BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mukosa, albumin, polipeptida dan oligopeptida yang berperan dalam kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 90% yaitu kelenjar parotis memproduksi sekresi cairan serosa, kelenjar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB 5 HASIL PENELITIAN

PENGARUH VISKOSITAS SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN PLAK GIGI PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut serta memperindah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pengambilan sampel

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB I PENDAHULUAN. saliva mayor dan minor. Saliva diproduksi dalam sehari sekitar 1 2 liter,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang menggalakkan pemakaian bahan alami sebagai bahan obat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih bervariasi. Peristiwa ini dapat dilihat dengan konsumsi pada makanan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peran penting dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut (Harty and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. minuman yang sehat bagi tubuh untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. 1

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 mahasiswa FKG UI semester VII tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bayyin Bunayya Cholid*, Oedijani Santoso**, Yayun Siti Rochmah***

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

PENGARUH KONSUMSI COKELAT DAN KEJU TERHADAP KONSENTRASI KALSIUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tentang perbedaan derajat keasaman ph saliva antara sebelum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut dengan asupan nutrisi (Iacopino, 2008). Diet yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008),

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

PERUBAHAN ph SALIVA SETELAH MENGKONSUMSI MINUMAN ISOTONIK DAN MINUMAN PRODUK OLAHAN SUSU PADA MAHASISWA FKG USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

Fase pembentukan gigi ETIOLOGI Streptococcus mutans,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

Nadia Fitri Hapsari*, Ade Ismail**, Oedijono Santoso***

BAB II TINJAUAN PUSATAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Retriksi Cairan dengan Mengunyah Permen Karet Xylitol)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KONSUMSI MINUMAN JERUK KEMASAN TERHADAP. PERUBAHAN ph SALIVA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diekskresikan ke dalam rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saliva Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga mulut. 1 Saliva merupakan hasil sekresi dari beberapa kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva mayor yang meliputi kelenjar parotid, submandibular, dan sublingual, sedangkan sisa 7% lainnya disekresikan oleh kelenjar saliva minor yang terdiri dari kelenjar bukal, labial, palatinal, glossopalatinal, dan lingual. 2,3 Kelenjar-kelenjar minor ini menunjukkan aktivitas sekretori lambat yang berkelanjutan, dan juga mempunyai peranan yang penting dalam melindungi dan melembabkan mukosa oral, terutama pada waktu malam hari ketika kebanyakan kelenjar-kelenjar saliva mayor bersifat inaktif. 1

2.1.1 Derajat Keasaman Gambar (ph) 1. Gambaran Saliva anatomi sekresi kelenjar saliva minor 3 Susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit dalam saliva menentukan ph dan kapasitas buffer saliva. ph saliva normal berkisar antara 6,7-7,3. 21 ph saliva tergantung pada perbandingan asam dan konjugasi basanya. 4 2.1.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi ph saliva Derajat keasaman (ph) dan kapasitas buffer saliva dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang disebabkan oleh irama cyrcadian, diet dan rangsangan terhadap kecepatan sekresi saliva. 4 a. Irama cyrcadian Irama cyrcadian mempengaruhi ph dan kapasitas buffer saliva. Pada keadaan istirahat atau segera setelah bangun, ph saliva meningkat dan kemudian turun kembali dengan cepat. Pada seperempat jam setelah makan (stimulasi mekanik), ph saliva juga tinggi dan turun kembali dalam waktu 30-60 menit kemudian. ph saliva agak meningkat sampai malam, dan setelah itu turun kembali. b. Diet Diet juga mempengaruhi kapasitas buffer saliva. Diet kaya karbohidrat dapat menurunkan kapasitas buffer saliva, sedangkan diet kaya serat dan diet kaya protein mempunyai efek meningkatkan buffer saliva. Diet kaya karbohidrat meningkatkan metabolisme produksi asam oleh bakteri-bakteri mulut, sedangkan protein sebagai sumber makanan bakteri, meningkatkan sekresi zat-zat basa seperti amonia.

2.1.1.2 Sistem buffer di dalam saliva Derajat keasaman dan kapasitas buffer diperkirakan disebabkan oleh susunan bikarbonat, yang meningkat sesuai dengan kecepatan sekresi. Hal ini dapat diartikan bahwa ph dan kapasitas buffer saliva meningkat sesuai dengan kenaikan laju kecepatan sekresi saliva. Bagian-bagian saliva lainnya, seperti fosfat (terutama HPO 2-4 ) dan protein, hanya merupakan tambahan sekunder pada kapasitas buffer. Ureum pada saliva dapat digunakan oleh mikroorganisme pada rongga mulut dan menghasilkan pembentukan amonia. Amonia tersebut akan menetralkan hasil akhir asam metabolisme bakteri, sehingga ph menjadi lebih tinggi. 4 2.1.1.3 Derajat keasaman saliva pada keadaan istirahat ph saliva total yang tidak dirangsang biasanya bersifat asam, bervariasi dari 6,4 sampai 6,9. Konsentrasi bikarbonat pada saliva istirahat bersifat rendah, sehingga suplai bikarbonat kepada kapasitas buffer saliva paling tinggi hanya mencapai 50%, sedangkan pada saliva yang dirangsang dapat menyuplai sampai 85%. 4 2.1.1.4 Derajat keasaman saliva setelah stimulasi Kecepatan sekresi saliva mempengaruhi derajat keasaman dalam saliva, dan juga berpengaruh pada proses demineralisasi gigi. Hal ini dapat ditemukan pada beberapa penyakit dengan gangguan sekresi saliva. Keadaan psikologis juga menyebabkan penurunan ph saliva akibat penurunan kecepatan sekresi saliva. 4

2.2 Metode Pengumpulan Saliva Berdasarkan petunjuk pengumpulan saliva yang dikeluarkan oleh Universitas California Selatan, sebelum mengumpulkan saliva menyeluruh yang tidak distimulasi. Pasien diinstruksikan untuk menghindari asupan makanan dan minuman (kecuali air) satu jam sebelum dilakukannya pengumpulan saliva. Merokok, mengunyah permen karet, meminum kopi tidak diperbolehkan dalam jangka waktu tersebut. Subjek diminta untuk berkumur beberapa kali dengan air distilasi dan harus tenang. Kepala harus sedikit condong ke depan dan mulut harus tetap terbuka dan biarkan saliva mengalir pada wadah yang telah disediakan. Pada akhir pengumpulan saliva, sisa saliva pada mulut harus diludahkan ke wadah percobaan. 22 Pemilihan metode yang akan digunakan tergantung pada peneliti dan umur dari partisipan. Beberapa metode pengumpulan saliva yang biasanya digunakan adalah passive drool, spitting, suction dan absorbent. 22,23,24 Namun, pada penelitian ini metode pengumpulan saliva yang digunakan adalah metode passive drool. a. Passive Drool Metode ini adalah metode yang paling efektif dan sering digunakan untuk mengumpulkan saliva dengan mengeluarkan saliva secara pasif ke dalam wadah kecil. Passive drool sangat direkomendasikan karena metode ini telah diterima oleh banyak peneliti, tidak seperti metode absorben, yang kadang-kadang dapat menyebabkan gangguan pada pengujian imunitas. Metode ini prinsipnya sama dengan metode draining.

Gambar 2. Gambar metode passive drool 22 b. Metode Spitting Pada metode ini, saliva dikumpulkan di dasar mulut dan kemudian subjek meludahkannya ke dalam test tube setiap 60 detik. Untuk pengumpulan ph saliva yang distimulasi, pasien diinstruksikan untuk mengunyah paraffin wax atau chewing gum. c. Metode Suction dan Absorbent Saliva diaspirasi secara terus-menerus dari dasar mulut ke dalam test tube dengan saliva ejector atau dengan aspirator. Selain itu, terdapat juga metode absorbent dimana saliva dikumpulkan dengan swab, cotton roll, atau gauze sponge, kemudian diletakkan dalam tabung dan diputar dengan gerakan sentrifugal. 2.3 Demineralisasi dan Remineralisasi Gigi Demineralisasi merupakan keadaan hilangnya ion kalsium, fosfat dan hidroksil dari kristal hidroksiapatit, dimana disolusi hidroksiapatit dapat terjadi pada

ph di bawah 5,5 (ph kritis). 25 Namun, ph kritis berbeda pada masing-masing individu, dimana pada keadaan saliva dengan konsentrasi kalsium dan fosfat rendah, ph kritis berada pada nilai sekitar 6,5, sedangkan pada saliva dengan keadaan Ca 2+ dan PO 4 3- tinggi, ph kritis berada antara nilai 5,5. 26 Demineralisasi dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah bakteri (Streptococcus mutans) 27, komposisi dan aliran saliva, aksi buffer saliva, diet, struktur gigi, pengaruh obat-obatan 25 dan kekasaran permukaan gigi. 28 Terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya peningkatan kelarutan enamel dalam ph asam yaitu pada keadaan asam, ion H + menghilangkan ion OH - untuk membentuk air dan juga semakin rendah ph, maka semakin rendah konsentrasi PO 3-4. 26 Dalam saliva terdapat kesetimbangan kimia antara mineral padat dan larut yaitu sebagai berikut: Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 (Solid) 10 Ca 2+ + 6PO 4 3- + 2OH - (Solution). 26,27 Demineralisasi dapat terjadi pada keadaan dimana Ionic product (Ip) < solubility product (Ksp) dan sebaliknya remineralisasi terjadi pada keadaan Ip>Ksp. Karena pada ph yang rendah, maka semakin banyak kalsium yang dilepaskan dari struktur permukaan gigi. 27,29 Demineralisasi pada gigi terus berlangsung sampai terdapat kesetimbangan, dimana Ip=Ksp. 26 Salah satu minuman yang dapat menyebabkan terjadinya demineralisasi enamel adalah minuman isotonik (sports drink) dan minuman energi, hal ini disebabkan karena pengaruh asam di dalam minuman tersebut. 10 Remineralisasi merupakan proses alami dimana mineral inorganik dalam saliva terakumulasi pada daerah yang mengalami disolusi enamel dan menggantikan

mineral yang hilang dari gigi. 27 Salah satu faktor yang penting dalam remineralisasi enamel gigi adalah aliran saliva. 25 Selain itu, pada saliva normal kandungan ion kalsium dan fosfat membantu mencegah terjadinya disolusi kristal hidroksiapatit. Pada proses remineralisasi, mineral dari makanan dan saliva yang larut dalam asam karbonat, terakumulasi pada daerah enamel yang rusak karena asam. Remineralisasi menggantikan kehilangan ion kalsium, fosfat, dan fluor menjadi kristal fluorapatit. 30 Remineralisasi terjadi ketika ph, ion Ca dan P meningkat dalam saliva dan juga disertai dengan kandungan fluor yang membentuk kristal fluorapatit. 31 Fluorapatit mengalami demineralisasi pada ph di bawah 4,5, sehingga hal ini mengakibatkan fluorapatit bersifat lebih resisten terhadap terjadinya proses demineralisasi daripada hidroksiapatit. 32 Salah satu minuman yang dapat meremineralisasi enamel gigi adalah susu, hal ini disebabkan karena adanya kandungan kalsium dan protein lainnya yang dapat membentuk kalsium fosfat pada enamel yang mengalami demineralisasi. 19 Gambar 3. Proses terjadinya demineralisasi dan remineralisasi pada enamel gigi 25

2.4 Minuman Isotonik 2.4.1 Komposisi Minuman Isotonik Dalam minuman isotonik terdapat beberapa komposisi yaitu sebagai berikut: a. Karbohidrat Kandungan karbohidrat mayor yang banyak digunakan dalam minuman isotonik (sports drinks) adalah glukosa, fruktosa, sukrosa, dan polimer sintetik maltodekstrin, yang dikenal sebagai polimer glukosa. Komposisi dalam minuman isotonik hanya diproduksi untuk menghasilkan kombinasi karbohidrat yang mempunyai rasa enak untuk diminum. 33 Sejumlah kecil fruktosa juga ditambahkan dalam minuman isotonik untuk meningkatkan aroma minuman, dan juga untuk menyuplai bentuk karbohidrat yang bervariasi yang akan meningkatkan laju absorpsi. 34 b. Elekrolit Sejumlah kecil elektrolit, seperti sodium, potassium, dan klorida, ditambahkan ke dalam minuman isotonik (sports drink) untuk meningkatkan rasa, dan secara teoritis, untuk mempertahankan cairan atau keseimbangan elektrolit di dalam tubuh. 33 Kandungan sodium merangsang absorpsi karbohidrat dan air dalam usus kecil, sehingga menstimulasi reseptor rasa haus untuk menggantikan kehilangan cairan. 34 Konsentrasi fluoride, fosfat dan kalsium dalam minuman isotonik rendah, sehingga kandungan elekrolit dalam minuman isotonik tidak dapat mencegah proses demineralisasi ataupun menghasilkan efek remineralisasi. 35 c. Kandungan lain

Beberapa minuman seperti minuman isotonik menambahkan zat perasa, vitamin, mineral, protein dan bahan herbal lainnya. 34 2.4.2 Pengaruh Minuman Isotonik dan Minuman Ringan Terhadap ph Rongga Mulut Minuman isotonik (sports drink) dan minuman ringan lainnya mempunyai pengaruh terhadap keadaan rongga mulut. Minuman karbonat (soft drink), laktat, dan minuman isotonik mempunyai tingkat keasaman yang hampir sama. ph minuman ringan, termasuk di dalamnya minuman isotonik, berada antara rentang nilai ph 2,6-4,1. Hal ini dapat diartikan bahwa ph minuman ringan berada di bawah batas ph kritis. 9 Penelitian menunjukkan bahwa nilai ph 5,5 merupakan ph kritis yang menyebabkan enamel mengalami proses demineralisasi. 9 Selain itu, kandungan mineral kalsium hidroksiapatit juga akan melarut pada ph tersebut 26,36 Penelitian membuktikan bahwa minuman isotonik dapat menyebabkan terjadinya erosi gigi. 12 Beberapa penelitian lainnya juga membuktikan bahwa minuman isotonik (sports drink) dan minuman energi bersifat lebih erosif daripada minuman soda karena pengaruh asam di dalam minuman tersebut. 10 Kebanyakan minuman ringan, termasuk minuman isotonik, mengandung beberapa jenis asam, seperti phosphoric acid, asam sitrat, malic acid dan tartaric acid. 11 Minuman sari buah dibuat dari konsentrat buah dan juga mengandung derivat asam-asam organik dari buah, seperti asam sitrat pada jeruk, tartaric acid pada anggur dan malic acid pada apel. Penambahan vitamin C atau asam askorbat juga mengkonstribusikan keasaman minuman ringan. 37 Penelitian lainnya menunjukkan bahwa minuman sari buah dan minuman berkarbonasi

mempunyai peningkatan kapasitas buffer yang menyebabkan ph mulut menurun secara berkepanjangan. 13 Hal ini disebabkan karena semakin besar kapasitas buffer sebuah minuman atau makanan, maka semakin lama pula waktu yang diperlukan saliva untuk menetralisir asam tersebut. Kapasitas buffer yang tinggi dari sebuah minuman akan meningkatkan proses disolusi, karena lebih banyak ion dari mineral gigi yang dibutuhkan untuk membuat asam menjadi inaktif pada proses demineralisasi lanjutan. 15 2.5 Minuman Susu 2.5.1 Komposisi Minuman Susu Dalam susu terdapat beberapa komposisi di antaranya adalah kandungan air, karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan enzim. 38 a. Air. Kandungan air dalam susu berjumlah sekitar 87%. Kandungan ini dalam susu mempunyai peranan penting dalam metabolisme tubuh. b. Karbohidrat. Kandungan karbohidrat dalam susu berjumlah 4,9% dalam bentuk laktosa. Laktosa merupakan golongan disakarida yang berasal dari glukosa dan galaktosa. c. Lemak. Dalam susu juga terdapat komposisi lemak yaitu sekitar 3,4%. Kandungan asam lemak dalam lemak susu dibagi menjadi 65% saturated, 29% monounsaturated, dan 6% polyunsaturated. d. Protein. Susu mempunyai sekitar 3,3% kandungan protein yang terdiri dari 82% casein dan 18% protein serum. Susu mengandung semua jenis asam amino esensial.

e. Vitamin. Dalam susu terdapat beberapa kandungan vitamin seperti vitamin A, thiamin, riboflavin, niacin, asam pantotenat, pyridoxine, cobalamin, vitamin C, D, E, K dan folate. f. Mineral. Susu mempunyai banyak kandungan mineral yaitu kalsium, copper, iron, magnesium, manganese, phosphorus, potassium, selenium, sodium dan zinc. g. Minor Biological Protein dan Enzymes. Protein-protein minor dan enzim juga ditemukan di dalam susu, seperti laktoferin dan laktoperoksidase. 2.5.2 Pengaruh Minuman Susu Terhadap ph Rongga Mulut Minuman produk olahan susu dapat mempengaruhi keadaan ph dalam rongga mulut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa susu maupun produk olahan susu mempunyai manfaat untuk meremineralisasi gigi, mencegah perlekatan bakteri pada gigi, dan juga menghambat pembentukan biofilm bakteri. 19 Susu mengandung kalsium fosfat dan casein yang melindungi gigi dari terjadinya proses demineralisasi. 39 Selain itu casein juga berperan dalam mencegah perlekatan bakteri penyebab karies pada permukaan gigi. Di samping itu, susu juga mengandung protein enzim, seperti laktoferin, lisozim, dan zat antibodi lainnya yang menjaga kesehatan rongga mulut karena adanya interaksi dengan bakteri kariogenik dalam mulut. Susu juga mempunyai fungsi yang hampir sama dengan saliva yaitu sebagai bahan lubrikasi dalam rongga mulut. 19 Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa peningkatan riboflavin dan asupan kalsium dari susu memberikan pengaruh dalam mengurangi resiko gingivitis. 40 Kandungan laktosa dalam susu dapat menyebabkan terjadinya penurunan ph, karena laktosa merupakan gula yang dapat difermentasi

oleh bakteri dalam mulut. Hal ini dapat terlihat pada anak yang mengkonsumsi susu pada malam hari sebelum tidur. 19 Selain itu, penelitian lain juga membuktikan bahwa setelah mengkonsumsi beberapa produk olahan susu, rata-rata ph saliva mengalami penurunan menjadi 5,46 pada susu sapi segar dan 5,30 susu kental manis. 20 Namun, hal ini tidak menyebabkan terjadinya demineralisasi enamel gigi, karena penelitian menunjukkan bahwa susu mempunyai kemampuan untuk meremineralisasi enamel gigi yang telah mengalami demineralisasi. 41