BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Provinsi, salah satunya adalah Pajak Kendaraan Bermotor (Mardiasmo,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan warga negaranya (Ruyadi, 2009). Dengan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. daerah, baik dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintah maupun tugas

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan masyarakatnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Penurunan Kemacetan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional demi masyarakat adil

BAB I PENDAHULUAN. seperti jalan, jembatan, rumah sakit. Pemberlakuan undang-undang tentang

I. PENDAHULUAN. badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. porsi jumlah terbesar dibandingkan dengan penerimaan dari pos minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Pembagian pajak menurut pemungutnya terbagi menjadi dua kelompok, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Salah satu sumber

Kata Kunci: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pajak Kendaraan Bermotor

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar

BAB I PENDAHULUAN. (PAD) sebagai salah satu sumber dana pembangunan perlu dipacu secara terus

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) bertujuan sebagai salah satu syarat

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan majunya perkembangan yang sedang dilakukan oleh pemerintah

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat seutuhnya, untuk itu diharapkan pembangunan tersebut tidak. hanya mengejar kemajuan daerah saja, akan tetapi mencakup

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang optimal perlu diwujudkan untuk mendukung kemandirian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Seiring dengan era globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan serta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan

BAB III GAMBARAN DATA OBJEK PAJAK. Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta

I. PENDAHULUAN. Pemerintahan yang berhasil adalah pemerintahan yang harus mampu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber-sumber pendapatan daerah sangat dibutuhkan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif terhadap kehidupan masa kini, salah satunya dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, melalui pajak tersebut Pemerintah mampu membiayai pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terbesar indonesia bersumber dari sektor pajak. Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan banyak masalah yang dihadapi. Salah satunya, kurangnya kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan, tiap daerah-daerah yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdaulat dimana wilayahnya

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 080 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor Pada UPTD

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan yang terjadi. Dampak perubahan dan perkembangan ini sangat berpengaruh

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. oleh pemerintah pusat merupakan sumber penerimaan Negara Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. rangka pengembangan atau mengadakan perubahan-perubahan ke arah keadaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

III. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Orde Baru yang menghendaki tegaknya supremasi hukum, demokratisasi dan

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI,

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. merupakan faktor yang paling penting agar pendapatan negara dari sektor

I. PENDAHULUAN. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor baik kendaraan roda dua (sepeda

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

MAKSIMALISASI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR GUNA MENINGKATKAN PEMASUKAN DAERAH SERTA SEBAGAI FAKTOR PENDORONG PENURUNAN KEMACETAN DI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak daerah terbagi atas dua kelompok, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pajak daerah juga merupakan salah satu penerimaan yang penting di Pemerintahan Provinsi, salah satunya adalah Pajak Kendaraan Bermotor (Mardiasmo, 2011). Sistem otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia sejak 1 januari 2007, menuntut daerah-daerah mencari berbagai alternatif sumber penerimaan yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran dan belanja daerah (Siahaan, 2010). Pemberian kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak dan retribusi daerah diperlukan adanya landasan hukum yang merupakan dasar hukum pemungutan pajak dan retribusi daerah yaitu Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yang berlaku sejak januari 2010 (Waluyo, 2011). Pelaksanaan otonomi daerah yang dititik beratkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewewenangan (urusan) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi ini tentunya harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan. Sumber pembiayaan yang paling penting adalah sumber pembiayaan yang dikenal dengan istilah Pendapatan Asli Daerah (PAD) di mana komponen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari komponen pajak daerah dan retribusi daerah (Riduansyah, 2003). 1

2 Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah pusat mengalihkan beberapa pajak yang semula ditarik oleh pusat menjadi pajak daerah. Selain itu, terdapat perluasan basis pajak yang sudah ada, yaitu untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) diperluas hingga mencangkup kendaraan. Ada tiga tujuan yang melatarbelakangi diubahnya UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), yang pertama adalah untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi, sejalan dengan semakin besarnya tanggungjawab daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Tujuan yang kedua adalah untuk meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah. Tujuan yang ketiga adalah untuk memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah (www.djpk.depkeu.go.id). Penerapan tarif progresif kendaraan bermotor bertujuan untuk mengurangi angka kemacetan yang disebabkan oleh padatnya kendaraan bermotor milik pribadi. Jika mengacu pada pasal 6 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama. Akan tetapi dalam Undang-Undang tersebut tidak ada penjelasan terhadap penguasaan yang dimaksud dalam definisi pajak kendaraan bermotor.

3 Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menerapkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor secara progresif, dengan diberlakukannya tarif progresif setiap wajib pajak yang memiliki jumlah kendaraan lebih dari satu dengan nama dan alamat yang sama, untuk pajak kendaraan bermotor yang kedua dan seterusnya dikenakan pajak yang lebih tinggi dari pajak kendaraan bermotor yang pertama dan ini hanya berlaku untuk motor ke motor atau mobil ke mobil. Tarif progresif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) diatur dalam pasal 7, sedangkan tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) diatur dalam pasal 24 Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011. No Tabel 1.1 Perbandingan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Di Provinsi Jawa Barat Tarif Jenis Pajak 1 Pajak Progresif Kendaraan Brmotor (roda empat) Pajak kepemilikan pertama 1,75% kepemilikan kedua 2,25% kepemilikan ketiga 2,75% kepemilikan keempat 3,25% kepemilikan kelima dan sterusnya 3,75% 2 Pajak Progresif Kendaraan Brmotor (roda dua/tiga) kepemilikan pertama 1,75% kepemilikan kedua 2,25% kepemilikan ketiga 2,75% kepemilikan keempat 3,25% kepemilikan kelima dan sterusnya 3,75% 3 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor penyerahan pertama 10% penyerahan kedua dan seterusnya 1% Sumber : Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (2013) untuk tahun 2011, jumlah penerimaan PKB secara nasional adalah sebesar Rp. 15,9 triliun, dan untuk BBNKB

4 adalah sebesar Rp. 18,022 triliun. Realisasi penerimaan pajak kendaraan bermotor rata-rata setiap tahunnya sebesar 109,78% dari target yang telah ditetapkan. Tingginya realisasi tersebut dimaksud karena adanya penambahan pajak dari kendaraan bermotor yang baru. Dengan diterapkannya tarif progresif, maka penerimaan Pajak dari Pajak Kendaraan Bermotor akan meningkat, selain itu penerimaan pajak dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor juga akan meningkan hal ini dapat dilihat dari table dibawah ini. Tabel 1.2 Penerimaan Pajak Daerah per-jenis Pajak Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung III Tahun Anggaran 2013 Jenis Penerimaan Target Tahun 2013 % Realisasi Realisasi PKB 201,626,297,000 277,362,770,500 137.56% BBNKB I 179,679,136,000 221,725,480,000 123.40% BBNKB II 2,439,000,000 5,115,463,450 209.74% Pajak Bahan Bakar KB 165,842,818,000 168,845,555,334 101.81% Pajak Air Permukaan 80,840,000 83,315,500 103.06% Sumber : Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wil. Kota Bandung III Pada kenyataannya, Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor memberikan kontribusi yang cukup besar pada realisasi penerimaan pajak daerah dibandingan dengan sumber pendapatan dari pajak lainnya, sehingga pendapatan daerah dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor merupakan salah satu sumber penerimaan pendapatan asli daerah yang sangat potensial.

5 Tabel 1.3 Penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bekas di Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wilayah Kota Bandung III Tahun (2008-2013) Tahun Penerimaan BBNKB II Perubahan % Pertumbuhan Per Tahun Keterangan 2008 4,612,654,521 - - Sebelum Progresif 2009 4,711,907,453 99,252,932 2.11% Sebelum Progresif 2010 5,058,500,150 346,592,697 6.85% Sebelum Progresif 2011 5,337,300,300 278,800,150 5.22% Setelah Progresif 2012 2,631,808,760-2,705,491,540-102.80% Setelah Progresif 2013 5,115,463,450 2,483,654,690 48.55% Setelah Progresif Sumber : Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wil. Kota Bandung III Tabel diatas menunjukan penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bemotor Bekas (BBNKB II) di Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung III dari tahun 2008-2010 (sebelum progresif) dan dari tahun 2011-2013 (setelah progresif). Penerimaan BBNKB Bekas dari tahun 2008-2011 setiap tahunnya meningkat, tetapi pada tahun 2012 penerimaan BBNKB Bekas mengalami penurunan. Penyebab menurunnya penerimaan BBNKB II adalah karena masih banyak wajib pajak yang belum faham terhadap penerapan pajak progresif, jadi wajib pajak yang telah menjual kendaraannya tidak melaporkan kepada pihak smasat untuk di blokir nomor polisi kendaraannya, sehingga wajib pajak tersebut dikenai tariff

6 progresif dengan demikian pembeli kendaraan bekas bisa membayar pajak kendaraan yg elah dibelinya tanpa harus melakukan BBNKB sehingga tingkat penerimaan BBNKB menjadi menurun. Tabel 1.4 Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wilayah Kota Bandung III Tahun (2008-2013) Tahun Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor Perubahan % Pertumbuhan Per Tahun Keterangan 2008 95,858,945,475 - - Sebelum Progresif 2009 102,445,647,025 6,586,701,550 6.43% Sebelum Progresif 2010 119,998,507,575 17,552,860,550 14.63% Sebelum Progresif 2011 147,318,005,375 27,319,497,800 18.54% Setelah Progresif 2012 195,674,327,725 48,356,322,350 24.71% Setelah Progresif 2013 277,362,770,500 81,688,442,775 29.45% Setelah Progresif Sumber : Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wil. Kota Bandung III Tabel di atas menunjukan bahwa satu tahun sebelum diberlakukannya tarif progresif PKB pada tahun 2010 Cabang Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wil. Kota Bandung III penerimaan PKB sebesar Rp. 119.998.507.575 dan pada tahun 2011 setelah tarif progresif diberlakukan, Penerimaan PKB sebesar 147.318.507.575. Jadi sejak diberlakukannya tarif progresif penerimaan PKB di CPDP Provinsi Wilayah Bandung III mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 27.319.497.800 atau sebesar 22,77%. Begitupun pada tahun 2012 dan 2013 Penerimaan Pajak dari PKB

7 selalu mengalami kenaikan yaitu pada tahun 2012 sebesar 32,82% dan pada tahun 2013 sebesar 41,75%. Pengenaan pajak progresif ini bertujuan untuk mengurangi angka kemacetan yang disebabkan padatnya kendaraan bermotor pribadi. Akan tetapi, karena banyak warga yang tidak mengerti sepenuhnya tentang penerapan pajak progresif ini, menyebabkan tidak sedikit terjadi permasalahan pada saat warga akan membayar pajak kendaraan bermotor mereka ternyata mereka harus membayar nominal lebih banyak disebabkan jumlah kendaraan yang terdaftar atas nama warga tersebut walaupun sebenarnya kendaraan tersebut sudah tidak dikuasai lagi. Hal ini sering terjadi karena warga telah menjual kendaraan bermotor namun kendaraan tersebut masih atas nama pemilik sebelumnya sehingga ia dikenai pajak progresif terhadap kendaraan yang tidak dikuasainya lagi (Agung, 2012). Sejak adanya tarif pajak progresif, pemilik kendaraan yang menjual kendaraannya harus segera menyampaikan pemberitahuan atau laporan kepada pihak SAMSAT untuk melakukan pemblokiran nomor polisi kendaraan yang sudah dijual tersebut. Pemblokiran tersebut, dimaksudkan untuk merapihan database kendaraan yang terdaftar di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT), yang nantinya tentu berpengaruh terhadap pendataan pemilk kendaraan yang terkena atau tidak terkena tarif progresif (Pheni, 2012). Pemblokiran dilakukan dengan mendatangi kantor SAMSAT setempat yang wilayahnya sesuai dengan alamat di STNK untuk melaporkan data kendaraan yang

8 dijual dengan membawa fotocopy KTP pemilik lama dengan fotoopy KTP pemilik baru, nomor kendaraan yang dijual dan dokumen penting lain, membawa kuitansi penjualan/pembelian kendaraan untuk mempermudah laporan, dan membuat surat pernyataan. Kemudian datangi bagian Tata Usaha (TU) Pajak dan minta permohonan pemblokiran kendaraan. Namanya adalah Blokir Atas Lapor Jual Kendaraan, pemilik kendaraan yang sudah menjual kendaraannya bias segera melaporkan ke SAMSAT agar tidak terkena tarif progesif. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis bermaksud melakukan penelitian yang brjudul: Pengaruh Pajak Progresif Kendaraan Bermotor (PKB) Terhadap Penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor II (BBNKB) Studi Kasus Pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wil. Kota Bandung III (Bandung Timur) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti pengidentifikasikan masalah sebagai sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh penerapan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor terhadap penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di CPDP Provinsi Wilayah Kota Bandung III? 2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di CPDP Provinsi Wilayah Kota Bandung III?

9 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Dari penelitian ini bermaksud untuk memperoleh data dan informasi mengenai penerimaan pajak kendaraan bermotor sebelum dan sesudah diberlakukan tariff progresif. 1.3.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pajak Progresif Kendaraan Bermotor terhadap penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor II dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di CPDP Provinsi Wilayah Kota Bandung III. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi: 1. Penulis Diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang Pajak Progresif Kendaraan Bermotor terhadap penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor II. 2. Pembaca Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan referensi bagi penelitian sejenis.

10 3. Instansi terkait Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi kantor Samsat wilayah Kota Bandung III dalam upaya meningkatkan penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis melakukan penelitian. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung III dengan alamat Jalan Soekarno Hatta No. 528 Bandung. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian di Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung III ini karena kantor Samsat ini melayani administrasi tentang Pajak Kendaraan Bermotor dan juga sering dijumapi permasalahan terkait tarif progresif Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.