Awomolo, Landai dan Lainea dengan luas sekitar 17 km 2 (Gambar 8). KESIMPULAN

Daerah prospek panas bumi Lainea berada di zona struktur geologi yaitu sekitar Sesar Boro-boro yang berarah baratlaut-tenggara dan sesar-sesar berarah baratdaya-timurlaut (Sesar Kaendi, Landai, Amowolo, Lainea dan sesar Rumbalaka). Lapisan batuan penudung diperkirakan tersusun dari batuan metamorf dan sedimen yang teralterasi dengan tahanan jenis <50 Ohmm. Lapisan resevoir diduga tersusun dari batuan metamorf bertahanan jenis 50 200 Ohmm dengan puncak resevoir berada pada kedalaman sekitar 800 1000 meter dan tebal sekitar 1000 meter. Terdapat indikasi batuan intrusi/plutonik yang diperkirakan sebagai sumber panas bagi sistem panas bumi Lainea dengan posisi elevasi di bawah -1500 meter dari permukaan laut rata-rata. Luas daerah prospek panas bumi sekitar 17 km 2. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan dan Pusat Sumber Daya Geologi yang telah memberikan ijin untuk menggunakan data hasil survei MT dalam penulisan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota tim survei MT daerah panas bumi Lainea baik staf dari Pusat Sumber Daya Geologi maupun dari Puslitbang Geotek LIPI dan anggota tim survei terpadu tahun 2010 yang telah bersedia untuk banyak berdiskusi dengan penulis. DAFTAR PUSTAKA Geothermal Departement, Basic Concept of Magnetotelluric Survey in Geothermal Fields., West Japan Engineerring Consultants, Inc. Nur Hadi, M., Kusnadi, D., dan Widodo, S., 2010, Penyelidikan Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, Prosiding Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun Anggaran 2010. Rodi, W., dan Mackie, R.L., 2001, Non Linear Conjugate Gradients Algoritm for 2-D Magnetotelluric Inversion. Gophysic, Vol. 66 No.1 P. 174-187. Santoso dan Alzwar, M. 1975 Laporan Inventarisasi Kenampakan Gejala Panasbumi di Daerah Sulawesi Tenggara, Direktorat Vulkanologi, Bandung, Indonesia, Tidak dipublikasikan. Sulaeman, B., dkk., 2008, 2008, Uji Petik di Daerah Panas Bumi Lainea, Sultra. P.M.G, Bandung Sumardi, E., Arsadipura, S., dan Kristianto, A.A.W., 2010, Survei Geofisika Terpadu Metode Geomagnet, Gaya Berat, dan Geolistrik Daerah Panas Bumi Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, Prosiding Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun Anggaran 2010. Tim Survei Geofisika Terpadu (2010). Laporan Survei Geofisika Terpadu Daerah Panas Bumi Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Tim Survei Terpadu. (2010). Laporan Survei Panas Bumi Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

. Gambar 1. Peta indeks lokasi survei Gambar 2. Peta geologi daerah panas bumi Lainea (Nur Hadi, M., dkk, 2010)

Gambar 3. Peta sebaran titik ukur MT daerah panas bumi Lainea Gambar 4. Pola umum kurva hasil pengukuran MT di daerah panas bumi Lainea

BUKU 1 : BIDANG ENERGI Gambar 5. Peta tahanan jenis pada kedalaman 250 m, 500 m, 750 m, dan 1000 m

Gambar 6. Peta tahanan jenis pada kedalaman 1250 m, 1500 m, dan 2000 m

Gambar 7. Model tahanan jenis lintasan 2 dan lintasan 4 Gambar 8. Peta kompilasi geosain daerah panas bumi Lainea