BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, yakni pada tahun 2015 besarnya belanja negara sebesar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan, maka tidak terlepas dari pembahasan mengenai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam upaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia saat ini dihuni oleh hampir 255,5 juta jiwa penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara berkewajiban mendahulukan dan

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Pembayar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) meningkatkan kualitas pendidikan dilingkungan kampus.

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jaya. Analisis Perhitungan..., Nurhasanah, Fakultas Ekonomi 2016

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bertujuan untuk mencerdaskan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan roda pemerintahan, kesejahteraan rakyat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap negara membutuhkan dana yang cukup besar dalam melaksanakan

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. satu instrumen penting dalam berjalannya pemerintahan sebuah negara. APBN yang digunakan oleh sebuah pemerintahan diharapkan dapat

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam. kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah Pajak

BAB IV ANALISA DATA EVALUASI DATA.47. Belawan 47. Paksa Surat Paksa.57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan..59. B. Saran...

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) mengatakan bahwa pengertian penghasilan adalah tambahan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur sumber penerimaan dan pengeluaran negara. Rencana keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROSEDUR PEMERIKSAAN PPN DAN

PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM DAN SURAT TAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber kas negara yang digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang potensial bagi negara

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB I PENDAHULUAN. Sejak reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak di

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber dana luar negeri, misalnya pinjaman luar negeri dan hibah ( grant),

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor ekonomi. Inflasi yang cenderung mengalami peningkatan, naiknya harga barang-barang dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika serta turunnya daya beli masyarakat telah menjadi masalah yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Selain untuk dapat bertahan dan memperbaiki keadaan ekonomi tersebut, pemerintah juga tetap harus melaksanakan pembangunan secara berkelanjutan agar tujuan dari negara Indonesia dapat tercapai yaitu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakatnya yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4. Untuk melaksanakan berbagai pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga pemerintah harus mengupayakan semua potensi penerimaan yang ada. Potensi penerimaan negara dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Namun pelaksanaan pembangunan harus lebih mengandalkan penerimaan yang berasal dari dalam negeri atau berlandaskan kemampuan sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa sedapat mungkin peranan bantuan dari luar negeri semakin berkurang atau hanya sebagai pelengkap saja sehingga negara semakin mampu membangun berdasarkan kekuatannya sendiri. 1

Sumber penerimaan dan pengeluaran negara diatur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Penerimaan APBN berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 terdiri dari tiga sumber yaitu penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, dan penerimaan hibah. Berdasarkan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penerimaan perpajakan terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Pajak dalam negeri dibedakan menjadi Pajak Penghasilan (PPh) yang terdiri dari migas dan nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) dan Cukai, dan pajak lainnya. Pajak perdagangan internasional terdiri dari bea masuk dan bea keluar. Selanjutnya penerimaan negara bukan pajak terdiri dari penerimaan Sumber Daya Alam (SDA), bagian pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), penerimaan negara bukan pajak lainnya, dan pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) (www.bpk.go.id). Dari sumber penerimaan negara ini yang memiliki potensi penerimaan cukup besar yaitu pendapatan yang berasal dari pajak salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut UU No.42 Tahun 2009 tentang PPN dan 2

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), PPN adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan, pemanfaatan, ekspor, dan impor atas Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak. PPN merupakan sumber kedua terbesar penerimaan negara setelah Pajak Penghasilan (PPh). Berdasarkan APBN yang dilaporkan, baik dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 menunjukkan bahwa PPN memberikan kontribusi kedua terbesar setelah PPh. Pada tahun 2010 sebesar 30,99% dari total penerimaan negara dalam perpajakan berasal dari PPN. Begitu juga pada tahun 2011 dan 2012, PPN memberikan kontribusi terhadap penerimaan perpajakan sebesar 31,79% dan 34,43%. Tabel 1.1 ARUS KAS DARI PENERIMAAN PERPAJAKAN (Audited) (Miliar rupiah) Uraian 2010 2011 2012 a.pajak Dalam Negeri 679.834,7 95,95% 819.752,4 93,81% 930.861,8 94,94% i. PPh 354.152,3 49,99% 431.121,7 49,33% 465.069,6 47,43% ii.ppn 219.538,2 30,99% 277.800,1 31,79% 337.584,6 34,43% iii.pajak Bumi dan Bangunan 28.580,6 4,03% 29.893,2 3,42% 28.968,9 2,95% iv.bphtb 8.026,4 1,13% (730,1) 0,09% - - v.cukai 66.165,9 9,34% 77.010,0 8,81% 95.027,9 9,69% vi.pajak lainnya 3.371,2 0,05% 3.928,2 0,04% 4.210,9 0,04% b.pajak Perdagangan 28.656,9 4,05% 54.121,5 6,19% 49.656,3 5,06% Internasional JUMLAH 708.491,6 100% 873.873,9 100% 980.518,1 100% Sumber: www.bpk.go.id Memang dilihat dari segi penerimaan negara yang berasal dari pajak, Pajak Penghasilan (PPh) merupakan sumber penerimaan terbesar negara. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua subjek dapat dikenai pajak penghasilan. Pajak penghasilan hanya dikenakan kepada orang pribadi yang memiliki penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak dan kepada badan yang memiliki 3

penghasilan. Tetapi hal itu tidak berlaku bagi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), karena pajak tersebut dapat dilimpahkan kepada orang lain sehingga memungkinkan semua orang dapat dikenakan PPN. Oleh karena itu walaupun seseorang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) namun ia tetap terkena PPN yang akan dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang atas pungutan tersebut akan disetorkan ke kas negara. Seiring berkembangnya teknologi dan komunikasi yang menciptakan berbagai produk teknologi yang canggih salah satunya adalah produk smartphone. Indonesia saat ini menjadi pasar penjualan smartphone terbesar di wilayah Asia Tenggara dengan pertumbuhan paling pesat. Total smartphone yang terjual di Tanah air mencapai 7,3 juta unit, atau dua per lima dari jumlah total penjualan di Asia Tenggara (www.kompas.com). Hampir seluruh barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia merupakan golongan Barang Kena Pajak yang pada prinsipnya terkena PPN, termasuk produk smartphone. Dengan kata lain, seiring berkembangnya penjualan smartphone di Indonesia juga akan meningkatkan potensi penerimaan negara yang berasal dari PPN karena merupakan salah satu Barang Kena Pajak yang dapat dipungut PPN. Indonesia menganut tiga sistem dalam pemungutan pajak yaitu official assessment system, self assessment system dan witholding system. Dari ketiga sistem ini, self assessment system memilki peran yang paling dominan karena dapat diterapkan pada sistem pemungutan PPh, PPN dan PPnBM, serta sebagian pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dalam self assessment system, wajib pajak diberikan tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan utang 4

pajaknya sendiri yang dikenal dengan 5M. 5M yaitu mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menghitung dan memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang terutang, menyetor pajak ke Bank Persepsi/Kantor Giro Pos dan melaporkan penyetoran tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak, serta terutama menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian Surat Pemberitahuan (SPT). Peranan dari fiskus dalam penerapan self assessment system yaitu untuk mengawasi pelaksanaannya dan melakukan pemeriksaan serta mengenakan sanksi perpajakan sesuai peraturan perundangan perpajakan yang berlaku. Salah satu wujud dari penerapan self assessment system yaitu melalui pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. UU No.28 Tahun 2007 menyebutkan Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN. Pasal 1 angka 15 UU PPN dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003 sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.197/PMK.03/2013 yang berlaku efektif per tanggal 1 Januari 2014 menyatakan Pengusaha Kecil atau pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) tidak diwajibkan untuk melaporkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak. Namun Pengusaha Kecil mempunyai hak memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila yang bersangkutan bersedia untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Manfaat yang didapat 5

oleh pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah adanya mekanisme pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran yang menyebabkan pajak terutang atas PPN dapat lebih rendah. Fungsi pengukuhan selain dipergunakan untuk mengetahui identitas PKP yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. Ada pun kewajiban PKP di bidang PPN adalah memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang. PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif yang diatur dalam Pasal 7 UU No.42 Tahun 2009 dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain. Sebagai contoh, PKP A menjual tunai BKP kepada PKP B dengan harga jual Rp50.000.000, maka PPN yang terutang adalah Rp5.000.000 (10% x Rp50.000.000). PPN sebesar Rp5.000.000 merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh PKP A dan wajib memberikan faktur pajak kepada PKP B sebagai bukti pungutan pajak. Selain itu, apabila terjadi transaksi perolehan BKP dan/atau JKP, maka PKP A juga akan menghitung besarnya PPN yang telah dibayar (pajak masukan) atas setiap transaksi tersebut. Pada akhir masa pajak, PKP memperhitungkan kembali pajak masukan yang dapat dikreditkan dengan pajak keluaran yang dipungutnya. Apabila pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada jumlah pajak keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pembayaran pajak yang dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Sebaliknya, apabila pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan, selisihnya merupakan PPN yang harus disetor oleh PKP. Artinya jika terjadi peningkatan jumlah PKP yang terdaftar 6

maka seharusnya akan semakin banyak terjadi penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP. Semakin banyak terjadi penyerahan BKP/JKP maka akan semakin banyak PPN yang akan dipungut oleh PKP dan disetorkan ke kas negara sehingga pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Nursanti dan Padmono (2013) bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Kresna (2014) yang menyatakan bahwa PKP Terdaftar berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan PPN. Bentuk penerapan dari self assessment system lainnya adalah melalui pelaporan Surat Pemberitahuan. Surat Pemberitahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN. SPT masa PPN adalah sarana yang digunakan untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak atas PPN dan PPnBM yang terutang untuk suatu masa pajak. Fungsi SPT masa PPN adalah untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPnBM yang terutang, melaporkan tentang pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran serta pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Fungsi ini sangat penting bagi PKP maupun bagi pihak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sendiri, karena dalam SPT masa PPN berisi tentang pelunasan pajak terutang PKP baik yang dipotong sendiri atau dipotong oleh pihak lain yang berwenang memotongnya. Bisa dikatakan SPT masa PPN 7

mempunyai sifat yang mengikat atau mengatur para PKP dalam melaporkan pajak terutangnya. PKP wajib melaporkan pajak yang harus dibayarkan menggunakan SPT masa PPN setiap bulannya, karena SPT masa PPN inilah yang menjadi pusat pertanggungjawaban PKP dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Ketika para PKP melaporkan dan membayarkan pajak terutangnya dengan menggunakan SPT masa PPN, banyaknya berkas SPT masa PPN yang diterima oleh KPP bisa dijadikan sebagai indikator terhadap seberapa besar penerimaan PPN. Sehingga jika SPT masa PPN yang dilaporkan meningkat maka penerimaan PPN juga akan meningkat. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Prayudi (2010) bahwa jumlah SPT masa PPN yang dilaporkan memiliki pengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Nurrokhman (2014) bahwa jumlah Surat Pemberitahuan Masa berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nursanti dan Padmono (2013) menyatakan bahwa SPT masa PPN tidak memiliki pengaruh terhadap penerimaan PPN. Pelaksanaan dari self assessment system belum tentu berjalan dengan optimal apabila tidak diimbangi oleh kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh para PKP sehingga dibutuhkanlah peran dari pegawai fiskus yang berfungsi sebagai pengawas dalam pelaksanaan perpajakan. Salah satu indikator dari ketidakpatuhan PKP dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya adalah melalui Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan oleh KPP tempat PKP terdaftar. 8

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Surat Tagihan Pajak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN). STP PPN akan diterbitkan diantaranya jika dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis/salah hitung, wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda/bunga, PKP tidak membuat faktur pajak atau membuat tetapi tidak tepat waktu, PKP tidak mengisi faktur pajak secara lengkap, PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak, dan PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan. STP PPN ini diterbitkan dengan tujuan untuk menjaga penerimaan negara yang seharusnya diterima dari sektor PPN. STP PPN dapat menjadi indikator ketidakpatuhan bagi PKP dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Jika semakin banyak diterbitkannya STP PPN maka mengindikasikan semakin banyak PKP yang tidak patuh dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang akan menghambat penerimaan PPN sehingga akan berdampak pada penurunan penerimaan PPN. Hal ini didukung oleh penelitian Nursanti dan Padmono (2013) yang menyimpulkan bahwa STP PPN berpengaruh terhadap penerimaan PPN. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Kresna (2014) yang menyatakan bahwa STP PPN berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penerimaan PPN. Setelah STP diterbitkan atau pun berdasarkan hasil pemeriksaan berupa Surat Ketetapan Pajak namun PKP masih belum melunasi pajak terutangnya maka untuk mencairkan tunggakan PPN tersebut dapat dilaksanakan tindakan penagihan 9

yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa yang dilakukan oleh pihak fiskus. Tindakan tersebut berupa pemberitahuan surat teguran, penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, serta menjual aset barang yang telah disita berdasarkan UU No.19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa. Surat paksa adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Dimana surat paksa dalam hal penagihan tunggakan PPN diterbitkan jika PKP tidak melunasi utang PPN dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat sejenis lainnya, PKP tidak memenuhi ketentuan tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak agar segera dilunasi oleh PKP yang menunggak. Tindakan ini merupakan salah satu cara untuk mengamankan penerimaan negara yang menjadi hak negara. Dengan diterbitkannya Surat Paksa maka pihak fiskus menagih kepada PKP untuk melunasi tunggakan pajak atas utang PPN. Semakin banyak surat paksa yang diterbitkan maka akan semakin banyak PKP yang melunasi tunggakan pajak terutangnya sehingga pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan PPN. Penelitian yang dilakukan oleh Yudiawati (2012) menunjukkan bahwa penagihan pajak dengan surat paksa berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak. Penelitian lain yang dilakukan Syahab dan Gisijanto (2008) menyatakan bahwa penagihan pajak dan surat paksa berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan. Nindar, dkk (2014) menyimpulkan bahwa penagihan PPN dengan surat teguran dan surat paksa tergolong tidak efektif dalam meningkatkan penerimaan PPN pada KPP Pratama 10

Manado. Sedangkan penelitian yang dilakukan Indra, dkk (2014) menyimpulkan bahwa surat paksa tidak berpengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Nursanti dan Padmono (2013) Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: 1. Independent Variable Pada penelitian ini mengganti satu variabel independent yaitu dengan surat paksa yang digunakan oleh Nursheha (2014) dimana pada penelitian yang dilakukan Nursanti dan Padmono (2013) menggunakan variabel Surat Setoran Pajak (SSP). 2. Objek dan Tahun Penelitian Pada penelitian ini, objek penelitian yang ditetapkan yaitu di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kosambi dengan periode tahun penelitian dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Sedangkan objek penelitian yang dilakukan Nursanti dan Padmono (2013) yaitu di KPP Pratama Surabaya Gubeng dengan periode tahun penelitian dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Atas dasar uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan penelitian ini dibuat dengan judul PENGARUH JUMLAH PENGUSAHA KENA PAJAK TERDAFTAR, SURAT PEMBERITAHUAN, SURAT TAGIHAN PAJAK, DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI. 11

1.2 Batasan Masalah Penelitian ini membatasi permasalahan dengan berfokus bahwa penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya dipengaruhi oleh faktor jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP) terdaftar, Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN, Surat Tagihan Pajak (STP) PPN, dan Surat Paksa. Kemudian batasan lokasi penelitian ini dilakukan hanya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kosambi serta yang terakhir adalah mengenai data yang diambil untuk penelitian yaitu dari periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2013. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP) terdaftar berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? 2. Apakah Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? 3. Apakah Surat Tagihan Pajak (STP) PPN berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai? 4. Apakah Surat Paksa berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? 5. Apakah jumlah PKP terdaftar, SPT masa PPN, STP PPN dan Surat Paksa secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? 12

1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: 1. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh jumlah Pengusaha Kena Pajak (PKP) terdaftar terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 3. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh Surat Tagihan Pajak (STP) PPN terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 4. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh Surat Paksa terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 5. Memperoleh bukti empiris secara simultan mengenai pengaruh antara jumlah PKP terdaftar, SPT masa PPN, STP PPN, dan Surat Paksa terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 1.5 Manfaat Penelitian Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: 1. Masyarakat Sebagai tambahan wawasan masyarakat tentang pentingnya PPN sehingga diharapkan mampu bekerja sama dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku dalam meningkatkan penerimaan PPN sebagai sumber pendapatan negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 13

2. Kantor Pelayanan Pajak Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan terhadap instansi terkait yaitu Kantor Pelayanan Pajak berhubungan dengan optimalisasi dari pembayaran pajak terutang yang sangat memberikan pengaruh besar terhadap penerimaan negara khususnya dalam hal pembayaran PPN. 3. Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa tambahan informasi atau referensi untuk memberikan gambaran yang lebih jelas bagi para peneliti selanjutnya yang ingin membuat penelitian berkaitan dengan penerimaan PPN. 4. Peneliti Penelitian ini memberikan manfaat bagi penulis untuk dapat memahami dan menganalisis suatu masalah serta menambah wawasan mengenai penerimaan Pajak Pertambahan Nilai setelah mempelajarinya di bangku kuliah. 1.6 Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara garis besar sehingga mempermudah pembahasan penelitian dalam memahami masalah-masalah yang ada, maka penelitian ini dapat dibagi ke dalam 5 bab dan masing-masing bab terbagi ke dalam beberapa sub-bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: 14

BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : TELAAH LITERATUR Bab ini membahas tinjauan pustaka yang memuat teori-teori yang relevan dan mendukung analisis serta pemecahan masalah yang terdapat dapat penelitian ini. Bab ini juga berisi uraian hipotesishipotesis yang akan diuji dalam penelitian serta model penelitian yang akan diuji. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari Gambaran Umum Objek Penelitian, Metode Penelitian, Variabel Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Pengambilan Sampel, dan Teknik Analisis Data. BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil-hasil dari penelitian, dari tahap analisis, desain, hasil pengujian hipotesis dan implementasinya, berupa penjelasan teoritis, baik secara kualitatif dan atau kuantitatif. BAB V : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi simpulan dan saran. Simpulan merupakan jawaban atas masalah penelitian serta tujuan penelitian yang dikemukakan pada Bab I. Pada bab ini juga dipaparkan tentang keterbatasan 15

dari penelitian. Saran merupakan usulan peneliti kepada peneliti selanjutnya untuk mengatasi kelemahan yang terdapat dalam penelitian. 16