SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK. Oleh : Suwardjo. Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK. A. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEKUENSI HUKUM PENETAPAN PENGADILAN TERKAIT PENGANGKATAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA TUNGGAL

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGANGKATAN ANAK ANTAR WARGA NEGARA INDONESIA DAN AKIBAT HUKUMNYA DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk. kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1)

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. KAJIAN TENTANG PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN Oleh: Sarwenda Kaunang 2

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 110 / HUK /2009 TENTANG PERSYARATAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENETAPAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

P E N E T A P A N. Nomor : 65/Pdt.P/2014/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

P E N E T A P A N Nomor: XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm

TENTANG DUDUK PERKARANYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM FAKTOR PENYEBAB SERTA AKIBAT HUKUMNYA

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 1979 TENTANG PENGANGKATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PENETAPAN Nomor : 04/Pdt.P/2011/PA.Gst

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK

Oleh : TIM DOSEN SPAI

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB II TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK. tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Walaupun begitu istilah ini sering

TELAAH TINGGINYA PERCERAIAN DI SULAWESI UTARA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA)

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

SALINAN PENETAPAN Nomor: 06/Pdt.P/2011/PA.Pkc.

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan

PENETAPAN Nomor : 002/Pdt.P/2014/PA.Pkc.

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

P E N E T A P A N Nomor 0074/Pdt.P/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN YURIDIS KUMULASI GUGATAN DAN ANAK ANGKAT

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEMAK PERKARA No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk. TENTANG PENGANGKATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

SALINAN P E N E T A P A N Nomor : 47/Pdt.P/2011/PA. Sgr.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM. sah menimbulkan akibat berupa hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak

Bagaimana Praktek Hukum di Indonesia?

BAB IV HUKUM KELUARGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 62 TAHUN 1958 Tentang KEWARGA-NEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

P E N E T A P A N Nomor 0009/Pdt.P/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 62 TAHUN 1958 (62/1958) Tanggal: 29 JULI 1958 (JAKARTA)

PENETAPAN. Pengangkatan Anak yang diajukan oleh:

Lanjutan. AkibatHukumDari Adopsi(BAB I Ketentuan Umum PP 54/2007) 10/03/2016

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG TIM PERTIMBANGAN PERIZINAN PENGANGKATAN ANAK PUSAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor 0095/Pdt.P/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Perkara Permohonan, yang diajukan oleh : 1. S U B A R I,Umur 49 tahun,pekerjaan Karyawan Swasta ;

P E N E T A P A N Nomor: 0066/Pdt.P/2013/PA.Pas

BAB I PENDAHULUAN. Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian

TINJAUAN YURIDIS HAK MEWARIS TERHADAP ANAK ANGKAT PADA MASYARAKAT KETURUNAN CINA DI KOTA MATARAM

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH

P E N E T A P A N Nomor : 277/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah. budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada.

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial (zoon politicon), yaitu makhluk yang pada

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

Transkripsi:

SELAYANG PANDANG TENTANG ANAK DAN PENGANGKATAN ANAK Oleh : Suwardjo Dosen Fakultas Hukum Universitas surakarta. ABSTRAKSI Hukum perdata di Indonesia baik hukum yang tertulis maupun yang tidak tertulis tidak semuanya memberikan ukuran yang sama mengenai batas seseorang untuk dapat dinyatakan sebagai anak, hanya dalam KUH Perdata saja yang menyebutkan secara tegas yaitu dalam pasal 330 ayat 1 yang menyatakan batas antara belum dewasa dan telah dewasa adalah usia 21 tahun dan sudah menikah sebelum usia tersebut. di Indonesia banyak orang yang melakukan pengangkatan anak, tetapi karena belum adanya Undang-undang yang secara tegas mengatur tentang hal itu maka orang melakukan pengangkatan anak sesuai dengan kehendaknya sendiri, akibatnya status hukumnya dari anak yang diangkat tidak pasti. Kata kunci : anak, anak angkat dan perlindungan hokum anak angkat A. PENDAHULUAN Setiap orang yang melaksanakan perkawinan tentunya ingin mendapatkan keturunan sebagai penerus kehidupannya di masa depan, orang sering mengatakan bahwa perkawinannya tidak berhasil karena tidak dapat mempunyai anak, kenyataannya memang menunjukkan banyak orang yang tidak mempunyai anak (keturunan), oleh karena itu mereka terpaksa mengangkat anak. Dalam pengangkatan anak kebanyakan mereka tidak mengetahui bagaimana cara pengangkatan anak itu sehingga bisa dianggap sah oleh hukum, sehingga diperlukan adanya suatu lembaga pengangkatan anak. Ada beberapa faktor yang harus mendapat perhatian untuk mengangkat seorang anak yaitu anatara lain subyek yang melakukan pengangkatan anak, alasan yang melatarbelakangi perbuatan pengangkatan anak, ketentuan hukum yang mengatur pengangkatan anak serta para pihak yang mendapatkan kerugian dan keuntungan dalam pengangkatan anak. Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dalam rangka tindakan menerima atau menolak pengangkatan anak, antara lain dengan dikeluarkannya surat edaran Menteri Sosial tanggal 7 Desember 1978 No.Huk 3-1-58/78 yang ditujukan pada semua

Kanwil Depsos tentang kekuatan hukum pengangkatan anak, surat edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No.2 Tahun 1978 dan Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983 tentang prosedur pengangkatan anak oleh orang asing. Ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang pengangkatan anak sebenarnya sudah ada sejak Indonesia masih dijajah oleh Belanda yaitu diatur dalam Staatblad Tahun 1917 No.129 Juncto Tahun 1924 No.557 menurut ketentuan ini yang dapat mengangkat anak adalah laki-laki beristri atau pernah beristri atau tidak mempunyai keturunan anak laki-laki. Dalam perkembangannya timbul kesadaran masyarakat untuk melakukan pengangkatan anak yang diatur oleh masyarakat adat maupun masyarakat keturunan Tionghoa melakukan pengangkatan anak dengan akta notaris kemudian diajukan permohonan penetapan pengadilan negeri. Praktek pengangkatan yang demikian adalah merupakan penyimpangan terhadap ketentuan Staatblad 1917 No.129 Juncto Staatblad Tahun 1924 No.557, Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No.6 Tahun 1983 serta proses pembuatan akta kelahiran di kantor catatan sipil. Dengan kenyataan tersebut diatas dan didukung oleh fakta bahwa sampai saat ini belum ada ketentuan perundang-undangan yang secara khusus mengatur pengangkatan anak, hendaknya pemerintah segera membuat Undangundang yang khusus mengatur tentang pengangkatan anak tersebut.

B. PENGERTIAN ANAK : Menurut hukum perdata baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis terdapat perbedaan tentang tolok ukur mengenai batas seseorang untuk dianggap sebagai anak, tolok ukur tersebut adalah sebagai berikut : 1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam pasal 330 menyatakan : Ayat 1 : memuat batas antara belum dewasa (minderjerigheid) dengan telah dewasa (meerderjarigheid) yaitu umur 21 tahun kecuali : - Anak itu sudah kawin sebelum berumur 21 tahun - Pendewasaan. Ayat 2 : menyatakan bahwa pembubaran perkawinan yang terjadi pada seseorang sebelum berusia 21 tahun, tidak mempunyai pengaruh terhadap status kedewasaannya. Ayat 3 : menyatakan bahwa seorang yang belum dewasa yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua akan berada dibawah perwalian 2. Menurut Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan ; Undang undang ini tidak langsung mengatur tentang masalah ukuran kapan seseorang dapat digolongkan sebagai anak, namun secara tersirat dalam pasal 6 ayat 2 yang mengatur tentang syarat perkawinan bagi seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tuanya. Pasal 7 ayat 1 memuat batas minimum usia untuk dapat kawin bagi pria adalah 19 tahun, bagi wanita adalah 16 tahun. Pasal 47 ayat 1menyatakan bahwa anak yang belum berusia 18 tahun atau belum pernah melakukan pernikahan ada di bawah kekuasaan orang tua, selama mereka tidak dicabut kekuasaan orang tuanya.

Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali. Dari pasal-pasal dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 dapat disimpulkan bahwa batas belum dewasa atau sudah dewasa adalah 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki. 3. Menurut hukum adat : Menurut hukum adat tidak ada ketentuan yang pasti kapan seseorang dianggap dewasa dan wenang bertindak. Berdasar kan hasil penelitian Mr. R. Soepomo tentang hukum perdata Jawa Barat yang disitir oleh Irma Setyowati (Irma Setyowati : 1990 19). Dijelaskan bahwa ukuran kedewasaan seseorang tolok ukurnya : - Dapat bekerja sendiri (mandiri), - Cakap untuk melakukan apa yang disyaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bertanggung jawab, - Dapat mengurus harta kekayaannya sendiri 4. Menurut hukum Islam Berdasarkan pendapat Mulyan W. Kusumah yang di sitir oleh Irma Setyowati, bahwa batasan kedewasaan menurut hokum Islam tidak berdasarkan batasan usia, tetapi sejak ada tanda-tanda perubahan badaniah, baik bagi anak pria maupun bagi anak wanita ( Irma setyowati, 1990 20)

C. PENGERTIAN PENGANGKATAN ANAK 1. Pengangkatan Anak Menurut Peraturan Perundang-undangan Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan kekuasaan orang tua angkat berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan negeri. Untuk melanjutkan keturunan adalah merupakan salah satu alasan untuk melakukan pengangkatan anak dan biasanya dilakukan baik di lingkungan sendiri maupun dari lingkungan lain. Perbuatan mengangkat anak dalam hukum perdata materiil terletak di lapangan hukum keluarga. Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, memperoleh anak (keturunan) tidak menjadi tujuan perkawinan yang utama tapi hal ini dipandang sebagai suatu hal yang cukup penting karena anak hasil dari perkawinan merupakan tali pengikat yang kuat antara suami dan istri dalam suatu perkawinan, sehingga apabila dalam suatu perkawinan tidak mempunyai keturunan akan terasa adanya kehampaan kebahagiaan dari suatu keluarga yang akhirnya dapat mengakibatkan kepunahan bagi keluarga tersebut. Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak atau undangundang perlindungan anak disebutkan bahwa anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan (Pasal 1 Angka 9). Selain memberikan definisi tentang anak angkat undang-undang ini juga memberikan definisi tentang anak asuh (Pasal 1 Angka 1) yaitu anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan bimbingan pemeliharaan, perawatan, pendidikan

dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin pertumbuhan anak secara wajar. Dalam lampiran 1 surat edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983 halaman 3 butir IVB.4 bahwa pengangkatan anak adalah perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua yang sah / walinya yang sah / orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan kekuasaan keluarga orang tua angkat berdasarkan keputusan atau pengangkatan pengadilan negeri. 2. Pengertian Pengangkatan Anak Menurut Para Ahli 1. Surojo Wignyodipiro Menyatakan bahwa mengangkat anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama seperti yang ada antara orang tua dan anaknya sendiri.(surojo Wignyodipuro, 1973 123). 2. Hilman Hadikusuma Menyatakan bahwa anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat dikarenakan untuk tujuan kelangsungan keturunan dan atas harta kekayaan rumah tangga.( Hilman Hadikusuma, 1977 149). 3. Purnadi Purbotjaroko dan Suryono Sukanto dikutip oleh Irma Setyowati Mengemukakan bahwa adopsi adalah suatu lembaga hukum yang menyebabkan seorang beralih ke hubungan kekeluargaan orang lain sehingga timbul hubungan-

hubungan hukum yang sama atau sebagian sama dengan hubungan antara anak yang sah dengan orang tuanya (Irma Setyowati, 1990 34) 4. Surjono Sukanto Mengemukakan bahwa pengangkatan anak adalah sebagai suatu perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri, atau mengangkat seseorang dalam kedudukan tertentu yang menyebabkan timbulnya hubungan yang seolah-olah didasarkan pada faktor hubungan darah. Dalam pengangkatan anak harus dibedakan dengan pengangkatan anak yang bertujuan semata-mata untuk pemeliharaan anak saja jadi anak tidak mempunyai kedudukan yang sama dengan anak kandung dalam hal warisan.(surjono, 1980 52) 5. Darmawan Prinst Mengemukakan bahwa pengangkatan anak adalah mengangkat atau mengambil anak dari orang lain menjadi anak sendiri (Darmawan Prinst, 2003 94) 6. Wirjono Projodikoro Mengemukakan bahwa seseorang bukan turunan dua orang suami istri yang diambil, dipelihara, diperlakukan sebagai anak turunnya sendiri (Wirjono Prodjodikoro, 1984 96). 7. MM. Joyodiguna dan Raden Tirtowinoto Mengemukakan pengangkatan anak adalah mengangkat anak orang lain dengan maksud supaya anak itu menjadi anak dari orang tua angkatnya. Ditambahkan bahwa pengangkatan anak itu dilakukan sedemikian rupa sehingga anak itu baik secara lahir maupun batin merupakan anak sendiri.(tafal, 1983 47)

3. Prosedur Pengangkatan Anak 1. Syarat-syarat pengangkatan anak menurut undang-undang Pengangkatan anak menurut surat edaran Menteri Kehakiman No.JHAI/1/2 untuk melakukan pengangkatan anak diperlukan petugas yang melakukan penelitian socsal dan kehidupan ekonomi dari para pemohon (calon orang tua angkat) dan anak yang akan diangkat, instansi yang berwenang melaksanakan penelitian yang dimaksud dalam hal ini adalah Departemen Sosial RI. No. Huk.3-1-58 tanggal 7 Desember 1978. Syarat syarat yang diperlukan dalam pengangkatan anak antara lain : a. Batasan anak yang akan diangkat umur 5 tahun. b. Batasan calon orang tua angkat umur 50 tahun. c. Asal-usul anak yang akan diangkat. d. Izin tertulis dari orang tua kandung (kalau masih ada) Undang-undang perlindungan anak No. 23 tahun 20002 pasal 39 40 menentukan tentang pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk perlindungan anak, syarat syarat pengangkatan anak adalah : a. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (pasal 39 ayat 1) b. Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya (pasal 39 ayat 2). c. Calon orang tua angkat harus seagama dengan dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat (pasal 39 ayat 3).

d. Dalam asal - usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat (pasal 39 ayat 5). e. Orang tua angkat wajib member tahu kepada anak angkatnya mengenai asal usul orang tua kandungnya (pasal 40 ayat 1). f. Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan (pasal 40 ayat 2) Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 menentukan syarat syarat yang harus dipenuhi dalam pengangkatan anak adalah sebagai berikut : a. Syarat calon orang tua angkat : 1) Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan orang tua angkat diperbolehkan. 2) Pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat dalam perkawinan sah atau belum menikah diperbolehkan b. Syarat calon anak angkat ; 1) Apabila calon anak angkat tersebut berada dalam asuhan suatu yayasan sosial harus dilampirkan surat izin tertulis Menteri Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diizinkan bergerak di bidang kegiatan anak. 2) Calon anak angkat yang berada dalam asuhan yayasan sosial yang dimaksud diatas harus pula mempunyai izin tertulis dari Menteri Sosial atau pejabat yang ditunjuk, bahwa anak tersebut diizinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat

2. Syarat pengangkatan anak menurut ahli a. Wirjono Projodikoro Persyaratan untuk mengangkat anak adalah sebagai berikut: 1) Apabila anak yang diangkat itu adalah anak sah dari orang tuanya, maka diperlukan izin orang tua itu, apabila bapak sudah wafat dan ibu telah kawin lagi maka harus ada persetujuan dari walinya dan dari balai harta peninggalan 2) Apabila anak yang diangkat itu anak sah dari orang tuanya maka diperlukan izin dari orang tuanya, apabila bapak telah meninggal dan ibu kawin lagi maka harus ada persetujuan dari walinya dan dari balai harta peninggalan selaku wali pengawas. 3) Apabila anak yang diangkat itu sudah berumur 15 tahun maka diperlukan pula persetujuan anak itu sendiri. 4) Apabila yang mengangkat anak itu adalah seorang perempuan janda maka harus ada persetujuan dari saudara laki-laki dan ayah dari almarhum suaminya atau jika mereka tidak menetap di Indonesia maka harus ada persetujuan dari anggota laki-laki dari keluarga almarhum suaminya dalam garis laki-laki sampai keturunan derajat keempat. (Wirjono Prodjodikoro, 1984 98-99). b. Muderus Zaini Bahwa pengangkatan anak menurut hukum adat tidak ada ketentuan yang tegas siapa saja yang boleh melakukan pengangkatan anak dan batasan usianya, kecuali minimal berusia 15 tahun.( Muderus Zaini, 19992 41). 3. Prosedur permohonan pengangkatan anak Prosedur permohonan pengangkatan anak yang ditetapkan dalam hasil rapat konsultasi tanggal 22 September 1982 ada dua hal yang utama yaitu

a. Surat permohonan ijin untuk mengangkat anak diajukan pada departemen sosial RI. Permohonan tersebut merupakan surat resmi yang diajukan oleh orang tua angkat dan ditandatangani sendiri atau oleh kuasanya dengan materei. Calon orang tua angkat harus berdomisili di Indonesia sesuai dengan peraturan yang berlaku dari pihak instansi yang berwenang. b. Surat permohonan pengangkatan anak diajukan ke pengadilan negeri berdasarkan hukum acara yang berlaku. Surat permohonan ini baru diajukan ke pengadilan negeri bilamana izin untuk mengangkat anak berdasarkan permohonan yang diajukan pada departemen sosial dapat dikabulkan dengan bukti surat izin resmi dari departemen sosial tersebut. Dalam menerima memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak perlu diperhatikan surat edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983 sebagai berikut : 1) Susunan dan bentuk permohonan bersifat voluntair yaitu a) Harus ada kepentingan yang memadai untuk pengangkatan anak dalam negeri b) Dialamatkan ke tempat tinggal/ kediaman anak yang akan diangkat c) Diajukan secara lisan atau tertulis dan para pemohon wajib hadir dalam pemeriksaan di persidangan 2) Isi surat permohonan a). Dasar hukum motivasi pemohon b). Kepentingan utama kesejahteraan anak c). Petitung bersifat tunggal. 3) Syarat yang harus dipenuhi bagi perbuatan pengangkatan anak

a) Syarat bagi orang tua angkat yaitu warga negara Indonesia, pengangkatan anak langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan orang tua angkat. b) Syarat bagi anak angkat yaitu apabila calon anak angkat berada dalam asuhan yayasan sosial harus dilampirkan surat izin tertulis Menteri Sosial bahwa yayasan tersebut bergerak di bidang kegiatan anak. Selain itu yayasan mempunyai izin tertulis dari Menteri Sosial atau pejabat yang ditunjuk yang menyatakan bahwa anak tersebut diizinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat. 4) Pemeriksan di persidangan a) Mendengarkan langsung pemohon/para pemohon b) Memeriksa dan meneliti alat-alat bukti c) Pengarahan pemeriksaan di persidangan tentang - Latar belakang pihak-pihak yang akan melepas anak dan pihak yang akan menerima anak. - Kesungguhan dan ketulusan calon orang tua anak 5) Putusan atau penetapan pengesahan pengangkatan anak terdiri dari a) Sistematika putusan b) Isi putusan c) Amar putusan 6) Pengiriman salinan putusan ke instansi-instansi terkait 4. Alasan permohonan pengangkatan anak a. Irma Setyowati Sumitro

Mengemukakan bahwa pengangkatan anak di Indonesia ada berbagai alasan antara lain 1) Karena tidak mempunyai anak. 2) Karena belas kasihan kepada anak yang orang tuanya tidak mampu membiayai anaknya. 3) Karena yatim piatu. 4) Karena telah mempunyai anak kandung sendiri tetapi semuanya laki-laki atau semuanya perempuan. 5) Karena atas dasar suatu kepercayaan bagi pemancing yang tidak atau belum mempunyai anak kandung. 6) Karena untuk mempererat hubungan kekeluargaan. 7) Untuk suatu jaminan hari tua. 8) Karena unsur kepercayaan tertentu misalnya punya weton yang sama dengan orang tuanya ( Irma Setyowati, 1990 36 ). b. Menurut Arif Gosita Alasan-alasan atau latar belakang dilakukannya pengangkatan anak adalah sebagai berikut 1. Dilihat dari sisi adoptan (pengangkat anak) yaitu a) Keinginan mempunyai keturunan atau anak b) Keinginan untuk mendapat teman bagi dirinya sendiri atau anaknya c) Kemauan untuk menyalurkan rasa belas kasihan terhadap anak orang lain yang membutuhkan d) Adanya ketentuan hukum yang memberi peluang untuk melakukan suatu pengangkatan anak

e) Adanya pihak yang menganjurkan pelaksanaan pengangkatan anak untuk kepentingan tertentu 2. Dilihat dari orang tua anak, alasannya adalah : a) Perasaan tidak mampu untuk membesarkan anaknya sendiri b) Kesempatan untuk meringankan beban sebagai orang tua karena ada pihak yang ingin mengangkat anaknya c) Imbalan-imbalan yang dijanjikan dalam hal penyerahan anak d) Saran-saran dan nasihat pihak keluarga atau orang lain e) Keinginan agar anaknya hidup lebih baik dari orang tuanya f) Ingin anaknya terjamin materiil selanjutnya g) Masih mempunyai anak-anak yang lain beberapa lagi h) Tidak mempunyai rasa tanggung jawab untuk membesarkan anak sendiri dengan alasan tertentu i) Keinginan melepaskan anaknya karena rasa malu sebagai akibat hubungan yang tidak sah j) Keinginan melepaskan anaknya karena rasa malu mempunyai anak yang tidak sempurna kondisi fisiknya ( Irma Setyowati, 1990 39). 5. Aspek perlindungan anak angkat dilihat dari sistem hukum yang mengatur pengangkatan anak a. Staatblad 1917 No129 1. Subyek yang mengangkat anak yaitu suami dan istri, janda atau duda. 2. Subyek yang diangkat (adoptandus) yaitu anak laki-laki 3. Syarat pembedaan usia suami 18 tahun, istri 15 tahun 4. Prosedur dilaksanakan melalui notaris 5. Fungsi lembaga pengangkatan anak/adopsi sebagai pelanjut generasi laki-laki

6. Fungsi perlindungan anak kurang mendapat perhatian 7. Tujuan pokok untuk kepentingan orang tua angkat b. Hukum adat 1. Subyek yang mengangkat atau adoptan adalah suami dan istri serta janda atau duda 2. Subyek yang diangkat anak laki-laki/dan atau perempuan 3. Syarat pembedaan usia tidak diatur 4. Prosedur dilakukan melalui kepala persekutuan dan dengan cara mengadakan selamatan sesuai dengan peraturan adat 5. Fungsi lembaga adopsi adalah untuk melanjutkan generasi 6. Fungsi perlindungan anak kurang diperhatikan 7. Tujuan pokok untuk kepentingan orang tua angkat/keluarga c. Hukum Islam Hokum Islam tidak mengenal lembaga Adopsi atau pengangkatan anak tetapi hanya mengenal pemeliharaan anak, adapun tujuannya adalah untuk pemeliharaan anak/ yatim piatu.

D. KESIMPULAN : 1. Pengertian Anak ; a. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 330, anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun atau belum menikah sebelum berusia 21tahun serta tidak mendapatkan pendewasaan sesuai dengan aturan yang berlaku. b. Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, seseorang dapat dikatagorikan sebagai anak apabila belum berusia 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki. c. Menurut hukum adat, seseorang dapat dikatagorikan sebagai anak apabila 1) Belum dapat hidup mandiri. 2) Belum cakap untuk melakukan apa yang di haruskan dalam kehidupan masyarakat. 3) Belum dapat mengurus harta kekayaannya sendiri.. d. Menurut hukum Islam seseorang dapat dikatagorikan sebagai anak kalau mereka belum ada tanda-tanda perubahan badaniah. 2. Pengertian Anak Angkat : a. Berdasarkan Surat Edaran mahkamah Agung No. 6 tahun 1983, pengangkatan anak adalah perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua yang sah/walinya yang sah/ orang lain yang bertanggung jawab atas perwalian, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam kekuasaan keluarga orang tua angkat berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. b. Berdasar Undang-undang Perlindungan anak (UU No. 23 tahun 2002), anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan

dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. c. Berdasar pendapat para ahli, anak angkat adalah suatu perbuatan hukum yang memberikan kedudukan kepada seorang anak dari orang tua lain sama dengan anak sendiri atau anak kandung baik mengenai hak dan kewajibannya. 3. Aspek perlindungan anak : a. Menurut Staatblad 1917 No.29, perlindungan anak kurang diperhatikan. b. Menurut hukum adat, perlindungan anak kurang diperhatikan. c. Hukum Islam tidak mengenal pengangkatan anak tetapi yang dikenal adalah pemeliharaan anak/yatim piatu.

DAFTAR PUSTAKA Arif, Gosita, 1985, Masalah Perlindungan Anak, Akademika, Jakarta. Bastian, Tafal B, 1983, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat serta Akibat-Akibat Hukumnya Dikemudian Hari, CV Rajawali, Jakarta. Hadikusomo, Hilman, 2003, Hukum Perkawinan Adat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Kusuma, Mulyana W, 1986, Hukum dan Hak-Hak Anak, CV Rajawali, Jakarta. Prinst, Darmawan, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Sukanto, Surjono, 1992, Intisari Hukum Keluarga, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Setyowati, Irma, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, PT Bumi Aksara, Jakarta. Wignyodipuro, Surojo, 1973, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Alumni, Bandung. Zaini, Muderus, 1992, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.