BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

dokumen-dokumen yang mirip
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang krusial. Oleh karena itu, menjadi negara maju adalah impian

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

TENAGA KERJA ASING (TKA) DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) : PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI SDM INDONESIA?

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. *

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), atau ASEAN Economic Community (AEC),

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

Adapun...

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir tahun 2015, ASEAN Economic Community (AEC) atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang dapat distandardisasi secara internasional di setiap negara.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi.

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU

Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN Economic Community 2015 Rabu, 04 Juni 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economy Community)

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger,

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

TANTANGAN PUSTAKAWAN INDONESIA MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN. Sri Suharmini Wahyuningsih 1 Abstrak

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

50 Tahun ASEAN, Menuju Episentrum Pertumbuhan Ekonomi Dunia Jumat, 11 Agustus 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

I.PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar dalam perekonomian nasional Indonesia. 1 Dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

CAKRAWALA HUKUM Oleh: Redaksi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA

PEMBERDAYAAN KONSUMEN DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASIA: TANTANGAN DAN PELUANG. Ganef Judawati - Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA PEMBUKAAN THE FIRST IORA BUSINESS SUMMIT 2017 JAKARTA, 6 MARET 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi

PEDOMAN PELAKSANAAN PASAL 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN. Peranan negara dalam kegiatan ekonomi dapat diwujudkan dengan

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Pedoman Pasal 50 huruf d Tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan

Presiden Jokowi: 2016 sebagai Tahun Percepatan Pembangunan Nasional Selasa, 16 Agustus 2016

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era Globalisasi saat ini pelaku usaha dituntut untuk lebih kreatif dan

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JURNAL ILMU EKONOMI & SOSIAL, VOL.VIII, NO. 2, OKTOBER 2017; p-issn: e-issn: SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA?

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi

UNDANG-UNDANG KEINSINYURAN: Harapan Baru Tingkatkan Profesionalisme Insinyur Oleh: Wiwin Sri Rahyani*

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

Sulit Berantas Kartel, KPPU Butuh Apa Lagi? Oleh: M. Nurfaik *

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

Transkripsi:

22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dalam bahasa Inggris disebut ASEAN Economic Community (AEC) terbentuk berlandaskan tujuan dari ASEAN sebagai organisasi geopolitik dan ekonomi yakni meningkatkan ekonomi negaranegara anggota ASEAN, mempercepat kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, meningkatkan kerjasama demi kepentingan bersama anggotanya terutama dalam bidang ekonomi, serta untuk memajukan perdamaian di tingkat regionalnya. Diawali dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Kuala Lumpur pada Desember 1997, para petinggi ASEAN setuju untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil dan mengurangi kemiskinan serta kesenjangan sosial ekonomi ( ASEAN Vision 2020). Berdasarkan kesepakatan tersebut diadakanlah KTT di Bali pada Oktober 2003 yang menghasilkan Bali Concord II di mana para petinggi ASEAN menyatakan bahwa MEA akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020.

23 Selain itu, Komunitas Keamanan ASEAN dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN juga merupakan dua pilar yang tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN 2020. Pada bulan Agustus 2006, Menteri Ekonomi ASEAN mengadakan pertemuan di Kuala Lumpur, Malaysia yang menghasilkan kesepakatan bahwa MEA akan dipercepat yakni pada tahun 2015. Hal ini diperkuat dengan kesepakatan para Menteri Ekonomi ASEAN untuk mengembangkan ASEAN Economic Community Blueprint 1 yang sesuai dengan tujuan ASEAN yang tercantum pada pasal 1 ayat 5 dan pasal 1 ayat 10 Piagam ASEAN. 2 Kemudian ditegaskan kembali oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN ke 12, bulan Januari 2007, di mana Komunitas ASEAN 2015 dipercepat penerapannya seperti yang telah dibicarakan pada ASEAN Vision 2020 dan ASEAN Concord II serta penandatanganan Cebu Declaration on the Acceleration of The Establishment of an ASEAN Community by 2015 yang di dalamnya berisi pernyataan bahwa kesepuluh Negara ASEAN setuju atas dipercepatnya pembentukan Komunitas ASEAN demi membentuk ASEAN menjadi kawasan dengan aliran bebas barang, aliran bebas jasa, aliran bebas investasi, aliran bebas tenaga kerja terampil, dan aliran bebas modal. 1 ASEAN Economic Community Blueprint, introduction, h.5 2 Pasal 1 ayat 5 Piagam ASEAN bertuliskan : menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitasi yang efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan pelaku usaha, pekerja profesional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yanglebih bebas. Dilengkapi dengan pasal 1 ayat 10 Piagam ASEAN yang bertuliskan : mengembangkan sumber daya manusia melalui kerja sama yang lebih erat di bidang pendidikan dan pemelajaran sepanjang hayat, serta di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk pemberdayaan rakyat ASEAN dan penguatan Komunitas ASEAN.

24 KTT ASEAN ke 27 yang telah dilaksanakan pada tanggal 21 November 2015 sampai dengan tanggal 22 November 2015 di Kuala Lumpur, Malaysia dilaksanakan dalam rangka penegasan perihal peresmian ASEAN menjadi MEA pertanggal 31 Desember 2015. Dalam kesempatan tersebut Presiden Indonesia Joko Widodo turut hadir dan mengedepankan isu tentang aspek pentingnya persatuan dan sentralitas ASEAN serta pentingnya visi masyarakat ASEAN setelah 2025. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa ASEAN perlu meningkatkan kerja sama intelijen dan melakukan kerja sama dalam memperkuat peraturan hukum mengingat tahun 2015 merupakan tahun penting bagi ASEAN di mana MEA mulai dijalankan. Presiden juga mengatakan agar kebersamaan dan kerjasama harus ditonjolkan di mana tanpa kesatuan dan sentralitas ASEAN, kawasan ini akan menjadi perebutan pengaruh kekuatan besar dan ASEAN harus mampu menghadirkan perdamaian dan kestabilan kawasan. 3 Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Perdagangan Donna Gultom mengungkapkan bahwa pertemuan pada tanggal 21 November 2015 tersebut dilaksanakan demi menuntaskan berbagai dokumen yang akan ditanda tangani dan disahkan oleh para Menteri Ekonomi ASEAN atau Kepala Negara ASEAN sedangkan pertemuan pada tanggal 22 November 2015 dilaksanakan dalam rangka pertemuan antara Kepala Negara ASEAN dengan beberapa mitranya antara lain adalah RRT, Jepang, Korea, India, Selandia Baru, Amerika Serikat, Mitra East Asia 3 Liputan6, 2015, Jokowi: Perlu Tingkatkan Kerja Sama Intelijen Perangi Terorisme, diakses pada 11 Januari 2016, http://news.liputan6.com/read/2371491/jokowi-perlu-tingkatkan-kerja-sama-intelijenperangi-terorisme

25 (ASEAN, RRT, Jepang, Korea, India, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Rusia), serta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 4 2.1.2. Karakteristik Masyarakat Ekonomi ASEAN Berdasarkan ASEAN Economic Community Blueprint, MEA memiliki beberapa karakteristik diantaranya adalah : 5 a. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi; b. ASEAN sebagai kawasan yang berdaya saing tinggi; c. ASEAN sebagai kawasan dengan pembangunan ekonomi yang adil; dan d. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global. Keempat karakteristik ini saling berkaitan dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi kemudian dibagi lagi menjadi lima unsur inti yakni (i) aliran bebas untuk barang; (ii) aliran bebas untuk jasa; (iii) aliran bebas untuk investasi; (iv) aliran bebas untuk modal; dan (v) aliran bebas untuk pekerja terampil. Sektor integrasi dan makanan serta pertanian dan kehutanan juga merupakan dua komponen penting dalam pelaksanaan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi. Selain itu, untuk mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang berdaya saing tinggi, MEA harus memiliki kebijakan tentang persaingan usaha, yang bertujuan 4 Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Pusat Hubungan Masyarakat), 2015, KTT ASEAN Deklarasikan Masyarakat ASEAN, diakses pada 11 Januari 2016, www.kemendag.go.id 5 ASEAN Economic Community Blueprint, h.6

26 untuk membiasakan para pelaku usaha melakukan persaingan usaha secara adil. Tidak hanya pelaku usaha saja yang mendapatkan perhatian lebih namun terhadap konsumen pun ASEAN tidak dapat menutup mata bahwa dalam pembangunan kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global ini menjadikan konsumen memiliki peranan penting sehingga pengaturan tentang perlindungan konsumen harus ditegakkan. Dalam hal kekayaan intelektual, kebijakan yang dapat diberikan sehubungan dengan membentuk ASEAN menjadi kawasan berdaya saing tinggi antara lain adalah terhadap (a) tradisi, krea tifitas dalam bentuk seni, serta daya jualnya; (b) kegiatan mengadopsi dan mengadaptasi teknologi-teknologi maju; dan (c) proses pembelajaran yang melampaui batas ekspektasi. Kemudian, ASEAN harus memberi perhatian khusus terhadap pembangunan infrastuktur, dapat diambil contoh dalam hal transportasi, bahwa untuk mendukung ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, transportasi ASEAN untuk menghubungkan antara ASEAN dengan negara-negara tetangganya termasuk hal kritis yang harus mendapatkan perhatian khusus. Termasuk juga dalam hal perpajakan dan transaksi online. 6 Demi mewujudkan ASEAN sebagai kawasan dengan pembangunan ekonomi yang adil, secara langsung mengharuskan setiap bidang usaha untuk mendapatkan bagian dalam MEA. Secara garis besar MEA mendukung adanya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di mana UMKM memiliki jalur yang sama dalam bidang keuangan dan tantangan untuk meliberalisasi ekonomi perdagangan. Dalam menyambut MEA, dukungan yang diberikan terhadap UMKM tertulis di dalam 6 ibid, h. 23

27 Asean Economic Community Blueprint, antara lain adalah (i) mempercepat pembangunan dan pengembangan UMKM serta mengoptimalkan keberagaman negara-negara ASEAN; (ii) memperkuat UMKM dalam menghadapi makro ekonomi finansial dalam lingkungan perdagangan liberal; dan (iii) meningkatkan peranan UMKM dalam pengembangan negara ASEAN sebagai sebuah wilayah. Karakteristik ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global menunjukkan bahwa ASEAN akan beroperasi dalam lingkungan yang semakin global dengan pasar bersangkutan dan industri yang mengglobal. Untuk menjadikan ASEAN agar dapat bersaing secara internasional serta memiliki pasokan global yang dinamis dan kuat sehingga dapat menarik investasi asing, sangat penting bagi ASEAN untuk melihat melampaui batas MEA, di mana dalam pengembangan aturanaturan dan kebijakan terkait MEA harus semakin diperhitungkan. 2.2. Pengaturan Kebijakan Persaingan Usaha di ASEAN Tanpa adanya hukum yang mengatur, tidaklah mungkin untuk melakukan suatu kegiatan baik nasional ataupun internasional dengan baik dan teratur. Pada hakekatnya, dalam menyambut MEA, kebijakan persaingan usaha yang diberlakukan secara umum sangat penting demi tercapainya tujuan MEA itu sendiri. ASEAN di era MEA ini belum memiliki kebijakan persaingan usaha yang harmonis maupun lembaga persaingan usaha untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha antar anggota ASEAN, meskipun disadari bahwa kebijakan persaingan usaha sangatlah penting dalam kegiatan persaingan usaha. Di Indonesia sendiri, pada pasal 3 Undang

28 Undang No. 5 Tahun 1999 dijabarkan tujuan dibentuknya kebijakan persaingan usaha, yang tidak sekedar menjamin adanya kesejahteraan konsumen tetapi juga menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, hal ini lah yang menjadi pembeda undang-undang persaingan usaha di Indonesia dengan negara lain. 7 Berdasarkan tujuan utama ditetapkannya kebijakan persaingan usaha yaitu demi kepentingan umum ( public interest) dan efisiensi ekonomi ( economic efficiency), maka sangat penting bagi ASEAN untuk segera mengharmonisasikan kebijakan persaingan usaha Negara-Negara ASEAN sehingga kegiatan persaingan usaha akan berjalan dengan adil dan kompetitif. Menyadari hal tersebut, untuk sementara waktu ASEAN menerbitkan ASEAN Regional Guidelines sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan persaingan usaha dan demi menyamakan persepsi tentang aturan umum yang berupa larangan maupun himbauan untuk negara-negara anggotanya. 8 Kebijakan persaingan usaha pada dasarnya mencakup dua elemen yakni : 9 1. Terlibatnya suatu kebijakan persaingan usaha untuk mengembangkan persaingan baik dalam pasar tradisional maupun pasar nasional, seperti memperkenalkan kebijakan perdagangan yang sudah disempurnakan, menghilangkan praktik kebijakan yang bersifat membatasi, mendukung 7 Andi Fahmi Lubis dan team KPPU, 2009, Hukum Persaingan Usaha antara Teks dan Konteks, ROV Creative Media, Jakarta, h. 19 8 M.Udin Silalahi (Sekretaris dan Anggota Dewan Pakar ASEAN Competition Institute), 2015, Kolom Edukasi Persaingan Usaha di Harian Bisnis Indonesia, diakses pada 30 Januari 2016, http://aci.or.id/kolom-edukasi-persaingan-usaha-di-harian-bisnis-indonesia-edisi-agustus-2015 9 ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy, h.3

29 masuk dan keluarnya kegiatan perdagangan, mengurangi kegiatan campur tangan pemerintah dan memberikan kepercayaan besar terhadap suatu kelompok pasar. 2. Adanya peraturan kebijakan persaingan usaha, suatu undang-undang tertentu, putusan pengadilan, dan peraturan-peraturan yang secara spesifik mengatur pencegahan terhadap praktik persaingan usaha tidak sehat, dan penyalahgunaan kekuatan pasar, secara umum peraturan-peraturan tersebut berfokus pada pengendalian praktik pembatasan perdagangan (seperti perjanjian tentang persaingan usaha tidak sehat dan penyalahgunaan posisi dominan). Dalam hal ini, Negara-Negara yang belum memiliki atau mengadopsi kebijakan persaingan usaha, apabila di dalam praktik perdagangannya melakukan suatu hal yang bertentangan dengan aturan-aturan dagang umum, maka akan ditindak lanjuti sesuai dengan hukum pidana negara tersebut. Sebagai pedoman untuk Negara-Negara anggotanya, ASEAN Regional Guidelines mencantumkan tiga pokok kebijakan persaingan usaha yakni mengatur tentang: 1. Perjanjian persaingan usaha tidak sehat; 2. Penyalahgunaan posisi dominan atau monopoli; dan 3. Penggabungan yang anti persaingan. Yang dimaksud dengan perjanjian persaingan usaha tidak sehat adalah suatu perjanjian atau peraturan yang dibuat oleh antar pemilik pasar yang kemudian

30 berpengaruh negatif terhadap suatu persaingan usaha. Suatu perjanjian usaha tidak sehat biasanya terjadi secara horizontal yakni antar pemilik pasar yang menjalankan usaha pada bidang yang sama (bidang produksi, distribusi, penjualan) pada suatu rantai pasar (contohnya antara dua atau lebih produsen, antara dua atau lebih distributor, dsb.). Perjanjian persaingan usaha tidak sehat ini juga dapat terjadi secara vertikal, di mana perjanjian ini terjadi antar pemilik pasar yang menjalankan usaha pada bidang yang berbeda (contohnya antara produsen dengan distributornya). Perjanjian akan dikatakan terlarang apabila perjanjian tersebut nantinya akan menimbulkan dampak anti persaingan, diantaranya adalah menghambat persaingan usaha. Sebagai contoh, suatu kartel telah setuju untuk menetapkan harga tinggi atau menetapkan batas produksi atas setiap anggota kartel, di mana harga yang ditetapkan adalah harga tertinggi. Lembaga yang berwenang dalam hal ini wajib membuktikan bahwa hal tersebut akan berdampak negatif di mana terkadang susah untuk dibuktikan. Namun terdapat suatu pengecualian, yakni apabila suatu perjanjian tidak sehat memberikan hasil yang menguntungkan. Kebijakan persaingan usaha melarang penyalahgunaan posisi dominan. Yang dimaksud dengan posisi dominan yakni keadaan di mana pelaku usaha tidak memiliki pesaing yang berarti di pasar yang bersangkutan dalam kaitannya dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar besangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,

31 kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. 10 Pada umumnya kebijakan atau aturan tentang posisi dominan memiliki berbagai macam bentuk sesuai dengan hukum nasional negaranya. Untuk menentukan suatu posisi dominan, kebijakan persaingan usaha biasanya merujuk kepada pangsa pasar atau struktur pasar, seperti tingkat integrasi vertikal, keunggulan teknologi, sumber financial, merek dagang, dan sebagainya. 11 Kebijakan persaingan usaha dapat diberlakukan terhadap perusahaan dominan yang bersifat tunggal ataupun berkelompok. Posisi dominan pada dasarnya tidak dilarang, namun penyalahgunaan posisi dominanlah yang dilarang. Dalam kebijakan persaingan usaha, penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha. Pada umumnya, kebijakan persaingan usaha melarang dibentuknya penggabungan berupa merger, akuisisi, dan kerjasama modal yang mana penggabungan tersebut menyebabkan pembatasan persaingan usaha. Apabila dilihat dari tujuan dibentuknya kebijakan persaingan usaha, pada umumnya kebijakan persaingan usaha dibentuk untuk melindungi dan mengawasi jalannya suatu proses persaingan agar berjalan secara adil dan kompetitif. Penerapan kebijakan persaingan usaha akan memberikan aturan main dalam suatu pasar yang 10 Lihat Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat 11 Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Bussiness 2013, h. 9

32 pada khususnya melindungi proses dari jalannya suatu persaingan lebih dari pada melindungi para pelaku usaha pasar, di mana hal tersebut akan membantu dalam hal perkembangan ekonomi secara efisien, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan konsumen. Selain itu, kebijakan persaingan usaha juga bermanfaat untuk mengembangkan negara di mana dewasa ini deregulasi 12, privatisasi (atau sebutan lainnya adalah denasionalisasi) 13, dan liberalisasi 14 sudah bersifat mengglobal dalam dunia perekonomian. 12 kebijakan pemerintah untuk kegiatan bisnis yang memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara lebih bebas sehingga meningkatkan persaingan 13 penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Lihat UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara 14 bertujuan untuk mengurangi hambatan perdagangan baik untuk barang, jasa, hak milik intelektual maupun investasi