BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

4 Pembahasan Degumming

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh: Nufi Dini Masfufah Ajeng Nina Rizqi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh : Wahyu Jayanto Dosen Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi di dunia khususnya dari bahan bakar fosil yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI BEBERAPA HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL. Oleh: Ary Widiyanto dan Mohamad Siarudin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI ALPUKAT DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED)

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan

Oleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF)

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

OPTIMASI TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MENGGUNAKAN CAMPURAN MINYAK KELAPA SAWIT DAN MINYAK JARAK DENGAN TEKNIK ULTRASONIK PADA FREKUENSI 28 khz

EKA DIAN SARI / FTI / TK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang, Semarang 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

c. Kenaikan suhu akan meningkatkan konversi reaksi. Untuk reaksi transesterifikasi dengan RD. Untuk percobaan dengan bahan baku minyak sawit yang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L) DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS KI/H-ZA BERBASIS ZEOLIT ALAM

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH STIR WASHING

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan berbagai negara di dunia pada saat ini. Beberapa tahun ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah produksi, konsumsi dan impor bahan bakar minyak di Indonesia [1]

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak awal Januari 2009 ini Pertamina semakin memperluas jaringan SPBU yang

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

BAB I PENDAHULUAN. Sintesis Biodiesel (Metil Ester) Dari Minyak Biji Ketapang (Terminalia Catappa L)

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak ditemukan sumber cadangan baru, nilai tersebut akan habis dikonsumsi hanya dalam waktu 53,3 tahun [1]. Meskipun demikian, sampai akhir tahun 2012, minyak bumi masih menjadi bahan bakar yang paling dominan digunakan. Berdasarkan data yang dihimpun oleh International Energy Agency (IEA), pada tahun tersebut, sebanyak 40,7% konsumsi bahan bakar dunia berasal dari minyak bumi [2]. Jumlah konsumsi ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita dunia [3]. Berkaitan dengan kondisi tersebut, kebutuhan untuk mencari sumber bahan bakar alternatif sebagai pengganti atau pencampur produk turunan minyak bumi sangat diperlukan. Minyak diesel atau yang disebut minyak solar merupakan salah satu produk turunan minyak bumi yang banyak dikonsumsi. Pada tahun 2012, sebesar 37% dari produk turunan minyak bumi yang dikonsumsi di Indonesia berjenis minyak diesel. Keadaan ini menempatkan minyak diesel sebagai bahan bakar minyak (BBM) kedua paling banyak dikonsumsi selain bensin (50%), avtur (7%), minyak tanah (4%), dan minyak bakar (2%) [4]. Sama dengan minyak bumi, minyak diesel termasuk bahan bakar yang tidak dapat diperbarui. Oleh karena itu, usaha untuk mengganti atau mencampur minyak diesel dengan bahan bakar alternatif lain terus dilakukan. Sampai saat ini, kandidat bahan bakar alternatif yang dianggap paling mampu untuk melakukan hal tersebut adalah biodiesel [5-7]. Biodiesel pada dasarnya merupakan kumpulan senyawa fatty acid alkyl ester (FAAE). Namun, karena FAAE memiliki karakteristik fisika dan kimia yang mirip 1

2 dengan minyak diesel, FAAE lebih populer disebut biodiesel. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati atau lemak hewan. Kelebihan utama dari biodiesel adalah bersifat terbarukan. Biodiesel juga bersifat biodegradable dan tidak beracun. Banyak studi menunjukkan bahwa pencampuran antara minyak diesel dan biodiesel pada komposisi tertentu mampu menurunkan kadar emisi gas CO, particulate matter, dan hidrokarbon disertai dengan sedikit meningkatnya gas NO x [5,8-10]. Sifat lubrikasi biodiesel yang lebih baik dibandingkan dengan minyak diesel juga mampu memperpanjang usia pakai mesin diesel [6]. Biodiesel dapat diperoleh melalui berbagai macam metode, antara lain pirolisis, cracking, mikroemulsi, dan transesterifikasi. Dari keempat metode tersebut, transesterifikasi adalah metode yang paling banyak digunakan di industri karena hasil biodiesel yang layak konsumsi dapat dicapai dengan proses produksi yang relatif sederhana dan murah [5,6]. Secara umum, transesterifikasi adalah proses pemutusan rantai trigliserida oleh alkohol rantai pendek dengan keberadaan katalis. Trigliserida merupakan senyawa yang terkandung di dalam minyak nabati atau lemak hewan. Dalam proses tersebut, trigliserida dan sebagian alkohol rantai pendek dikonversi menjadi biodiesel dan gliserol. Di banyak industri, transesterifikasi dengan katalis basa kuat lebih dipilih karena proses konversi trigliserida menjadi biodiesel berlangsung lebih cepat jika dibandingkan dengan menggunakan katalis lain. Upaya menurunkan biaya bahan baku merupakan salah satu tantangan besar bagi banyak industri biodiesel yang menerapkan proses transesterifikasi. Umumnya, sebesar 75% dari total biaya produksi digunakan untuk membeli bahan baku [6]. Mahalnya biaya ini disebabkan oleh penggunaan bahan baku yang dapat dikonsumsi (edible), seperti minyak sawit, minyak kanola, minyak biji bunga matahari, dan minyak kedelai. Selain berakibat pada mahalnya biaya bahan baku, penggunaan bahan baku edible juga mendapat perhatian serius karena harus bersaing dengan industri makanan [11,12]. Oleh karena itu, penggunaan bahan baku yang tidak dapat dikonsumsi (non-edible) diharapkan mampu untuk mengatasi masalah tersebut.

3 Beberapa bahan baku non-edible yang dapat dipilih antara lain minyak jarak pagar (Jatropha curcas), minyak jarak (Ricinus communis), minyak nyamplung (Calophyllum inophyllum), dan minyak mahua (Madhuca indica). Di antara bahan baku tersebut, minyak nyamplung merupakan salah satu bahan baku non-edible yang berpotensi untuk digunakan. Nyamplung (Calophyllum inophyllum) merupakan tanaman kayu yang hidup di iklim tropis dan subtropis dengan tinggi 8 hingga 20 m. Nyamplung berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel yang non-edible karena bijinya memiliki kandungan minyak yang tinggi, yaitu sekitar 25 sampai dengan 60% [13]. Jika dihitung dengan rerata kandungan minyak 30%, maka satu hektar pohon nyamplung dengan jarak tanam 5x5 m dapat menghasilkan sekitar 4800 kg minyak nyamplung dalam waktu satu tahun [13]. Secara alami, minyak nyamplung memiliki kadar asam lemak bebas (free fatty acid/ffa) yang tinggi. Tingginya kadar FFA ini memicu terjadinya proses saponifikasi saat transesterifikasi dilakukan dengan katalis basa. Sebagai solusi, proses esterifikasi dengan katalis asam perlu dilakukan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar FFA menjadi kurang dari 2% atau setara dengan bilangan asam kurang dari 4 mg KOH/g [10]. Setelah kadar FFA turun, proses transesterifikasi dapat dilakukan. Saat proses transesterifikasi dilakukan, terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas biodiesel yang dihasilkan. Beberapa variabel tersebut antara lain perbandingan molar metanol terhadap minyak, konsentrasi katalis, suhu reaksi, dan waktu reaksi. Optimasi variabel-variabel pada proses transesterifikasi perlu diteliti agar minyak nyamplung dapat dikonversi menjadi biodiesel dengan yield tinggi dan kadar FFA rendah.

4 I.2. Perumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berapa nilai perbandingan molar metanol terhadap minyak yang diperlukan agar proses transesterifikasi menghasilkan biodiesel dengan yield tinggi dan kadar FFA rendah? 2. Berapa nilai konsentrasi katalis yang diperlukan agar proses transesterifikasi menghasilkan biodiesel dengan yield tinggi dan kadar FFA rendah? 3. Berapa suhu reaksi yang diperlukan agar proses transesterifikasi menghasilkan biodiesel dengan yield tinggi dan kadar FFA rendah? 4. Berapa waktu reaksi yang diperlukan agar proses transesterifikasi menghasilkan biodiesel dengan yield tinggi dan kadar FFA rendah? Agar objek pengamatan tidak meluas, penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal berikut: 1. Konversi minyak nyamplung menjadi biodiesel dilakukan dengan sistem batch. 2. Konversi minyak nyamplung menjadi biodiesel dilakukan pada skala laboratorium. 3. Kajian terhadap aspek ekonomi dan safety tidak dilakukan. I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Melakukan konversi minyak nyamplung menjadi biodiesel melalui reaksi dua tahap. Tahap pertama adalah proses esterifikasi dengan katalis asam klorida (HCl). Tahap kedua adalah proses transesterifikasi dengan katalis natrium hidroksida (NaOH).

5 2. Mendapatkan kondisi optimum pada proses transesterifikasi dengan cara memvariasikan beberapa variabel, yaitu perbandingan molar metanol terhadap minyak, konsentrasi katalis, suhu reaksi, dan waktu reaksi. Kondisi optimum yang dimaksud adalah kondisi saat proses transesterifikasi menghasilkan biodiesel dengan yield tinggi dan kadar FFA rendah. I.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membuka pengetahuan baru mengenai kondisi optimum pada proses konversi minyak nyamplung menjadi biodiesel melalui reaksi dua tahap dengan katalis HCl dan NaOH. 2. Menjadi referensi bagi para peneliti di bidang akademik dan bagi para pelaku usaha di bidang industri biodiesel. 3. Menjadi sarana penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di bangku kuliah.