BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )*

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ekonomi lemah berupa ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa Indonesia untuk melakukan reformasi di segala bidang. Pergantian pemerintah orde baru ke orde reformasi tersebut dimulai pada tahun 1998 dan aspek pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan. Aspek pemerintahan tersebut adalah aspek hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Isu yang muncul dari aspek ini adalah adanya tuntutan ekonomi yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab yang harus diberikan kepada pemerintah daerah. Reformasi pada aspek pemerintahan semakin membuat masalah otonomi daerah menjadi komoditas yang laku di masyarakat. Pemerintah memutuskan bahwa otonomi daerah yang didinginkan tersebut akan dilaksanakan dalam waktu dekat (Abdul Halim, 2004). Disamping dampak negatif dari krisis ekonomi pertengahan tahun 1997 juga terdapat dampak yang berkonotasi positif seperti meningkatnya nilai ekspor komoditi karena naiknya nilai dollar Amerika Serikat terhadap nilai rupiah. Namun, dampak krisis lebih banyak berkonotasi negatif seperti naiknya pengangguran dan kemiskinan. 1

2 Dalam rangka menyelenggarakan pemerintah daerah sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintah daerah yang mengatur dan mengurus urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintahan daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan. Indonesia memasuki era otonomi daerah dengan diterapkannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 (kemudian menjadi UU No.23 Tahun 2014) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 (kemudian menjadi UU No.33 Tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah oleh pemerintah pusat maka pemerintah daerah bisa dengan leluasa mengendalikan dan mengelola keuangan daerahnya dengan mandiri. Halim (2012) menyatakan bahwa pengelolaan keuangan daerah terdiri atas pengurusan umum dan pengurusan khusus. Pengurusan umum berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, (APBD), sedangkan pengurusan khusus berkaitan dengan barang investasi daerah. Adanya dampak krisis ekonomi terjadi pula pada sektor APBN yakni menjadi labilnya sektor pendapatan pemerintah pusat yang pada gilirannya akan mempengaruhi APBD. Hal ini terjadi karena alokasi dana APBN untuk APBD menjadi labil pula. Dengan kata lain faktor ketidakpastian penerimaan pendapatan

3 daerah dari pemerintah pusat sebagai bagian dari hubungan keuangan pusat dan daerah menjadi lebih tinggi. Kondisi ini lebih parah lagi untuk pemerintah daerah yang tingkat PAD nya rendah. Padahal, sumbangan PAD cukup penting bagi pemerintah daerah dalam mendukung dan memlihara hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang (Mamesah, 1995: hal. 93). Selama masa orde lama dan orde baru, pemerintahan indonesia mengalami sistem pemerintahan yang sentralistik yang memberi dampak negatif terhadap pembangunan. Dampak negatif sentralisasi tersebut sangat membatasi kreativitas daerah untuk mengembangakan potensi daerah sesuai dengan keinginan masyarakat daerah. Selain itu, sentralisasi telah menyebabakan pemerintah daerah semakin kuat ketergantungannya terhadap pemerintah pusat. Kedua hal tersebut cukup membuat pemerintah daerah tidak berdaya membangun daerahnya. Era reformasi saat ini memeberikan peluang bagi perubahan paradigma nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini diwujudkan melalui kebutuhan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang ditetapkan UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang pertimbangan keuangan pusat dan daerah yang banyak terjadi perubahan kebijakan daerah.

4 Kedua UU ini merupakan landasan utama bagi desentralisasi pemerintahan dalam pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai dengan desentralisasi kewenangan dan keuangan desentralisasi. Secara teoritis desentralisasi ini diharapkan akan menghasilkan 2 manfaat yaitu mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa serta kreativitas masyarakat dalam pembangunan dan mendorong pemerataan hasil pembagian. Kemudian memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ketingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi lengkap (Mardiasmo, 2005). Berkaitan dengan hakekat otonomi daerah tentang pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat, maka peran data keuangan daerah sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serrta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data tersebut merupakan informasi yang penting dalam membuat kebijakan serrta melihat tingkat kemapuan daerah. Pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang keuangan daerah menegaskan bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan manfaat untuk masyarakat. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

5 Dalam APBD mencerminkan kamampuan pemerintah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, pembangunan, dan pelayanan sosial masyarakat. Penerapan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia tercermin dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang berdasarkan atas azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan desentralisasi yaitu penyerahan urusan, tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penggunaan pinjaman sebagai sumber pembiayaan merupakan salah satu bentuk kewenangan bagi pemerintah daerah, namun sampai saat ini pinjaman daerah masih dikendalikan oleh pemerintah pusat. Ada tiga faktor utama yang menyebabkan pinjaman pemerintah daerah masih dikendalikan oleh Pemerintah Pusat (Devas et al 1989: 22). Pertama, pinjaman sektor pemerintah secara keseluruhan perlu dikendalikan, karena berkaitan dengan kebijaksanaan moneter terutama untuk mengendalikan inflasi. Kedua, untuk mencegah pemerintah daerah agar tidak terjerumus dalam kesulitan keuangan, karena pinjaman digunakan untuk menutupi pengeluaran rutin. Ketiga, pemerintah pusat ingin tetap mengendalikan pola pengeluaran penanaman modal pemerintah daerah. Selain itu, ada juga empat

6 faktor secara keseluruhan penyebab tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat (Mudarajad Kuncoro, 2004), yaitu : 1. Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan. 2. Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah. 3. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa dijadikan sebagai pendapatan daerah. 4. Ada yang khawatir jika daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggiakan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme. Sebagai solusi dari permasalahan diatas, alternatif yang ditawarkan (Mudrajad Kuncoro, 2004) yaitu: 1. Meningkatkan peran BUMD. 2. Meningkatkan penerimaan daerah. 3. Meningkatkan pinjaman daerah. Implementasi pelaksanaan otonomi daerah akan dapat berjalan lancar jika memperhatikan 5 kondisi strategis berikut ; (1) self regulating power yaitu kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi daerah untuk kepentingan masyarakat, (2) self modifying power berupa kemampuan menyesuaikan terhadap peraturan yang telah ditetapkan secara nasional sesuai kondisi daerah termasuk terobosan inovatif kemajuan dalam menyikapi potensi daerah, (3) creating local political support yaitu penyelenggaraan pemerintah daerah yang mempunyai legitimasi kuat dari masyarakat, baik kepala daerah sebagai eksekutif maupun

7 DPRD sebagai kekuasaan legislatif, (4) managing financial resource yaitu mengembangkan kompetensi dalam mengelola secara optimal sumber penghasilan dan keuangan untuk membiayai aktivitas pemerintah, pembangunan dan pelayanan publik, (5) developing brain power dalm arti membangun SDM yang handal dan selalu bertumpu pada kapabilitas penyelesaian masalah (Rasyid dan Paragoan dalam Fatima Zahra: 2008). Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu berotonomi menurut Bratakusumah dan solihin (2002: 169), untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintah daerah. Dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah di era otonomi daerah yaitu terkait dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perlu ditetapkan standar atau acuan kapan suatu daerah dikatakan mandiri, efektif dan efisien, dan akuntabel. Untuk itu diperlukan suatu pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai tolak ukur dalam penetapan kebijakan keuangan pada tahun anggaran selanjutnya. Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial maupun non finansial (Ihyaul Ulum, 2009). Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud antara

8 lain : pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan suatu daerah dalam bidang keuangan. Keuangan daerah merupakan salah satu aspek yang penting dari pembangunan ekonomi daerah Dalam hal ini dimana caranya daerah tersebut dapat menciptakan sumber pendapatan dan penerimaan daerah sendiri tanpa tergantung dari pemerintah pusat yang akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan, peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pemberian pelayanan publik apakah berjalan secara efektif dan efisien atau tidak. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas sektor publik dalam pemberian pelayanan publik.kemudian ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan Penggunaan analisis rasio laporan keuangan sebagai alat analisis keuangan secara luas sudah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial, sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat terbatas. Padahal dari analisis rasio laporan keuangan pemerintah daerah dapat diketahui bagaimana kinerja pemerintah daerah yang bersangkutan dan juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk lebih meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah.

9 Di samping meningkatkan kuantitas pengelolaan keuangan daerah, analisis rasio terhadap realisasi APBD juga dapat digunakan sebagai alat untuk menilai efektivitas otonomi daerah sebab kebijakan ini yang memberikan keleluasaan bagi Pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerahnya seharusnya bisa meningkatkan kinerja keuangan daerah yang bersangkutan. Maraknya pembahasan mengenai keuangan daerah, terutama hubungannya dengan otonomi daerah yang sementara berlangsung menjadikan hal ini menarik untuk dibahas. Peneliti memilih salah satu di Provinsi Bengkulu. Provinsi Bengkulu merupakan Provinsi yang berada di Pulau sumatera yang dalam pembangunannya tidak terpisahakan dari pembangunan nasional, namun disesuaikan dengan permasalahan didaerahnya serta didasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional. Tabel 1.1 Pendapatan Asli Daerah Provinsi Bengkulu 2009-2013 Tahun Anggaran Realisasi % Fluktuasi (%) 2009 413.570.042.372.65 287.781.580.630.84 69,6-2010 418.587.239.610.00 315.091.488.316.22 83,88 14,28 2011 426.601.946.673.00 440.920.183.714.43 103,36 19,48 2012 477.029.472.785.00 483.768.274.997.19 101,41-1,95 2013 512.962.106.531.00 525.207.934.928.81 102,39 0.98 Sumber : LRA Pemprov Bengkulu Pada tabel Pendapatan Asli Daerah Provinsi Bengkulu 2009 2013 diatas, kenaikan fluktuasi terbesar terjadi pada tahun 2010 2011 tetapi terjadi penurunan fluktuasi pada tahun 2011 2012. Berdasarkan data tersebut,

10 pertumbuhan PAD provinsi bengkulu pada thn 2009-2013 menunjukan data yang tidak stabil. Tabel 1.2 Pendapatan Transfer Provinsi Bengkulu 2009 2013 Tahun Anggaran Realisasi % Fluktuasi (%) 2009 600.309638.973.10 589.497.875.916.34 98,2 _ 2010 598.910.462.479.00 598.799.426.879.00 99,98 1,78 2011 694.595.975.358.00 712.264.324.698.00 102,54 2,56 2012 1.076.964.618.907.00 1.076.080.065.252.00 99,92-2,62 2013 971.789.554.701.00 977.347.953.983.00 100,57 0,65 Sumber : LRA Pemprov Bengkulu Pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa pendapatan dana transfer untuk provinsi bengkulu pada tahun 2009 2013 rata-rata mencapai diatas 98%. Pemerintah daerah kurang memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena dana transfer pemerintah pusat masih cukup besar. Sehingga menyebabkan ketidakefektifan dan penyerapan dana yang tidak maksimal. Berdasarkan tabel pendapatan asli daerah dan pendapatan dana transfer provinsi Bengkulu pada tahun 2009 2013 menyatakan bahwa masih adanya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Pada umumnya pemerintah pusat memberikan dana tranfer kepada suatu daerah untuk membantu pembangunan. Tetapi pada tabel laporan realisasi anggaran diatas pendapatan asli daerah mengalami kenaikan, maka dapat dinyatakan bahwa daerah tersebut lebih mandiri sehingga pemerintah daerah seharusnya tidak tergantung terhadap dana transfer dari pemerintah pusat. Dengan demikian dana transfer lebih dominan daripada PAD dalam membiayai pembangunan pemerintah daerah, sebenarnya tidak memberikan

11 panduan yang baik bagi pemerintah terhadap aliran dana transfer itu sendiri. Hal ini berarti pemerintah daerah akan lebih berhati- hati dalam menggunakan dana yang digali dari masyarakat sendiri daripada dana transfer (grants) dari pemerintah pusat. Fakta tersebut secara umum memperlihatkan bahwa perilaku pemerintah daerah dalam merespon dana transfer dari pemerintah pusat menjadi perhatian utama dalam menunjang efektivitas dana transfer (Iskandar, 2012). Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulisan skripsi ini mengambil judul Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu Setelah Otonomi Daerah. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam hal ini yang menjadi rumusan permasalahan adalah: Bagaimanakah kinerja keuangan pemerintah daerah Provinsi Bengkulu selama lima tahun terakhir (Tahun 2009-2013) dengan menggunakan analisis Rasio kemandirian, Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Rasio Aktivitas / Keserasian, Rasio Pertumbuhan, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal dan Rasio Ketergantungan. 1.3 Maksud dantujuan Penelitian Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja keuangan pada pemerintah daerah Provinsi Bengkulu ditinjau dari rasio keuangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan desentralisasi fiskal.

12 1.4 Kegunaan Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi semua pihak yang berkepentingan terutama dalam bidang akuntansi sektor publik dan gambaran yang dapat dijadikan pembanding antara teori yang selama ini di dapat dengan pelaksanaan yang sebenarnya di lapangan. Selain itu penelitian ini berguna sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Strata-1 Program Studi Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 2. Bagi pemerintah Dapat digunakan sebagai bahan koreksi untuk meningkatkan kinerja keuangan dan sebagai alat, masukan, evaluasi Pemerintah Provinsi Bengkulu pada tahun-tahun berikutnya. 3. Bagi masyarakat Dapat digunakan untuk mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi kinerja keuangan pemerintah daerah Provinsi Bengkulu. 4. Bagi peneliti selanjutnya Dapat dijadikan tambahan pengetahuan dan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.

13 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data kuantitatif yang meliputi data keuangan APBD dan realisasinya, pertumbuhan ekonomi. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui instansi Pemerintahan Provinsi Bengkulu, bertempat di Jl.Pembangunan no.1 Padang Harapan,Bengkulu. Dengan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan selesai.