PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK AKIBAT PERBEDAAN UMUR, MACAM OTOT, WAKTU DAN TEMPERATUR PEREBUSAN PADA DAGING AYAM KAMPUNG

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

KUALITAS FISIK (DAYA IKAT AIR, SUSUT MASAK, DAN KEEMPUKAN) DAGING PAHA AYAM SENTUL AKIBAT LAMA PEREBUSAN

EFEK LAMA STIMULASI LISTRIK DENGAN TEGANGAN BERBEDA TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING AYAM PETELUR AFKIR. Oleh: Adnan Syam 1) dan La Ode Arsad Sani 1)

Pengaruh Jenis Otot dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Daging Sapi

PENGARUH ENZIM PAPAIN TERHADAP MUTU DAGING KAMBING SELAMA PENYIMPANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI BAHAN TENDERIZER DAGING. Oleh : Tedi Akhdiat RINGKASAN

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

PENGARUH PEMBERIAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI TERHADAP PRODUKSI KORNET DAGING AYAM

THE EFFECT OF DIFFERENT FROZEN STORAGE TIME ON THE CHEMICAL QUALITY OF BEEF

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGOVENAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN PENAMBAHAN NANAS

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING

EFEK LAMA STIMULASI DAN TEGANGAN LISTRIK TERHADAP KOMPOSISI KIMIA, KUALITAS FISIK, DAN SENSORI DAGING AYAM PETELUR AFKIR

KEEMPUKAN DAYA MENGIKAT AIR DAN COOKING LOSS DAGING SAPI PESISIR HASIL PENGGEMUKAN

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

Kualitas Fisik Daging Sapi Peranakan Ongole dengan Pemberian Asam Askorbat dan Penyimpanan pada Suhu 5 0 C

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu 4 o C

Pengaruh Lama Penyimpanan dalam Lemari Es terhadap PH, Daya Ikat Air, dan Susut Masak Karkas Broiler yang Dikemas Plastik Polyethylen

KUALITAS FISIK DAGING LOIN SAPI BALI YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MODEREN DAN TRADISIONAL

PERBANDINGAN KUALITAS KIMIA (KADAR AIR, KADAR PROTEIN DAN KADAR LEMAK) OTOT BICEPS FEMORIS PADA BEBERAPA BANGSA SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK KARKAS DAN KUALITAS DAGING SAPI PO YANG MENDAPAT PAKAN MENGANDUNG PROBIOTIK

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

KARAKTERISTIK FISIK DAGING SAPI PERANAKAN ONGOLE PADA BERBAGAI TINGKATAN BOBOT BADAN

PERKEMBANGAN KUALITAS DAGING PADA DOMBA LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

Karakteristik mutu daging

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2017, Hal Vol. 12 No. 1 ISSN :

PENGARUH BUNGKIL BIJI KARET FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAGING DOMBA PRIANGAN JANTAN

Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Post Mortem Selama Penyimpanan Temperatur Ruang

UJI ORGANOLEPTIK TERHADAP DAGING PAHA AYAM PEDAGING YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BERBAGAI TARAF CACING TANAH (Lumbricus rubellus)

Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol 1(3):16-20, Desember 2017 e-issn:

Kualitas Fisik Daging Sapi Peranakan Simmental dengan Perlakuan Stimulasi Listrik dan Lama Pelayuan yang Berbeda

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau (Bubalus bubalis)

PENGARUH LAMA PELAYUAN, TEMPERATUR PEMBEKUAN DAN BAHAN PENGEMAS TERHADAP KUALITAS KIMIA DAGING SAPI BEKU

KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER

KUALITAS DAGING SAPI BALI PADA LAHAN PENGGEMUKAN YANG BERBEDA

SUSUT MASAK DAN ph DAGING ITIK LOKAL AFKIR BERDASARKAN SISTEM PEMELIHARAAN DAN LOKASI YANG BERBEDA

DAGING. Theresia Puspita Titis Sari Kusuma. There - 1

KUALITAS DAGING SAPI SEGAR DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI DAGING

PENGARUH PENAMBAHAN AMPAS Virgin Cococnut Oil (VCO) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING AYAM BROILER

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

KUALITAS FISIK DAGING SAPI DARI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN DI BANDAR LAMPUNG. Physical Quality of Beef from Slaughterhouses in Bandar Lampung

Pengaruh penambahan tepung kemangi (Ocimum basilicum) terhadap komposisi kimia dan kualitas fisik daging broiler

Sifat Fisik Daging Domba yang Diberi Perlakuan Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida

DAGING. Pengertian daging

Kusmajadi Suradi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali dikenal sebagai sapi lokal yang banyak dipelihara di Pulau Bali karena sangat

DAYA IKAT AIR (DIA) Istilah lain: Pengertian: Kemampuan daging didalam mengikat air (air daging maupun air yang ditambahkan)

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudian dikembangkan di penjuru dunia. Puyuh mulai dikenal dan diternakkan

Akademi Peternakan Karanganyar, Surakarta 2. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

KUALITAS ORGANOLEPTIK DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN PEMBERIAN JUS NENAS MUDA DAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA

PREFERENSI DAN NILAI GIZI DAGING AYAM HASIL PERSILANGAN (PEJANTAN BURAS DENGAN BETINA RAS) DENGAN PEMBERIAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

POTONGAN KOMERSIAL KARKAS KAMBING KACANG JANTAN DAN DOMBA LOKAL JANTAN TERHADAP KOMPOSISI FISIK KARKAS, SIFAT FISIK DAN NILAI GIZI DAGING

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

TINJAUAN PUSTAKA. Landak Jawa (Hystrix javanica)

PENGARUH PENGGANTIAN SEBAGIAN TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG JAGUNG TERHADAP PRODUKSI NUGGET DAGING AYAM

KOMPOSISI KIMIA DAGING SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI URINASI DAN LEVEL KONSENTRAT YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

ABSTRACT. Keywords: nutmeg leaves, clove leaves, goat, ph, cooking shrinkage, water holding capacity ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI DAGING SAPI DENGAN KULIT CAKAR AYAM TERHADAP DAYA IKAT AIR (DIA), RENDEMEN DAN KADAR ABU BAKSO SKRIPSI. Oleh:

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Karakteristik Kualitas Daging Sapi Peranakan Ongole yang Berasal dari Otot Longissimus Dorsi dan Gastrocnemius

KARAKTERISTIK FISIK DAGING DOMBA YANG DIGEMUKKAN SECARA FEEDLOT DENGAN PAKAN KOMPLIT BERKADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA

Pengaruh Level Protein dengan Penambahan Asam Amino Esensial dalam Pakan Terhadap Produksi Karkas Ayam Kampung

Karakteristik Fisik Daging Sapi Bali dan Wagyu

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM CUKA NIRA AREN TERHADAP DAGING SAPI ASAM

N. Ulupi, Komariah, dan S. Utami Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p Online at :

PERBAIKAN MANAJEMEN PEMOTONGAN TERNAK UNTUK MENGHASILKAN DAGING SAPI LOKAL BERKUALITAS IMPOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

Nova Nurfauziawati Kelompok 11 A V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Brahman Cross Pertumbuhan Ternak

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BUAH NANAS (Ananas comosus L. Merr) DAN WAKTU PEMASAKAN YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS DAGING ITIK AFKIR

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

PENGGUNAAN STIMULASI LISTRIK PADA KAMBING LOKAL TERHADAP MUTU DAGING SELAMA PENYIMPANAN SUHU KAMAR

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR

Lilis Suryaningsih Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRACT. Keywords : thawing, tenderness,water holding capacity,cooking loss

Pemanfaatan Onggok Fermentasi (Casapro) Terhadap Keempukan Daging Itik Pedaging

PENDAHULUAN. Populasi ayam ras petelur di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke

DENDENG PENGASAPAN Dendeng adalah irisan daging yang dikeringkan dan ditambah bumbu. Pembuatan dendeng untuk memperoleh cita rasa khas adalah mengguna

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENINGKATAN KWALITAS DAGING MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI STIMULASI LISTRIK. Oleh: Yetmaneli, Hilda Susanti Fak. Peternakan Universitas Andalas

Transkripsi:

PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK AKIBAT PERBEDAAN UMUR, MACAM OTOT, WAKTU DAN TEMPERATUR PEREBUSAN PADA DAGING AYAM KAMPUNG (Physical Characteristic Changes due to Differences of Age, Muscle Type, Cooking Time and Temperature Combination in Native Chicken Meat) D. Winarso Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang, Magelang ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik daging ayam kampung akibat perbedaan umur, macam otot, kombinasi waktu dan temperatur perebusan. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap yaitu tahap survei, pemeliharaan ayam dan uji kualitas fisik daging. Dua puluh ekor ayam kampung jantan masing-masing terdiri dari 10 ekor ayam kampung umur 3 bulan dan 6 bulan diproses menjadi karkas. Karkas dibelah dua dan diambil sampil daging dari bagian dada (Pectoralis superficialis) dan bagian paha (Biceps femoris), masingmasing belahan dada dan paha dipotong menjadi 5 bagian (mentah, 80 o C; 30 menit, 80 o C; 60 menit, 90 o C; 30 menit, dan 90 o C; 60 menit). Variabel yang diamati ph, daya ikat air, susut masak dan keempukan daging. Pengaruh perbedaan umur, macam otot, kombinasi waktu dan temperatur perebusan dianalisis dengan rancangan acak lengkap pola faktorial 2x2x5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur, macam otot, kombinasi waktu dan temperatur perebusan yang berbeda berpengaruh terhadap perubahan karakteristik fisik daging ayam kampung. Terdapat interaksi diantara ketiga faktor terhadap ph, daya ikat air, susut masak dan keempukan daging. Daya ikat air dan ph meningkat dengan bertambahnya umur, sedangkan susut masak dan keempukan daging mengalami penurunan. Otot dada memiliki ph, daya ikat air dan susut masak yang lebih rendah dan keempukan daging yang tinggi daripada otot paha. Waktu perebusan yang lama pada temperatur tinggi menyebabkan menurunnya ph dan susut masak serta meningkatkan daya ikat air dan keempukan daging. Kata kunci : ayam kampung, umur, macam otot, waktu dan temperatur perebusan, karakteristik fisik daging ABSTRACT The study was conducted to investigate physical characteristic changes due to differences of age, muscle type, cooking time and temperature combination in native chicken meat. Twenty male native chickens were used (10 chickens of 3 months and 10 chickens of 6 months old). They were processed into carcasses. All carcasses were split into two sides, i.e. breast (Pectoralis superficialis) muscle and thigh (Biceps femoris) muscle. Each muscle was cut into 5 combination of treatments : fresh; 80 o C, 30 minutes cooking; 80 o C, 60 minutes cooking, 90 o C, 30 minutes cooking and 90 o C, 60 minutes cooking, respectively. The physical characteristic changes of meat were focused on ph, water-holding capacity, cooking loss and tenderness. The treatment effects of different ages, muscle type, cooking time and temperature combination were analysed by 2x2x5 factorial of variance analyses. The results indicated that chicken age, muscle type, cooking time and temperature combination affected significantly on physical property of native chicken meat. There were interactions between three factors of Physical Characteristic Changes due to Age, Muscle Type, Cooking in Chicken Meat (Winarso) 119

treatment on ph, water-holding capacity, cooking loss and meat tenderness. Increasing age of chicken enhanced the ph and water-holding capacity of meat significantly, but it decreased cooking loss and meat tenderness. The breast muscle had higher ph, water-holding capacity and cooking loss, and had lower meat tenderness than those of thigh muscle. The increasing time of cooking decreased ph and cooking loss significantly at the high temperature. The increasing time of cooking enhanced water-holding capacity and meat tenderness. Keywords : native chicken meat, age, muscle type, cooking time and temperature, physical characteristic PENDAHULUAN Ayam kampung merupakan jenis unggas yang secara luas banyak diternakkan oleh masyarakat di pedesaan, sangat potensial sebagai sumber protein hewani. Seiring dengan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi, maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut harus diimbangi dengan pemenuhan daging yang cukup dan berkualitas. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas daging, baik kualitas fisik maupun kimia. Faktorfaktor tersebut antara lain umur, macam otot dan metode pemasakan (Lawrie, 1979; Swatland, 1984; Soeparno, 1990). Ayam kampung merupakan salah satu sumber daging yang potensial sebagai sumber protein yang lengkap. Ayam kampung lebih unggul dari segi ketahanan terhadap penyakit, kondisi lingkungan yang jelek, pemeliharaannya tidak membutuhkan persyaratan yang berat, pertumbuhan lambat, produksi telur dan dagingnya rendah (Buckle et al., 1978). Menurut Sarengat (1980) dan Kingston (1970), ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang termasuk dalam Phylum Chordata, Class Aves, Subclass Neornithes, Sub-famili Phasianinae, Genus Gallus, Species Gallus varius, Gallus gallus, Gallus lavayetti, dan Gallus sonnerati. Menurut Setiyono (1987), komposisi kimia mempunyai hubungan yang erat dengan kualitas fisik daging. Dikemukakan lebih jauh bahwa variasi komponen daging terbesar pada jumlah lemak. Lemak telah dikenal sebagai komponen daging yang bervariasi sehingga kualitas fisik daging banyak ditentukan oleh kadar lemaknya. Selain itu, protein merupakan penyusun jaringan daging mempunyai peranan yang sangat besar terhadap perubahan nilai karakteristik daging. Macam otot berhubungan dengan jumlah jaringan ikat dan fungsi otot yang dapat berbeda dalam menghasilkan asam laktat. Kedua hal tersebut akan berpengaruh terhadap ph, daya ikat air, susut masak dan keempukan daging (Bouton et al., 1971; Lawrie, 1979). Pengaruh pemasakan terhadap perubahan komposisi kimia dan karakteristik fisik daging sapi menunjukkan bahwa pemasakan dapat merubah komposisi kimia daging utamanya adalah protein. Lama pemasakan mempengaruhi solubilitas kolagen, sedangkan temperatur berpengaruh terhadap kekuatan miofibrilar. Perubahan terhadap struktur protein daging oleh panas akan mempengaruhi nilai ph, daya ikat air, susut masak dan keempukan daging yang besarnya tergantung dari waktu dan temperatur pemasakan (Soeparno, 1991; 1992a). Jangka waktu pemasakan dalam penangas air bervariasi dari 30 menit sampai 24 jam. Temperatur pemasakan juga bervariasi dari 45 sampai 90 o C, temperatur 80 o C adalah temperatur yang ideal untuk pemasakan daging (Soeparno, 1994). Penelitian bertujuan untuk mengetahui perubahan karakteristik fisik daging ayam kampung akibat pengaruh perbedaan umur ternak (sesuai kondisi pasar), macam otot, kombinasi waktu dan temperatur perebusan melalui pengujian ph, daya ikat air, susut masak dan keempukan daging. Selain itu penelitian juga untuk menguji pengaruh interaksi perbedaan umur, macam otot, kombinasi waktu dan temperatur perebusan terhadap perubahan karakteristik fisik daging ayam kampung tersebut. 120 J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(3) September 2003

MATERI DAN METODE Materi Penelitian ini menggunakan ayam kampung jantan umur 3 dan 6 bulan yang diketahui cara pemeliharaan dan asal usulnya. Berat badan ratarata ayam kampung umur 3 bulan dan 6 bulan masingmasing adalah 630,95 gram dan 907,21 gram. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan-bahan untuk analisis proksimat (kadar air, protein, lemak dan abu) dan pembuatan preparat histologi. Bahan lain yaitu ransum ayam berupa BR I, BR II, jagung dan bekatul. Peralatan yang digunakan untuk perlakuan yaitu water-bath dan termometer serta peralatan untuk analisis sampel adalah ph-meter, seperangkat alat untuk analisis proksimat (kadar air, protein, lemak dan abu), kolagen dan pembuatan preparat histologi daging. Metode Metode perolehan data dilakukan dengan wawancara terhadap penjual ayam masak di warungwarung dan rumah makan dengan menggunakan alat bantu kuesioner, sedangkan penentuan sampel dilakukan dengan metode purpossive sampling (Mantra dan Kasto, 1982) terhadap penjual ayam masak yang telah banyak mendapat simpatisan masyarakat yaitu di sekitar kota Magelang. Lokasi rumah makan ayam goreng dilakukan di rumah makan ayam goreng Bu Tatik, Tip Top dan Mbok Sabar. Hasil wawancara tersebut selanjutnya dievaluasi untuk menentukan umur ayam kampung yang akan digunakan sebagai materi penelitian dan penentuan metode pemasakan dengan mengacu kepada hasil penelitian sebelumnya. Pemeliharaan ayam dilakukan sampai ayam berumur 6 bulan. Pemotongan ayam dilakukan 2 tahap yaitu pada saat ayam umur 3 bulan dan 6 bulan. Sebelum pemotongan dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat hidup masing-masing ayam. Ayam kampung jantan berjumlah 20 ekor masing-masing 10 ekor untuk umur 3 bulan dan 6 bulan, dipotong diproses menjadi karkas (Wihandoyo et al., 1981). Karkas dibelah menjadi dua dan diambil sampel daging dari bagian dada dan paha yang terdiri dari otot Pectoralis superficialis dan Biceps femoris masing-masing 10 sampel sebagai replikasi untuk uji kualitas fisik daging sebagai data utama dan uji komposisi kimia serta histologis daging dilakukan 3 replikasi sebagai data pendukung. Dari 10 belahan dada dan 10 belahan paha tersebut, masing-masing belahan dipotong menjadi 5 bagian (mentah; 80 o C, 30 menit; 80 o C, 60 menit; 90 o C, 30 menit dan 90 o C, 60 menit). Metode perebusan sampel dilakukan meliputi langkah-langkah sebagai berikut; sampel-sampel untuk pengujian obyektif perebusan ditimbang, dimasukkan kedalam kantong-kantong plastik polietilena yang diklip secara ketat disekitar sampel. Sampel kemudian dimasak dengan mencelupkan seluruhnya didalam penangas air pada temperatur dan lama perebusan yang terkontrol (sesuai dengan perlakuan). Sampel-sampel yang direbus berbentuk balok persegi empat dengan berat lebih kurang 50 gram. Perebusan dilakukan pada temperatur 80 dan 90 o C masing-masing selama 30 dan 60 menit. Setelah perebusan selesai, kantong-kantong plastik beserta isinya sampel daging diambil dari penangas air dan didinginkan di dalam air mengalir pada suhu ruang. Sampel daging masak dikeringkan permukaannya dengan kertas isap tanpa ditekan dan ditimbang kembali untuk menentukan cooking loss. Kemudian sampel daging masak disimpan semalam untuk pengujian obyektif selanjutnya. HASIL PEMBAHASAN Komposisi Kimia Daging Ayam Kampung Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ph dan daya ikat air meningkat dengan bertambahnya umur ternak, sedangkan nilai susut masak dan keempukan daging mengalami penurunan. Nilai ph, daya ikat air, susut masak dan keempukan daging ayam umur 3 bulan berturut-turut adalah 5,92, 27,10%, 16,12% dan 0,76 kg/cm 2. Macam otot juga berpengaruh terhadap perubahan nilai karakteristik fisik daging. Nilai ph, daya ikat air dan susut masak otot dada lebih rendah dan keempukan yang lebih tinggi dibanding otot paha. Nilai ph, daya ikat air dan susut masak dan keempukan dari otot dada masing-masing adalah 5,75, 28,75%, 12,90%, 0,65 kg/cm 2. Nilai karakteristik fisik daging mengalami perubahan akibat perlakuan kombinasi waktu dan temperatur Physical Characteristic Changes due to Age, Muscle Type, Cooking in Chicken Meat (Winarso) 121

Tabel 1. Umur (bulan) Kadar Air Otot dan Daging Ayam Kampung Umur 3 dan 6 Bulan yang Direbus pada Temperatur 80 dan 90 o C dengan Lama Waktu Perebusan 30 dan 60 Menit (%) Macam Daging mentah dan masak otot Mentah 80 o C,30 80 o C,60 90 o C,30 90 o C,60 3 6 73,54 74,32 71,45 72,44 72,94 d 65,50 66,70 62,94 62,77 64,48 b 67,27 66,01 63,92 61,15 64,59 bc 60,74 61,42 62,89 60,80 61,46 a 66,81 66,89 65,56 62,93 65,55 c 66,92 f 64,69 e daging dada : 65,55 ns daging paha : 66,06 ns ns Berbeda tidak nyata a,b,c,d Nilai pada baris yang sama dengan superskrip berbeda, berbeda sangat nyata (P<0,01). e,f Nilai pada kolom yang sama dengan superskrip berbeda, berbeda sangat nyata (P<0,01) Interaksi berbeda tidak nyata perebusan dari 80 ke 90 o C dan lama waktu 30 sampai 60 menit, menyebabkan kenaikan nilai ph susut masak dan keempukan daging, sedangkan daya ikat air mengalami penurunan. Nilai ph pada perebusan 80 o C, 30 menit, 80 o C, 60 menit, 90 o C, 30 menit, 90 o C 60 menit berturut-turut adalah 5,9, 6,08, 5,99 dan 6,06. Nilai daya ikat air pada perebusan 80 o C, 30 menit, 80 o C, 60 menit, 90 o C, 30 menit, 90 o C 60 menit berturutturut adalah 29,51, 29,36, 18,55 dan 27,71%. Nilai susut masak pada perebusan 80 o C, 30 menit, 80 o C, 60 menit, 90 o C, 30 menit, 90 o C 60 menit berturut-turut adalah 15,34, 11,86, 20,16 dan 21,28%. Sedangkan nilai keempukan daging pada perebusan 80 o C, 30 menit, 80 o C, 60 menit, 90 o C, 30 menit, 90 o C 60 menit berturut-turut adalah 0,67, 0,75, 0,72 dan 0.83 kg/cm 2. Kadar air daging ayam kampung umur 3 bulan lebih tinggi dibandingkan dengan daging ayam kampung umur 6 bulan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1991) yang menyatakan bahwa otot ternak muda mempunyai kadar air yang relatif tinggi dan menurun dengan meningkatnya maturitas. Akibatnya konsentrasi protein meningkat sesuai dengan maturitas. Menurut Lawrie (1995), seiring dengan bertambahnya umur, kenaikan N- sarkoplasma kurang berarti atau sangat sedikit sementara kadar air dan stroma juga menurun. Penimbunan lemak sesuai dengan bertambahnya umur ternak juga berpengaruh terhadap kandungan air. Ada hubungan negatif antara lemak dan kadar air, bila kadar lemak naik, maka kadar air dalam karkas akan turun. Ini sesuai dengan pendapat Lawrie (1979) bahwa kandungan air dalam karkas mempunyai hubungan negatif dengan kadar lemak dan mempunyai hubungan yang positif dengan kadar protein. Macam otot berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air, akan tetapi ada kecenderungan terjadi penurunan kadar air pada otot dada. Hal ini diduga karena pengaruh penimbunan lemak oleh otot yang banyak melakukan aktivitas seperti otot paha. Kadar air mempunyai hubungan yang negatif dengan kadar lemak (Lawrie, 1979). Pengaruh perebusan terhadap kadar air sangat nyata (P<0,01). Perebusan dapat menyebabkan pengkerutan daging sehingga air banyak keluar dari daging, selain itu air juga banyak menguap selama perebusan. Kehilangan air dari daging mentah dan daging yang sudah dimasak diikuti dengan penurunan ruang antara grup serabut otot dan antara individu serabut serta penyusutan diameter urat daging. Tingkat kehilangan air dan pengkerutan serabut otot akan lebih cepat dengan daging yang dimasak tahap pendahuluan dari paha daging mentah dan hal itu akan terus berjalan (Daines dan Locker, 1974). Kadar air pada temperatur perebusan 90 o C selama 30 menit, berbeda nyata (P<0,05) dengan kadar air pada perlakuan 80 o C, 30 menit, 80 o C 60 menit dan 90 o C, 60 menit. Kehilangan air yang lebih besar pada temperatur perebusan 90 o C selama 30 menit menunjukkan bahwa kondisi tersebut daging sudah kurang mampu mengikat air, akan tetapi pada 122 J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(3) September 2003

Tabel 2. Kadar Protein Otot dan Daging Ayam Kampung Umur 3 dan 6 Bulan yang direbus pada Temperatur 80 dan 90 o C dengan Lama Waktu Perebusan 30 dan 60 Menit (%) Umur (bulan) Macam Daging mentah dan masak otot Mentah 80 o C,30 80 o C,60 90 o C,30 90 o C,60 3 6 22,05 20,06 20,99 18,99 20,52 a 27,12 28,30 25,01 23,30 26,02 b 25,89 29,81 24,28 26,60 26,64 bc 26,43 29,31 26,69 2,65 27,02 c 26,29 28,39 25,55 25,66 26,47 b 26,36 ns 23,11 ns daging dada : 24,13 ns daging paha : 25,27 ns ns Berbeda tidak nyata a,b,c Nilai pada baris yang sama dengan superskrip berbeda, berbeda sangat nyata (P<0,01). Interaksi berbeda nyata perebusan yang diperlama sampai 60 menit ternyata kadar air meningkat, ini berarti pada daging tersebut terjadi perubahan komponen daging sehingga daging mampu menahan air. Daya ikat air yang tinggi ini diduga karena perubahan kolagen menjadi gelatin dan bentuk gel ini dapat menahan air. Perbedaan kehilangan air secara nyata juga terjadi antara temperatur perebusan 80 o C selama 30 menit dengan temperatur perebusan 90 o C selama 60 menit. Hal ini menunjukkan bahwa faktor lama waktu dan temperatur yang ekstrim sangat berpengaruh terhadap kadar air. Soeparno (1994) menyatakan bahwa kolagen dalam daging mengikat miofibril bersama-sama dan dapat mengalami disintegrasi oleh perlakuan pemanasan. Perebusan daging selama 60 menit pada temperatur 80 o C akan mendegradasi kolagen yang sebelumnya telah mengalami pembengkakan dan pengkerutan (Cassens, 1971), dan pada temperatur yang lebih tinggi menyebabkan pelunakan jaringan ikat dengan konversi kolagen menjadi gelatin (Lawrie, 1979). Deatherage dan Hamm (1960) mengemukakan bahwa konversi kolagen menjadi gelatin pada suhu 90 o C cenderung meningkatkan kapasitas memegang air. Pendapat tersebut juga sesuai dengan kenyataan bahwa pada daging ayam umur 6 bulan kenaikan kadar air sangat kecil daripada kada air daging ayam umur 3 bulan. Kandungan kolagen pada jaringan ikat hewan muda lebih rendah daripada hewan yang lebih tua (Lawrie, 1995), sehingga kenaikan kadar air lebih tinggi pada daging ayam yang muda. Hasil penelitian terhadap kadar protein menunjukkan bahwa umur, macam otot dan interaksinya tidak berpengaruh terhadap kadar protein daging. Pengaruh temperatur terhadap kadar protein daging adalah sangat nyata (P<0,01). Kadar protein daging meningkat pada temperatur perebusan sampai 90 o C selama 30 menit, kadar protein menurun dengan memperpanjang waktu perebusan sampai 60 menit. Kenaikan kadar protein akibat pengaruh temperatur dan waktu perebusan sangat dipengaruhi oleh hilangnya air selama perebusan. Komposisi kimia daging dapat berubah karena pemanasan (Judge et al., 1989). Swatland (1984) dan Edwards (1981) berpendapat bahwa daging masak akan mempunyai kadar protein, lemak dan abu yang lebih tinggi daripada daging segar sebagai akibat hilangnya cairan yang hilang selama pemasakan. Kadar protein daging meningkat secara tajam pada temperatur perebusan 90 o C selama 30 menit, keadaan ini diduga karena protein belum mengalami denaturasi secara sempurna terutama terhadap jenis protein yang stabil terhadap panas, hal ini direfleksikan dengan kadar protein yang rendah pada daging yang direbus lebih lama sampai 60 menit yang berarti faktor lama perebusan pada temperatur 90 o C sangat berpengaruh terhadap kadar protein daging, keadaan ini diduga ada hubungannya dengan kadar Physical Characteristic Changes due to Age, Muscle Type, Cooking in Chicken Meat (Winarso) 123

air yang meningkat pada kondisi pemasakan tersebut. Jumlah cairan yang diperoleh dalam pemasakan akan meningkat lebih lanjut apabila daging dimasak pada temperatur 107 dan 155 o C (Lawrie, 1995). Hal ini menggambarkan beberapa kerusakan protein, dengan kerusakan asam-asam amino yang terjadi pada kisaran temperatur tersebut. Pada temperatur di atas 65 o C miofibril secara aktif memendek sampai 30%, diikuti pengkerutan jaringan kolagen yang memberi kontribusi untuk pengeluaran cairan sarkoplasma ke arah eksterior dari ruang antara serabut otot (Offer dan Trinick, 1983). Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur, macam otot, waktu dan temperatur perebusan berpengaruh nyata terhadap kadar lemak daging (P<0,05), sedangkan interaksi antara ketiga faktor tersebut menunjukkan perbedaan tidak nyata. Kadar lemak daging ayam umur 3 dan 6 bulan menunjukkan perbedaan tidak nyata. Kadar lemak daging ayam umur 3 dan 6 bulan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), sedangkan interaksi antara ketiga faktor tersebut menunjukkan perbedaan tidak nyata. Kadar lemak daging ayam umur 3 dan 6 bulan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,0) pada temperatur perebusan 90 o C selama 30 menit. Demikian pula kadar lemak pada otot dada dan paha. Perbedaan ini diduga karena pelelehan lemak terhalang oleh kadar protein yang berikatan dengan partikel-partikel lemak, hal ini direfleksikan oleh kadar protein yang tinggi pada kondisi tersebut. Perbedaan kadar air, protein dan lemak dapat juga disebabkan oleh perbedaan pemanfaatan energi dan fungsi otot. Aktivitas berhubungan erat dengan pemanfaatan energi (Mountney, 1976). Otot yang lebih aktif terutama bagian paha mengandung glikogen yang lebih rendah dan mengandung lebih banyak lemak sebagai sumber energi untuk metabolisme. Otot dada sebagian besar tersusun dari serabut putih yang mempunyai sifat kontraksi fisik, metabolisme glikolitik dan kandungan glikogen relatif tinggi (Judge et al., 1989). Karakteristik Fisik Daging Ayam Kampung ph Daging Nilai ph daging ayam umur 3 bulan berbeda nyata dengan nilai ph daging ayam umur 6 bulan (p<0,05). Perbedaan ph yang lebih tinggi pada daging ayam umur 6 bulan disebabkan umur pemotongan yang berbeda dapat mempengaruhi otot dalam menghasilkan glikogen dan asam laktat yang dihasilkan pada glikolisis anaerob. Menurut Soeparno (1994), cadangan glikogen pada ternak muda lebih rendah daripada ternak tua. Variasi ph otot posmortem dipengaruhi oleh laju glikolisis posmortem, cadangan glikogen otot, ph daging ultimat, stress sebelum pemotongan, pemberian hormon dan obat-obatan tertentu, individu ternak, macam otot, stimulasi listrik dan aktivitas enzim. Di dalam jaringan otot tersebut hewan menyimpan glikogen sebagai sumber energi. Setelah hewan dipotong glikogen otot akan mengalami glikolosisis secara enzimatis dan akan menghasilkan asam laktat yang akan menyebabkan perubahan ph daging (Forrest et al., 1975). Penimbunan asam laktat akan berhenti setelah cadangan glikogen menjadi habis (Soeparno, 1994). Rendahnya cadangan glikogen otot menyebabkan proses glikolisis anaerob terbatas dan mengakibatkan penurunan ph sangat kecil karena pembentukan asam laktat relatif sedikit (Miller et al., 1963). ph otot dada (Pectoralis superficialis) dan paha (Biceps femoris) masingmasing 5,7463 dan 6,2051 menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan aktivitas otot antara kedua otot tersebut, hal ini berhubungan dengan kandungan glikogen. Kadar glikogen dan tipe otot dapat mempengaruhi ph. Otot dada lebih sedikit mengandung lemak dan air, sedangkan kadar protein lebih tinggi. Otot paha mengandung glikogen lebih rendah dan mengandung lebih banyak lemak sebagai sumber energi untuk metabolisme (Judge, 1987; Soeparno, 1992d). Otot paha juga mempunyai sifat kontraktil tonik dengan metabolisme glikolitik yang rendah (Judge et al., 1989), pemecahan glikogen juga rendah sehingga pembentukan asam laktat lebih sedikit daripada otot dada (Bechtel, 1986). Rendahnya asam laktat yang terbentuk menyebabkan ph meningkat (Miller et al., 1963), sehingga ph otot dada lebih tinggi daripada otot paha. Nilai ph menunjukkan perbedaan yang nyata pada semua perlakuan perebusan. Nilai ph meningkat dengan bertambahnya waktu dan temperatur 124 J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(3) September 2003

Tabel 3. Nilai ph Otot dan Daging Ayam Kampung Umur 3 dan 6 Bulan yang Direbus pada Temperatur 80 dan 90 o C dengan Lama Waktu Perebusan 30 dan 60 Menit Umur (bulan) Macam Daging mentah dan masak otot Mentah 80 o C,30 80 o C,60 90 o C,30 90 o C,60 3 6 5,66 5,95 5,64 5,97 5,81 a 5,57 6,30 5,48 6,23 5,89 b 6,08 6,34 5,64 6,26 6,08 d 5,87 6,42 5,49 6,18 5,99 c 5,82 6,14 6,28 6,03 6,07 d 5,38 e 5,92 f daging dada : 5,73 h daging paha : 5,57 g a,b,c,d Nilai pada baris yang sama dengan superskrip berbeda, berbeda sangat nyata (P<0,01). e,f,g,h Nilai pada kolom yang sama dengan superskrip berbeda, berbeda sangat nyata (P<0,01) Interaksi berbeda sangat nyata perebusan (P<0,05). Perebusan daging pada temperatur 80 o C selama 30 menit meningkatkan ph daging mentah sebesar 0,14 unit, dari perebusan selama 30 menit yang diperlama menjadi 60 menit naik 0,13 unit. Perebusan daging pada temperatur 90 o C selama 30 menit meningkatkan ph daging mentah sebesar 0,18 unit dan perebusan selama 60 menit naik dengan 0,07 unit. Nilai ph daging mentah juga meningkat dengan bertambahnya temperatur perebusan. Perebusan pada 80 o C selama 30 menit meningkatkan ph daging mentah sebesar 0,14 unit, dari 80 o C ke 90 o C naik 0,04 unit. Sedangkan perebusan pada 80 o C selama 60 menit meningkatkan ph daging mentah sebesar 0,27 unit, dari 80 o C ke 90 o C ph mengalami penurunan 0,02 unit akan tetapi tidak nyata. Peningkatan ph daging karena waktu dan temperatur perebusan dapat disebabkan daging kehilangan cairan selama perebusan dan ini berkaitan dengan kerusakan struktur protein yang dapat menyebabkan sejumlah grup asidik hilang sehingga ph meningkat dan daging menjadi kurang mampu mengikat air. Kenaikan ph daging masak dipengaruhi oleh hilangnya cairan daging dan menurunnya daya ikat air oleh protein daging, serta hilangnya grup asidik bebas (Deatherage dan Hamm, 1960). Interaksi diantara umur dan macam otot menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap ph, ini berarti bahwa efek kombinasi faktor adalah besar. Perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan laju penurunan ph postmortem. Perkembangan otot terhambat karena terbatasnya ukuran serabut otot pada umur yang berbeda. Hal ini erat kaitannya dengan asam laktat yang dihasilkan (Soeparno, 1994). Interaksi diantara umur dan perebusan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap ph. Hal ini erat hubungannya dengan terjadinya perubahan kimia protein daging karena perebusan. Hilangnya grup asidik karena perebusan sangat menentukan kenaikan ph daging masak (Deatherage dan Hamm, 1960). Perbedaa umur menentukan kandungan lemak yang mempunyai hubungan negatif dengan protein. Ternak tua lebih banyak mengandung lemak dan air sedangkan kadar protein lebih rendah daripada ternak muda (Soeparno, 1992c; Wismer-Pederson, 1971). Adanya interaksi antara umur, macam otot dan perebusan menunjukkan bahwa perbedaan ph yang sangat nyata diantara otot dapat tergantung pada umur dan tingkat perebusan. Pada penelitian ini ph daging masak antar kombinasi waktu dan temperatur perebusan, menunjukkan perbedaan yang sangat nyata secara linear maupun kuadaratis. Denaturasi protein meningkat pada temperatur tinggi, hal ini direfleksikan dengan daya ikat air yang rendah pada temperatur tersebut. Penurunan daya ikat air karena perebusan berhubungan dengan grup asidik (Lawrie, 1979). Hilangnya grup asidik karena perebusan sangat menentukan kenaikan ph daging masak (Hamm, 1964). Penurunan ph sampai kira-kira 5,4 5,5 atau lebih rendah berarti titik isoelektrik miosin telah tercapai. Dengan tercapainya titik isoelektrik ini maka akan terjadi pengerutan fibril Physical Characteristic Changes due to Age, Muscle Type, Cooking in Chicken Meat (Winarso) 125

daging dan protein akan kehilangan kemampuan untuk mengikat air, serta struktur daging menjadi longgar (Soeparno, 1994). Kenaikan ph daging juga dapat terjadi akibat perebusan yang relatif lama. Kenaikan ph karena lama perebusan disebabkan terjadi perubahan proporsi kimia daging dan hilangnya sebagian cairan daging (Judge et al., 1989). Daya Ikat Air Daya ikat air adalah kemampuan protein daging untuk mengikat air (Soeparno, 1994). Pengaruh umur terhadap daya ikat air sangat nyata. nilai daya ikat air daging ayam umur 3 bulan lebih besar daripada daging ayam umur 6 bulan yaitu masing-masing 33,548% dan 27,104%. Daya ikat air sangat dipengaruhi oleh laju dan besarnya penurunan ph, sedangkan perubahan ph berkaitan dengan perubahan mikrostruktur daging termasuk kontraksi otot sewaktu ternak masih hidup (Lawrie, 1979; Soeparno, 1991). Peningkatan umur dapat meningkatkan proporsi bahan kering dan menurunan air (Tillman et al., 1984). Proporsi bahan kering daging yang paling besar didominasi oleh protein, sedangkan protein daging berhubungan kesempatan kepada protein daging untuk mengikat air. Hasil analisa lemak memperlihatkan bahwa kadar lemak pada ayam umur 3 bulan lebih tinggi daripada ayam umur 6 bulan sehingga daya ikat air pada daging ayam umur 3 bulan lebih besar daripada daya ikat air daging umur 6 bulan. Nilai daya ikat air berbeda sangat nyata antara otot dada dan paha. nilai daya ikat air otot dada lebih rendah daripada daya ikat air otot paha yaitu masing-masing adalah 28,75% dan 31,903%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan aktivitas dan kandungan protein antara kedua otot tersebut. Daya ikat air dipengaruhi oleh faktor ph yang tergantung pada spesies, umur, dan fungsi otot (Soeparno, 1994). Otot yang sering digunakan untuk aktivitas (seperti BF) berhubungan langsung dengan pemendekan serabut otot. Pemendekan serabut otot ini akan menurunkan daya ikat air. Otot dada mempunyai ph lebih rendah dan kandungan protein yang lebih tinggi keadaan ini menyebabkan daya ikat air pada otot tersebut juga tinggi. Bacus (1984) mengatakan bahwa daya ikat air dipengaruhi oleh sintesis protein. Hampir semua air dalam urat daging berada dalam miofibril dan dalam ruang antara filamen aktin dan miosin. Ukuran Tabel 4. Nilai Daya Ikat Air Otot dan Daging Ayam Kampung Umur 3 dan 6 Bulan yang Direbus pada Temperatur 80 dan 90 o C dengan Lama Waktu Perebusan 30 dan 60 Menit (%) Umur (bulan) 3 6 Macam Daging mentah dan masak otot Mentah 80 o C,30 80 o C,60 90 o C,30 90 o C,60 38,29 37,60 24,23 16,33 29,11 b 27,43 32,45 29,56 27,71 29,29 b 24,25 36,85 24,14 32,50 29,44 b 14,22 21,57 18,03 29,53 20,84 a daging dada : 22,86 e daging paha : 29,27 f a,b,c,d,e Nilai pada baris yang sama dengan superskrip yang berbeda, berbeda nyata (P<0,05). c,d,e,f Nilai pada kolom yang sama dengan superskrip yang berbeda, berbeda nyata (P<0,01) Interaksi berbeda tidak nyata 27,56 30,72 25,09 27,39 27,69 b 26,67 c 25,45 d dengan kandungan air yang terikat di dalamnya sehingga kadar air juga meningkat (Soeparno, 1992d). Pada penelitian ini daya ikat air yang lebih besar pada daging ayam umur 3 bulan diduga lebih dipengaruhi oleh kandungan lemaknya. Menurut Hamm (1964), lemak dapat melonggarkan mikrostruktur daging sehingga memberi lebih banyak ruang antar filamen ada hubungannya dengan ph, panjang sarkomer, dan kekuatan ionik (Offer dan Trinick, 1983). Susut Masak Susut masak daging ayam umur 3 bulan berbeda nyata dengan susut masak daging ayam 126 J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(3) September 2003

umur 6 bulan (P<0,05). Susut masak daging ayam umur 3 bulan yang lebih tinggi daripada susut masak daging ayam umur 6 bulan disebabkan oleh kandungan lemak lebih rendah dari susut masak daging ayam umur 6 bulan. Lemak intramuskular menghambat cairan daging yang keluar selama perebusan (Soeparno, 1994; Lawrie, 1995; Fletcher dan Papinaho, 1996). Menurut Bouton et al. (1978), susut masak menurun dengan bertambahnya umur ternak. Lama waktu pada temperatur perebusan 90 o C tidak berpengaruh terhadap susut masak, hal ini direfleksikan oleh nilai susut masak yang tidak berbeda nyata pada perlakuan tersebut akan tetapi kenaikan temperatur perebusan dari 80 o C ke 90 o C menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap susut masak daging. Lama waktu berpengaruh secara nyata (P<0,05) pada daging yang direbus dengan temperatur 80 o C selama 30 menit dan 60 menit. Peningkatan susut masak selama perebusan dapat disebabkan oleh perubahan struktur jaringan dan kimia protein daging tersebut terutama kerusakan terhadap protein miofibril dan sarkoplasma, karena lama perebusan akan menurunkan pengaruh panjang serabut otot dan pengkerutan protein miofibril sehingga memaksa cairan daging dibebaskan (Bouton et al., 1976; Soeparno, 1990). Pemasakan yang relatif lama pada temperatur perebusan 90 o C akan menurunkan panjang serabut otot (Soeparno, 1994), dan menurunnya panjang serabut otot akan meningkatkan susut masak (Bouton et al., 1971). Pendapat ini didukung oleh Bouton et al. (1976) dan Daines dan Locker (1974) yang mengemukakan bahwa susut masak merupakan fungsi dari waktu dan temperatur perebusan dan dipengaruhi oleh ph, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging dan penampang lintang daging. Hasil penelitian Bouton et al. (1971) dan Deatherage dan Hamm (1964) menunjukkan bahwa daging yang direbus pada temperatur 80 o C dan 270 o C selama 90 menit mengalami susut masak sebesar 43,4% dan 44,9%. Keempukan Keempukan daging umur 3 bulan berbeda tidak nyata dengan keempukan daging ayam umur 6 bulan karena penimbunan lemak pada daging ayam umur 3 dan 6 bulan relatif sama. Nilai uji keempukan daging ayam kampung umur 3 bulan lebih rendah daripada daging ayam kampung umur 6 bulan yang berarti daging ayam umur 3 bulan lebih empuk daripada daging ayam kampung umur 6 bulan karena jaringan ikat ternak muda mengandung retikulin dan ikatan silang yang lebih rendah daripada ternak tua. Keempukan daging banyak ditentukan oleh tiga komponen daging yaitu struktur miofibril dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya, dan daya ikat air oleh protein daging (Bouton et al., 1971). Pengaruh macam otot terhadap keempukan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Tabel 5. Nilai Susut Masak Otot dan Daging Ayam Kampung Umur 3 dan 6 Bulan yang Direbus pada Temperatur 80 dan 90 o C dengan Lama Waktu Perebusan 30 dan 60 Menit (%) Umur (bulan) 3 6 Macam Daging masak otot 80 o C,30 80 o C,60 90 o C,30 90 o C,60 18,57 14,66 10,54 17,82 15,40 b 10,76 18,17 9,72 18,28 14,23 a 22,57 26,52 18,04 13,51 20,16 c 30,06 29,96 11,96 13,15 21,28 c 17,13 e 11,30 d otot dada : 13,22 f otot paha : 15,21 g a,b,c,d,e Nilai pada baris yang sama dengan superskrip yang berbeda, berbeda nyata (P<0,05). d,e atau f,g Nilai pada kolom yang sama dengan superskrip yang berbeda, berbeda sangat nyata (P<0,01) Interaksi berbeda sangat nyata Physical Characteristic Changes due to Age, Muscle Type, Cooking in Chicken Meat (Winarso) 127

Keempukan otot dada (Pectoralis superficialis) lebih tinggi daripada otot paha (Bicep femoris) karena otot dada merupakan otot pasif, mengandung jaringan konektif lebih sedikit dan lebih berlemak. Keempukan daging bervariasi diantara otot (Fletcher dan Smith, 1992), otot dengan struktur miofibrilar yang lebih besar dan lebih banyak mengandung jaringan konektif relatif akan lebih alot. Otot paha yang lebih banyak gerak pada waktu masih hidup akan mengandung lebih banyak jaringan konektif dan mempunyai struktur miofibrilar yang lebih besar sehingga otot paha lebih alot daripada otot dada (Bouton dan Harris, 1972). Urat daging yang sama sekali tidak digunakan akan mengalami atrofi fisiologis. Secara histologis ada reduksi dalam diameter rata-rata serat urat daging (Lawrie, 1995). Sebaliknya, gerak yang terus menerus dapat meningkatkan ukuran urat daging. Hal ini mencerminkan peningkatan jumlah urat daging yang berdiameter besar sehingga tekstur menjadi kasar. Tekstur yang kasar akan cenderung menyebabkan urat daging menjadi lebih liat (Deatherage dan Harrim, 1960). Keempukan daging juga ditentukan oleh perlemakannya. Selama pertumbuhan, deposisi lemak terjadi diantara otot (intermuskular), lapisan bawah kulit dan diantara serabut otot. Akumulasi lemak dapat melarutkan kolagen sehingga daging menjadi lebih lunak (Charmichael dan Lawrie, 1967; Wismer-Pederson, 1971; Swatland, 1984). Keempukan daging mentah menunjuk-kan perbedaan yang nyata dengan daging yang direbus (P<0,05). Temperatur perebusan mempengaruhi keempukan daging secara nyata sampai temperatur 90 o C selama 60 menit (P<0,05). Keempukan daging meningkat secara tajam antara daging mentah dan daging yang direbus dengan temperatur 90 o C selama 30 menit dan 60 menit. Pada temperatur 80 o C, lama waktu tidak menunjukkan perbedan yang nyata. Perbedaan keempukan yang tajam ini disebabkan oleh adanya perubahan struktur protein daging yang direfleksikan dengan rendahnya kadar protein daging pada perebusan dengan temperatur 90 o C selama 60 menit. Gambaran histologi daging menunjukkan bahwa kolagen terlihat membaur atau tidak tajam dibanding dengan daging mentah dan daging yang direbus pada temperatur 80 o C. Keempukan daging karena perubahan protein daging diduga miofibril telah mengalami kerusakan. Hal ini sependapat dengan Lechner dan Toumy (1964) bahwa keempukan daging tidak tergantung pada pemasakan sampai temperatur 80 o C. Selain itu Bouton dan Harris (1972) juga mengemukakan bahwa lama waktu pemasakan mempengaruhi pelunakan kolagen, sedangkan temperatur perebusan lebih mempengaruhi kealotan miofibril. Perebusan akan menyebabkan perubahan struktur daging yaitu jaringan konektif daging akan menjadi lebih empuk karena konversi kolagen menjadi gelatin. Perebusan pada temperatur 58 o C perlahan-lahan keempukan daging relatif meningkat. Tabel 6. Nilai Keempukan Otot dan Daging Ayam Kampung Umur 3 dan 6 Bulan yang Direbus pada Temperatur 80 dan 90 o C dengan Lama Waktu Perebusan 30 dan 60 Menit (kg/cm 2 ) Umur (bulan) Macam otot Daging mentah dan masak Mentah 80 o C,30 80 o C,60 90 o C,30 90 o C,60 3 6 0,89 1,89 1,51 1,79 1,52 a 1,28 1,68 1,61 1,85 1,61 b 1,55 1,89 1,28 1,81 1,63 b 1,41 1,95 1,35 1,59 1,58 b 1,51 1,86 1,61 2,08 1,77 c 1,59 ns 1,65 ns otot dada : 1,40 d otot paha : 1,84 c ns Berbeda tidak nyata a,b,c Nilai pada baris yang sama dengan superskrip yang berbeda, berbeda sangat nyata (P<0,01). d,e Nilai pada kolom yang sama dengan superskrip yang berbeda, berbeda nyata (P<0,05) Interaksi berbeda sangat nyata 128 J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(3) September 2003

Kenaikan temperatur menjadi 64 o C reaksi pengkerutan kolagen menjadi lebih cepat dan untuk mempertahankan keempukan dapat dilakukan dengan memperpanjang waktu pemanasan. Pada temperatur yang lebih tinggi dari 74 o C penyusutan kolagen terjadi secara cepat dan diikuti dengan mengerasnya protein yang menyebabkan keempukan daging menurun, tetapi bila pemanasan pada temperatur ini diteruskan akhirnya pembentukan gelatin meningkat dan akan meningkatkan keempukan daging. Menurut Light et al., (1985) dan Soeparno (1991) bahwa kolagen daging mengalami pengkerutan pada temperatur antara 60-70 o C dan menjadi lunak pada temperatur 90 o C dan dengan lama perebusan yang relatif lama mampu meningkatkan keempukan daging karena perebusan yang lebih lama akan menyebabkan perubahan protein-protein miofibril yang lebih dominan. Umur dan macam otot mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap karakteristik daging, interaksi antara umur dengan macam otot menunjukkan perbedaan yang nyata pada ph, daya ikat air, dan keempukan. Ayam kampung umur 6 bulan mempunyai daya ikat air yang lebih tinggi daripada ayam kampung umur 6 bulan karena kadar lemak yang lebih tinggi pada ayam kampung umur 6 bulan. Lemak daging dapat melonggarkan mikrostruktur daging yang menyebabkan lebih banyak ruang tersedia untuk air yang terikat protein (Hamm, 1964) sehingga daya ikat air lebih tinggi (Soeparno, 1992b). Keempukan daging menunjukkan perbedaan yang nyata antara ayam umur 3 dan 6 bulan. Ayam kampung yang dipotong pada umur yang lebih tua mempunyai struktur jaringan ikat yang lebih kuat. Voller et al. (1997) menyatakan bahwa denaturasi pada ikatan struktur tripel heliks kolagen dapat meningkatkan keempukan daging ayam demikian pula terhadap terjadinya denaturasi protein miofibril daging akibat pemanasan. Berdasarkan hasil penelitian diatas maka perbedaan umur, macam otot dan perebusan (kombinasi waktu dan temperatur perebusan) berpengaruh terhadap perubahan nilai karakteristik fisik daging ayam kampung. Interaksi antara umur, macam otot dan kombinasi waktu dan temperatur perebusan berpengaruh nyata terhadap ph, susut masak dan keempukan daging sedangkan terhadap daya ikat air memberikan pengaruh yang tidak nyata, nilai ph otot dada dari daging ayam umur 3 bulan pada perebusan 80 o C, 30 menit, 80 o C, 60 menit, 90 o C, 30 menit, 90 o C 60 menit masing-masing adalah 5,75, 6,08, 5,87 dan 5,82. Nilai ph otot dada dari daging ayam umur 6 bulan pada perebusan 80 o C, 30 menit, 80 o C, 60 menit, 90 o C, 30 menit, 90 o C 60 menit masngmasing adalah 5,48, 5,64, 5,49, 6,03 dan 5,66. Nilai daya ikat air otot dada dari daging ayam umur 3 bulan pada perebusan 80 o C, 30 menit, 80 o C, 60 menit, 90 o C, 30 menit, 90 o C 60 menit masing-masing adalah 27,43, 24,25, 14,22 dan 27,56%. Nilai daya ikat air otot dada dari daging ayam umur 6 bulan pada perebusan 80 o C, 30 menit, 80 o C, 60 menit, 90 o C, 30 menit, 90 o C 60 menit masing-masing adalah 29,56, 24,14, 18,03 dan 25,09%. Nilai susut masak otot dada dari daging ayam umur 3 bulan pada perebusan 80 o C, 30 menit, 80 o C, 60 menit, 90 o C, 30 menit, 90 o C 60 menit masing-masing adalah 18,57, 10,76, 22,57 dan 30,06%. Nilai susut masak otot dada dari daging ayam umur 6 bulan pada perebusan 80 o C, 30 menit, 80 o C, 60 menit, 90 o C, 30 menit, 90 o C 60 menit masing-masing adalah 10,54, 9,72 18,04 dan 11,96%. Nilai keempukan otot dada dari daging ayam umur 3 bulan pada perebusan 80 o C, 30 menit, 80 o C, 60 menit, 90 o C, 30 menit, 90 o C 60 menit masing-masing adalah 1,28, 1,55, 1,41 dan 1,51 kg/ cm 2. Nilai keempukan otot dada dari daging ayam umur 6 bulan pada perebusan 80 o C, 30 menit, 80 o C, 60 menit, 90 o C, 30 menit, 90 o C 60 menit masing-masing adalah 1,6, 1,28, 1,35 dan 1,61 kg/cm 2. Perbedaan ph, daya ikat air dan susut masak antar kombinasi waktu dan temperatur perebusan berbeda nyata secara linear maupun kuadratis. Secara linear keempukan daging berbeda nyata diantara kombinasi waktu dan temperatur perebusan. Akan tetapi secara kuadratis belum menunjukkan perbedaan yang nyata. Karakteristik fisik terbaik untuk daging ayam umur 3 dan 6 bulan dilakukan pada temperatur 90 o C selama 30 menit. KESIMPULAN DAN SARAN Umur, macam otot dan kombinasi waktu, temperatur perebusan yang berbeda berpengaruh terhadap perubahan nilai karakteristik fisik daging ayam kampung. Nilai ph dan daya ikat air meningkat dengan bertambahnya umur ternak, sedangkan nilai Physical Characteristic Changes due to Age, Muscle Type, Cooking in Chicken Meat (Winarso) 129

susut masak dan keempukan daging mengalami penurunan. Otot dada mempunyai ph, daya ikat air dan susut masak lebih rendah dan keempukan yang lebih tinggi daripada otot paha. Kenaikan temperatur perebusan dari 80 ke 90 o C dan lama waktu 30 sampai 60 menit, menyebabkan kenaikan nilai ph, susut masak dan keempukan daging, sedangkan daya ikat air mengalami penurunan. Interaksi antara umur, macam otot dan kombinasi waktu, temperatur perebusan berpengaruh nyata terhadap ph, susut masak dan keempukan daging sedang terhadap daya ikat air memberikan pengaruh tidak nyata. Kualitas fisik terbaik untuk daging ayam kampung umur 3 dan 6 bulan dilakukan perebusan pada temperatur 90 o C selama 30 menit. Karakteristik fisik terendah dari daging ayam kampung umur 3 dan 6 bulan adalah daging yang mendapat perlakuan perebusan pada temperatur 90 o C selama 30 menit. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk evaluasi tingkat kerusakan kualitas fisik dan kimia daging rebus yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan gudeg, bakmi, maupun ayam goreng di warung-warung nasi dan rumah makan ayam goreng dan gudeg di daerah Magelang dan sekitarnya. DAFTAR PUSTAKA Bacus, J. 1984. Utilization of Microorganism in Meat Processing. Research Studies Press Ltd., England. Bechtel, P.J. 1986. Muscle Development and Contractile Proteins. Academic Press, New York. Bouton, P.E., P.V. Harris and W.R. Shorthose. 1971. Effect of ultimate ph upon the water. holding capacity and tenderness of mutton. J. Food Sci. 36 : 435-439. Bouton, P.E., and P.V. Harris. 1972. The Effects of cooking temperature and time on mechanical properties of meat. J. Food. Sci. 97 : 140-144. Bouton, P.E., and P.V. Harris dan W.R. Shorthose. 1976. Factors influencing cooking losses from meat. J. Food. Sci. 41 : 1092-1095. Bouton, P.E., P.V. Harris, D. Ratcliff, D.W. Roberts and W.R. Shorthose. 1978. Sear force measurement on cookies meat from sheep of various ages. J. Food. Sci., 43 : 1038-1039. Bucle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wooton. 1978. Food Sci. Ferguson & Co., Brisbans, Australia. Card, L.E. 1961. Poultry Production. 9th EuroDisney. Lea and Febiger, Philadelphia. Card, L.E. and M.C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 2nd EuroDisney. Lea and Febiger. Philadelphia. Carmimchael, D.J. and R.A. Lawrie. 1967. Changes in collagen solubility with animal age, J. Food Technol. 2 : 299-302. Carneiro, J. and L.C. Junqueira. 1991. Basic Histology, EuroDisney.3 EGC, Jakarta. (Alih bahasa : Adji Dharma) Cassens, R.G. 1971. In The Physiology and Biochemistry of Muscle as a Food. Vol II. univ. Wisconsin Press, Madison, p.679. Chen, T.C. 1986. Collagen content of chicken gizzard and meat tissue as affected by cooking methods. J. Food. Sci. 51:301-304. Chen, T.C. and B Ruantrakool 1986. Collagen content of chicken gizzard and breast meat tissue as affected by cooking methods. J. Food. Sci. 51:301-304. Daines, G.J. and R.H. Locker. 1974. Cooking loss in Beef. The effect of cold shorting, searing and rate of heating; time course and histology of changes during cooking. J. Sci. Food Agric. 25:1411. 130 J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(3) September 2003

Deatherage, F.E. and R. Hamm. 1960. Changes in hydration, solubility and charges of musle protein during heating of meat Food Responden. J. Food Sci. 25 : 587 595. Edwards, H.M. Jr. 1981. Carccas composition studies. Poultry Sci. 60:2506-2512 Erna Winarti. 1990. Perbedaan Persentase Bagianbagian Karkas dan Non Karkas Ayam Kampung pada Umur Pemotongan yang Berbeda. Tesis Sarjana. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Fletcher, D.L. and P.A Papinaho. 1996. The Influence of temperature on breast muscle shorthening and extensibililty. Poultry Sci. 75:797 Fletcher, D.L. and D.P. Smith. 1992. Duckling and chicken processing yields and breast meat tenderness. Poultry Sci. 71:197-202. Forrest, J.C., M.D. Judge., E.D. Aberle., H.B. Hedrick and R.A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco. Gerrard, F. 1977. Meat Techology. 5th EuroDisney. Northwood Publ. Ltd., London. Giles, B.G. 1969. Changes in meat produce by cooking. 15th European Meeting of Meat Research Workers, Helsinki, Aug. 17-24, p.289. Hamm, R. 1964. The Water-holding capacity of Meat. CSIRO, Melbourne. Hill, F. 1966. The solubility of infra muscular collagen in meat animals of varous ages. J. Food Sci. 31:1 10. Judge, M.D. 1987. Collagen stability, testosteron secretion and meat tenderness in growing Buils and Steers. J. Anim Sci. 65:1236 1242. Judge, M.D., E.D. Aberle, J.C. Forrest, H.B. Hedrick and R.A. Merkel, 1989. Principles of Meat Science. 2nd EuroDisney. Kendall/Hunt Publishing Co., Dubuque, Iowa. Kingston, D.J. 1979. The Role of Scavenging Chickens in Indonesia. Proc. 2nd. Poultry Sciences and Industry Seminar, Ciawi, Bogor. Pp 12-25. Lawrie, R.A. 1979. Meat Science. 3rd ed. Pergamon Press, Oxford. Lawrie, R.A. 1995. Meat Science. 5th ed. Pergamon Press, Oxford. Lechner, R.J. and M.J. Toumy. 1964. Effect of cooking temperature and time on the tenderness. Food Technol. 18 : 219-222. Lestari, A.S. 1998. Pengaruh Umur Pemotongan dan Macam Otot terhadap Kualitas Fisik Daging Ayam Kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Light, N., A.E. Champion, C.A. Voyle and A.J. Bayley. 1985. The role of epimysial, perimysial and endomysial collagen in determining texture in muscle. Meat Sci. 13 : 137-141. Mantra, LB. dan Kasto. 1982. Penentuan sampel. Dalam Metode Penelitian Survei. Editor. M. Singarimbun dan S. Effendi. 1982. LP3ES, Jakarta. Marpaung. 1998. Pengaruh Umur Pemotongan dan Macam Otot terhadap Kualitas Fisik Daging Ayam Kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Miller, L.F., M.D. Judge and B.D. Schanbacher. 1963. Intramuscullar collagen. J. Anim. Sci. 68 : 1044-1047. Mountney, G.J. 1976. Poultry Products Technology. 2nd ed. The Avi Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut. Physical Characteristic Changes due to Age, Muscle Type, Cooking in Chicken Meat (Winarso) 131

Naruki, S. dan Kanoni. 1992. Kimia dan Teknologi Pengolahan Hasil Hewan I. PAU Bioteknologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Offer, G and J. Trinick. 1983. Meat Science. London. Sarengat, W. 1980. Beberapa Jenis Ayam Lokal Indonesia. Fakultas Peternakan Unversitas Diponegoro, Semarang. Setiyono, 1987. Hubungan Kualitas Fisik dengan Komposisi Fisik dan Kimia Karkas dan Daging Domba Lokal Jantan yang Diberi Pakan dengan Level Energi dan Berat Potong Berbeda. Tesis. Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sidadolog, J.H.P. dan H. Sasongko. 1990. Genetika Produksi Telur dan Pertumbuhan pada Ayam Kampung. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Soeparno. 1989. Kimia dan Nutrisi Daging. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Soeparno. 1990. Pengaruh lama pemasakan dan macam otot terhadap ph, water holding capacity, cooking loss dan keempukan daging. Laporan Penelitian No. UGM/PT/ 2895/01/39. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Soeparno. 1992a. Perubahan karakteristik fisik daging karena temperatur perebusan. Laporan Penelitian No. UGM/PT/1654/01/39. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Soeparno. 1992b. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soeparno. 1992c. Pilihan Produksi Daging Sapi dan Teknologi Prosesing Daging Unggas. Fakultas Peternakan. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Soeparno. 1992d. Daging sebagai Standar Penilaian Kualitas Daging Ayam. Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Supraptiningsih, S. dan H. martoyo. 1977. Produktivitas ayam kampung dan persilangan F1 pada pemeliharaan dalam kandang. Seminar Ilmu dan Industri Unggas I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Bogor. Swartzel, V.E., C.G. Haugh and W.J. Stadelman. 1973. Thermal conductivity of chicken meat. J. Food Sci. 38 : 158 160. Swatland, H.J., 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, NJ. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokoesoemo, dan S. Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Voller-Reasonover,L., I.Y. Han, T.C. Titus, W.C. Bridges, and P.L. Dawson. 1997. High temperatur processing effect on the properties of fowl meat gels. Poultry Sci. 76 : 744-750. Wihandoyo, H. Mulyadi dan T. Yuwanto. 1981. Studi tentang Produktivitas Ayam Kampung yang Dipelihara Rakyat di Pedesaan secara Tradisional. Lap. Penel. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Wismer-Pedersen, J. 1971. Chemistry of Animal Tissue. W.H. Freeman and Co., San Fransisco. 132 J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(3) September 2003