OPTIMASI ELEMEN INTERIOR UNTUK PENINGKATAN AKUSTIK PADA RUANG AUDITORIUM MONO-FUNGSI Studi Kasus Ruang Jelantik Jurusan Arsitektur ITS

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KINERJA AKUSTIK PADA RUANG AUDITORIUM MONO-FUNGSI (STUDI KASUS RUANG JELANTIK JURUSAN ARSITEKTUR ITS)

OPTIMASI MATERIAL AKUSTIK UNTUK PENINGKATAN KUALITAS BUNYI PADA RUANG AUDITORIUM MULTI-FUNGSI

KAJIAN PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP AKUSTIK STUDI KASUS: RUANG AUDITORIUM MULTIFUNGSI GEDUNG P1 DAN P2 UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

TAKE HOME TEST AKUSTIK TF MASJID dan AKUSTIK RUANG

OPTIMASI DESAIN INTERIOR UNTUK PENINGKATAN KUALITAS AKUSTIK RUANG AUDITORIUM MULTI-FUNGSI (Studi kasus Auditorium Universitas Kristen Petra, Surabaya)

PERANCANGAN AKUSTIK RUANG MULTIFUNGSI PADA TEATER A ITS DENGAN DESAIN MODULAR

Desain Akustik Ruang Kelas Mengacu Pada Konsep Bangunan Hijau

PENERAPAN SISTEM AKUSTIK PADA RUANG AUDITORIUM BALAI SIDANG DI SURAKARTA

RUANGAN 9231 GKU TIMUR ITB

AKUSTIKA RUANG KULIAH RUANG SEMINAR 5 LANTAI 4 TEKNIK FISIKA. Dani Ridwanulloh

MAKALAH UNTUK MEMENUHI NILAI UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH TF-3204 AKUSTIK

LAPORAN PENELITIAN AKUSTIK RUANG 9311 ditujukan untuk memenuhi nilai UTS mata kuliah TF3204 Akustik. Oleh : Muhammad Andhito Sarianto

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH LAY OUT BANGUNAN DAN JENIS MATERIAL SERAP PADA KINERJA AKUSTIK RUANG KELAS SEKOLAH DASAR DI SURABAYA TITI AYU PAWESTRI

BAB II PARAMETER PARAMETER AKUSTIK RUANGAN

PERBAIKAN KUALITAS AKUSTIK RUANG MENGGUNAKAN PLAFON VENTILASI BERDASARKAN WAKTU DENGUNG STUDI KASUS RUANG KELUARGA PADA RUMAH TIPE 70

Ujian Tengah Semester. Akustik TF Studi Analisis Kualitas Akustik Pada Masjid Salman ITB

STUDI KELAYAKAN AKUSTIK PADA RUANGAN SERBA GUNA YANG TERLETAK DI JALAN ELANG NO 17. Disusun Oleh: Wymmar

PENGARUH BENTUK PLAFON TERHADAP WAKTU DENGUNG (REVERBERATION TIME)

Penilaian Karakteristik Akustik Bangunan. Masjid Salman ITB

LATAR BELAKANG UTS TF AKUSTIK [NARENDRA PRATAKSITA ]

Evaluasi kinerja Akustik dari Ruang Kedap Suara pada Laboratorium Rekayasa Akustik dan Fisika Bangunan Teknik Fisika -ITS

NILAI KUALITAS AKUSTIK RUANG PADA MASJID-MASJID DI DAERAH PERMUKIMAN DENGAN BENTUK PLAFON YANG BERBEDA

Perbaikan Kualitas Akustik Lapangan Futsal Indoor Pertamina ITS Menggunakan Panel Akustik Gantung

Evaluasi Kinerja Akustik Dari Ruang Kedap Suara Pada Laboratorium Rekayasa Akustik Dan Fisika Bangunan Teknik Fisika ITS

PERANCANGAN ULANG RUANG AULA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO DARI SEGI AKUSTIK

UJIAN TENGAH SEMESTER TF 3204 AKUSTIK (TAKE HOME TEST ) Kondisi Akustik Ruang Kuliah ITB Oktagon 9026

DESAIN AKUSTIK RUANG KELAS MENGACU PADA KONSEP BANGUNAN HIJAU

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS

REDESAIN INTERIOR GEDUNG SENI PERTUNJUKAN CAK DURASIM SURABAYA BERDASARKAN AKUSTIK RUANGAN

UTS Akustik (TF-3204) Dosen : Joko sarwono. Kriteria Akustik Gedung Serba Guna Salman ITB

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-144

Kondisi Akustik TVST B

ANALISIS PENGARUH PEMASANGAN ABSORBER DAN DIFFUSOR TERHADAP KINERJA AKUSTIK PADA DINDING AUDITORIUM (KU )

STUDI SUBJEKTIF KELAYAKAN GEDUNG KESENIAN DAN KEBUDAYAAN RUMENTANG SIANG BANDUNG DARI SEGI AKUSTIK

ANALISIS GANGGUAN BISING JALAN GANESHA TERHADAP AKUSTIK RUANGAN UTAMA MASJID SALMAN ITB

Ujian Tengah Semester - Desain Akustik Ruang AULA BARAT INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

PERANCANGAN AKUSTIK RUANG MULTIFUNGSI PADA TEATER A ITS DENGAN DESAIN MODULAR

Kondisi akustik ruangan 9231 GKU Timur ITB

AKUSTIKA RUANG KULIAH

Pengukuran Transmission Loss (TL) dan Sound Transmission Class (STC) pada Suatu Sampel Uji

Perancangan Ulang Akustik pada Auditorium STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto

1. Tingkat pendengaran (listening level), biasanya besaran ini dinyatakan dengan besaran dba.

Evaluasi Subjektif Kondisi Akustik Ruangan Utama Gedung Merdeka

TAKE HOME TEST TF 3204 AKUSTIK EVALUASI KONDISI AKUSTIK RUANG KULIAH 9212 GEDUNG KULIAH UMUM ITB

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh: Candra Budi S : Andi Rahmadiansah, ST. MT Pembimbing II : Dyah Sawitri. ST. MT

RUANG 9231 GKU TIMUR ITB

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PENDEKATAN AKUSTIK ADAPTIF DALAM OPTIMALISASI WAKTU DENGUNG PADA GEREJA KATOLIK DI JAKARTA

UJIAN TENGAH SEMESTER TF 3204 AKUSTIK AKUSTIK RUANG PADA GEDUNG INDOOR DAGO TEA HOUSE BANDUNG OLEH: NAMA : SITI WINNY ADYA M NIM:

UTS TF-3204 AKUSTIK PENILAIAN DAN OBSERVASI RUANG TVST C ITB

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan Tugas Akhir yang berjudul Penilaian Kualitas Akustik Auditorium

PENERAPAN ELEMEN-ELEMEN AKUSTIKA RUANG DALAM PADA PERANCANGAN AUDITORIUM MONO-FUNGSI, SIDOARJO - JAWA TIMUR

MASJID dan AKUSTIK RUANG

Evaluasi Kondisi Akustik di Gedung Konferensi Asia Afrika

DENDY D. PUTRA 1, Drs. SUWANDI, M.Si 2, M. SALADIN P, M.T 3. Abstrak

Nama : Beni Kusuma Atmaja NIM : Kelas : 02 Topik : Ruang Konser

Penilaian Kondisi Akustik Ruangan TVST B pada Gedung TVST ITB Secara Subjektif

LAPORAN PENELITIAN AKUSTIK RUANG 9231 GKU TIMUR

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi UTS TF 3204 Akustik) Khanestyo

PENGUKURAN KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DARI LIMBAH BATANG KELAPA SAWIT. Krisman, Defrianto, Debora M Sinaga ABSTRACT

ANALISA AKUSTIK RUANG KULIAH 9222 GKU TIMUR ITB UTS TF 3204-AKUSTIK. Disusun Oleh: Suksmandhira H ( )

Penilaian Akustika Ruang Kuliah TVST B Institut Teknologi Bandung

PENILAIAN KUALITATIF KONDISI AKUSTIK RUANG KONFERENSI ASIA AFRIKA

Jurnal Neutrino Vol. 2, No. 1 Oktober

APLIKASI MODEL KOMPUTER DALAM ANALISIS KINERJA AKUSTIK RUANG AUDITORIUM UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 02 (2016), Hal ISSN :

Keadaan Akustik Ruang TVST 82

UJIAN TENGAH SEMESTER TF3204 AKUSTIK

Akustik. By: Dian P.E. Laksmiyanti, ST. MT

UTS TF-3204 AKUSTIK ANALISIS KARAKTERISTIK AKUSTIK GEDUNG AULA BARAT ITB. Oleh. Vebi Gustian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENENTUAN KOEFISIEN ABSORBSI DAN IMPEDANSI MATERIAL AKUSTIK RESONATOR PANEL KAYU LAPIS (PLYWOOD) BERLUBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TABUNG

LIMBAH PELEPAH PISANG RAJA SUSU SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN DINDING KEDAP SUARA

STUDI PENERAPAN SISTEM AKUSTIK PADA RUANG KULIAH AUDIO VISUAL

ANALISIS WAKTU DENGUNG (REVERBERATION TIME) PADA RUANG KULIAH B III.01 A FMIPA UNS SURAKARTA

METODE PENELITIAN. A. Bahan dan Materi Penelitian. Dikarenakan objek studi masih dalam rupa desain prarancangan maka bahan

APLIKASI VARIABEL PENYERAP BUNYI SEDERHANA UNTUK WAKTU DENGUNG FREKUENSI MENENGAH ATAS PADA AUDITORIUM FAKULTAS KEDOKTERAN UGM

[ANALISIS JUDGMENT SUBJEKTIF KUALITAS AKUSTIK GEDUNG TEATER TERTUTUP DAGO TEA HOUSE]

BAB I PENDAHULUAN. 1 Leslie L.Doelle dan L. Prasetio, Akustik Lingkungan, 1993, hlm. 91

PENENTUAN KOEFISIEN ABSORBSI BUNYI DAN IMPEDANSI AKUSTIK DARI SERAT ALAM ECENG GONDOK (EICHHORNIA CRASSIPES) DENGAN MENGGUNAKAN METODE TABUNG

Alexander Christian Nugroho

STUDI PENERAPAN SISTEM AKUSTIK PADA RUANG KULIAH AUDIO VISUAL

Take Home Test Akustik TF3204 Laporan Kondisi Ruangan Aula Barat ITB

EVALUASI KONDISI AKUSTIK BANGUNAN KOST STUDI KASUS KOST DI JALAN CISITU LAMA NO. 95/152C

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS

ANALISIS KINERJA AKUSTIK PADA RUANG AUDITORIUM MULTIFUNGSI Studi kasus: Auditorium Universitas Kristen Petra, Surabaya

Optimalisasi Kenyamanan Akustik Ruang pada JX International Surabaya

PERANCANGAN PENGENDALIAN BISING PADA RUANG BACA dan LABORATORIUM REKAYASA INSTRUMENTASI TEKNIK FISIKA ITS

PENGENDALIAN BISING PADA BANGUNAN APARTEMEN

Konsep Dasar Akustik. Studi Literatur. Sumber :

PENGENDALIAN CACAT AKUSTIK GEDUNG SULTAN SURIANSYAH DITINJAU DARI ASPEK PERANCANGAN ARSITEKTUR

Analisis Kualitatif Ruang Kuliah TVST B dan TVST A

ATENUASI BISING LINGKUNGAN DAN BUKAAN PADA RUANG KELAS SEKOLAH DASAR BERVENTILASI ALAMI DI TEPI JALAN RAYA. Oleh :

PENGARUH JUMLAH CELAH PERMUKAAN BAHAN KAYU LAPIS (PLYWOOD) TERHADAP KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DAN IMPEDANSI AKUSTIK

Listener. Source. Space. loudness level pitch frequency time spatial spectral temporal. absorption diffraction reflection diffusion

Analisis Karakteristik Akustik Pada Ruang Peribadatan Masjid : Studi Kasus Masjid Istiqamah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi telah memberikan manfaat yang besar terhadap

BAB V METODOLOGI DAN ALAT PENGUKURAN

BAGIAN III : AKUSTIK

Transkripsi:

LANTING Journal of Architecture, Volume 1, Nomor 1, Februari 2012, Halaman 30-39 ISSN 2089-8916 OPTIMASI ELEMEN INTERIOR UNTUK PENINGKATAN AKUSTIK PADA RUANG AUDITORIUM MONO-FUNGSI Studi Kasus Ruang Jelantik Jurusan Arsitektur ITS Yuswinda Febrita Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Lambung Mangkurat Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja akustik di dalam ruang auditorium mono-fungsi. Studi kasus penelitian ini adalah ruang Jelantik Jurusan Arsitektur ITS dimana berdasarkan jenis aktivitas yang dapat berlangsung di dalamnya termasuk jenis Speech auditorium yaitu auditorium mono-fungsi untuk pertemuan dengan aktivitas utama percakapan (speech) seperti seminar, konferensi, kuliah, dan seterusnya. Masalah yang terjadi di Ruang Jelantik adalah besaran kualitas akustik yang kurang memenuhi persyaratan bagi sebuah auditorium mono-fungsi, karena penggunaan bahan dan desain interior yang tidak tepat, dan sejak semula ruang tidak direncanakan sebagai auditorium, sehingga kurang mampu melayani aktifitas secara optimal. Metode yang digunakan yaitu menggunakan metode pengukuran background noise level dengan alat Sound Level Meter (SPL). Kemudian dilakukan Perhitungan dan simulasi optimasi menggunakan program ECOTECT v5.20 untuk menunjukkan peningkatan kualitas akustik (RT). Kata Kunci: Analisis, Kinerja Akustik, Ruang Auditorium Mono-fungsi Abstract This study aims to optimize the acoustic performance in the mono-functional auditorium. Case study research is Jelantik room Architecture Department ITS by type of activity can take place in it, including the type of auditorium Speech mono-functional auditorium for meetings with the main activity of the conversation (speech) such as seminars, conferences, lectures, and so on. The problem that occurs in the room is the amount of quality acoustic less eligible for a mono-functional auditorium, due to the use of materials and interior design that is not approptiate, and from the beginning of the room is not planned as an auditorium, making it less able to serve in an optimal activity. The method used is to use methods of measuring background noise levels with a Sound Level Meter (SPL). Then do the calculation and simulation optimization using ECOTECT v5.20 program to demonstrate improved quality of acoustics (RT). Key Word: Analysis, Performance Acoustics, Mono-function auditorium PENDAHULUAN Auditorium berasal dari kata audiens (penonton/ penikmat) dan rium (tempat), sehingga auditorium dapat diartikan sebagai tempat berkumpul penonton untuk menyaksikan suatu pertunjukan tertentu (http://encyclopedia.com). Berdasarkan jenis aktivitas yang dapat berlangsung di dalamnya, maka suatu auditorium dapat dibedakan menjadi: a. Speech auditorium yaitu auditorium mono-fungsi untuk pertemuan dengan aktivitas utama percakapan (speech) seperti seminar, konferensi, kuliah, dan seterusnya. b. Music Auditorium yaitu auditorium mono-fungsi dengan aktivitas utama sajian kesenian seperti seni musik, seni tari, teater musikal, dan seterusnya. Secara akustik, jenis auditorium ini masih dapat dibedakan lagi menjadi auditorium yang menampung aktivitas musik saja dan yang menampung aktivitas musik sekaligus gerak. c. Auditorium multi-fungsi, yaitu auditorium yang tidak dirancang secara khusus untuk fungsi percakapan atau musik saja, namun 30

sengaja dirancang untuk mewadahi keduanya. Adanya perbedaan aktivitas dalam setiap jenis auditorium menyebabkan tingkat pantulan bunyi untuk tiap-tiap jenis auditorium juga berbeda-beda, utamanya pada perhitungan waktu dengung. Waktu dengung (Reverberation Time) adalah waktu yang dibutuhkan energi bunyi untuk meluruh hingga tidak terdengar. Parameter waktu dengung (RT) auditorium berbeda-beda tergantung penggunaannya. RT yang terlalu pendek akan menyebabkan ruangan terasa mati sebaliknya RT yang panjang akan memberikan suasana hidup pada ruangan (Satwiko, 2004:91). RT untuk jenis speech auditorium disarankan berada pada 0,60-1,20 detik, sedangkan untuk music auditorium disarankan berada pada 1,00-1,70 detik (Egan,1976:154). Bahan penutup bidang permukaan interior yang berkaitan dengan angka koefisien absorbsi dan refleksi, sangat berpengaruh dalam menentukan besaran RT suatu auditorium (Doelle, 1972:63). Ruang Jelantik Jurusan Arsitektur ITS, Kampus ITS Sukolilo Surabaya (Lihat Gambar 1) berdasarkan jenis aktivitas yang dapat berlangsung di dalamnya termasuk jenis Speech auditorium yaitu auditorium mono-fungsi untuk pertemuan dengan aktivitas utama percakapan (speech) seperti seminar, konferensi, kuliah, dan seterusnya. Masalah yang terjadi di Ruang Jelantik adalah besaran kualitas akustik yang kurang memenuhi persyaratan bagi sebuah auditorium mono-fungsi, karena penggunaan bahan dan desain interior yang tidak tepat, dan dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa sejak semula Ruang Jelantik tidak direncanakan sebagai auditorium. Tentu saja hal ini membuat auditorium tampil seadanya, sehingga kurang mampu melayani aktifitas secara optimal. Secara umum, hal ini dapat dilihat dari pemakaian bahan-bahan penutup (reflektif/absorbtif) pada elemen interior (dinding, lantai, maupun plafon) yang kurang menguntungkan. Gambar 1. Eksisting R. Jelantik Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, maka dilakukan penelitian pada Ruang Jelantik yaitu auditorium Jurusan Arsitektur ITS dengan occupancy ruang ± 100 orang. LANDASAN TEORI Mekanisme dari terjadinya suara dan juga medan suara di dalam ruangan. Gambar 2. Komponen utama terjadinya suara (Merthayasa, 2008). Pada Gambar 2, secara sederhana digambarkan bahwa akustik atau terjadinya suara itu menyangkut 3 komponen utama yaitu sumber suara, ruangan/medium dan penerima. Jika salah satu dari ketiga komponen utama tersebut tidak ada, maka suara pun tidak ada. Ketiga komponen utama akustik ini memiliki karakteristik yang dapat dinilai dan diukur baik itu secara objektif maupun secara subjektif. Penilaian 31

objektif tentunya berdasarkan kepada besaran2 yang bersifat objektif yaitu besaran-besaran fisika, misalnya besaran sound pressure level dari sumber suara, besaran waktu dengung ruangan atau juga directivity dari mikrophone (dalam hal ini mikrophone bertindak sebagai penerima suara). Sementara itu penilaian subjektif pada umumnya berdasarkan kepada subjective preference dari orang yang menilainya, meskipun penilaian yang dilakukan tersebut sering juga didasarkan kepada besaran-besaran fisika, misalnya seseorang lebih menyukai speaker A dibandingkan dengan speaker B akibat adanya perbedaan karakteristik frekwensi atau juga perbedaan karakteristik dinamiknya (Merthayasa, 2008). Karakteristik medan suara yang diterima pendengar dapat dibagi menjadi komponen yang bersifat temporal, yaitu besaran yang dapat dinyatakan sebagai fungsi waktu. Disamping itu ada juga komponen yang bersifat spatial, yaitu besaran yang dapat dinyatakan dengan dimensi ruang. Jika penerimanya adalah manusia atau orang, bukan mikrophone untuk perekaman misalnya, maka karakteristik medan suara yang diterima itu dapat dinyatakan dengan 4 parameter utama yaitu: 1. Tingkat pendengaran (listening level), biasanya besaran ini dinyatakan dengan besaran dba. 2. Waktu tunda pantulan awal (initial delay time), yaitu waktu tunda yang terjadi antara suara langsung dan suara pantulan, 3. Waktu dengung subsequent (subsequent reverberation time), yaitu waktu dengung yang berhubungan satu-satu dengan posisi sumber suara dan penerima dan 4. Korelasi silang sinyal antar kedua telinga (inter-aural cross correlation, IACC), yaitu besaran yang menyatakan adanya perbedaan sinyal suara yang diterima di telinga kiri dan kanan pendengar. Tiga parameter utama dari 1 sampai 3 di atas adalah parameter yang bersifat temporal dan besaran ini dapat diukur dengan menggunakan satu channel pengukuran saja, misalnya menggunakan sound level meter atau frequency analyser 1 channel. Disamping itu, ketiga parameter tersebut memiliki karakteristik yang juga sangat tergantung kepada frekwensi. Sementara parameter utama yang keempat adalah besaran yang bersifat spatial dan hanya dapat diukur dengan menggunakan instrumen dual channel dengan memanfaatkan dummy head. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki dua buah telinga yang posisinya sedemikian rupa sehingga dapat mendeteksi adanya ruang dan juga dapat melokalisasikan posisi dari sumber suara. Adanya ke-empat parameter utama akustik ini, bukan hanya berlaku bagi medan suara di dalam ruangan (indoor) tetapi juga berlaku untuk sistem tata suara di luar yang dijelaskan di atas adalah impulse response. Untuk kondisi akustik di dalam ruangan, fenomenanya dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 3 berikut ini. Gambar 3. Terjadinya suara langsung (L), pantulan awal (P) dan dengung (D) di dalam suatu ruangan (Merthayasa, 2008). Di dalam setiap ruangan, maka sinyal suara yang dihasilkan oleh sumber suara akan diterima oleh pendengar atau penerima suara, setelah sinyal suara tersebut menjalar di dalam ruangan. Sinyal suara ini akan mengalami semua proses penjalaran gelombang mekanis di dalam ruangan seperti pantulan, penyerapan dan transmisi oleh permukaan ruangan disamping juga pembelokan gelombang suara oleh permukaan tertentu. Pada posisi penerima, sinyal suara dari sumber suara tersebut diterima dalam bentuk suara langsung dinyatakan dengan L pada Gambar 3, suara pantulan yang dinyatakan dengan P dan juga suara dengung yang dinyatakan dengan D. Akibat sifat penjalaran suara yang berupa penjalaran gelombang mekanis dengan kecepatan penjalaran yang jauh-jauh lebih lambat dibandingkan dengan 32

kecepatan cahaya, maka pada penerimaan ketiga jenis suara tadi akan diterima dengan susunan waktu yang berbeda-beda. Jika sinyal dari sumber suara berupa sinyal impulse yaitu sinyal dengan daya yang cukup besar -- idealnya secara matematis dayanya tidak berhingga-- dan memiliki waktu kejadian yang sangat pendek -- idealnya waktu kejadiannya mendekati nol detik-- maka pada penerima akan diterima urutan sinyal impulse yang berjumlah tidak berhingga. Sekuensial sinyal inilah yang disebut dengan response impulse. Kondisi bunyi di dalam ruang tertutup bisa dianalisa dalam beberapa sifat yaitu: bunyi langsung, bunyi pantulan, bunyi yang diserap oleh lapisan permukaan, bunyi yang disebar, bunyi yang dibelokkan, bunyi yang ditransmisi, bunyi yang diabsorpsi oleh struktur bangunan, dan bunyi yang merambat pada konstruksi atau struktur bangunan (Suptandar, 2004). defraksi (Mediastika, 2005). Hal inilah yang terjadi pada bunyi pada ruangan yang berlubang. Refleksi atau pemantulan bunyi oleh suatu obyek penghalang atau bidang batas disebabkan oleh karakteristik penghalang yang memungkinkan terjadinya pemantulan. Pada ruangan yang memiliki bidang batas yang memiliki kemampuan pantul yang besar akan terjadi tingkat pemantulan yang besar, sehingga tingkat kekerasan bunyi pada titik-titik berbeda dalam ruangan tersebut lebih kurang sama. Pada keadaan ini, ruang mengalami difus Pemantulan suara bisa digambarkan sebagai berikut: pantulan ke fokus, pantulan menyebar, pentulan terkendali (Suptandar, 2004). Dalam ruangan, suara yang memantul akan mempengaruhi kejelasan suara. Terkadang pemantulan suara bisa meningkatkan intensitas suara dan membuat suara menjadi lebih jernih, tapi jika suara itu datang terlambat ke penerima, maka akan menimbulkan gema. Reverberation time merupakan indikator penting untuk ruang pembicaraan. RT = 0.16V A + xv (1) Gambar 4. Sifat Bunyi yang Mengenai Bidang (Mediastika, 2005) Gambar 5. Sifat Bunyi yang Mengenai Bidang Bercelah (Mediastika, 2005) Perambatan gelombang bunyi yang mengenai obyek akan mengalami pemantulan, penyerapan, dan penerusan bunyi, yang karakteristiknya tergantung pada karakteristik obyek. Perambatan gelombang bunyi yang mengenai bidang batas dengan celah akan mengalami Di mana: RT : waktu dengung, detik V : volume ruang, meter kubik A : penyerapan ruang total, sabin meter persegi x : koefisien penyerapan udara Nilai koefisien penyerapan udara x yang diperhatikan hanya pada dan di atas 1000 Hz (Doelle, 1972). Dalam akustik lingkungan unsur-unsur berikut dapat menunjang penyerapan bunyi: 1. Lapisan permukaan dinding, lantai, atau atap 2. Isi ruang seperti penonton, bahan tirai, tempat duduk dengan lapisan lunak, dan karpet 3. Udara dalam ruang Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada suatu frekuensi tertentu dinyatakan oleh koefisiensi penyerapan bunyi. Koefisiensi penyerapan bunyi suatu 33

permukaan adalah bagian energi bunyi yang oleh permukaan. Koefisiensi ini dinyatakan dalam huruf greek α. Nilai α dapat berada antara 0 dan 1 (Doelle, 1972). A = S1α1 + S2α2 +...+Snαn (2) Di mana: S : luas penyerapan suatu permukaan α : koefisien penyerapan bunyi suatu permukaan Difusi bunyi atau penyebaran bunyi terjadi dalam ruang. Difusi bunyi yang cukup adalah ciri akustik yang diperlukan pada jenis-jenis ruang tertentu, karena ruangruang itu membutuhkan distribusi bunyi yang merata dan menghalangi terjadinya cacat akustik yang tidak diinginkan (Doelle, 1972). Difraksi adalah gejala akustik yang menyebabkan gelombang bunyi dibelokkan atau dihamburkan sekitar penghalang seperti sudut, kolom, tembok, dan balok. Difraksi di sekeliling penghalang, lebih nyata pada frekuensi rendah daripada frekuensi tinggi. Refraksi adalah membeloknya gelombang bunyi karena melewati atau memasuki medium perambatan yang memiliki kerapatan molekul berbeda (Mediastika, 2005). Bentuk merupakan unsur yang ikut mendukung pengkondisian akustik suatu ruang sebagai elemen nonstruktural, tapi bisa juga sebagai elemen struktural. datang yang diserap, atau tidak dipantulkan menunjukkan peningkatan kualitas akustik (RT). Pengukuran background noise level dilakukan pada waktu siang hari, dalam keadaan 3 buah AC di dalam ruang dioperasikan, dan speaker tidak digunakan. Hal tersebut dilakukan agar diperoleh level yang maksimal. Pengukuran background noise level dilakukan pada 9 titik ukur. Alat ukur yang digunakan adalah Sound Level Meter (SPL) merek Rion tipe NL-31. Hasil pengukuran background noise level berupa Noise Criteria (kriteria kebisingan) berguna sebagai dasar bagi pengukuran selanjutnya yaitu distribusi Tingkat Tekanan Bunyi (TTB). Pengukuran respon impuls ruang yaitu Reverberation Time (RT) diperoleh dengan cara memecahkan balon dengan standar besaran balon berdiameter 30 cm dan suara yang diterima oleh alat ukur Sound Level Meter merek Rion tipe NL-31 kemudian dipakai sebagai input ke dalam program komputer dengan soundcard untuk diperoleh RT pada tiap-tiap titik ukur (sebanyak 9 titik ukur) yang telah ditetapkan. Gambar 7. Penempatan 9 titik ukur pada R. Jelantik Gambar 6. Pemantulan yang Terjadi pada Bidang Batas Cembung, Datar, dan Cekung (Mediastika, 2005) METODOLOGI Penelitian ini menggunakan metode pengukuran background noise level dengan alat Sound Level Meter (SPL) merek Rion tipe NL-31. Kemudian dilakukan Perhitungan dan simulasi optimasi menggunakan program ECOTECT v5.20 untuk HASIL PEMBAHASAN Tingkat bunyi latar belakang maksimum yang dibolehkan dalam suatu ruang seringkali dinyatakan oleh nilai kurva NC. Tingkat kebisingan latar belakang yang sangat rendah dapat menyebabkan penyelubungan/penyelimutan bunyi yang kurang cukup, hingga privacy tidak lagi terjamin. Dalam hal ini, maka nilai NC dapat dipakai untuk menentukan batas terendah 34

level yang diinginkan, ini berarti bahwa kebisingan latar belakang harus dirancang agar tidak lebih rendah dari batas minimum, dan tidak lebih tinggi dari batas maksimum. Nilai kurva - NC dinyatakan oleh nilai-nilai SPL pada pita frekuensi 1200-2400 Hz. (Mediastika, 2005.. Sesuai dengan kriteria kebisingan latar belakang Doelle (1972) untuk conference room nilai NC 25-30, maka kebisingan latar belakang yang ada pada R. Jelantik pada tabel 1. Setelah dilakukan pengukuran di 9 titik untuk SPL pada pita frekuensi 1200-2400 Hz maka nilai NC pada R. Jelantik memenuhi kriteria yaitu 24.82-31.88. Table 1. Background Noise hasil pengukuran di 9 titik. 63 125 250 500 1K 2K 4K 8K TITIK1 16.59 15.75 17.96 22.61 29.96 27.98 28.39 14.07 TITIK2 18.33 18.78 18.71 22.3 30.54 27.59 27.39 14.03 TITIK3 15.65 18.65 19.07 19.91 31.88 27.78 27.14 13.03 TITIK4 16.48 19.57 19.34 37.73 27.89 26.68 27.63 13.59 TITIK5 18.82 28.52 20.28 23.63 27.73 28.24 26.99 12.77 TITIK6 14.88 18.79 19.64 22.68 31.86 28.22 27.15 12.64 TITIK7 14.3 14.66 22.26 24.74 30.77 27.89 28.82 14.23 TITIK8 16.21 14.34 24.21 29.56 31.39 24.82 28.5 15.23 TITIK9 14.9 12.98 21.05 24.5 26.13 26.74 28.63 14.15 Table 2. Nilai RT setelah dilakukan perhitungan pada R. Jelantik pada saat tidak ada orang ANALISIS LINGKUNGAN AKUSTIK "R. Jelantik" Jurusan Arsitektur ITS Surabaya Deskripsi Permukaan Luas α mid-band Sα (m 2 ) Bahan/Material/ Obyek Lantai, Permukaan (m 2 ) α 500 α 100 0 Sα 500 Sα 1000 beton dilapis 0.0 keramik 156 2 0.02 3.12 3.12 0.0 2 0.02 2.92 2.92 0.1 7 0.09 0.54 0.29 0.4 9 0.75 12.54 19.20 0.1 191.0 101.1 7 0.09 8 6 Dinding, tembok 146.2 Pintu, plywood 3.2 Jendela kaca tertutup tirai 25.6 Plafond plywood 156 kursi 100 buah - 0.6 0.62 60.00 62.00 188.6 ΣS = 1455.00 ΣSα = 270.21 9 Volume internal = V (m 3 ) = 11696.40 Koef. serapan akustik rerata, α rerata =ΣSα/ΣS = 0.186 0.130 Keteranga n Waktu dengung = RT (detik) = 0.161V/[-Sln(1-α rerata )] = 6.30 9.32 perhitungan Waktu dengung optimum = RT opt (detik) = 0,6-1,2 (Egan,1976) 35

Table 3. Nilai RT setelah dilakukan perhitungan pada R. Jelantik pada saat ada orang ANALISIS LINGKUNGAN AKUSTIK "R. Jelantik" Jurusan Arsitektur ITS Surabaya Deskripsi Permukaan Luas α mid-band Sα (m 2 ) Keterangan Bahan/Material/Obyek Permukaan (m 2 ) α 500 α 1000 Sα 500 Sα 1000 Lantai, beton dilapis keramik 156 0.02 0.02 3.12 3.12 Dinding, tembok 118.2 0.02 0.02 2.36 2.36 Plywood Pintu, 3.2 0.17 0.09 0.54 0.29 Jendela, kaca tertutup tirai 25.6 0.49 0.75 12.54 19.20 Plafond plywood 156 0.17 0.09 191.08 101.16 kursi+orang 100 orang - 0.8 0.94 80.00 94.00 ΣS = 1455.00 ΣSα = 294.41 222.65 Volume internal = V (m 3 ) = 11696.40 Koef. serapan akustik rerata, α rerata =ΣSα/ΣS = 0.202 0.153 Waktu dengung = RT (detik) = 0.161V/[-Sln(1-α rerata )] = 5.72 7.79 perhitungan Waktu dengung optimum = RT opt (detik) = 0,6-1,2 (Egan,1976) Kondisi eksisting auditorium menunjukkan bahwa RT pada occupancy 0% (6,3 detik untuk Sα500 dan 9.32 untuk Sα1000) hingga occupancy 100% (5.72 detik untuk Sα500 dan 7.79 untuk Sα1000) belum dapat memenuhi persyaratan kualitas akustik untuk karakter speech (0,85 Tmid 0,98) sehingga terjadi dengung yang tidak diinginkan. Dengan demikian, untuk pemecahan masalah desain akustik terutama peningkatan karakter speech perlu kembali memperhatikan background noise level, penggunaan bahan-bahan absorbtif, letak, dan luasan bahan pada bidang permukaan elemen interior yang memiliki luasan besar sehingga dapat meningkatkan kualitas RT. Adapun desain yang direkomendasikan meliputi jenis bahan, letak, dan luasan bahan pada elemen interior, serta occupancy ruang yang dapat mengoptimalkan kualitas akustik karakter speech. Hal ini sesuai dengan pendapat Doelle (1972) bahwa koefisien absorpsi bahan tertentu sangat menentukan perubahan kualitas akustik ruang. Bahan-bahan absorbtif dengan total koefisien penyerapan tinggi (α>0,2) dipergunakan untuk peningkatan kualitas akustik berkarakter speech. Dalam peningkatan kualitas akustik berkarakter speech maupun music, peletakan bahan (absorbtif/ reflektif) pada luasan bidang permukaan elemen interior yang tepat juga perlu mendapat perhatian. Hal ini sesuai dengan pendapat Doelle (1986) bahwa penempatan bahan-bahan absorbtif pada wilayah dinding sekeliling tempat duduk penonton, 2/3 wilayah lantai dan plafon area tempat duduk penonton dapat menghasilkan peningkatan kualitas akustik karakter speech. Jenis material bangunan yang dapat digunakan menurut Suptandar (2004) yaitu : Karpet, adalah jenis material yang berfungsi sebagai bahan absorbs ruang dalam bentuk elemen lantai dengan tingkat penyerapan tinggi. Keberhasilan fungsi ditentukab oleh tebal dan porositas bahan (NRC 0,2-0,55). Tirai dan tenunan, beberapa jenis kain berfungsi sebagai penyerap suara yang baik bila memiliki (+/-500gr/m²). Tirai yang ringan hanya memiliki NRC 0,2 dan tirai yang berat dapat memiliki NRC lebih dari 0,7. Selimut berserat, berupa fiberglass yang digunakan untuk dinding atau plafon diekspos, berfungsi mengabsorbsi suara serta mereduksi kebisingan dan dengung (NRC 0,9). Papan berserat, biasa digunakan untuk panel dinding dan plafon merupakan material penyerap yang baik tergantung 36

dari ketebalannya (NRC 0,75-0,9). (Suptandar,2004) Perhitungan optimasi dengan memasukkan bahan-bahan absorber menunjukkan bahwa kualitas akustik yang dihasilkan adalah paling baik 0.84 untuk Sα500 dan 0.71 untuk Sα1000 sehingga menunjukkan ketajaman speech dan dengung yang tidak berlebihan. Gambar 8. Perhitungan dan simulasi optimasi menggunakan program ECOTECT v5.20 Perhitungan dan simulasi optimasi menggunakan program ECOTECT v5.20 menunjukkan bahwa peningkatan kualitas akustik (RT) dapat dilakukan dengan membuat desain interior tertentu. Adapun desain yang direkomendasikan meliputi jenis bahan, letak, dan luasan bahan pada elemen interior, serta occupancy ruang yang dapat mengoptimalkan kualitas akustik karakter speech. Jenis Bahan Interior Dalam peningkatan kualitas akustik karakter speech, kombinasi penggunaan bahan-bahan absorber produk luar negeri dengan kualitas bahan yang lebih stabil dan terandalkan seperti baffle yang tidak dicat (baffle: 3 unpainted dengan α = 1,20) dan tirai berat terlipat (drapery: 14 oz/yd², 476 g/m², pleated 50% dengan α = 0,49) dapat menghasilkan total koefisien serapan ruang yang tinggi yaitu 0,281. Dengan koefisien serap tersebut, kualitas akustik yang dihasilkan adalah paling baik (0,85 RTmid 0,98 detik dan EDT = 1,176 detik) sehingga menunjukkan ketajaman speech dan dengung yang tidak berlebihan. b. Letak dan Luasan Bahan Interior Dalam peningkatan kualitas akustik berkarakter speech, peletakan bahan (absorbtif/ reflektif) pada luasan bidang permukaan elemen interior yang tepat juga perlu mendapat perhatian. Untuk menghasilkan ketajaman speech dan dengung yang tidak berlebihan, bahan absorber berbentuk baffle yang tidak dicat (baffle: 3 unpainted berukuran 0,60 x 1,20 m) yang dapat berfungsi bolak-balik harus ditempatkan pada lokasi 2/3 bagian plafon (di atas tempat duduk penonton) seluas 4,64% dan tirai berat terlipat (drapery: 14 oz/yd², 476 g/m², pleated 50%) di dinding seluas 25,86%. Untuk memperoleh dengung yang cukup panjang dan menghindari echo, baffle yang tidak dicat (baffle: 3 unpainted) dilepas dari plafon dan tirai berat terlipat (drapery: 14 oz/yd², 476 g/m², pleated 50%). 37

Hal ini sesuai dengan pendapat Doelle (1972) bahwa penempatan bahan-bahan absorbtif pada wilayah dinding sekeliling tempat duduk penonton, 2/3 wilayah lantai dan plafon area tempat duduk penonton dapat menghasilkan peningkatan kualitas akustik karakter speech. Gambar 13. Grafik setelah di tambahkan pelapis jendela, plafon dan dinding c Gambar 9. Interior R. Jelantik sebelum di tambahkan pelapis jendela,plafon dan dinding b Keterangan: a.dinding bata 15 cm Gambar 10. Interior R. Jelantik setelah di tambahkan pelapis jendela,plafon dan dinding d b.jendela c.rumah tirai dengan sisten roll d.panel drafery Gambar 14. Detail Potongan Drafery pada dinding KESIMPULAN Gambar 11. Visualisasi Baffle di Plafon digantung dengan egg create pattern Gambar 12. Grafik sebelum di tambahkan pelapis jendela,plafon dan dinding Hasil pengukuran menunjukkan bahwa back ground noise level Ruang Jelantik Jurusan Arsitektur ITS memenuhi kriteria kebisingan yaitu 24.82-31.88 sesuai dengan kriteria kebisingan latar belakang Doelle (1972) untuk conference room nilai NC 25-30. Walaupun sebenarnya belum bisa dikatakan ideal untuk suatu ruang conference room/ speech auditorium dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa RT pada occupancy 0% (6,3 detik untuk Sα500 dan 9.32 untuk Sα1000) hingga occupancy 100% (5.72 detik untuk Sα500 dan 7.79 untuk Sα1000) belum dapat memenuhi Nilai RT untuk jenis speech auditorium disarankan berada pada 0,60-1,20 detik. Dengan demikian, perlu dilakukan penyesuaian untuk meningkatkan kualitas akustik berkarakter speech. Adapun kriteria desain yang dapat direkomendasikan untuk 38

auditorium sejenis meliputi jenis bahan, letak, dan luasan bahan pada elemen interior, serta occupancy ruang. Untuk mengadaptasi aktivitas berkarakter speech, auditorium harus mencapai nilai koefisien serapan ruang yang tinggi dengan cara memperluas bidang serapan pada elemen interior seoptimal mungkin. Untuk itu, kombinasi penggunaan bahan absorber berbentuk baffle dengan karakteristik bahan lembut, berpori, bertekstur, tidak berwarna, memiliki koefisien serapan tinggi, digantung di lokasi 2/3 bagian plafon (di atas tempat duduk penonton) seluas 4,64% dan tirai berat terlipat (drapery: 14 oz/yd², 476 g/m², pleated 50%) di dinding seluas 25,86%. Perhitungan dan simulasi optimasi untuk menunjukkan peningkatan kualitas akustik (RT) dapat dilakukan dengan menggunakan program ECOTECT v5.20. Karena keterbatasan material pada program ecotect yang ada. RT berkurang dari 1 detik menjadi 0.98 detik, tetapi masih sesuai dengan RT untuk jenis speech auditorium yang disarankan berada pada 0,60-1,20 detik. KEPUSTAKAAN Doelle, L.L., (1972), Environtmental Acoustic, McGraw-Hill Publishing Company, New York. Egan, M. D., (1976) Concept in Architectural Acoustics. Mc- Graw Hill, Inc. United States of America. Merthayasa, IGN, (2008), Objektif Perancangan Akustik dan Peranan Impulse Response, http://komang-merthayasa.blogspot.com, diakses Rabu, 12 November 2008 jam 11.30. Mediastika, C.E. (2005), Akustika Bangunan Prinsip-Prinsip dan Penerapannya di Indonesia, Erlangga, Jakarta. Satwiko, P, (2004), Fisika Bangunan 1, Edisi 1, Andi Offset, Yogyakarta Suptandar, P.J. (2004), Faktor Akustik Dalam Perancangan Desain Interior, Djambatan, Jakarta. 39