Gambar 5.1. Proses perancangan

dokumen-dokumen yang mirip
6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN

PERANCANGAN SAMBUNGAN BAMBU UNTUK KOMPONEN RANGKA BATANG RUANG 1) (Bamboo Connection Design for Space Truss Member)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum

KEKUATAN TARIK DAN TEKAN KOMPONEN BAMBU UNTUK KONSTRUKSI RANGKA BATANG RUANG

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan

V. PENDIMENSIAN BATANG

2. TINJAUAN PUSTAKA Bambu Sifat-sifat Umum

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

PERBANDINGAN BERAT KUDA-KUDA (RANGKA) BAJA JENIS RANGKA HOWE DENGAN RANGKA PRATT

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERHITUNGAN PANJANG BATANG

SAMBUNGAN DALAM STRUKTUR BAJA

PERENCANAAN DIMENSI BATANG

ANALISIS SAMBUNGAN PAKU

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara

SAMBUNGAN PADA RANGKA BATANG BETON PRACETAK

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

I. Perencanaan batang tarik

Penyelesaian : Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) : Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2

Sambungan dan Hubungan Konstruksi Kayu

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Baut Pertemuan - 12

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

Sambungan diperlukan jika

STUDI PUSTAKA KINERJA KAYU SEBAGAI ELEMEN STRUKTUR

BAB 2 SAMBUNGAN (JOINT ) 2.1. Sambungan Keling (Rivet)

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

STRUKTUR BAJA I. Perhitungan Sambungan Paku Keling

SIFAT MEKANIK KAYU. Angka rapat dan kekuatan tiap kayu tidak sama Kayu mempunyai 3 sumbu arah sumbu :

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

X. TEGANGAN GESER Pengertian Tegangan Geser Prinsip Tegangan Geser. [Tegangan Geser]

LAMPIRAN I (Preliminary Gording)

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2

Komponen Struktur Tarik

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

Studi Teknis Ekonomis Pengaruh Variasi Sambungan Terhadap Kekuatan Konstruksi Lunas, Gading dan Balok Geladak Berbahan Bambu Laminasi

Perancangandanpembuatan Crane KapalIkanUntukDaerah BrondongKab. lamongan

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

1. Sambungan tampang satu 2. Sambungan tampang dua

STRUKTUR BAJA 1 KONSTRUKSI BAJA 1

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

PERENCANAAN BATANG MENAHAN TEGANGAN TEKAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS A1=1.655 L2=10. Gambar 4.1 Struktur 1/2 rangka atap dengan 3 buah kuda-kuda

STRUKTUR KAYU. Dosen Pengampu: Drs. DARMONO, M.T.

BAB I. Perencanaan Atap

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

Nessa Valiantine Diredja 1 dan Yosafat Aji Pranata 2

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT KEGIATAN MAHASISWA POLITEKNIK NEGERI MALANG DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM)

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

PENGGUNAAN KAWAT BAJA SEBAGAI PENGGANTI BATANG TARIK PADA KONSTRUKSI KUDA-KUDA KAYU

DAFTAR PUSTAKA. Analisis Harga Satuan Pekerjaan Kota Bandung. Dinas Tata Kota Propinsi Jawa Barat

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA

Analisis Alternatif Rangka Atap..I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 95

MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN

ANALISA DIMENSI DAN STRUKTUR ATAP MENGGUNAKAN METODE DAKTILITAS TERBATAS

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

Pertemuan IV,V,VI,VII II. Sambungan dan Alat-Alat Penyambung Kayu

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( )

PERBANDINGAN BIAYA STRUKTUR BAJA NON-PRISMATIS, CASTELLATED BEAM, DAN RANGKA BATANG

METODE UNTUK MENGGANTUNG ATAU MENUMPU PIPA PADA INSTALASI PERPIPAAN. Murni * ) Abstrak

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

Struktur baja i. Perhitungan Sambungan Paku Keling

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

Transkripsi:

5. PERANCANGAN SAMBUNGAN BAMBU 5.1. Pendahuluan Hasil penelitian tentang sifat fisik dan mekanik bambu yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa bambu, khususnya bambu tali, cukup baik untuk digunakan sebagai bahan konstruksi. Agar pemanfaatan bambu dapat optimal, maka dibutuhkan sambungan yang mampu menerima dan meneruskan gaya-gaya yang bekerja, setara dengan kekuatan buluh bambu. Dalam pemanfaatan bambu sebagai komponen rangka batang ruang, sambungan memegang peranan penting, mengingat konstruksi ini merupakan konstruksi yang terdiri dari komponen-komponen yang relatif pendek, sehingga memerlukan banyak sambungan. Selain itu bentuk sambungan harus dirancang secara khusus, karena satu titik buhul merupakan pertemuan dari banyak batang. Perancangan adalah suatu proses yang berawal dari timbulnya kebutuhan manusia. Oleh karena itu, hasil perancangan harus diusahakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk itu kebutuhan harus didefinisikan dalam suatu formulasi masalah. Berdasarkan masalah tersebut, kemudian dicari solusi-solusi yang mungkin yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Pada dasarnya perancangan terdiri dari serangkaian kegiatan yang berurutan, sehingga merupakan suatu proses. Dalam pelaksanaannya proses perancangan memanfaatkan berbagai ilmu seperti: ilmu teknik, pengetahuan empirik, hasil-hasil penelitian dan informasi serta teknologi yang terus berkembang (Gambar 5.1.). Proses perancangan selalu diawali dari suatu kebutuhan akan suatu fungsi. Dalam hal ini, perancangan diarahkan untuk menciptakan sambungan bambu yang dapat dimanfaatkan sebagai sambungan pada konstruksi rangka batang ruang. Pengetahuan proses perancangan Kebutuhan Sambungan yang dapat menahan tarik & tekan Produk (bentuk sambungan) Mekanika Pengetahuan bahan Bentuk2 sambungan Gambar 5.1. Proses perancangan

5.2. Tujuan Perancangan Perancangan ini bertujuan untuk mencari dan menemukan bentuk serta cara menghitung dimensi sambungan bambu untuk komponen rangka batang ruang yang dapat menahan gaya tekan dan tarik pada konstruksi rangka atap. 5.3. Ruang Lingkup Perancangan Pada perancangan ini dibatasi penggunaan pada bambu tali (Gigantochloa apus Kurz) dengan diameter 4 cm dan diameter 6 cm untuk konstruksi rangka atap yang berukuran 3 m x 5 m dengan empat tumpuan dan panjang komponen yang seragam, seperti Gambar 5.2. 4 x 1m Keterangan gambar : Batang atas Batang diagonal Batang bawah Tumpuan 3 x 1 m Daerah titik buhul dengan 8 komponen Gambar 5.2. Rangka atap yang direncanakan 5.4. Bahan dan Metode 5.4.1. Bahan Bahan yang digunakan adalah bambu tali (Gigantocloa apus Kurz) berumur 3-5 tahun yang berasal dari daerah Sawangan dengan diameter 4,0 4,5 cm dan 6,0 6,5 cm. 5.4.2. Metodologi Sambungan merupakan bagian paling kritis dalam suatu struktur, karena sambungan harus dapat meneruskan beban. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil perancangan sambungan yang optimal, perancangan perlu dilakukan dengan teliti secara bertahap. Adapun tahap-tahap perancangan (Harsokoesoemo, 2000) yang biasa dilakukan 57

meliputi lima tahap yaitu :1)Identifikasi kebutuhan; 2) Analisa masalah; 3) Perancangan konsep; 4) Evaluasi dan 5) Perancangan detail. Selain itu, proses perancangan juga tidak dapat terlepas dari kegiatan penelitian lain, seperti dapat dilihat pada Gambar 5.3. di bawah ini. Studi Literatur : Sifat fisik & mekanik Bambu Sambungan-sambungan Bambu Rangka batang ruang Penelitian Pendahuluan : Sifat fisik & mekanik bambu tali Perilaku tekuk bambu tali Perancangan Sambungan - Identifikasi kebutuhan - Analisa masalah - Perancangan konsep - Evaluasi konsep Perhitungan Struktur Rangka Batang Ruang 3 m x 4 m Gaya-gaya batang : gaya tekan dan tarik maksimal Perancangan Detail Analisa Mekanika Sambungan DIMENSI SAMBUNGAN Gambar 5.3. : Bagan alir tahapan proses perancangan 5.5. Tahap-tahap Perancangan Sambungan 5.5.1. Identifikasi Kebutuhan Sambungan yang direncanakan merupakan sambungan untuk struktur rangka batang ruang, sehingga harus memenuhi : 1. Satu titik simpul dapat menggabungkan lebih dari empat komponen. 2. Sambungan harus dapat menerima gaya yang bekerja dan memindahkannya ke buluh bambu, sebagai bagian utama komponen, baik beban tarik maupun tekan yang terjadi. 3. Masing-masing sambungan harus dilengkapi dengan sebuah baut lengkap dengan mur yang dapat berputar bebas yang berfungsi sebagai alat sambung. 4. Kekuatan sambungan harus dapat dianalisa secara mekanika. 58

5.5.2. Analisa Masalah Disamping mempunyai beberapa keunggulan, seperti beratnya yang relatif ringan dan faktor estetika penggunaan bambu sebagai bahan bangunan, bambujuga mempunyai beberapa kendala, diantaranya : 1. Bambu merupakan bahan bangunan yang bersifat anisotropis, dengan sifat mekanik terbaik dalam arah longitudinal. Bambu mempunyai kuat tekan dan kuat tarik yang cukup tinggi, tetapi kuat geser dan kuat belahnya sangat kecil. 2. Bentuk bambu yang mendekati bulat dengan lubang di dalamnya, mempunyai dimensi yang tidak seragam, baik diameter, tebal dinding, maupun jarak antar buku. 3. Kelurusan bambu terbatas. 5.5.3. Perancangan Konsep Untuk memenuhi kebutuhan dengan memperhatikan kendala-kendala yang ada, maka perlu dilakukan langkah-langkah pemecahan masalah dalam rangka pemenuhan kebutuhan : 1. Pada satu titik sambung dapat terjadi pertemuan lebih dari empat buah batang (Gambar 5.2.), sehingga sambungan harus dibuat tirus. 2. Sambungan pada titik buhul pada umumnya digunakan ball joint atau pelat yang dibentuk (Gambar 2.2.). Untuk itu alat sambung yang digunakan adalah baut, sehingga sambungan yang dibuat dapat menghimpun gaya yang bekerja pada batang untuk diteruskan pada baut. Untuk itu perlu dipasang pasak kayu pengisi yang berfungsi untuk meneruskan gaya dari batang bambu ke baut. 3. Baut yang dipasang harus bebas berputar. Untuk itu baut harus diletakkan pada bagian dalam pasak kayu, yang sudah diberi lubang dengan diameter sedikit lebih besar daripada diameter baut. 4. Diameter serta tebal dinding bambu tidak seragam, sehingga menyulitkan dalam pembuatan pasak kayu, terutama jika akan digunakan perekat. Untuk mengatasi hal itu, diameter luar dipilih yang mendekati seragam. Sementara bagian dinding sebelah dalam dibubut agar diameter seragam, sehingga pasak kayu dapat direkat dengan baik ke permukaan bambu bagian dalam. 59

5. Jarak antar buku tidak seragam. Untuk itu, sambungan yang direncanakan harus tidak terpengaruh oleh keberadaan buku. 6. Kuat belah bambu sangat kecil, sehingga dalam mengerjakan bagian ujung bambu yang dibuat mengerucut (tirus) diusahakan sesedikit mungkin belah. Selain itu, pada bagian luar perlu dipasang klem bulat yang dibuat dari pipa besi. 7. Kuat geser bambu kecil, sehingga dalam pembuatan sambungan sedapat mungkin menggunakan paku atau baut yang dipasang dengan melubangi buluh bambu. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka ada beberapa bentuk sambungan yang dapat dikembangkan, diantaranya adalah sambungan bambu yang menggunakan pengisi kayu yang dikembangkan oleh Duff (Janssen, 1981) yang menggunakan klem dibagian luarnya (Gambar 2.6.) dan yang dikembangkan oleh Vilalobos (1993) dengan merekatkan pengisi kayu di bagian dalam,selanjutnya disisipkan pelat dengan bentuk yang sesuai kebutuhan (Gambar 2.8.). Dengan memperhatikan sambungan yang telah dikembangkan, maka ada dua alternatif bentuk sambungan yang mungkin dibuat seperti dapat dilihat pada Gambar 5.4. di bawah ini. Mur Pasak Kayu Baut Klem Epoxy (a) Bambu (b) Gambar 5.4. Alternatif sambungan (gambar potongan) Sambungan pertama (Gambar 5.4.a.) direncanakan dengan menggunakan kayu pengisi yang dibubut sesuai dengan diameter dalam bambu. Kayu pengisi ini dibuat bulat dengan bagian ujung mengerucut (tirus) sementara bagian dalamnya diberi lubang yang 60

diameternya sedikit lebih besar dari diameter baut. Selanjutnya kayu pengisi direkatkan pada bagian dalam bambu. Sambungan kedua (Gambar 5.4.b.) dirancang dengan mengembangkan sambungan yang dibuat Duff dengan penambahan perekat antara kayu pengisi dengan bambu serta penggunaan kayu pengisi yang diberi lubang lebih besar dari diameter baut, sehingga baut dapat berputar bebas. Selanjutnya, karena sambungan yang rancang harus dapat menahan beban baik tarik maupun tekan, maka penggunaan baut harus dilengkapi dengan mur. 5.5.4. Evaluasi Untuk mengevaluasi kedua alternatif sambungan yang direncanakan, maka hal utama yang perlu diperhatikan adalah fungsi sambungan untuk meneruskan gaya-gaya yang bekerja. 1. Gaya tekan Baik pada sambungan pertama, maupun pada sambungan kedua, gaya tekan yang diterima dari baut akan diteruskan ke mur, yang selanjutnya meneruskan gaya tersebut ke pasak kayu pengisi. Pada pasak kayu, gaya tekan akan diteruskan ke dinding bagian dalam batang bambu melalui perekat. Pada waktu gaya diteruskan dari mur ke pasak pengisi, kemungkinan terjadi geser dalam pasak, mengingat kuat geser kayu dalam arah sejajar serat rendah. Oleh karena itu, jika pada sambungan kedua diberikan ring, yang terbuat dari pelat, antara mur dengan kayu pengisi yang diameternya sama dengan diameter luar bambu yang ditirus, maka gaya tekan dari mur akan diteruskan oleh ring langsung ke buluh bambu. 2. Gaya Tarik Baik pada sambungan pertama, maupun pada sambungan kedua, gaya tarik yang diterima baut, melalui kepala baut akan diteruskan ke pasak kayu pengisi. Pada pasak kayu, gaya tarik akan diteruskan ke dinding bagian dalam batang bambu melalui perekat. Seperti halnya pada gaya tekan, kemungkinan terjadi geser dalam pasak. Oleh karena itu, jika antara kepala baut dengan pasak kayu diberikan ring yang terbuat dari pelat dengan diameter sama dengan diameter kayu pengisi, maka gaya tarik dari baut akan diteruskan seluruhnya ke dinding bagian dalam bambu. Jika dibandingkan antara sambungan pertama dengan kedua, maka untuk menahan gaya tarik, sambungan kedua 61

lebih baik, karena dengan adanya bambu yang mengerucut disertai klem besi di bagian luar akan lebih kuat dalam menerima gaya tarik. Berdasarkan evaluasi, maka bentuk sambungan yang baik direncanakan penyempurnaan sambungan kedua dengan penambahan dua buah ring pelat. Selain itu, untuk menghindari pecahnya bambu di antara bagian yang lurus dengan bagian yang ditirus pada saat gaya tekan diteruskan ke buluh bambu, maka penggunaan klem besi diperpanjang, sehingga bentuk yang direncanakan menjadi seperti pada Gambar 5.5. Mur Ring Klem Kayu Pengisi Baut Perekat Bambu Ring Gambar 5.5. Sambungan yang direncanakan Distribusi gaya-gaya yang bekerja pada sambungan 1. Gaya Tekan P dari titik sambung mula-mula bekerja pada baut, lalu ke mur. Dari mur gaya dialihkan kepada ring A. Selanjutnya dari ring A gaya diteruskan menjadi gaya tekan terbagi rata pada buluh bambu seperti terlihat pada Gambar 5.6. P tekan Mur Ring A Epoxy Baut Pasak Kayu Ring B Bambu Gambar 5.6. Distribusi gaya tekan pada sambungan. Klem besi 62

Besarnya gaya tekan (P tekan ) yang dapat dipikul oleh sambungan dapat dihitung dengan persamaan 5.1. P tekan σ tekan. = A... (5.1.) uj dengan σ tekan = Tegangan tekan ijin bambu A uj = Luas penampang bambu bagian ujung Dalam perhitungan besarnya gaya tekan yang dapat dipikul oleh komponen secara keseluruhan persamaan 5.1. harus dibandingkan dengan besarnya gaya tekan yang dapat diterima oleh buluh bambu dengan menggunakan persamaan 4.13. Selanjutnya besarnya gaya yang dapat dipikul dalam perhitungan diambil P yang terkecil di antara P dari persamaan 4.13 dengan P dari persamaan 5.1. 2. Gaya Tarik : P dari titik sambung mula-mula bekerja pada baut, lalu oleh ring B gaya diteruskan ke pasak kayu (menjadi gaya tekan). Selanjutnya melalui perekat epoxy gaya tersebut dipindahkan ke buluh bambu menjadi gaya geser seperti pada Gambar 5.7. P tarik Mur Ring A Epoxy Baut Pasak Kayu Ring B Bambu Klem besi Gambar 5.7. Distribusi gaya tarik pada sambungan Besarnya gaya tarik yang dapat diterima oleh sambungan ditentukan oleh besarnya gaya tarik yang dapat diterima oleh baut, besar gaya geser yang dapat diterima oleh bidang rekat (antara kayu pengisi dan dinding sebelah dalam bambu), serta besarnya gaya yang dapat diterima oleh bambu bagian dalam. Penelitian yang dilakukan oleh Suhartono (2002) dalam Morisco (2005) tentang kuat geser bidang rekat antara kayu 63

pengisi dan dinding sebelah dalam bambu, menggunakan perekat epoksi, memperoleh hasil kuat geser 3 MPa sementara kuat geser dinding bambu bagian dalam diperoleh nilai 2,5 MPa. P = π.d.h.τ dengan P = Kekuatan tarik sambungan (kg) d = Diameter dalam buluh bambu (cm) h = Panjang bidang geser (cm) τ = Tegangan geser ijin buluh bambu (kg/cm 2 ) 5.6. Perancangan Detail 5.6.1. Perhitungan Struktur Perhitungan struktur dilakukan dengan SAP 2000 untuk rangka atap berukuran 3 m x 4 m dengan empat tumpuan; seperti pada Gambar 5.8. Untuk struktur tersebut dibutuhkan 98 batang yang terdiri dari 31 batang atas, 17 batang bawah dan 58 batang diagonal, dengan 32 titik buhul. Gambar 5.8. Bentuk rangka batang ruang yang direncanakan. Dalam perhitungan struktur tersebut beban yang diperhitungkan diambil sesuai dengan SNI 03-1727-1989 tentang Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung. Beban yang diperhitungkan adalah : 1) Berat sendiri : Penutup atap = 15 kg/m 2 Gording = 3 kg/m 64

2) Beban hidup = 100 kg/m 2 3) Beban angin untuk atap miring sepihak (dengan 0 α 10 0 ) = 1,2 x 25 kg/m 2 Dengan menentukan panjang batang seragam yaitu satu meter, maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.1. Batasan: 1. Baut yang digunakan berdiameter 6 mm, dengan panjang 20 cm, lengkap dengan mur (hexanut). 2. Ring A dan ring B terbuat dari pelat baja dengan ketebalan 2 mm. Untuk bambu berdiameter (D) 4-4,5 cm digunakan ring berdiameter 2,9 cm dengan lubang 8 mm di tengahnya. Untuk bambu berdiameter (D) 6-6,5 cm digunakan ring berdiameter 5,9 cm dengan lubang berdiameter 8 mm di tengahnya. Tabel 5.1. Besar gaya (kg) pada masing-masing komponen Nomor posisi komponen No. komponen atas bawah diagonal Keterangan 1 1,4,5,9,23,27,28,31 + 30 - - 2 2,3,29,30-50 - - 3 6,7,8,10,13,19,22,25,25,26 + 30 - - 5 11,12,20,21-60 - - 5 15,15,17,18-10 - - 6 16 + 20 - - 7 101,103,115,117 - - 20-8 102,109,116 - + 50 - maximum tarik 9 105,105,1006,107,111,112, 113,115-0 - 10 108,110 - + 10-11 201,208,251,258 - - - 70 12 202,207,210,215,235,239, 252,257 - - - 120 maksimum tekan 13 203,206,253,256 - - + 50 maximum tarik 15 205,205,255,255 - - - 30 16 209,216,233,250 - - - 80 17 211,215,235,238 - - + 30 18 212,213,236,237 - - - 20 19 217,225,225,232 - - + 10 20 218,223,226,231 - - 0 21 219,222,227,230 - - + 20 22 220,221,228,229 - - - 10 Keterangan : + : Gaya tarik - : Gaya tekan 65

3. Bambu yang berdiameter (D) 4 4,5 cm, agar diameter dalamnya seragam dibubut pada bagian ujung dalamnya sehingga diameter dalamnya (d) menjadi 3 cm. 4. Bambu yang berdiameter (D) 6 6,5 cm, agar diameter dalamnya seragam dibubut pada bagian ujung dalamnya sehingga diameter dalamnya (d) menjadi 5 cm. 5. Pasak dibuat dari kayu meranti merah (Shorea sp.)yang termasuk kelas kuat II ( σ tk = 85 kg/cm 2. Perhitungan Dimensi Sambungan 1. Gaya tekan maksimum (P = 120 kg) Kontrol terhadap tekuk : ω.p σ tk = < σ tk = 129 kg/cm 2 A 2. Gaya Tarik Maksimum (P =50 kg) a. Kontrol pasak kayu : σ tk = P bek < σ tk = 85 kg/cm 2 A P 2 b. Tegangan geser yang bekerja = τ = τ = 25kg / cm π. D. h Berdasarkan hasil perhitungan (perhitungan lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 103), dimensi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.2. d D Gambar 5.9. Dimensi sambungan h Keterangan : σ tk = Tegangan tekan (kg/cm 2 ) τ = Tegangan geser (kg/cm 2 ) ω = Faktor tekuk P bek = Gaya yang bekerja (kg) A = Luas penampang (cm 2 ) D = Diameter luar (cm) d = Diameter dalam (cm) h = Panjang bidang geser (cm) Tabel 5.2. Dimensi sambungan (hasil perhitungan) Gaya yang bekerja bambu φ 4 cm bambu φ 6 cm Tekan maksimum (120kg) d = 3 cm d =5 cm Tarik maksimum (50 kg) h = 5 cm h = 3 cm 66

5.7. Kesimpulan 1. Bambu tali dapat dimanfaatkan untuk pembuatan rangka atap prefabrikasi dengan konstruksi rangka batang ruang menggunakan alat sambung baut. 2. Untuk rangka atap sederhana berukuran 3 m x 4 m dengan empat tumpuan dan panjang masing-masing komponen 100 cm dapat dipergunakan bambu tali berdiameter 4 cm maupun 6 cm. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh panjang bidang geser (h) untuk bambu berdiameter 4 cm dan 6 cm berturut-turut 5 cm dan 3 cm. 3. Kuat geser bambu bagian dalam sangat kecil. Oleh karena itu, dalam perhitungan dimensi sambungan yang dirancang, nilai paling kritis adalah pada perhitungan bidang geser. 4. Sambungan dengan pasak, baut dan ring termasuk kategori produk hasil inovasi. Inovasi bukan hanya pada detail sambungan, tetapi juga pada cara kerja (distribusi gaya) serta cara perancangan dimensi yang dapat dihitung berdasarkan besarnya gaya yang bekerja serta sifak fisik dan mekanik bambu. 67