Perencanaan Detail Unit-Unit Tahap Pengolahan Lumpur Secara Aerobik dan Anaerobik

dokumen-dokumen yang mirip
MODUL 3 DASAR-DASAR BPAL

Supernatan yang dihasilkan dari thickener ini (di zone of clear liquid) masih mempunyai nilai BOD yang besar, karena itu air dikembalikan ke unit

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S

KINERJA DIGESTER AEROBIK DAN PENGERING LUMPUR DALAM MENGOLAH LUMPUR TINJA PERFORMANCE OF AEROBIC DIGESTER AND SLUDGE DRYER FOR SEPTAGE TREATMENT

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK disusun oleh : Dr. Sugiarto Mulyadi

Penanganan limbah. Masyarakat sebagai penghuni jagatraya akan mendapatkan dan merasakan dampak yang ditimbulkan oleh limbah tersebut.

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

SEWAGE DISPOSAL. AIR BUANGAN:

PENGOLAHAN LUMPUR 15. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #6 Genap 2014/2015. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c.

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

Pengolahan AIR BUANGAN

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM

TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN PABRIK GULA

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Keputih, Surabaya

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi

BAB V DETAIL DESAIN. Metode Aritmatik

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

Pengolahan Limbah Perikanan di Industri Perikanan FRESH FISH

STUDI PENGOLAHAN LUMPUR INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM TAMAN KOTA - JAKARTA BARAT

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI

DISUSUN OLEH TIKA INDRIANI ( ) DOSEN PEMBIMBING WELLY HERUMURTI, ST, MSc.

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN

PERENCANAAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PG TOELANGAN, TULANGAN-SIDOARJO

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH DI INDUSTRI PETROKIMIA

PENGOLAHAN LUMPUR IPAL. Edwan Kardena Teknik Lingkungan ITB

PERENCANAAN ANAEROBIC DIGESTER SKALA RUMAH TANGGA UNTUK MENGOLAH LIMBAH DOMESTIK DAN KOTORAN SAPI DALAM UPAYA MENDAPATKAN ENERGI ALTERNATIF

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Proses Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah

: Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING

STUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU.

Pendahuluan. Prinsip Dasar. RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Ukuran standar: Putaran 1,0-1,6 rpm

RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Pendahuluan

POTENSI BIOGAS SAMPAH SISA MAKANAN DARI RUMAH MAKAN

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS

PENGARUH RASIO MEDIA, RESIRKULASI DAN UMUR LUMPUR PADA REAKTOR HIBRID AEROBIK DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK

III. METODOLOGI PENELITIAN

Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Oleh: Iva Rustanti Eri /

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENENTUAN KOEFISIEN BIOKINETIK DAN NITRIFIKASI PADA PROSES BIOLOGIS LUMPUR AKTIF AIR LIMBAH (144L)

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 %

Mekanisme : Air limbah diolah dengan aliran kontinyu Pengolahan lumpur dioperasikan tanpa resirkulasi

[Type text] BAB I PENDAHULUAN

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA NGIPIK, GRESIK

PENGANTAR PENGOLAHAN AIR LIMBAH

PENGANTAR PENGOLAHAN AIR LIMBAH

PENGARUH HRT DAN BEBAN COD TERHADAP PEMBENTUKAN GAS METHAN PADA PROSES ANAEROBIC DIGESTION MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT TEPUNG TAPIOKA

SNI METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF

III. METODOLOGI PENELITIAN. awal sampai akhir penelitian. Pada tahapan penelitian ini diawali dengan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

TL-3230 SEWERAGE & DRAINAGE. DETAIL INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM SETEMPAT (On site system 1)

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya

PENGOLAHAN AIR LIMBAH. TL 2104 Pengantar Teknik Lingkungan Program Studi Teknik Lingkungan ITB

penelitian ini reaktor yang digunakan adalah reaktor kedua dan ketiga. Adapun

TINJAUAN PUSTAKA II.

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

BAB 3 SEDIMENTASI. Sedimentasi adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

ALTERNATIF PROSES PENGOLAHAN

BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

STUDI INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN ANAEROBIC BAFFLED REACTOR

Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya

TUGAS PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI ELECTROPLATING

BAB 6 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES TRICKLING FILTER

Transkripsi:

Modul 7 PERENCANAAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (RE091322) Semester Ganjil 2010-2011 Perencanaan Detail Unit-Unit Tahap Pengolahan Lumpur Secara Aerobik dan Anaerobik Joni Hermana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Kampus Sukolilo, Surabaya 60111 Email: hermana@its.ac.id

Penanganan dan pembuangan lumpur yang dihasilkan dari setiap unit pengolahan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) perlu direncanakan secara serius. Zat padat yang berasal dari hasil penyaringan (screening) dan pasir dari kolam pasir (grit chamber) dibuang dengan metoda landfill. Sementara itu, zat padat yang berasal dari unit lain perlu ditangani secara lebih kompleks, mengingat kandungan zat padat itu hanya sekitar 0,5 5 % dari lumpur yang dihasilkan. Disamping menimbulkan bau, kandungan air lumpurnya juga sangat besar. Secara umum, sistem penanganan dan pembuangan lumpur terdiri dari: - pemadatan (thickening), - stabilisasi (stabilization), - pengeringan (dewatering), - dan pembuangan (disposal). Untuk menghasilkan sistem penanganan dan pembuangan lumpur yang ekonomis bagi lumpur dengan karakteristik tertentu, perlu dilakukan kombinasi dari beberapa proses di atas.

Lumpur dari proses pengolahan 1.Thickening 1. Gravity 2. Flotation 3. Centrifugation 4. Dewatering 1. Vacum Filter 2. Filter press 3. Horizontal Belt Filter 4. Centrifuga tion 5. Drying beds 5. Disposal 1.Land application 2.Composting 3.Land Filling 4.Incineration 5.Recalcinatio 2. Stabilization 3. Conditioning 1. Chlorine Oxidation 2. Lime Stabilization 3. Heat treatment 4. Aerobic Digestion 5. Anaerobic Digestion 1. Chemical 2. Elutriation 3. Heat treatment

PRIMARY TREATMENT BIOLOGICAL SECONDARY TERTIARY TREATMENT RAW WASTEWATER CHEMICAL FLOTATION TRICKLING FILTER AERATED LAGOON FILTRATION ADSORPTION SPILL POND EQUALIZATION NEUTRALIZATION COAGULATION SEDIMENTATION ANAEROBIC RBC OZONATION COAGULANT DISCHARGE TO WATER TO DISCHARGE / POTW FILTRATION ACT.SLUDGE PACT FILTRATION GAC ADSORPSI SLUDGE DEWATERING NITRIFICATION / DENITRIFICATION PRECIPITATION AIR STRIPPING LAND DISPOSAL SLUDGE DIGESTION REDOX OXIDATION GRAVITY THICKENING DAF LAGOONING INCINERATION HEAVY METAL ORGANIC CHEMICAL ORGANIC AMMONIA SLUDGE DISPOSAL IN PLANT TREATMENT CENTRIFUGATION DRYING FILTRATION Gambar Diagram Alir Proses Dewatering dan Disposal Lumpur

THICKENING THICKENING GRAVITY FLOTATION CENTRIFUGE

GRAVITY THICKENER TIPIKAL UNIT GRAVITY THICKENER TUJUAN : MENGKONSENTRASI SOLIDS UNDERFLOW & MEREDUKSI VOLUME LUMPUR

KRITERIA DESAIN GRAVITY THICKENER 1. SOLIDS LOADING (FLUX) # untuk memperoleh underflow seperti yang diinginkan dihitung flux limit ( G L ) : # Solids flux pada kondisi Batch ( G B ) : GL = Co. Qo A = M / A G B = Ci. Vi Di mana: Q 0 = debit influen (m 3 / hari) C 0 = konsentrasi solids influen ( kg/m 3 ) M = Solids loading (kg /hari) G L = Solids flux limit (kg/m 2.hari) A = Luas area (m 2 ) G B = flux pada kondisi batch (kg/m 2.hari) Ci = konsentrasi solids (kg/m 3 ) Vi = Kecepatan pengendapan pada konsentrasi Ci (m/hari)

Contoh soal: 1. Lumpur yang berasal dari proses pengolahan air limbah secar kimia akan dipadatkan dengan proses gravity thickening, dari 0,5-4 %. Konsentrasi lumpur rata-rata adalah 550.000 gal/hari (2802 m3/ hari) dengan variasi antara 450.000 sampai 700.000 gal/hari (1703-2650 m2/ hari). Tentukan luas area thickener yang diperlukan dan konsentrasi underflow pada aliran minimum.

Penyelesaian Hubungan antara kecepatan pengendapan dengan konsentrasi suspended slids (SS) diperlihatkan pada tabel berikut : Konsentrasi Solids, % 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 2,00 4,00 6,00 Kecepatan Pengendapa n, ft/jam 7,5 5,5 4,2 3,1 1,5 0,50 0,075 0,030 Kurva flux batch diperoleh dengan memplotkan flux G versus konsentrasinya Misalnya, untuk solid = 2% G = 0,02 X 62,4 lb / ft3 X 0,50 ft / jam X 24 jam/hari = 15,0 lb / ft 2.hari = 73,3 kg/m 2.hari Kurva flux pada kondisi batch dapat dilihat pada gambar berikut:

Kurva Flux pada Kondisi Batch Untuk konsentrasi underflow yang diinginkan, yaitu 4 %, flux limit diperoleh dari perpotongan garis tangensial yang ditarik dari konsentrasi solids 4 % terhadap sumbu-y, yaitu GL = 26 lb / ft 2.hari ( atau = 73,3 kg/m 2.hari)

Menghitung Luas Areal untuk Gravity Thickener A = Co. Qo G = (0,7 mgal/hari) (5000mg/l) (8,34) (lb/mal) / (mg/l) 26 lb / (ft 2.hari) Jika debit lumpur ke thickener adalah 0,45 mgal/hari, flux solids menjadi: G = (0,45 mgal/hari) (5000 mg/l) (8,34) (lb/mgal) (mg/l) 1123 ft 2 = 16,7 lb / ft2.hari (81,6 kg/m2.hari) Dari kurva flux batch, konsentrasi underflow pada pembebanan masa ini adalah 4,9 %.

FLOTATION THICKENER MEKANISME : Gelembung udara dilarutkan dengan tekanan tinggi tekanan dibebaskan gelembung udara naik menempel pada gumpalan lumpur naik ke permukaan atas bak lumpur terkonsentrasi & tersisihkan TIPIKAL UNIT FLOTASI Variabel utama : Rasio resirkulasi Konsentrasi solids influen Rasio udara/solids Kecepatan pembebanan hidrolis Tekanan tipikal : 50 70 lb2 / in 2 (345 483 kpa, atau 3,4 4,8 atm)

CENTRIFUGATION CENTRIFUGATION SOLID BOWL DECANTER BASKET TYPE NOZZLE SEPARATOR

SOLID BOWL DECANTER DESKRIPSI : Centrifuge ini dapat digunakan pada tahapan thickening maupun dewatering. Merupakan percepatan dari proses sedimentasi dengan bantuan gaya sentrifugal dan bekerja secara kontinyu

PROSES STABILISASI LUMPUR A. STABILISASI AEROBIK Mekanisme : mengoksidasi bahan organik seluler dalam lumpur melalui metabolisma endogenous Oksidasi bahan seluler organik ini mengikuti kinetika reaksi orde I apabila digunakan pada VSS (Volatile Suspended Solid) yang dapat diolah (degradable) PERSAMAAN : (Xd) e (Xd) 0 = e -Kd. T ( untuk kondisi batch & plug flow) di mana: (Xd)e = VSS setelah waktu t (Xd)o = VSS pada saat awal Kd = Koefisien kecepatan reaksi, hari-1 t = waktu aerasi, hari

A. STABILISASI AEROBIK Jika VSS total diperhitungkan, maka persaman di atas menjadi : (Xe) (Xn) (X 0 ) (Xn = e -k d. t Untuk reaktor teraduk sempurna (completely mixed reactor), maka persamaannya menjadi : Xe) (Xn) = 1 (X 0 ) (Xn 1 + Kd. t Untuk n- buah reaktor mixed seri, Xe) (Xn) = 1 (X 0 ) (Xn (1 + Kd. t n ) n Kebutuhan Oksigen untuk pengolahan lumpur ini adalah sekitar 1,4 kg O 2 / kg VSS removed

Contoh Soal : Data pada tabel 3.1 diperoleh dari hasil aerasi skala kecil untuk lumpur aktif. Lumpur yang diolah adalah 8000 gal/hari ( 30 m3/hari), dan mempunyai konsentrasi 10.000 mg/l VSS. (a) Rencanakan digester tunggal dan berganda-3 untuk menghilangkan 90% solids degradable (b) Hitung kebutuhan Oksigen dan daya untuk aerasi Asumsi : 1,4 lb O2 / hp. Jam ( = 0,85 kg / kw.jam) dan keperluan pengadukan 100 hp / mgal volume tanki (1,98 kw / m3). Waktu Aerasi (Hari) 0 1 3 6 8 9 14 18 25 VSS (mg / l) 6434 6160 5320 4300 4000 3890 3550 3250 3200

Tahapan Penyelesaian Perhitungan: Tentukan residu VSS yang non-degredable dari plot data di atas Nilai Kd ditetapkan sebagai slope dari plot semilogaritmik antara solids yang degradable terhadap waktu (Gambar 3.2) Untuk removal 90 % solid yang degredable Xe = 10.000 0,9 (0,51 ) X 10.000 = 5410 mg / L VSS Menghitung waktu retensi untuk reaktor tunggal...

B. STABILISASI ANAEROBIK DESKRIPSI PROSES: Pengolahan anaerobik dilakukan pada tangki tertutup di mana mikroorganisme menstabilisasi bahan organik menjadi gas methan dan karbondioksida. Lumpur hasil olahan sangat stabil, kandungan bakteri pathogennya rendah, sehingga cocok untuk menjadi stabilizer tanah. Kesulitan utama dari proses ini adalah tingginya biaya investasi, rawan kondisi operasionalnya dan kecenderungan menghasilkan kualitas supernatan yang rendah. PROSES BIOKIMIA YANG TERLIBAT : 1. ASIDIFIKASI 2. METHANISASI fase asidifikasi : organisme fakultatif pembentuk asam (facultative acid forming organism) mengubah bahan organik kompleks menjadi asam organik, terjadi sedikit penurunan ph. fase methanasi : terjadi konversi asam organik volatil menjadi methan dan karbondioksida (biogas), oleh bakteri pembentuk methan(methane-forming bacteria). JENIS REAKTOR : 1. STANDARD RATE ; 2. HIGH RATE

KAPASITAS DIGESTASI ANAEROBIK Kapasitas digistasi dihitung berdasarkan : Konsep umur lumpur (mean cell residence time) Pembebanan volmetrik (volumetric loadings) Reduksi volume (observed volume reduction) Berdasarkan populasi (population basis)

Mean cell Residence Time Penghitungan volume berdasarkan pada waktu tinggal lumpur, yaitu : - (30-60) hari untuk reaktor standart rate - (10-20) hari untuk high rate. Volume = Qin. td (m 3 ) Volumetric Loading Volume = Qin. Xin Bw Population Basis Kapasitas digester dihitung berdasarkan populasi yang menggunakan 120 g solids/kapita.hari Observed Volume Reduction Selama pengolahan kumpur, volume lumpur berkurang dan sejumlah supernatan dikembalikan ke IPAL. Sehingga volume lumpur yang tersisa dalam digester akan menurun secara eksponensial. Kapasitas digester yang diperlukan dihitung dengan rumus V = [ Q in 2/3 ( Q in -Q out )].D T

PRODUKSI GAS & PENGGUNAANNYA Besarnya volume methane dapat dihitung dengan rumus V = 0,35 m 3 /Kg { [ EQSo (10 3 g/kg)-1] 1,42 (Px) } Di mana, Px = massa lumpur yang diproduksi netto, kg/hari = YQESo (10 3 g / kg) -1 / { 1 + Kd. Θc} Y = Koefisien yields, g/g (limbah kota Y = 0,04 0,1) E = Efisiensi pengolahan (0,6 0,9) Q = Debit influen lumpur, m3/hari S0 = BODL (BOD ultimate) lumpur influen, mg/l Kd = koefisien endogenous, hari-1 (limbah kota Kd = 0,02-0,04) ΘC =mean cel residence time V = Volume gas methan yang dihasilkan, m3/hari 0,35 = faktor konversi teoritis untuk methan yang dihasilkan dari 1 kg BOD 1.42 = faktor konversi dari sel organik menjadi BODL

DEWATERING DEWATERING VACCUUM FILTER PRESSURE FILTER SAND DRYING BED

Resistensi Spesifik Besarnya kemampuan pengurangan kadar air dari lumpur (dewateribility), sangat bergantung pada resistansi spesifiknya (r), sehingga dewateribility suatu lumpur didefinisikan berdasarkan resistansi spesifiknya. Kecepatan penyaringan (filtrasi) lumpur telah diformulasikan sebagai berikut, (Berdasarkan Hukum Poiseuille dan Hukum Darcy oleh Carman dan oleh Coacley & Jones) : dv dt = 2 PA µ (rcv + RmA) Di mana : V = Volume filtrat t = waktu berputar (waktu drum untuk satu kali berputar), dtk P = tekanan, N / m (lb/ft) A = luas area filter, m (ft) μ = viskositas fltrat, N.dtk/m (lb.dtk/ft) r = resistensi spesifik, m/kg (ft/lb) c = massa solids per unit volume filtrat, kg/m (lb/ft)

c = C i (100 C i 1 C ) f (100 C f ) Di mana: C i = kelembaban awal, % C f = kelembaban akhir, % Resistensi awal media filter (Rm) biasanya diabaikan, karena terlalu kecil bila dibandingkan dengan resistansi padatan hasil filtrasi (filter cake). Spesifik resistansi (r) adalah suatu ukuran kemampuan lumpur untuk disaring dan secara numerik sama dengan perbedaan tekanan yang diperlukan untukmenghasilkan satu satuan debit filtrat pada setiap satuan viskositas melalui satu satuan berat padatan (filter cake). [ µ rc] t V µ Rm = + V 2PA2 PA

Dari persamaan diatas hubungan linier akan dihasilkan dari kurva antara t/v terhadap V. Resistansi spesifik dapat dihitung dari slope garis ini : r = 2 bpa µ c 2 Dimana: b = slope t / V versus V Walaupun resistensi spesifik mempunyai nilai terbatas untuk perencanaan peralatan dewatering lumpur, namun tetap merupakan hal yang berharga bagi informasi kemampuan lumpur untuk disaring. Kebanyakan lumpur air limbah membentuk padatan yang kompresibel di mana kecepatan filtrasi dan resistansi spesifik merupakan fungsi dari perbedaan tekanan keseluruhan padatan: r = ro. Ps Dimana: s = koefisien kompresibilitas Makin besar nilai s, makin kompresibel lumpurnya. Jika s = 0, maka resistansi spesifik tidak bergantung lagi pada tekanan, atau dikatakan bahwa lumpur tersebut inkompresibel.

VACCUM FILTER Contoh Soal : Suatu lumpur yang berasal dari campuran antara pengolahan primer dengan lumpur aktif akan dikeringkan (dewatered). Debit lumpur 100 galon/menit (0,38 m3/menit) dengan kadar solids 6%. Sedangkan hasil laboratorium memperlihatkan data sebagai berikut: - Koefisien, m =0,25 - Koefisien, n = 0,65 Padatan (cake) optimum, dengan konsentrasi solids 28 % diperoleh dalam waktu pengeringan 3 menit. Koefisien kompressibilitas 0,85 Resistensi spesifk, ro = 1,3 X 10-7 g.s2/g2 Rencanakan suatu filter vacuum yang beroperasi selaa 16 jam per hari, 7 hari per minggu, dengan menggunakan vacuum 15 inhg (381 mmhg) dan 30% terendam.

PRESSURE FILTER Contoh Soal: Ukuran pressure filter pelat untuk mengurangi kadar air dari lumpur adalah sbb: Rata-rata pembebanan = 13.000 lb/hari (6030 kg/hari) TSS kering Maksimum pembebanan = 25.000 lb/hari (11.340 kg/hari) TSS kering Konsentrasi lumpur rata-rata = 3,0 % Konsentrasi lumpur minimum = 2,0 % Sedangkan hasil uji awal menunjukkan data sebagai berikut: Waktu siklus total = 3,5 jam (termasuk pembersihan dan pengambilan lumpur) Padatan solids rata-rata = 40% Padatan solids minimum = 30% Densitas padatan = 70 lb/ft3 (1120 kg/m3) Bahan kimia = 100 lb FeCl/ton (50 kg/t) solids kering + 200 lb kapur/ton (100 kg/t) solids kering Rencanakan peralatan yang mampu mengolah beban lumpur rata-rata dalam 1 hift/hari dan 7 hari/minggu yang mampu mengolah lumpur maksimum sampai beban 2 shift/hari dalam 7 hari/minggu.

Sand Drying Bed Pengeringan lumpur adanya proses perkolasi dan evaporasi. Air yang berkurang antara 20-55% (bergantung pada kandungan awal solids dalam lumpur dan karakteristik solidsnya) Perencanaan serta penggunaan sistem drying bed ini sangat bergantung pada kondisi iklim (hujan dan evaporasi). Sistem ini biasanya terdiri dari : - pasir setebal 10-23 cm, di atas batuan atau kerikil bergradasi setebal 20-46 cm - Ukuran efektif pasir (ES) = (0,3-1,2) mm - koefisien keseragaman (UC) yang lebih kecil dari 5,0. - Kerikil yang dipergunakan mulai dari 0,32 cm sampai 2,54 cm. Di bawah kerikil dilengkapi dengan sistem perpipaan (underdrains) yang pada masing-masing pipa berjarak 2,7-6,1 m. -Jenis pipa yang digunakan adalah VCP (vitrified clay pipe) dengan sambungan terbuka yang berdiameter minimum 10 cm dan slope minimum 1%. - Air hasil saringan diresirkulasi ke IPAL.

Gambar Tipikal Sand Drying Bed

Lumpur basah yang akan dikeringkan, umumnya dituangkan di atas drying beds, dengan tebal 20-30 cm. Pengangkatan lumpur yang sudah kering ditentukan berdasarkan pengalaman dan sistem pembuanan yang ada. Pada saat ini lumpur biasanya mengandung 30-50% solids. Penggunaan alum atau koagulan lainnya, dapat mempertinggi kecepatan pengeringan serta juga mempertebal lumpur yang dapat dikeringkan. Gambar 4.26 Reaktor Sand Drying Bed

DISPOSAL Contoh Soal: Desain sebuah lagoon untuk menstabilisasi lumpur yang berasal dari instalasi lumpur aktif yang mengolah air limbah sebanyak 1,0 mgal/hari (3785 m3/hari) dengan BOD = 425 mg/l. Proses lumpur aktif ini beroperasi dengan umur lumpur (θc) 45 hari. Suhu rata-rata 20 Celcius, a = 0,55 gram, b = 0,1/hari, t =0,71 hari, MLVSS = 3000 mg/l, dan 80% volatil, sedangkan S = 10 mg/l.

Minggu 18 : CASE STUDY Carilah sebuah unit pengolahan air limbah (domestik atau industri) 1. Lama periode desainnya dan besar pelayanannya 2. Karakteristik Air limbah dan Unit-unit bangunan yang digunakan serta dimensi tiap unit 3. Mass Balance 4. Bangunan yang tidak ada, dirancang dan dihitung (Perbaikan) 5. Peralatan (Utilitas) yang ada (rotor, pompa)