RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara

dokumen-dokumen yang mirip
I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 56/PUU-X/2012 Tentang Kedudukan Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 43/PUU-X/2012 Tentang Penentuan Harga BBM Bersubsidi

I. PEMOHON Indonesian Human Rights Comitee for Social Justice (IHCS) yang diwakilkan oleh Gunawan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 66/PUU-X/2012 Tentang Penggunaan Bahan Zat Adiktif

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 50/PUU-XI/2013 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XVI/2018 Dua Kali Masa Jabatan Bagi Presiden atau Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XV/2017 Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Menentukan Persyaratan Sebagai Kuasa Wajib Pajak

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 40/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 42/PUU-X/2012 Tentang Penentuan Harga BBM Bersubsidi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

OBJEK PERMOHONAN Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 42/PUU-X/2012 Tentang Penentuan Harga BBM Bersubsidi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIII/2015 Perincian Nominal dalam Undang-Undang APBN 2015

I. PEMOHON - Magda Safrina, S.E., MBA... Selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 15/PUU-X/2012 Tentang Penjatuhan Hukuman Mati

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 55/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 111/PUU-XIII/2015 Kekuasaan Negara terhadap Ketenagalistrikan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XV/2017 Pembebanan Pajak Penerangan Jalan Kepada Pengusaha

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIV/2016 Frasa mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya dalam UU ITE

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 13/PUU-XIV/2016 Penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

PUTUSAN Nomor 65/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XIV/2016 Persyaratan Bagi Kepala Daerah di Wilayah Provinsi Papua

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 136/PUU-XIII/2015 Pembagian Hak dan Kewenangan Pemerintah Kabupaten Dengan Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 65/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 43/PUU-X/2012 Tentang Penentuan Harga BBM Bersubsidi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA : 58/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XVI/2018 Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Garam

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XVI/2018 Eksistensi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi di Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 13/PUU-XIV/2016 Penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XII/2014 Sistem Rekapitulasi Berjenjang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK

Transkripsi:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara I. PEMOHON 1. Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), diwakili oleh drg. Ugan Gandar dan Noviandri selaku Presiden dan Sekretaris Jenderal FSPPB, sebagai Pemohon I; 2. Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI), diwakili oleh Faisal Yusra selaku Presiden KSPMI, sebagai Pemohon II. Selanjutnya secara bersama-sama disebut sebagai Para Pemohon KUASA HUKUM Ecoline Situmorang, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus. II. POKOK PERKARA Pengujian UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terhadap UUD 1945. III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Para Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah : ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah : 1. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut diatas, pengujian UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Para Pemohon IV. KEDUDUKAN PEMOHON ( LEGAL STANDING) Para Pemohon dalam permohonannya menyebutkan sebagai Badan Hukum Privat yang bergerak untuk membela hak-hak pekerja tambang migas dan bekerja untuk kemajuan produksi migas nasional. Selanjutnya Para Pemohon menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya berpotensi dirugikan oleh berlakunya ketentuan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu : 1. Pasal 1 angka 19 Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat 2. Pasal 1 angka 23 Badan pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha huku di bidang Minyak dan Gas Bumi 3. Pasal 1 angka 24 Badan Pengatur adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan gas bumi pada kegiatan usaha hilir 4. Pasal 6 ayat (1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 19

5. Pasal 6 ayat (2) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit memuat persyaratan : a. kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; b. pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana; c. modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap 6. Pasal 9 ayat (1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh : a. badan usaha milik negara; b. badan usaha milik daerah; c. koperasi; usaha kecil; d. badan usaha swasta. 7. Pasal 10 ayat (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir 8. Pasal 10 ayat (2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu 9. Pasal 44 ayat (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Kontrak Kerja Sama Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) 10. Pasal 44 ayat (2) Fungsi Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengembalian sumber daya alam minyak dan gas bumi milik Negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran

11. Pasal 44 ayat (3) Tugas Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: a. Memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama; b. Melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama; c. Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu wilayah kerja kepada menteri untuk mendapatkan persetujuan; d. Memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf c; e. Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran; f. Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan kontrak kerja sama; g. Menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian Negara yang dapat memberikan keuntungan sebebsar-besarnya bagi Negara. 12. Pasal 46 ayat (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan pengangkutan gas bumi melalui pipa dilakukan oleh Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) 13. Pasal 46 ayat (2) Fungsi Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi yang ditetapkan Pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri 14. Pasal 46 ayat (3) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai : a. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak; b. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional; c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar

Minyak; d. tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa; e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; f. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi. 15. Pasal 46 ayat (4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup juga tugas pengawasan dalam bidang-bidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) 16. Pasal 63 huruf c Pada saat Undang-undang ini berlaku: (c) semua kontrak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya kontrak yang bersangkutan B. NORMA UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Norma yang dijadikan sebagai penguji, yaitu : 1. Pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum 2. Pasal 33 ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara 3. Pasal 33 ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat VI. Alasan-alasan Pemohon Dengan diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, karena : 1. Pemisahan Badan Pelaksana dan Badan Pengatur dibagian hulu dan hilir (Pasal 1 angka 23, Pasal 44, Pasal 1 angka 24, dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi) telah mengakibatkan terjadinya sektoralisasi penguasaan Negara atas minyak dan gas bumi

Indonesia, sehingga mengakibatkan Hak Menguasai Negara (HMN) tidak berlangsung secara efektif; 2. Badan Pelaksana dan Badan Pengatur yang dimaksud dalam Undang-Undang a quo adalah berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang harus menerapkan prinsip dan asas Good Corporate Governance, sehingga setiap tindakannya harus dapat diawasi dan dipertanggungjawabkan demi tercapainya amanat Konstitusi, namun pada kenyataannya di dalam Undang-Undang a quo, Badan Pelaksana dalam hal ini adalah BP Migas (Badan Pelaksana Minyak dan Gas) serta Badan Pengatur dalam hal ini adalah BPH Migas (Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi) tidak menyebutkan adanya konsep pertanggungjawaban yang terbuka terhadap masyarakat; 3. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang a quo, kata dapat bersifat opsional dan memberikan ruang kepada jenis-jenis pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha hulu dan kegiatan hilir sektor migas, tanpa adanya prioritas pelaku usaha dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara dan perlindungan terhadap koperasi serta usaha kecil, maka jelas Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang a quo serta pelaksanaannya adalah merupakan perwujudan dari liberalisasi sektor migas; 4. Dengan diberlakukannya Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang a quo maka Undang-Undang a quo telah memberikan ruang yang sama antara Badan usaha swasta dengan BUMN (equal position), yang dalam prakteknya telah mengakibatkan terdominasinya sektor migas nasional oleh pihak swasta; 5. Kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 19 dan Pasal 6 Undang-undang a quo terdiri dari dua bentuk kontrak, yaitu kontrak bagi hasil dan kontrak kerjasama lainnya dan hal tersebut bertentangan dengan asas kepastian hukum sebagai mana diamanatkan Pasal 28D ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 karena bersifat multi tafsir, sepatutnya kontrak kerjasama lainnya haruslah dinyatakan secara jelas dan spesifik agar tidak menimbulkan multi tafsir demi kepastian hukum didalam pengelolaan sumber daya alam; 6. Sistem kontrak yang tidak jelas ini di dalam prakteknya juga berpotensi untuk merongrong kedaulatan negara kita dalam menentukan harga serta melakukan tindakan lainnya terkait sumber daya kita;

7. Pasal 10 Undang-undang a quo telah menyebabkan PT. Pertamina Persero selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam kegiatan usahanya harus membentuk anak perusahaan dengan spesifikasi kerja berbeda-beda untuk mengelola industri hulu dan hilir; 8. Pembentukan anak-anak perusahaan ini mengakibatkan terjadinya high cost production dan inefisiensi tata kelola sektor Migas yang pada akhirnya menjauhkan industri Migas nasional dari tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang mana hal ini tentunya sangat bertentangan dengan amanat konstitusi, khususnya Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945; 9. Dengan berlakunya Pasal 63 huruf (c) Undang-Undang a quo, maka akan sangat membahayakan cadangan kekayaan alam Indonesia yang vital sementara kekayaan alam itu sendiri tetap disedot dan diambil oleh pihak luar dan tanpa dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, oleh karena itu azas pacta sunt servanda (kesucian berkontrak) sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1338 jo. Pasal 1320 BW haruslah diartikan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan konstitusi; 10. Jika Pasal 63 huruf (c) Undang-Undang a quo dipraktekkan, maka tentunya sumber kekayaan alam kita telah habis terkeruk oleh pihak swasta/asing manakala menunggu jangka waktu kontrak selesai terlebih dahulu yang tentunya sangat bertentangan dengan amanat Konstitusi dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini; 2. Menyatakan Pasal 1 angka 19, Pasal 6, Pasal 1 angka 23, Pasal 44, Pasal 1 angka 24, Pasal 46, Pasal 10 dan Pasal 63 huruf c Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945; 3. Menyatakan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi, Lembaran Negara RI Tahun 2001 No. 136

inkonstitusional dengan Undang-undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai Badan Usaha Milik Negara mendapatkan prioritas selaku pelaksana kegiatan usaha hulu dan kegiatan hilir sektor Minyak dan Gas Bumi; 4. Menyatakan Pasal 1 angka 19, Pasal 6, Pasal 1 angka 23, Pasal 44, Pasal 1 angka 24, Pasal 46, Pasal 9 ayat (1) sepanjang tidak dimaknai Badan Usaha Milik Negara mendapatkan prioritas selaku pelaksana kegiatan usaha hulu dan kegiatan hilir sektor Minyak dan Gas Bumi, Pasal 10 dan Pasal 63 huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya; 5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Catatan: - Perubahan terdapat pada Petitum a. Permohonan Awal 1) Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini; 2) Menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 44, Pasal 1 angka 24, Pasal 46, Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 dan Pasal 63 huruf c Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi Lembaran Negara RI Tahun 2001 No.136 bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945; 3) Menyatakan Pasal 1 angka 19 dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi Lembaran Negara RI Tahun 2001 No.136 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 4) Menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 44, Pasal 1 angka 24, Pasal 46, Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 dan Pasal 63 huruf c Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi Lembaran Negara RI Tahun 2001 No.136 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala

akibat hukumnya; 5) Menyatakan Pasal 1 angka 19 dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi Lembaran Negara RI Tahun 2001 No.136 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya; 6) Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). b. Perbaikan Permohonan 1) Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini; 2) Menyatakan Pasal 1 angka 19, Pasal 6, Pasal 1 angka 23, Pasal 44, Pasal 1 angka 24, Pasal 46, Pasal 10 dan Pasal 63 huruf c Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945; 3) Menyatakan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi, Lembaran Negara RI Tahun 2001 No. 136 inkonstitusional dengan Undang-undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai Badan Usaha Milik Negara mendapatkan prioritas selaku pelaksana kegiatan usaha hulu dan kegiatan hilir sektor Minyak dan Gas Bumi; 4) Menyatakan Pasal 1 angka 19, Pasal 6, Pasal 1 angka 23, Pasal 44, Pasal 1 angka 24, Pasal 46, Pasal 9 ayat (1) sepanjang tidak dimaknai Badan Usaha Milik Negara mendapatkan prioritas selaku pelaksana kegiatan usaha hulu dan kegiatan hilir sektor Minyak dan Gas Bumi, Pasal 10 dan Pasal 63 huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dengan segala akibat hukumnya; 5) Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).