BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLORA (STUDI KASUS PADA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN BLORA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup perusahaan sangat ditentukan bagaimana. perusahaan dapat dikelola dengan efisien, sehingga dapat dimungkinkan

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU. Afriyanto 1, Weni Astuti 2 ABSTRAK

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Surabaya Kota. Alat analisis yang digunakan adalah analisis value for money.

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 1 April 2017

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Accounting Principles Board (1970), akuntansi adalah suatu kegiatan jasa dimana

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori 1. Akuntansi Pemerintahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB III METODE PENELITIAN. Buleleng (4) Kab. Gianyar (5) Kab. Jembrana (6) Kab. Karangasem (7) Kab. Klungkung (8) Kab. Tabanan (9) Kota Denpasar.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

DAFTAR ISI. Halaman I. DAFTAR ISI... i II. DAFTAR TABEL... iii III. DAFTAR LAMPIRAN... iv

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja Dalam Organisasi Sektor Publik

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan otonomi daerah. Dimana otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mengatur, memanfaatkan serta menggali sumber-sumber. berpotensi yang ada di daerah masing-masing. Undang-undang yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

PENDAHULUAN Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, sebagian besar banyak memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu agenda reformasi, bahkan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB VI ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jaya (1999 :11), keuangan daerah adalah seluruh tatanan perangkat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan lain-lain. Sebagaimana bentuk-bentuk organisasi lainnya

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

BAB II CATATAN ATAS LAPORAN ALIRAN KAS DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah termasuk didalamnya sumber penerimaan asli pada penerimaan PAD

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian tersendiri bagi sebuah organisasi sektor publik. Pendekatan-pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH DALAM MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN

BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Pengertian Standar Akuntansi Pemerintahan

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN

BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA. mencapai tujuan penyelenggaraan negara. dilakukan oleh badan eksekutif dan jajaranya dalam rangka mencapai tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH (APBD) DI KOTA AMBON

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kinerja Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan Kinerja adalah pretasi kerja atau pencapaian yang diterima sebuah perusahaan dalam menjalankan program/ kegiatan organisasinya dalam periode tertentu. Menurut Bastian (2006 : 274), kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Mardiasmo (2009) menjelaskan bahwa kinerja organisasi sektor publik bersifat multidimensional yang menyebabkan tidak adanya indikator tunggal yang dapat digunakan dalam pengukuran kinerja sektor publik. Selain itu, Output yang dihasilkan organisasi sektor publik juga bersifat intangible, sehingga diperlukan pengukuran non-finansial agar dapat mencerminkan output yang sebenarnya dihasilkan. Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan atau organisasi telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar (Fahmi, 2012: 2). Menurut Ardila & Putri (2015) kinerja keuangan merupakan salah satu isu yang penting untuk dikaji dalam organisasi sektor publik termasuk pemerintahan, sejak diterapkannya penganggaran berbasis kinerja, pemerintah dituntut mampu menghasilkan kinerja keuangan pemerintah secara baik. 7

8 Sumarjo (dalam Adhiantoko 2013) menjelaskan bahwa: Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah adalah keluaran/ hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran daerah dengan kuantitas dan kualitas yang terukur, kemampuan daerah dapat diukur dengan menilai efisiensi atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat pencapaian, kemampuan daerah dalam menjalankan, mengelola dan mengendalikan sumber daya daerahnya dengan baik dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat. 2.1.1.2 Indikator Kinerja Menurut Bastian (2006: 267), indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan indikator masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefits), dan dampak (impacts). a. Indikator masukan (inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, kebijaksanaan/ peraturan perundang-undangan, dan sebagainya. b. Indikator keluaran (outputs) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau nonfisik. c. Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). d. Indikator manfaat (benefits) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.

9 e. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif terhadap setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan. Menurut (Mardiasmo 2009: 128) peran indikator kinerja bagi pemerintah antara lain: a. Untuk membantu memperjelas tujuan organisasi; b. Untuk mengevaluasi target akhir (final outcome) yang dihasilkan; c. Sebagai masukan untuk menentukan skema insentif manajerial; d. Memungkinkan bagi pemakai jasa layanan pemerintah untuk melakukan pilihan; e. Untuk menunjukkan standar kinerja; f. Untuk menunjukkan efektivitas; g. Untuk membantu menentukan aktivitas yang memiliki efektivitas biaya yang paling baik untuk mencapai target sasaran, dan h. Untuk menunjukkan wilayah, bagian, atau proses yang masih potensial untuk dilakukan penghematan biaya; 2.1.1.3 Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan suatu proses sistematis untuk menilai apakah program/ kegiatan yang telah direncanakan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana tersebut, dan yang lebih penting adalah apakah telah mencapai keberhasilan yang telah ditargetkan pada saat perencanaan (Nordiawan dan Hertianti). Pengukuran kinerja instansi pemerintah merupakan alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam rangka menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Nugrahani, 2007). Manurut Stout (1993) dalam Performance Measurement Guide (dalam Bastian, 2006: 275): Pengukuran/penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi

10 (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses. Mardiasmo (2009: 121) menjelaskan bahwa: Pengukuran kinerja organisasi sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. Penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen yang merupakan proses mencatat dan mengukur tingkat pencapaian visi dan misi perusahaan melalui hasil-hasil yang ditampilkan baik berupa produk, jasa maupun proses ( Purnamasari, Suwendra dan Cipta, 2014). Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan. Menurut Mardiasmo (2009: 122) Tujuan sistem pengukuran kinerja secara umum adalah: a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up); b. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian strategi; c. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence; dan sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.

11 2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Penyajian laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban tertulis atas kinerja keuangan yang telah di capai. Menurut Mahmudi (2010) Secara garis besar tujuan penyajian laporan keuangan bagi pemerintah daerah adalah: 1. Untuk memberikan informasi yang bermanfaat dalam pembuatan keputusan ekonomi, sosial dan politik. 2. Untuk alat akuntabilitas publik. 3. Untuk memberikan informasi yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasi. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, komponen-komponen yang terdapat dalam suatu laporan keuangan pokok adalah : a. Laporan Realisasi Anggaran Laporan yang mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN/APBD. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, aplikasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam satu periode pelaporan. Dalam Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, disebutkan unsur yang dicakup dalam Laporan Realisasi Anggaran terdiri dari : 1. Pendapatan, yaitu semua penerimaan kas daerah yang menambah ekuitas dana dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemda, dan tidak perlu dibayar kembali. Pendapatan dibagi menjadi 3 yaitu:

12 a. Pendapatan Asli Daerah b. Dana Perimbangan c. Lain-lain pendapatan yang sah 2. Belanja, yaitu semua pengeluaran kas daerah yang mengurangi ekuitas dana dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, dan tidak akan diperoleh kembali pembayarannya oleh Pemda. Belanja dibagi menjadi 3 jenis yaitu : a. Belanja aparatur daerah b. Belanja Pelayanan Publik c. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan 3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran Pemda terutama dimaksudkan untuk menutupi defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Pembiayaan dikelompokan menjadi: a. Sumber penerimaan daerah, yaitu: - Sisa lebih anggaran penerimaan tahun lalu - Penerimaan pinjaman dan obligasi - Hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan - Transfer dari dana cadangan b. Sumber Pengeluaran daerah, yaitu: - Pembayaran hutang pokok yang telah jatuh tempo - Penyertaan modal

13 - Transfer ke dana cadangan - Sisa lebih anggaran tahun sekarang b. Neraca Neraca pemerintah daerah memberikan informasi bagi pengguna laporan mengenai posisi keuangan berupa aset, kewajiban (utang), dan ekuitas dana pada tanggal neraca tersebut dikeluarkan. c. Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan merupakan penjelasan secara lebih rinci atas elemen-elemen dalam laporan keuangan, baik elemen neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Maupun Laporan Arus Kas. Pemerintah daerah diwajibkan untuk menyajikan Catatan Atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan untuk tujuan umum. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam standar akuntansi pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. 2.1.3 Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Pemerintah Daerah sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab akan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat wajib melaporkan pertanggungjawaban keuangan atas sumber daya yang dihimpun dari masyarakat sebagai dasar penilaian kinerja keuangannya. Salah satu alat untuk menganalisis

14 Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya (Halim, 2002). Menurut Wachid (2014: 2) Pengelolaan keuangan daerah yaitu keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Analisis Kinerja Keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Analisis laporan keuangan dimaksudkan untuk membantu bagaimana cara memahami laporan keuangan, bagaimana menafsirkan angka-angka dalam laporan keuangan, bagaimana mengevaluasi laporan keuangan dan bagaimana menggunakan informasi keuangan untuk pengambilan keputusan. Salah satu laporan pertanggungjawaban keuangan daerah yang sering dianalisis untuk melihat kinerja keuangan pemerintah daerah adalah Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Berdasarkan LRA tersebut pembaca dapat membuat analisis laporan keuangan berupa analisis pendapatan, analisis belanja dan analisis pembiayaan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan dan analisis keserasian belanja. Menurut Mahmudi (2010) Analisis pendapatan daerah dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan anggaran. Berdasarkan data pendapatan daerah yang disajikan dalam laporan realisasi anggaran, dapat dilakukan beberapa analisis rasio keuangan, diantaranya: Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Kemandirian Keuangan, Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan dan Rasio Keserasian Belanja.

15 2.1.3.1 Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Total Pendapatan Daerah. Rasio ini menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap Total Pendapatan Daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. Adapun skala yang digunakan untuk mengukur Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Skala Interval Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Skala Interval Derajat Desentralisasi Kemampuan Keuangan Daerah Fiskal (%) 00,00 10,00 Sangat Kurang 10,01 20,00 Kurang 20,01 30,00 Cukup 30,01 40,00 Sedang 40,01 50,00 Baik > 50,00 Sangat baik Sumber: Wulandari (dalam Adhiantoko 2013) Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Keterangan : DDF = Derajat Desentralisasi Fiskal PADt = Total Pendapatan Asli Daerah tahun t TPDt = Total Pendapatan Daerah tahun t

16 2.1.3.2 Rasio Kemandirian Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah penerimaan pendapatan asli daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukkan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya. Rasio Kemandirian Keuangan daerah memiliki pola hubungan sebagai berikut: Tabel 2.2 Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah Kemampuan Keuangan Kemandirian (%) Pola Hubungan Rendah Sekali 0 25% Instruktif Rendah 25 50% Konsultatif Sedang 50 75% Partisipatif Tinggi 75 100% Delegatif Sumber: Halim (dalam Adhiantoko 2013) 1. Pola hubungan instruktif, di mana peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah). 2. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah.

17 3. Pola hubungan partisipatif, peranan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi daerah. 4. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Rasio kemandirian dapat dihitung sebagai berikut: Semakin tinggi Rasio Kemandirian Keuangan Daerah berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak luar semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Semakin tinggi Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan semakin tingginya partisipasi masyarakat dalam membayar pajak, dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. 2.1.3.3 Rasio Efektivitas PAD Rasio Efektivitas PAD menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin tinggi Rasio Efektivitas PAD, maka semakin baik kinerja pemerintah daerah. Adapun rumus menghitung Rasio Efektivitas PAD adalah sebagai berikut:

18 Kriteria Rasio Efektivitas Menurut Mahmudi (2010) adalah: 1. Jika diperoleh nilai < 75% berarti tidak efektif 2. Jika diperoleh nilai 75% - 89% berarti kurang efektif 3. Jika diperoleh nilai 90% - 99% berarti cukup efektif 4. Jika diperoleh nilai sama dengan 100% berarti efektif 5. Jika diperoleh nilai > 100% berarti sangat efektif. 2.1.3.4 Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintahan daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau di bawah 100%. Tabel 2.3 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan Kriteria Efisiensi Persentase Efisiensi 100% keatas Tidak Efisien 90% - 100% Kurang Efisien 80% - 90% Cukup Efisien 60% - 80% Efisien < 60% Sangat Efisien Sumber: Halim (dalam Adhiantoko 2013) Adapun rumus menghitung Rasio Efisiensi Keuangan adalah sebagai berikut:

19 2.1.3.5 Rasio Keserasian Rasio Keserasian menggambarkan bagaimana pemerintahan daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja operasi dan belanja modal secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja operasi berarti persentase belanja modal yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana, rasio keserasian itu dapat diformulasikan sebagai berikut: Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya Rasio Belanja Operasi maupun Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Daerah yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan. 2.2 Penelitian Terdahulu Terdapat sejumlah penelitian yang dilakukan mengenai hal-hal seputar kinerja keuangan organisasi sektor publik dengan menggunakan rasio keuangan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pramono (2014), yang berjudul Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Surakarta).

20 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah kota Surakarta tahun 2010 dan 2011 serta untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pemkot Surakarta dalam mengelola sumber dayanya. Hasil penelitian ini adalah kinerja keuangan pemkot Surakarta yang masih kurang adalah di aspek kemandirian dan aspek keserasian. 2. Sijabat, Choirul Saleh dan Abdul Wachid (2012), dengan judul Analisis Kinerja Keuangan serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi pada Dinas Pendapatan Daerah dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Malang). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis kemampuan keuangan serrta kinerja keuangan pemerintah daerah Kota Malang dalam pelaksanaan otonomi daerah tahun anggaran 2008-2012. Hasil dari penelitian ini adalah kemampuan keuangan kota malang mengalami kecenderungan positif namun masih berada dalam kategori kurang mampu. 3. Rudiyanto (2015), dengan judul Analisis Kinerja Keuangan serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi pada daeerah kab/kota di provinsi DIY dan Banten). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kinerja dan kemampuan keuangan pemerintah Kab/ kota tersebut. Hasil penelitian ini adalah Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan daerah kab/ kota di provinsi DIY masih tergolong kurang baik. Kemampuan keuangan daerah kab/ kota di provinsi DIY masih tergolong dalam kategori rendah.

21 4. Adhiantoko (2013), dengan judul Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Blora (Studi Kasus pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Blora tahun 2007-2011). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganilisis Kinerja Keuangan DPPKAD Kabupaten Blora tahun 2007-2011 Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio Keserasian. Hasil dari penelitian ini adalah kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Blora dari rasio derajat desentralisasi fiskal masih sangat kurang, rasio kemandirian keuangan masih dalam pola instruktif, Rasio Efektivitas sudah efektif, rasio efisiensi masih kurang efisien, dan rasio keserasian belanja dikategorikan masih belum seimbang. 5. Muhibtari (2014), dengan judul Analisis Rasio Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Malang untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota Magelang Tahun Anggaran 2008-2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota Magelang dengan menggunakan Analisis Rasio Keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Magelang tahun anggaran 2008-2012. Hasil dari penelitian ini adalah Hasil dari penelitian ini bahwa pola hubungan tingkat kemandirian keuangan daerah berada pada kriteria instruktif, tingkat derajat desentralisasi fiskla masih kurang, untuk efektivitas termasuk sangat efektif dan tingkat efisien tergolong sangat efisien, rasio keserasian menunjukkan bahwa keseimbangan antar belanja belum seimbang.

22 berikut: Adapaun ringkasan dari penelitian terdahulu akan disimpulkan dalam tabel N o Nama dan Tahun Penelitian 1. Pramono (2014) 2. Sijabat, Choirul Saleh dan Abdul Wachid (2012) Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu Judul Penelitian Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Surakarta) Analisis Kinerja Keuangan serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi pada Dinas Pendapatan Daerah dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Malang) Variabel Penelitian Kinerja Keuangan Kinerja Keuangan Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini adalah kinerja keuangan pemkot surakarta masih kurang di bidang kemandirian dan aspek keserasian. Namun untuk tingkat efisiensi dan efektivitasnya sudah berjalan dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan keuangan kota malang mengalami kecendrungan positif namun masih berada dalam kategori kurang mampu, selain itu untuk tingkat kemandirian keuangan mengalami kecenderungan peningkatan yang positif. 3. Rudiyanto (2015) 4. Adhiantoko (2013) Analisis Kinerja Keuangan serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi pada daeerah kab/kota di provinsi DIY dan Banten) Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Blora (Studi Kasus pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kinerja Keuangan, Kemampua n Keuangan Kinerja Keuangan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan daerah kab/ kota di provinsi DIY masih tergolong kurang baik. Kemampuan keuangan daerah kab/ kota di provinsi DIY masih tergolong dalam kategori rendah. Hasil dari penelitian ini yaitu dari derajat desentralisasi fiskal dikategorikan sangat kurang, dari rasio kemandirian masih

23 5. Muhibtari (2014) Blora tahun 2007-2011) Analisis Rasio Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Malang untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota Magelang Tahun Anggaran 2008-2012 Kinerja Keuangan tergolong sangat rendah, dari rasio efektivitas PAD diketahui bahwa keuangan DPPKAD tidak berjalan efektif, dari rasio efesiensi dapat dikatakan kurang efisien, dilihat dari rasio keserasian dikatakan masih belum stabil dari tahun ke tahun Hasil dari penelitian ini bahwa pola hubungan tingkat kemandirian keuangan daerah berada pada kriteria instruktif, tingkat derajat desentralisasi fiskla masih kurang, untuk efektivitas termasuk sangat efektif dan tingkat efisien tergolong sangat efisien, rasio keserasian menunjukkan bahwa keseimbangan antar belanja belum seimbang. 2.3 Kerangka Berpikir Suatu organisasi sektor publik memerlukan adanya pengukuran kinerja untuk melihat serta menilai telah sejauh mana organisasi tersebut menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Organisasi sektor publik berbeda dengan organisasi swasta yang fokus operasionalnya hanya pada laba saja, tetapi organisasi sektor publik lebih kepada meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Penelitan ini menggunakan lima macam rasio untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten simalungun, yaitu: Analisis rasio Derajat Desentralisasi Fiskal yang dihitung dengan perbandingan antara jumlah pendapatan asli daerah dengan total pendapatan daerah. Rasio kemandirian

24 Keuangan Daerah yang dihitung dengan cara membandingkan jumlah penerimaan pendapatan asli daerah dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat serta pinjaman daerah. Rasio Efektivitas PAD yang dihitung dengan membandingkan realisasi PAD dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah dihitung dengan perbandingan antara bearnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendaapatan yang diterima. Rasio Keserasian yang merupakan gambaran bagaimana pemerintahan daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. 2.4 Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Simalungun jika dilihat dari Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal? 2. Bagaimana Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Simalungun jika dilihat dari Rasio Kemandirian Keuangan Daerah? 3. Bagaimana Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Simalungun jika dilihat dari Rasio Efektivitas Daerah? 4. Bagaimana Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Simalungun jika dilihat dari Rasio Efisiensi Keuangan Daerah? 5. Bagaimana Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Simalungun jika dilihat dari Rasio Keserasian?