II. TINJAUAN PUSTAKA. Desa Braja Harjosari mula-mula dibuka pada September 1958 oleh Jawatan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nama Desa Sukoharjo berasal dari tokoh di Kecamatan Sukoharjo pada saat itu,

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

I. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG SEBAGAI SUMBER HIJAUAN PAKAN TERNAK

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

KARYA TULIS ILMIAH PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO MENJADI BAHAN PAKAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

POTENSI PAKAN HASIL LIMBAH JAGUNG (Zea mays L.) DI DESA BRAJA HARJOSARI KECAMATAN BRAJA SELEBAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia. Kakao (Theobrema cocoa L.) merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen. Tujuan Intruksional Khusus:

KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

TANAMAN PENGHASIL PATI

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

POTENSI DAN PROSPEK PENGGUNAAN LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI LAHAN KERING KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati

PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal Untuk Pengembangan Peternakan YENNI YUSRIANI

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

Pemanfaatan Limbah Pasar sebagai Pakan Ruminansia

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena

JENIS PAKAN. 1) Hijauan Segar

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 03 Pebruari :23 - Update Terakhir Selasa, 17 Pebruari :58

Teknologi Pengelolaan Jerami Jagung Untuk Pakan Ternak Ruminansia

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, dengan sektor

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia akan sayuran yang tinggi akan meningkatkan jumlah pasokan

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

IV. GAMBARAN UMUM. Kampung Sidoarjo Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Tillman dkk., (1989) menyatakan

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Umum Desa Braja Harjosari Desa Braja Harjosari mula-mula dibuka pada September 1958 oleh Jawatan Transmigrasi Lampung. Pembukaan Kampung (Desa) Braja Harjosari dikepalai oleh Kepala Susukan Bapak Abu Naim, yang penduduk transmigrannya berasal dari Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, serta Bali. Penempatan transmigrasi di mulai tahun 1958 dengan jumlah penduduk 998 jiwa terdiri dari 326 KK, sedangkan transmigrasi penduduk Desa Braja Harjosari mendapat jaminan hidup selama 1 tahun berupa beras, minyak kelapa, ikan asin, gula dan garam serta pembagian bibit rambutan dan jeruk / KK dan diberikan lahan garapan atau perumahan sebagai berikut : 1. Pekarangan 0,25 Ha 2. Calon sawah 1 Ha 3. Peladangan 0,75 Ha Desa Braja Harjosari terletak di Kecamatan Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, atau tepatnya + 36 km dari ibukota Kabupaten Lampung Timur yaitu Kota Sukadana. Desa Braja Harjosari termasuk desa yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi berkisar antara 350 mm 375 mm,

7 memiliki jumlah bulan hujan selama 10 bulan, suhu rata rata mencapai 32 o C dan terletak 31 mdl diatas permukaan laut (Profil Desa, 2013). Desa Braja Harjosari berasal dari 3 kata yakni, Braja, Harjo, dan Sari. Braja artinya ilmu atau Aji, sedangkan Harjo (yang berasal dari kata Raharjo) yang berarti Selamat dan kata Sari berarti Inti. Adapun kalau diuraikan atau diartikan dengan sesungguhnya maka arti nama Desa Braja Harjosari adalah sebagai Keselamatan Lahir dan Batin. Desa Braja Harjosari merupakan desa yang memiliki luas wilayah mencapai 1075 ha dengan rincian yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah di Desa Braja Harjosari No Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase % 1 Tanah Sawah 201,2 18,72 2 Ladang dan Tegalan 362,4 33,71 3 Perkebunan 113,3 10,54 4 Perkarangan dan Pemukiman 332,7 30,95 5 Lain-lain 65,4 6,08 Jumlah 1.075 100 Sumber : Desa Braja Harjosari, 2013 Pada Tabel 1 dapat diketahui luas tanah yang digunakan untuk sawah, ladang dan tegalan, dan perkebunan sebesar 563,6 ha (52,43%). Pertanian di Desa Braja Harjosari meliputi, padi, jagung, ubi kayu, karet, dan kelapa sawit. Beberapa jenis tanaman yang di tanam di Desa Braja Harjosari, jagung memiliki luas lahan sekitar 52 ha. Hal ini berarti sumber pakan yang dihasilkan dari tanaman pertanian seperti, jagung yang berasal dari sawah, ladang dan tegalan serta perkebunan sangat besar, sehingga dapat diketahui bahwa potensi pakan hasil tanaman pertanian yang ada di Desa Braja Harjosari cukup memadai. Luas areal pertanian dan perkebunan yang ada di Desa Braja Harjosari dapat dilihat pada Tabel 2.

8 Tabel 2. Luas areal pertanian dan Perkebunan Desa Braja Harjosari Jenis Tanaman Luas (Ha) Padi 48 Jagung 52 Ubi Kayu 42 Kacang Tanah 5 Karet 75 Kelapa Sawit 40 Sumber : Monografi Desa (2013) Peternakan di Desa Braja Harjosari pada umumnya adalah peternakan rakyat dengan skala usaha rumah tangga. Berdasarkan jumlah satuan ternak yang ada maka usaha ini masih dianggap sebagai usaha sambilan. Jenis - jenis ternak ruminansia yang terdapat di Desa Braja Harjosari adalah sapi, kerbau, dan kambing. Jumlah dan jenis ternak ruminansia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis dan jumlah ternak ruminansia di Desa Braja Harjosari Jenis Ternak Jumlah (ekor) Unit ternak Kambing 255 35,7 Kerbau 156 156 Sapi 1.895 1.895 Jumlah 2.306 2.086,7 Sumber : Desa Braja Harjosari, 2013 Desa Braja Harjosari memiliki potensi populasi sumber daya manusia yang tinggi dan dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut. Tabel 4. Jumlah penduduk Desa Braja Harjosari Jenis kelamin Jumlah (orang) Laki laki 2.704 Perempuan 2.589 Jumlah 5.293 Sumber : Monografi Desa, 2013

9 Pada Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa potensi sumber daya manusia yang ada di Desa Braja Harjosari sangat tinggi, sehingga mampu meningkatkan perekonomian di desa tersebut. Selain didukung dengan jumlah penduduk yang cukup tinggi, sebagian besar penduduk di Desa Braja Harjosari memiliki mata pencaharian petani, buruh tani, pegawai negeri dan pedagang. Tabel 5. Jenis dan jumlah mata pencarian di Desa Braja Harjosari Mata pencaharian Jumlah (orang) Petani 987 Buruh tani 157 Pegawai negeri 86 Pengerajin 8 Pedagang 98 Montir 9 Dokter 3 Peternak 14 Jasa 25 Pertukangan 27 Nelayan 5 Jumlah 1.419 Sumber : Monografi Desa, 2013 Pada Tabel 5 diatas, penduduk di Desa Braja Harjosari sebagian besar mata pencahariannya adalah sebagai petani dan buruh tani. Hal ini dikarenakan wilayah Desa Braja Harjosari memiliki lahan yang cukup luas untuk dijadikan sebagai lahan pertanian.

10 Tabel 6. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Belum sekolah 387 Usia 7-45 tahun belum pernah sekolah 687 Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 890 Tamat SD/ Sederajat 887 SLTP/ Sederajat 1.069 SLTA/ Sederajat 990 D1 176 D2 94 D3 75 S1 33 S2 5 Jumlah 5.293 Sumber : Monografi Desa, 2013 Pada Tabel 6 di atas dapat dilihat jumlah penduduk di Desa Braja Harjosari berdasarkan tingkat pendidikannya cukup tinggi. Hal ini dikarenakan masyarakatnya sudah mengerti bahwa pendidikan sangat penting guna mendukung Sumber Daya Manusia untuk meningkat taraf ekonomi dan kualitas hidup yang lebih baik. Tabel 7. Jumlah penduduk menurut Agama Agama Jumlah (orang) Islam 4.842 Kristen 6 Katolik 11 Hindu 434 Budha - Jumlah 5.293 Sumber : Monografi Desa, 2013

11 Pada Tabel 7 di atas, dapat dilihat jumlah penduduk di Desa Braja Harjosari berdasarkan Agama mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Hal ini dikarenakan penduduk Braja Harjosari berasal dari pulau Jawa dan sebagian penduduk memeluk agama Hindu karena berasal dari Bali. B. Jagung Tanaman jagung (Zea mays L.) termasuk dalam famili rumput-rumputan (Graminea). Jagung merupakan tanaman asli Benua Amerika (Purwono dan Purnamawati, 2008). Tanaman jagung di Indonesia sudah dikenal sejak 400 tahun yang lalu, yang pertama kali dibawa oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Tanaman jagung termasuk jenis tumbuhan semusim (annual). Susunan tubuh (morfologi) tanaman jagung terdiri atas akar, batang, daun, bunga, dan buah. Panjang batang berkisar antara 60-300 cm, tergantung pada tipe jagung. Tangendjaja dan Wina (2006), menyatakan bahwa tanaman jagung merupakan komoditas pertanian yang cukup penting, baik sebagai sumber pangan maupun pakan ternak. Tanaman jagung berupa batang dan daun dapat diberikan pada macam macam ternak ruminansia, bulir jagungnya juga dapat digunakan untuk makanan manusia. Seluruh batang tanaman jagung dapat pula diberikan pada ternak bila tanaman tersebut gagal sebagai tanaman pangan. Tanaman jagung pada umur tertentu, terutama ketika bulir mulai tumbuh mempunyai nilai gizi yang tinggi untuk sapi.

12 Daun jagung tumbuh melekat pada buku-buku batang. Jumlah daun tiap tanaman bervariasi antara 8--48 helai. Ukuran daun berbeda-beda, yaitu panjang antara 30- -150 cm dan lebar mencapai 15 cm. Tanaman jagung termasuk tanaman monokotil dari genus Zea yang tumbuh dengan baik pada tanah - tanah yang bertekstur latosal dengan tingkat kemiringan 5--8%, keasaman 5,6--7,5 serta suhu antara 27--32ºC (Azrai et al., 2007). C. Limbah Jagung Setiap kali panen, tanaman jagung akan menghasilkan limbah sebagai hasil sampingan, misalnya batang dan daun jagung (jerami jagung) serta janggel jagung. Bila limbah jagung diolah dengan baik sebagai pakan ternak, praktis akan menambah tersedianya makanan ternak yang cukup bermutu. Pada kondisi tertentu seluruh tanaman dapat diberikan kepada ternak manakala jagung tidak bisa dipanen, misalnya pada musim kemarau panjang. Disamping itu, sisa tanaman jagung setelah dipanen dapat pula dijadikan sebagai padang penggembalaan (Anonimus, 2013). Limbah jagung dengan proporsi terbesar adalah batang jagung (stover) dengan kecernaan bahan kering in vitro terendah. Kulit jagung merupakan limbah dengan proporsi terkecil tetapi mempunyai kecernaan lebih tinggi dibanding limbah lainnya. Limbah tanaman jagung terdiri atas 50% batang, 20% daun, 20% tongkol, 10% klobot. Daun jagung memiliki nilai kecernaan bahan kering in vitro sebesar 58% dengan kandungan protein kasar sekitar 10% dan daun jagung mempunyai palatabilitas yang tinggi (Umiyasih dan Wina, 2008).

13 Menurut Anggraeny et al., (2006), limbah jagung berupa batang berkisar antara 55,4--62,3%, daun 22,6--27,4%, dan klobot 11,9--16,4%. Nilai palatabilitas yang diukur secara kualitatif menunjukkan bahwa daun dan kulit jagung lebih disukai oleh ternak dibandingkan dengan batang ataupun tongkol (Wilson et al., 2004). Berdasarkan hasil pengkajian yang dilaporkan Rohaeni et al. (2006), diketahui potensi limbah berupa daun dan batang sebesar 12,19 ton/ha dalam bentuk segar sedang janggelnya 1 ton/ha. Pengolahan biomasa jagung merupakan hal yang diperlukan agar kontinuitas pakan terus terjamin. Walaupun sebagian besar biomasa tersebut diberikan kepada ternak dengan cara menggembalakan ternak langsung di areal penanaman setelah jagung dipanen, namun sebagian biomasa tersebut diproses atau disimpan dengan cara dibuat silase sebagai pakan cadangan (McCutcheon dan Samples, 2002). Tabel 8. Proporsi limbah tanaman jagung dan nilai nutrisinya Biomasa jagung Kadar air Proposi Protein kasar Kecernaan BK in Vitro Palatabilitas ---------------------------------------%------------------------ Batang 70-75 50 3,7 51 Rendah Daun 20-25 20 7 58 Tinggi Tongkol 50-55 20 2,8 60 Rendah Kulit jagung 45-50 10 2,8 68 Tinggi Sumber: Wilson et al., (2004) Ada beberapa istilah daerah untuk berbagai macam limbah tanaman jagung atau hasil samping industri berbasis bahan dasar jagung. Istilah- istilah ini perlu

14 diketahui agar tidak terjadi kesalahan dalam menyusun ransum/pakan konsentrat untuk ruminansia. Beberapa istilah penting tersebut adalah : 1. Jerami jagung Jerami jagung atau brangkasan adalah bagian batang dan daun jagung yang telah dibiarkan mengering di ladang dan dipanen ketika tongkol jagung dipetik. Jerami jagung seperti ini banyak diperoleh di daerah sentra tanaman jagung yang ditujukan untuk menghasilkan jagung bibit atau jagung untuk keperluan industri pakan (Mariyono et al., 2004). Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dan dapat diberikan pada ternak, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk kering. Pemanfaatan jerami jagung sebagai pakan telah dilakukan terutama untuk ternak sapi, kambing, domba (Reksohadiprodjo, 1987). Jerami jagung mempunyai kadar serat kasar yang tinggi yakni 33,58%, tetapi masih dapat dicerna oleh ternak. Ternak sapi menyukai jerami jagung yang dipotong-potong yang dipanen umur 80 90 hari (Jamarun, 1991). Jerami yang di hasilkan dari pertanaman jagung berkisar antara 5-8 ton per hektar permusim, tergantung pada lokasi dan jenis varietas yang di gunakan. Jumlah jerami tersebut dapat di gunakan untuk pakan 2-3 ekor sapi dewasa sepanjang tahun (Haryanto et al., 2003). Pemanfaatan jerami secara langsung sebagai pakan memiliki banyak kekurangan yaitu jerami mempunyai kandungan serat kasar tinggi, protein rendah dan daya cerna hanya mencapai 35--40% (Balai Penelitian Ternak, 2003).

15 Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan jerami hingga 10% dalam ransum sapi akan menghasilkan pertambahan bobot tubuh dan konsumsi pakan yang tinggi (0,37 kg/ekor/hari dan 4,22 kg/ekor/hari). Ali dan Noerjanto (1983) menyatakan bahwa pemberian jerami hingga 50% dalam ransum dapat meningkatkan pertambahan bobot tubuh sapi Madura sebesar 0,597 kg/ekor/hari. Pamungkas et al. (2004), menggunakan Pleurotus flabelatus untuk fermentasi jerami jagung. Jamur Pleurotus merupakan jamur pembusuk putih (white rot fungi). Jamur ini dapat mengeluarkan enzim-enzim pemecah selulosa dan lignin sehingga kecernaan bahan kering jerami jagung akan meningkat. 2. Kulit buah jagung Kulit buah jagung atau klobot jagung adalah kulit luar buah jagung yang biasanya dibuang. Kulit jagung manis sangat potensial untuk dijadikan silase karena kadar gulanya cukup tinggi (Anggraeny et al, 2006). Menurut Subandi dan Zubachtirodin (2004), kelobot jagung telah banyak dimanfaatkan sebagai pakan di pulau Jawa. Dari hasil analisis proksimat yang dilakukan oleh Akil et al. (2004), bahwa kelobot jagung lebih rendah dari brangkasan, kandungan protein kasar kelobot jagung 3 kali protein kasar brangkasan, dan lemak kasar kelobot 2 kali lemak kasar brangkasan. 3. Tongkol jagung Ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya, akan diperoleh jagung pipilan sebagai produk utama dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel (Rohaeni et

16 al., 2006). Seiring dengan kebutuhan jagung yang cukup tinggi, maka akan bertambah pula limbah yang dihasilkan dari industri pangan dan pakan berbahan baku jagung. Limbah yang dihasilkan diantaranya adalah tongkol jagung yang biasanya tidak dipergunakan lagi ataupun nilai ekonominya sangat rendah. Umumnya tongkol jagung dipergunakan sebagai pakan sapi. Di daerah pedesaan tongkol jagung ini dapat dimanfaatkan sebagai obat diare (Suprapto dan Rasyid, 2002). Pada umumnya janggel jagung dihancurkan terlebih dahulu, baru diberikan sebagai pakan. Menurut Tangendjaja dan Gunawan (1988), janggel jagung banyak digunakan terutama untuk penggemukan sapi dengan komposisi sebanyak 20% dari seluruh pakan yang diberikan. Rohaeni et al. (2006a) menggunakan Trichoderma virideae untuk memfermentasi tongkol jagung. Sebelum proses fermentasi dilakukan, diperlukan mesin penghancur atau penggiling tongkol jagung sehingga diperoleh ukuran partikel tongkol jagung sebesar butiran biji jagung. Jamur Trichoderma termasuk jamur penghasil selulase sehingga banyak digunakan untuk memfermentasi limbahlimbah pertanian. Tongkol dicampur dengan jamur Trichoderma dan dibiarkan selama 4 7 hari dalam tempat tertutup. Fermentasi biasanya akan meningkatkan nilai nutrisi atau nilai kecernaan bahan kering suatu bahan serta dapat pula menyebabkan bahan menjadi lebih palatabel bagi ternak. Selanjutnya Rohaeni et al., (2004) melaporkan bahwa pemanfaatan janggel jagung sebagai bahan dasar pembuatan pakan lengkap menghasilkan nilai R/C sebesar 1,19, nilai ini lebih tinggi dibanding pakan kontrol (0,99).

17 4. Tumpi jagung Tumpi adalah hasil samping yang dihasilkan pada saat pemipilan atau perontokan biji dan merupakan bagian pangkal dari biji jagung. Tumpi bersifat amba (bulky) (Pamungkas et al., 2004). Tumpi jagung yang telah difermentasi dapat digunakan sebagai substitusi konsentrat. Kombinasi tumpi jagung (ad lib) dengan 1,5 kg konsentrat yang diberikan pada sapi PO dara bunting 2 3 bulan yang memperoleh pakan basal rumput gajah dan jerami padi dapat menurunkan biaya operasional penelitian dibandingkan dengan yang diberi konsentrat saja (Mariyono et al., 2004). Keberadaan tumpi pada jagung pipil kering sawah dapat memperlambat proses pengeringan jagung. Pabrik pakan unggas yang melakukan penyimpanan jagung pipilan dalam silo, keberadaan tumpi dapat menyumbat silo karena tumpi dapat berkumpul dan membentuk lapisan tebal di dalam silo. Jumlah tumpi pada jagung pipilan mencapai 2%. Dibandingkan dengan bahan pakan amba yang lain seperti kulit kopi ataupun kulit kacang, harga tumpi adalah lebih murah (Anonimus, 2005 ). Tabel 9. Kandungan nutrisi dari tumpi jagung No Jenis Kandungan Nutrisi (%) 1 Bahan Kering 87,38 2 Protein Kasar 8,65 3 Lemak Kasar 0,53 4 Serat Kasar 21, 29 5 TDN 48,47 Sumber : (Wahyono dan Hardiyanto, 2004). Satu hal yang menjadikan tumpi jagung mempunyai nilai lebih adalah karena tidak bersaing dengan kebutuhan unggas, teksturnya kasar dan umumnya kurang disukai oleh peternak sapi perah. Pemberian tumpi jagung dalam bentuk basah (sebagai comboran) akan terapung (Mariyono et al., 2005).

18 D. Ternak Ruminansia Ruminansia adalah sekumpulan hewan pemakan tumbuhan (herbivora) yang mencerna makanannya dalam dua langkah, pertama dengan menelan bahan mentah, kemudian mengeluarkan makanan yang sudah setengah dicerna dari perutnya dan mengunyahnya lagi. Lambung hewan ini tidak hanya memiliki satu ruang (monogastrik) tetapi lebih dari satu ruang (poligastrik). Hewan pemamah biak secara teknis dalam ilmu peternakan serta zoologi dikenal sebagai ruminansia. Hewan-hewan ini mendapat keuntungan karena pencernaannya menjadi sangat efisien dalam menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan dengan dibantu mikroorganisme di dalam perut-perut pencernanya. Semua hewan yang termasuk subordo Ruminansia memamah biak adalah sapi, kerbau, kambing, domba, jerapah, bison, rusa, kancil, genu, dan antilop. Ruminansia yang bukan tergolong subordo Ruminansia misalnya unta dan kuda walaupun bukan poligastrik tetapi memiliki modifikasi pencernaan yang efisien pula. Ruminansia diberi pakan hijauan berdasarkan pada definisi satuan ternak. Soelthoni (1983) yang disitasi oleh Wulandari (1996) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan satuan ternak (ST) adalah kemampuan seekor ternak mengkonsumsi makanan secara optimal. Kriteria yang digunakan untuk menentukan kebutuhan bahan makanan ternak bagi tiap-tiap jenis ternak berdasarkan satuan ternak (ST) tertera pada Tabel 10.

19 Tabel 10. Jenis dan kriteria beberapa ternak berdasarkan Satuan Ternak (ST) Jenis ternak Kriteria ternak Satuan ternak (ST) Sapi Kerbau Kambing Domba Sumber : Lenggu, 1983 Dewasa (>2 Tahun) Muda (1 2 Tahun) Anak (<1 Tahun) Dewasa (>2 Tahun) Muda (1 2 Tahun) Anak (<1 Tahun) Dewasa (>1 Tahun) Muda (1/2 1 Tahun) Anak (<1/2 Tahun) Dewasa (>1 Tahun) Muda (1/2 1 Tahun) Anak (<1/2 Tahun) 1,000 0,500 0,250 1,000 0,500 0,250 0,140 0,070 0,035 0,140 0,070 0,035 E. Kapasitas Tampung (Carrying Capacity) Carrying Capacity (CC) adalah kemampuan untuk menampung ternak per unit per satuan luas sehingga memberikan hasil yang optimum atau daya tampung padang penggembalaan untuk mencukupi kebutuhan pakan hijauan yang dihitung dalam animal unit(au) (Winarto, 2010). Kepadatan ternak yang tidak memperhatikan Carring Capacity akan menghambat pertumbuhan hijauan yang disukai, sehingga populasi hijauan yang berproduksi baik akan menurun kemampuan produksinya, karena tidak mendapat kesempatan untuk bertumbuh kembali.

20 Menurut Susetyo (1981), penentuan kapasitas tampung secara cuplikan memiliki peranan penting dalam pengukuran produksi hijauan. Penentuan pengambilan petak petak cuplikan dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut : 1. Pengacakan merupakan penentuan secara acak suatu lahan hijauan seluas 1 m 2 atau dalam bentuk lingkaran dengan garis tengah 1m. Petakan cuplikan kedua diambil pada jarak lurus 10 langkah kekanan dari petak cuplikan pertama dengan luas yang sama. 2. Sistematik merupakan pengambilan cuplikan dimulai dari titik yang telah ditentukan. Cuplikan berikutnya diambil pada suatu titik dari cuplikan pertama sehingga membentuk garis terpanjang dari lahan sumber hijauan. 3. Stratifikasi merupakan pengambilan sampel cuplikan pada lahan sumber pakan hijauan dari setiap lahan sumber hijauan yang ada. Perhitungan mengenai kapasitas tampung (Carrying Capacity) suatu lahan terhadap jumlah ternak yang dipelihara adalah berdasarkan pada produksi hijauan makanan ternak yang tersedia. Dalam perhitungan ini digunakan norma Satuan Ternak (ST) yaitu ukuran yang digunakan untuk menghubungkan bobot tubuh ternak dengan jumlah makanan ternak yang dikonsumsi. Ternak dewasa (1 ST) memerlukan pakan hijauan sebanyak 35 kg/ekor/hari. Ternak muda (0,50 ST) memerlukan pakan hijauan sebanyak 15--17,5 kg/ekor/hari. Anak ternak (0,25 ST) memerlukan pakan hijauan sebanyak 7,5--9 kg/ekor/hari. Proper Use Factor (PUF) adalah faktor yang harus diperhitungkan untuk menjamin pertumbuhan kembali hijauan makanan ternak. Faktor tersebut yaitu

21 lingkungan, jenis ternak, jenis tanaman, tipe iklim, dan keadaan musim. Penggolongan nilai PUF untuk padang penggembalaan adalah a) ringan : 25--30 %; b) sedang : 40--45 %; c) berat : 60--70 %. Pada umumnya kelas tanah yang dialokasikan untuk peternakan termasuk golongan sedang dan ringan. Kapasitas tampung lahan padang penggembalaan dapat dihitung dengan memperhatikan periode merumput ternak, periode istirahat, konsumsi HMT per hari, produksi HMT per hektar dan PUF. Besarnya produksi hijauan atau kebun rumput pada suatu areal dapat diperhitungkan, seperti berikut : 1. Produksi kumulatif, merupakan produksi padang penggembalaan atau kebun rumput yang ditentukan bertahap selama 1 tahun. Setiap pemotongan produksi hijauan rumput diukur dan dicatat. Setelah 1 tahun seluruh produksi dijumlah dan hasilnya merupakan produksi kumulatif. 2. Produksi realitas, merupakan produksi yang ditentukan oleh setiap pemotongan hijauan rumput seluruh areal padang penggembalaan atau kebun rumput. Jadi, produksi realitas adalah produksi sebenarnya yang bisa diukur dengan produksi ternak. 3. Produksi Potensial, merupakan produksi yang ditentukan atas dasar perkiraan suatu areal padang penggembalaan atau kebun rumput. Jadi, perhitungan ini cenderung disebut sebagai taksiran.