BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Deskriptif 1.5.1. Efektivitas pengelolaan dana Program Kemitraan BUMN sebelum Penerapan Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013 Berikut ini adalah tabel Efektivitas pengelolaan dana Program Kemitraan BUMN sebelum Penerapan Peraturan Menteri BUMN yang diambil dari Laporan Tahunan BUMN tahun 2012. Berdasarkan data tersebut: Tabel 5.1 Efektivitas Pengelolaan Dana Program Kemitraan Sebelum Penerapan Peraturan Menteri BUMN Nama BUMN Efektivitas Nilai Efektivitas Kolektibilitas Tingkat Kolektibilitas Perum Peruri 85,00% Skor 2 28,00% Ragu-ragu PT Dahana 96,62% Skor 3 78,92% Kurang lancar PT Pindad 90,48% Skor 3 79,58% Kurang lancar PT Telkom Tbk 74,18% Skor 0 107,14% Lancar PT Asuransi ABRI 92,47% Skor 3 85,92% Kurang lancar PT Asuransi Jasa Indonesia 36,28% Skor 0 30,40% Ragu-ragu PT Biro Klasifikasi Indonesia 91,65% Skor 3 77,89% Kurang lancar PT Hutama Karya 92,80% Skor 3 88,17% Kurang lancar PT PLN 91,65% Skor 3 40,40% Ragu-ragu PT Aneka Tambang Tbk 86,58% Skor 2 75,10% Kurang lancar PT Pertamina 83,66% Skor 1 75,10% Kurang lancar PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk 103,00% Skor 3 81,29% Kurang lancar PT Timah Tbk 64,34% Skor 0 56,35% Ragu-ragu PT Bali Tourism Development Corporation 91,07% Skor 3 79,76% Kurang lancar PT Garuda Indonesia Tbk 92,77% Skor 3 80,35% Kurang lancar 62
63 Untuk memudahkan dalam melihat Efektivitas pengelolaan dana Program Kemitraan BUMN sebelum Penerapan Peraturan Menteri BUMN dapat dilihat dalam gambar berikut ini: a. Efektivitas Penyaluran dana Perum Gambar 5.1 Diagram Frekuensi Efektivitas
64 Nilai Efektivitas Series1; Skor 0; 3; 20% Series1; Skor 3; 9; 60% Skor 0 Series1; Skor Skor 1 1; 1; Skor 7% 2 Skor 3 Series1; Skor 2; 2; 13% Gambar 5.2 Diagram Frekuensi Nilai Efektivitas Tabel diatas menunjukkan frekuensi nilai efektivitas penyaluran dana kemitraan BUMN tahun 2012. Mayoritas nilai sebanyak 60% dari sample penelitian adalah nilai efektivitas perusahaannya dalam kategori skor 3 (penyaluran >90% dari dana tersedia) dan paling sedikit yang nilai efektivitas perusahaannya dalam kategori skor 1 ( 80% penyaluran 85% dari dana tersedia) yaitu sebesar 7%. Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN tahun PER-10/MBU/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN, efektivitas penyaluran dihitung berdasarkan jumlah dana yang disalurkan dibandingkan dari dana tersedia.
65 Pada peraturan Menteri BUMN No Per-05/MBU/2007, sumber dana dalam penggunaan program kemitraan adalah berasal dari saldo laba tahun sebelumnya maksimum 2%. Sehingga setiap BUMN yang mengalami keuntungan, wajib menyalurkan 2% laba tersebut untuk program kemitraan. Namun, dalam pelaksanaannya meski dana kemitraan sudah tersedia, penyaluran dana tersebut belum tentu efektif. Ketidakefektifan tersebut dihitung dari persentase penyaluran dana dibagi dana yang tersedia. Kemudian persentase tersebut di terjemahkan dalam bobot yang nilai dan kriteria nya sudah diatur oleh Peraturan Mentri BUMN. BUMN yang memiliki nilai persentase efektivitas penyaluran yang rendah adalah Telkom, Timah, Jasindo, dan Pertamina. Dengan skala perusahaan yang besar, BUMN tersebut kurang fokus dalam pengelolaan dana kemitraan yang disebabkan kurangnya keahlian dimana bukan merupakan industri utama perusahaan. Program kemitraan dijadikan sebagai program tambahan untuk menaati peraturan Menteri BUMN.
66 b. Tingkat Kolektibilitas dana Perum Peruri Gambar 5.3 Diagram Frekuensi Tingkat Kolektibilitas Tingkat Kolektibilitas Series1; Lancar; 1; 6% Series1; Macet; 0; 0% Series1; Raguragu; 4; Macet 27% Ragu-ragu Kurang lancar Lancar Series1; Kurang lancar; 10; 67% Gambar 5.4 Diagram Frekuensi Nilai Kolektibilitas
67 Tabel diatas menunjukkan frekuensi tingkat kolektibilitas BUMN berdasarkan data Laporan Tahunan tahun 2012. Mayoritas tingkat kolektibilitas sebanyak 67% adalah tingkat kolektibilitas perusahaannya dalam kategori kurang lancar dan paling sedikit yang tingkat kolektibilitas perusahaannya dalam kategori Lancar yaitu sebesar 6%. Dalam aktivitas pengelolaan dana kemitraan menurut SOP, terdapat kegiatan pemantauan dan pembinaan terhadap mitra binaan, dalam hal ini termasuk memantau dana pinjaman. Dana pinjaman yang sudah jatuh tempo harus di tagihkan oleh BUMN untuk dapat digunakan sebagai modal pinjaman bagi mitra binaan lainnya. Perputaran kas masuk hasil dari pembayaran pinjaman tentunya akan berdampak pada aktivitas operasi program kemitraan. Pinjaman yang macet, menunjukan bahwa pemantauan atas penyaluran dana kurang baik. Dalam gambar 5.3, BUMN dengan tingkat kolektibilitas tertinggi adalah Telkom, dengan tingkat penyaluran yang rendah namun kolektibilas tinggi maka dapat disimpulkan bahwa selama tahun 2012, Telkom berfokus pada aktivitas penagihan pinjaman. Tingkat kolektibiltas terendah adalah Peruri dengan angkat 28%. Dengan nilai efektivitas penyaluran yang tinggi namun kolektibilitas yang rendah, maka dapat disimpulkan bahwa selama tahun 2012, Peruri berfokus pada aktivitas penyaluran sedangkan penagihan belum dilakukan dengan baik.
68 1.1.2. Efektivitas pengelolaan dana Program Kemitraan BUMN setelah Penerapan Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013 Berikut ini adalah tabel Efektivitas pengelolaan dana Program Kemitraan BUMN setelah Penerapan Peraturan Menteri BUMN. Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan BUMN setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013: Tabel 5.2 Efektivitas Pengelolaan Dana Program Kemitraan Setelah Penerapan Peraturan Menteri BUMN Nama BUMN Efektivitas Nilai Efektivitas Kolektibilitas Tingkat Kolektibilitas Perum Peruri 92,50% Skor 3 21,00% Macet PT Dahana 90,32% Skor 3 86,29% Kurang lancar PT Pindad 42,95% Skor 0 79,64% Kurang lancar PT Telkom Tbk 30,17% Skor 0 184,56% Lancar PT Asuransi ABRI 87,35% Skor 2 85,62% Kurang lancar PT Asuransi Jasa Indonesia 22,93% Skor 0 12,01% Macet PT Biro Klasifikasi Indonesia 35,00% Skor 0 35,00% Ragu-ragu PT Hutama Karya 0,00% Skor 0 42,10% Ragu-ragu PT PLN 5,23% Skor 0 14,41% Macet PT Aneka Tambang Tbk 93,47% Skor 3 77,46% Kurang lancar PT Pertamina 8,41% Skor 0 49,56% Ragu-ragu PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk 50,00% Skor 0 78,16% Kurang lancar PT Timah Tbk 27,63% Skor 0 41,65% Ragu-ragu PT Bali Tourism Development Corporation 4,69% Skor 0 66,26% Ragu-ragu PT Garuda Indonesia Tbk 20,09% Skor 0 77,96% Kurang lancar Untuk memudahkan dalam melihat Efektivitas pengelolaan dana Program Kemitraan BUMN setelah Penerapan Peraturan Menteri BUMN dapat dilihat dalam gambar berikut ini:
69 a. Efektivitas Penyaluran dana Perum Peruri Gambar 5.5 Diagram Frekuensi Efektivitas Penyaluran Series1; Skor 3; 3; 20% Nilai Efektivitas Series1; Skor Series1; 2; 7% Skor 1; 0; 0% Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Series1; Skor 0; 11; 73% Gambar 5.6 Diagram Frekuensi Nilai Efektivitas
70 Tabel diatas menunjukkan frekuensi nilai efektivitas perusahaanperusahaan BUMN setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013. Mayoritas nilai efektivitas perusahaan-perusahaan sebanyak 73% adalah nilai efektivitas perusahaannya dalam kategori skor 0 (Penyaluran < 80% dari dana tersedia) dan paling sedikit yang nilai efektivitas perusahaannya dalam kategori skor 2 (85% penyaluran 90% dari dana tersedia) yaitu sebesar 7%. Pada tahun 2013, efektivitas penyaluran dana kemitraan menurun drastis. Hal ini terlihat dari skor yang menurun dan lebih banyak BUMN dengan skor 0. Hal ini disebabkan oleh terbitnya peraturan Per-05/MBU/2013 surat edaran S- 92/DS.MBU/2013 yang berisi mengenai penghentian penyaluran dana kemitraan. Hal itu dilakukan sebagai tindak lanjut atas temuan BPK mengenai indikasi penyelewengan dana program kemitraan. Pada gambar 5.5, BUMN yang masih menyalurkan dana program kemitraan dengan angka tinggi adalah Peruri dan Antam. Sedangkan BUMN yang penyaluran dana kemitraannya rendah hampir mencapai 73%. Hal ini menujukan bahwa Peraturan menteri BUMN Per-05/MBU/2013 surat edaran S- 92/DS.MBU/2013 sangat berdampak pada aktivitas program kemitraan BUMN meski masih ada beberapa BUMN yang tidak mengikuti peraturan tersebut dan tetap melakukan aktivitas penyaluran.
71 b. Tingkat Kolektibilitas dana Perum Gambar 5.7 Diagram Frekuensi Tingkat Kolektibilitas Tingkat Kolektibilitas Series1; Kurang lancar; 6; 40% Series1; Lancar; 1; 7% Series1; Macet; 3; 20% Macet Ragu-ragu Kurang lancar Lancar Series1; Raguragu; 5; 33% Gambar 5.8 Diagram Frekuensi Nilai Kolektibilitas
72 Tabel diatas menunjukkan frekuensi tingkat kolektibilitas perusahaanperusahaan BUMN setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013. Mayoritas tingkat kolektibilitas perusahaan-perusahaan sebanyak 40% adalah tingkat kolektibilitas perusahaannya dalam kategori kurang lancar dan paling sedikit yang tingkat kolektibilitas perusahaannya dalam kategori Lancar yaitu sebesar 7%. Pada gambar 5.7, tingkat kolektibilitas tertinggi diperoleh Telkom. Pada tahun 2013 ini, Telkom tetap konsisten dalam memfokuskan aktivitas penagihan atas pinjaman. Meski dana yang disalurkan tidak optimal, namun dengan koletibilitas yang tinggi maka dana yang telah disalurkan tersebut dapat kembali menjadi kas masuk bagi perusahaan dan perputaran piutang menjadi lancar. 5.2. Uji Asumsi Distribusi Normal Untuk membuktikan bahwa data efektivitas pengelolaan dana program kemitraan BUMN sebelum dan sesudah penerapan peraturan menteri BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013 berbeda atau tidak secara signifikan, maka dilakukan uji kesamaan dua nilai rata-rata keadaan awal dengan menggunakan metode uji-t. Metode uji-t berpasangan merupakan analisis parametrik dimana terdapat asumsi yang harus terpenuhi terlebih dahulu, yaitu normalnya distribusi masing-masing kelompok data yang kemudian akan diolah. Apabila normalitas data terpenuhi, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai gain yang akan digunakan dalam uji perbandingan rata-rata (uji -t). Namun permasalahan terjadi ketika asumsi tidak terpenuhi. Karena kita tidak selalu dapat membuat asumsi itu, dan memang dalam beberapa contoh data tidak dapat dibuat
73 asumsi, maka kita dapat menganalisis data dengan metode yang dikenal sebagai metode nonparametrik atau metode tanpa distribusi. Uji peringkat-bertanda Wilcoxon untuk data berpasangan dapat dipakai untuk menguji perbedaan antara kedua kelompok data tersebut. Pengujian merupakan alternatif lain untuk uji-t parametrik yang paling berguna apabila peneliti ingin menghindari asumsi-asumsi dan persyaratan-persyaratan yang membatasi, yang semuanya itu diperlukan dalam uji-t. 5.2.1. Uji Normalitas Pengujian hipotesis: H 0 H 1 : Data berdistribusi normal : Data tidak berdistribusi normal α : 0,05 Kriteria pengujian: Tolak H 0 dan terima H 1 jika χ 2 hitung > χ 2 tabel Terima H 0 dan tolak H 1 jika χ 2 hitung < χ 2 tabel Daerah penolakan dan penerimaan H 0 untuk uji normalitas: Daerah Daerah Penolakan Ho Penerimaan Ho 0 χ 2 tabel
74 Uji normalitas yang digunakan adalah metode uji normal Chi-Square. Berikut disajikan secara lengkap perhitungan hasil uji normalitas data sebelum dan sesudah penerapan peraturan Menteri BUMN pada program kemitraan baik pada efektivitas pengelolaan dana terhadap efektivitas penyaluran maupun terhadap tingkat kolektibilitas. 5.2.1.1 Efektivitas Penyaluran Dana Program Kemitraan Sebelum Dan Setelah Penerapan Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 Surat Edaran Nomor S-92/Ds.MBU/2013 Tabel 5.3 Uji Normalitas Data Efektivitas Pengelolaan Dana Terhadap Efektivitas Penyaluran Dana Sebelum Penerapan Peraturan Menteri BUMN Batas Kelas Z Luas F(Ei) F(Oi) 35,780-3,012 0,014 0,210 1 2,972 49,624-2,162 0,074 1,115 0 1,115 62,968-1,343 0,211 3,160 2 0,426 76,312-0,523 0,316 4,741 3 0,639 89,656 0,296 0,258 3,866 9 6,816 103,500 1,146 2 11,968 2 tabel 5,991
75 Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho 0 χ 2 tabel = 5,991 χ 2 hitung = 11,968 Dari perhitungan diperoleh nilai 2 hitung sebesar 11,968 dan dari tabel Chi- Square diperoleh nilai 2 tabel sebesar 5,991. Dengan demikian 2 hitung > 2 tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa data efektivitas pengelolaan dana terhadap efektivitas penyaluran dana sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN tidak berdistribusi normal.
76 Tabel 5.4 Uji Normalitas Data Efektivitas Pengelolaan Dana Terhadap Efektivitas Penyaluran Data Setelah Penerapan Peraturan Menteri BUMN Batas Kelas Z Luas F(Ei) F(Oi) -0,500-1,200 0,146 2,185 4 1,508 18,694-0,641 0,201 3,011 5 1,314 37,388-0,097 0,211 3,170 2 0,432 56,082 0,448 0,167 2,500 0 2,500 74,776 0,992 0,100 1,502 4 4,152 93,970 1,551 2 9,906 2 tabel 5,991 Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho 0 χ 2 tabel = 5,991 χ 2 hitung = 9,906
77 Dari perhitungan diperoleh nilai 2 hitung sebesar 9,906 dan dari tabel Chi- Square diperoleh nilai 2 tabel sebesar 5,991. Dengan demikian 2 hitung > 2 tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa data efektivitas pengelolaan dana terhadap efektivitas penyaluran dana setelah penerapan peraturan Menteri BUMN tidak berdistribusi normal. 5.2.1.2 Tingkat Kolektibilitas Dana Program Kemitraan Sebelum Dan Setelah Penerapan Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 Surat Edaran Nomor S-92/Ds.MBU/2013 Tabel 5.5 Uji Normalitas Data Efektivitas Pengelolaan Dana Terhadap Tingkat Kolektibilitas Dana Sebelum Penerapan Peraturan Menteri BUMN Batas Kelas Z Luas F(Ei) F(Oi) 27,500-1,949 0,086 1,293 3 2,253 43,829-1,217 0,194 2,914 1 1,258 59,658-0,507 0,274 4,115 2 1,087 75,487 0,203 0,239 3,584 8 5,442 91,316 0,913 0,131 1,960 1 0,470 107,645 1,645 2 10,510 2 tabel 5,991
78 Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho 0 χ 2 tabel = 5,991 χ 2 hitung = 10,510 Dari perhitungan diperoleh nilai 2 hitung sebesar 10,510 dan dari tabel Chi- Square diperoleh nilai 2 tabel sebesar 5,991. Dengan demikian 2 hitung > 2 tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa data efektivitas pengelolaan dana terhadap tingkat kolektibilitas dana sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN tidak berdistribusi normal.
79 Tabel 5.6 Uji Normalitas Data Efektivitas Pengelolaan Dana Terhadap Tingkat Kolektibilitas Dana Setelah Penerapan Peraturan Menteri BUMN Batas Kelas Z Luas F(Ei) F(Oi) 11,510-1,220 0,234 3,514 6 1,759 46,520-0,398 0,315 4,722 6 0,346 81,029 0,413 0,229 3,439 2 0,602 115,539 1,224 0,090 1,343 0 1,343 150,048 2,035 0,019 0,282 1 1,828 185,058 2,857 2 5,878 2 tabel 5,991 Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho 0 χ 2 tabel = 5,991 χ 2 hitung = 5,878
80 Dari perhitungan diperoleh nilai 2 hitung sebesar 5,878 dan dari tabel Chi- Square diperoleh nilai 2 tabel sebesar 5,991. Dengan demikian 2 hitung < 2 tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa data efektivitas pengelolaan dana terhadap tingkat kolektibilitas dana setelah penerapan peraturan Menteri BUMN berdistribusi normal. Secara ringkas, hasil uji normalitas sebelum dan sesudah penerapan peraturan Menteri BUMN dapat dilihat pada tabel-tabel berikut: Tabel 5.7 Hasil Uji Normalitas Data Efektivitas Pengelolaan Dana Terhadap Efektivitas Penyaluran Dana Data 2 hitung 2 tabel Kesimpulan Sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN Setelah penerapan peraturan Menteri BUMN 11,968 5,991 9,906 5,991 Ho ditolak: Data Tidak Berdistribusi Normal Ho ditolak: Data Tidak Berdistribusi Normal Dari tabel 5.10 dapat dilihat bahwa pada taraf signifikan α = 0,05 dan ukuran sampel sebanyak 15, diperoleh nilai 2 tabel sebesar 5,991. Dari data diperoleh nilai 2 hitung sebesar 11,968 untuk sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN dan 9,906 untuk setelah penerapan peraturan Menteri BUMN. Ternyata nilai 2 hitung untuk kedua kelompok data lebih besar dari 2 tabel. Hal ini menunjukkan bahwa data sebelum dan setelah penerapan peraturan
81 Menteri BUMN untuk efektivitas pengelolaan dana terhadap efektivitas penyaluran dana tidak berdistribusi normal. Tabel 5.8 Hasil Uji Normalitas Data Efektivitas Pengelolaan Dana Terhadap Tingkat Kolektibilitas Dana Data 2 hitung 2 tabel Kesimpulan Sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN Setelah penerapan peraturan Menteri BUMN 10,510 5,991 5,878 5,991 Ho ditolak: Data Tidak Berdistribusi Normal Ho diterima: Data Berdistribusi Normal Dari tabel 5.14 dapat dilihat bahwa pada taraf signifikan α = 0,05 dan ukuran sampel sebanyak 15, diperoleh nilai 2 tabel sebesar 5,991. Dari data diperoleh nilai 2 hitung sebesar 10,510 untuk sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN dan 5,878 untuk setelah penerapan peraturan Menteri BUMN. Ternyata nilai 2 hitung untuk data sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN lebih besar dari 2 tabel dan data setelah penerapan peraturan Menteri BUMN lebih kecil dari 2 tabel Hal ini menunjukkan bahwa data sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN tidak berdistribusi normal dan setelah penerapan peraturan Menteri BUMN untuk efektivitas pengelolaan dana terhadap tingkat kolektibilitas dana berdistribusi normal.
82 5.3. Pengujian Hipotesis Dari hasil uji normalitas terhadap kelompok-kelompok data tersebut di atas dapat diketahui bahwa masih terdapat pelanggaran terhadap asumsi pengujian parametrik. Oleh sebab itu pengujian akan dilakukan menggunakan metode nonparametrik, dalam hal ini menggunakan uji peringkat-bertanda Wilcoxon. 5.3.1. Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon Jika banyaknya pasangan sampel yang memiliki selisih tidak nol (N) lebih kecil atau sama dengan 25 sampel, maka pengujian hipotesis didasarkan pada harga-harga kritis distribusi sampling T. Pengujian hipotesis: H 0 : Kedua kelompok data cenderung sama (tidak berbeda signifikan) H 1 : Kedua kelompok data cenderung tidak sama (berbeda signifikan) α : 5% Kriteria uji: Tolak H 0 jika T hitung < T tabel Terima H 0 jika T hitung > T tabel
83 a. Efektivitas Pengelolaan Dana Terhadap Efektivitas Penyaluran Dana Dengan bantuan aplikasi program SPSS versi 13.0 maka didapat hasil perhitungan sebagai berikut: Efektivitas Penyaluran setelah Penerapan Peraturan - Efektivitas Penyaluran sebelum Penerapan Peraturan Ranks Negative Ranks Positive Ranks Ties Total N Mean Rank Sum of Ranks 13 a 8,69 113,00 2 b 3,50 7,00 0 c 15 a. Efektivitas Penyaluran setelah Penerapan Peraturan < Efektivitas Penyaluran sebelum Penerapan Peraturan b. Efektivitas Penyaluran setelah Penerapan Peraturan > Efektivitas Penyaluran sebelum Penerapan Peraturan c. Efektivitas Penyaluran setelah Penerapan Peraturan = Efektivitas Penyaluran sebelum Penerapan Peraturan Keterangan: Banyaknya pasangan observasi setelah penerapan peraturan Menteri BUMN yang lebih kecil daripada observasi sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN sebanyak 13 sampel dan mempunyai jumlah ranking (R 1 ) sebesar 113,00. Banyaknya pasangan observasi setelah penerapan peraturan Menteri BUMN yang lebih besar daripada observasi sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN sebanyak 2 sampel dan mempunyai jumlah ranking (R 1 ) sebesar 7,00. Tidak ada pasangan observasi setelah penerapan peraturan Menteri BUMN yang sama dengan observasi sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN
84 Artinya: Data efektivitas pengelolaan dana terhadap efektivitas penyaluran dana sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN cenderung memiliki partisipasi yang lebih besar daripada efektivitas pengelolaan dana terhadap efektivitas penyaluran dana setelah penerapan peraturan Menteri BUMN. Jumlah rangking untuk tanda paling sedikit (T) adalah tanda positif. Dalam perhitungan ini ada 2 tanda positif sehingga jumlah rangking untuk tanda positif tersebut adalah 7. Aturan keputusannya adalah tolak H 0 jika T hitung < T tabel. Dengan taraf kepercayaan sebesar 95% atau dengan sebesar 5% dan N = 15 didapat nilai T tabel sebesar 25. Dengan demikian kita dapat menolak H 0 (7 < 25). Ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok data efektivitas pengelolaan dana terhadap efektivitas penyaluran dana sebelum dan sesudah penerapan peraturan Menteri BUMN. b. Efektivitas Pengelolaan Dana Terhadap Tingkat Kolektibilitas Dana Dengan bantuan aplikasi program SPSS versi 13.0 maka didapat hasil perhitungan sebagai berikut: Tingkat Kolektibilitas setelah Penerapan Peraturan - Tingkat Kolektibilitas sebelum Penerapan Peraturan Ranks Negative Ranks Positive Ranks Ties Total N Mean Rank Sum of Ranks 11 a 8,55 94,00 4 b 6,50 26,00 0 c a. Tingkat Kolektibilitas setelah Penerapan Peraturan < Tingkat Kolektibilitas sebelum Penerapan Peraturan b. Tingkat Kolektibilitas setelah Penerapan Peraturan > Tingkat Kolektibilitas sebelum Penerapan Peraturan c. Tingkat Kolektibilitas setelah Penerapan Peraturan = Tingkat Kolektibilitas sebelum Penerapan Peraturan 15
85 Keterangan: Banyaknya pasangan observasi setelah penerapan peraturan Menteri BUMN yang lebih kecil daripada observasi sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN sebanyak 11 sampel dan mempunyai jumlah ranking (R 1 ) sebesar 94,00. Banyaknya pasangan observasi setelah penerapan peraturan Menteri BUMN yang lebih besar daripada observasi sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN sebanyak 4 sampel dan mempunyai jumlah ranking (R 1 ) sebesar 26,00. Tidak ada pasangan observasi setelah penerapan peraturan Menteri BUMN yang sama dengan observasi sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN. Artinya: Data efektivitas pengelolaan dana terhadap tingkat kolektibilitas dana sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN cenderung memiliki partisipasi yang lebih besar daripada efektivitas pengelolaan dana terhadap tingkat kolektibilitas dana setelah penerapan peraturan Menteri BUMN. Jumlah rangking untuk tanda paling sedikit (T) adalah tanda positif. Dalam perhitungan ini ada 4 tanda positif sehingga jumlah rangking untuk tanda positif tersebut adalah 26. Aturan keputusannya adalah tolak H 0 jika T hitung < T tabel. Dengan taraf kepercayaan sebesar 95% atau dengan sebesar 5% dan N = 15 didapat nilai T tabel sebesar 25. Dengan demikian kita tidak dapat menolak H 0 (26 > 25). Ini berarti bahwa terdapat perbedaan antara kelompok data efektivitas
86 pengelolaan dana terhadap tingkat kolektibilitas dana sebelum dan sesudah penerapan peraturan Menteri BUMN namun tidak signifikan. Perbedaaan tersebut dikarenakan penerbitan peraturan menteri BUMN BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013, pada bulan April 2013. Dampak dari peraturan tersebut adalah berkurangnya dana penyaluran yang dilakukan oleh BUMN. Pada peraturan tersebut, menyatakan bahwa penyaluran dana program kemitraan ditiadakan, namun peraturan yang terbit pada Bulan April tersebut sedikit terlambat karena terdapat beberapa BUMN yang sudah menyalurkan program dana kemitraan sebelum peraturan diterbitkan. Akan tetapi bagi beberapa BUMN lainnya peraturan tersebut tidak mengubah aktivitas penyaluran dana, sehingga mereka tetap menyalurkan dana kemitraan dengan jumlah besar. Sampai saat ini belum ada aturan mengenai ketidakpatuhan tersebut. Dalam peraturan menteri BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013, juga disebutka mengenai pengalihan pengelolaan dana kemitraan pada pihak ketiga. Pada tahun 2014, Menteri BUMN menunjuk PNM (Permodalan Nasional Madani) sebagai BUMN yang bergerak dibidang jasa keuangan non bank untuk mengelola dana kemitraan BUMN. namun sampai tesis ini diterbitkan belum ada payung hukum atas penunjukan tersebut. Sehingga menimbulkan keraguan bagi para BUMN dalam mengelola dana program kemitraan. Penelitian ini terbatas hanya difokuskan pada perbedaan efektivitas pengelolaan dana kemitraan yang diakibatkan dari penerbitan peraturan menteri
87 BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013. Dimana efektivitas tersebut diukur dari tingkat penyaluran dan kolektibilitas. Dari hasil penelitian sebelumnya yang lebih umum meneliti mengenai efektivitas PKBL secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini lebih khusus pada satu program saja. Selain itu penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan atas dampak dari kebijakan pemerintah yang tertuang pada peraturan menteri BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013. Tujuan pemerintah dalam menerbitkan peraturan tersebut adalah untuk mencegah adanya indikasi penyelewengan dana program kemitraan dan membantu BUMN untuk lebih fokus dalam melakukan aktivitas penagihan sementara pemerintah mencari pihak ketiga untuk mengelola dana tersebut. Hal ini juga dilakukan sebagai pertimbangan atas kegiatan BUMN yang harus berfokus pada aktivitas utamanya dan tidak menjadikan kegiatan PKBL sebagai alasan dalam penurunan aktivitas produksi dan sebaliknya. Dari hasil penelitian ini, tujuan pemerintah untuk memfokuskan BUMN pada aktivitas penagihan secara keseluruhan telah tercapai. Meski masih ada beberapa BUMN yang masih melakukan aktivitas penyaluran dana.