BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kawasan Asia dan Afrika. Sedangkan Amerika, Australia dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum

Taenia saginata dan Taenia solium

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Etiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)

Ciri-ciri umum cestoda usus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TREMATODA PENDAHULUAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang

Oleh: drh. Adil Harahap (dokadil.wordpress.com)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak

Laporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA. Oleh FIKRI AFRIZAL NIM

memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan. Prioritas utama bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan sepasang gigi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

CESTODA USUS. >> Nama penyakit: teniasis solium, dan yang disebabkan stadium larva adalah. a. Ukuran: panjang 2-4 m, kadang-kadang sampai 8 m.

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

Gambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare.

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012)

BAB II TINJAUN PUSTAKA. masyarakat.adapun ciri-ciri sapi pedaging seperti berikut: tubuh besar, badan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Pada dasarnya morfologi cacing dewasa terdiri dari : - Kepala/scolec, - Leher, -Strobila,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CROSSBREEDING PADA SAPI FH DENGAN BANGSA SAHIWAL. Oleh: Sohibul Himam Haqiqi FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya memiliki tubuh yang besar dan memiliki rambut.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk kemulut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

Sistem Pencernaan Pada Hewan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

Gambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas

: Clostridium perfringens

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi oleh konsumen. adalah pengangkutan dan cara pengolahan makanan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN 2. JENIS PENYAKIT CACINGAN

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi 1. Perkembangan Sapi di Dunia Sampai saat ini para ahli belum bisa menentukan secara pasti dimana dan kapan sapi mulai di jinakkan. Banyak ahli memperkirakan bahwa sapi berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, ke seluruh kawasan Asia dan Afrika. Sedangkan Amerika, Australia dan Selandia Baru yang saat ini merupakan gudang bangsa sapi potong dan sapi perah tidak terdapat jenis sapi unggul turunan asli dari induk melainkan hanya mendatangkan dari Eropa. (Y Bambang Sugeng, 1996). Sapi-sapi yang tersebar di seluruh permukaan bumi berasal dari sapi jenis primitif. Sapi-sapi jenis primitif tersebut adalah golongan : a. Bos Sondaicus (Bos Banteng) Golongan ini adalah sumber asli sapi-sapi di Indonesia. b. Bos Indicus (Sapi Berponok) Golongan inilah yang sekarang berkembang di India dan di Indonesia. c. Bos Taurus Golongan sapi ini adalah jenis sapi yang menjadi sapi potong dan perah di Negara Eropa. Golongan ini tersebar di seluruh permukaan bumi termasuk di Indonesia. (Aksi Agraris Kanisius, 1991).

5 2. Perkembangan Sapi di Indonesia Tidak ada yang tahu secara 4 pasti kapan bangsa sapi mulai dijinakkan di Indonesia. Namun para ahli berpendapat bangsa sapi yang kini kita kenal seperti sapi madura, jawa dan sumateraberasal dari persilangan antara Bos indicus (zebu) dan Bos sondaicus (Bos bison) alias sapi keturunan banteng. Sedangkan sapi Ongole yang pada saat ini populasinya terbanyak diantara bangsa-bangsa sapi di Indonesia pertama kali didatangkan dari India ke pulau Sumba oleh pemerintah Belanda pada tahun 1897. Bangsa sapi Ongole ini di Belanda dikenal dengan nama Zebu, sedangkan di Jawa dikenal dengan nama Benggala. Didalam perkembangan lebih lanjut dan dalam rangka perbaikan mutu ternak sapi di Jawa, sapi Jawa dikawin silangkandengan sapi Ongole, yang keturunannya hingga kini dikenal dengan peranakan Ongole (PO). (Y Bambang Sugeng, 1996). Perkembangan sapi di Indonesia belum begitu memadai dan belum begitu maju seperti negara maju misalnya Cina, Eropa dan negara maju yang lainnya. Lambatnya perkembangan sapi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab, antara lain: a. Para peternak sapi di Indonesia belum memberikan perhatian sepenuhnya pada sapi yang diternakkan terutama pada segi pemeliharaan makan dan bibit yang digunakan, misalnya:

1) Sapi pemeliharaanya masih merupakan bagian dari usaha pertanian. 6 2) Makanan yang diberikan minim dan mutunya pun kurang. 3) Bibit sapi yang digunakan kurang bagus/seadanya,hal ini terjadi karena peternak sapi di Indonesia rata-rata memiliki tingkat perekonomian yang rendah (Aksi Agraris Kanisius, 1991). b. Konsumen kurang Di Indonesia masih berlaku konsumen musiman yang dimana minat para konsumen di tentukan oleh keaadaan, misalnya: 1) Meningkat ketika mendekati hari-hari besar ataupun hari-hari dimana sapi dijual berharga tinggi misalnya ketika mendekati musim pendaftaran sekolah. 2) Menurun ketika hari-hari yang dianggap sapi berharga tinggi telah selesai misal di hari-hari besar ataupun ketika musim pendaftaran sekolah (Aksi Agraris Kanisius, 1991). c. Konsumen belum bisa menghargai mutu daging Kurangnya pengetahuan konsumen mengenai menejemen/produksi daging. Para konsumen menganggap semua daging sama, memiliki mutu yang sama karena kelezatannya tetapi diluar itu konsumen tidak memiliki penilaian yang lain (Aksi Agraris Kanisius, 1991). 3. Macam-Macam Sapi di Indonesia Di Indonesia terdapat berbagai jenis sapi yng diternakkan oleh para peternak, sapi-sapi ini berasal dari Eropa dan India yang berkembangbiak

secara murni atau telah dikawin silangkan dengan sapi lokal. Sapi-sapi tersebut adalah: 7 a. Sapi Aberdeen Angus. Berasal dari Skotlandia. Ciri khasnya berwarna hitam, bobot hampir mencapai 1.000 kilogram dan tidak bertanduk. b. Sapi Ayrshire. Suatu galur sapi yang berasal dari Skotlandia. Ciri khasnya warna kulit belang cokelat, belang merah dan putih, serta tanduk panjang menjurus ke atas. Sapi ini merupakan tipe sapi perah. Bobot badan sapi jantan dewasa 725 kilogram, sedangkan sapi betinanya 550 kilogram. Jumlah air susunya 3.500 liter per masa laktasi. c. Sapi Bali. Adalah galur yang berasal dari sapi banteng yang sudah mengalami penjinakan, dan banyak ditemukan di Pulau Bali. Sapi ini merupakan tipe sapi penghasil daging dan dapat digunakan sebagai sapi kerja. Penyakit Bali Ziekte adalah penyakit yang sering menyerang sapi bali. Gejalanya adalah eksim kering yang berakibat nekrosis (mati jaringan) pada kulit dan membukanya lapisan lendir kulit. d. Sapi Beefmaster. Merupakan sap penghasil daging bermutu cukup baik. Binatang ini mempunyai warna khas, bertanduk, dan mampu beradaptasi pada lokasi dan iklim beragam.

e. Sapi Belmont Red. Didatangkan ke Indonesia pada tahun 1975, untuk meningkatkan sumber produksi ternak sapi di Kalimantan Selatan. f. Sapi Braford. Adalah hasil persilangan sapi brahman dan sapi hereford, namun belum membentuk galur tersendiri. g. Sapi Brangus. Berwarna hitam dan mempunyai keunggulan sebagai penghasil daging dan mampu beradaptasi terhadap udara panas dan tahan terhadap beberapa penyakit. 8 h. Sapi Brahman. Adalah galur sapi keturunan sapi zebu dari India. Ciri khasnya mirip sapi zebu, yaitu berpunuk besar, berwarna putih keabuan, kadang-kadang kemerahan, bergelambir sampai di bawah perut bagian pusat. Sapi jantannya berbobot sampai 250 kilogram dan pada umur 4 tahun mencapai 400-500 kilogram. i. Sapi Charolais. Berasal dari Perancis dan merupakan tipe pedaging. Sapi Frisien Hoistein. Berasal dari Belanda bagian utara. Warna tubuhnya belang hitam putih. Sapi ini termasuk tipe sapi perah yang menghasilkan 4.500-5.500 liter per laktasi. Sapi ini merupakan sapi penghasil daging tertinggi dibandingkan sapi perah lainnya. Sapi Galloway. Merupakan tipe sapi pedaging yang tertua di dunia. Sapi ini berasal sari Skotlandia. j. Sapi Grati. Adalah hasil persilangan antara sapi asli Indonesia (Jawa dan Madura) dengan sapi FH. Sapi ini menghasilkan susu, walaupun produksinya di bawah sapi FH.

k. Sapi Hereford. Adalah sapi penghasil daging dari Inggris. Pada umur dua tahun, sapi ini dapat,mencapai bobot 900 kilogram. l. Sapi Madura. Adalah hasil persilangan antara zebu dan banteng. Warnanya merah bata, bobot maksimumnya 350 kilogram dengan tinggi rata-rata 1,18 meter. Sapi ini merupakan tipe sapi pedaging dan ternak kerja yang mampu hidup di daerah bersuhu 31ºC, namun memiliki produksi susu yang rendah. 9 m. Sapi Ongole. Merupakan keturunan sapi zebu dan berasal dari India. Ciri khasnya jinak, penurut berponok besar, mempunyai gelambir di bawah leher, kulit di sekitar lubang mata hitam dan warna rambut tubuh putih keabuan. Galur ini merupakan tipe sapi penghasil daging dan ternak kerja. n. Sapi PHF. Sama dengan sapi grati. o. Sapi Peranakan Ongole. Adalah hasil persilangan antara sapi lokal Indonesia dengan sapi ongole dari India. p. Sapi Polled Hereford. Adalah hasil persilangan antara jantan aberdeen angus dan betina hereford. q. Sapi Sahiwal. Adalah sapi keturunan sapi zebu, dari India dan Pakistan. Sapi ini termasuk tipe sapi perah dari daerah tropika.bobot dewasa beina mencapai 350 kilogram.

r. Sapi Shorthorn. Merupakan tipe sapi potong terbesar dari Inggris. Warnanya merah berkombinasi putih. Bobot jantan dewasa mencapaii 1.100 kilogram, betinanya 900 kilogram. s. Sapi Sumba Ongole. Merupakan sapi ongole murni yang diternakkan di Sumba. Sapi ini merupakan tipe sapi pekerja dan pedaging yang unggul. t. Sapi Jersey. Berasal dari Inggris dan merupakan tipe sapi perah. Sapi ini mampu menghasilkan 2.000 liter susu dalam masa laktasi. (diambil dari Jenis Sapi Domestik, diunduh dari http://ternakku.com) 10 4. Arti Penting Sapi Bagi Peternak Di Desa Kodokan Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani dan peternak sapi dengan perekonomian yang kurang mampu memanfaat sapi sebagai hewan ternak, dengan tujuan untuk tabungan masa depan sehingga apabila suatu saat peternak membutuhkan uang yang cukup banyak sapi tersebut bisa di jual untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sebagian besar masyarakat di Desa Kodokan Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora memelihara sapi untuk memenuhi biaya pendidikan anak-anak mereka dan sampai saat ini pun masyarakat di Desa tersebut tidak bisa terlepas dari beternak sapi yang mereka lakukan sejak dulu.

5. Sanitasi Kandang Sapi Sanitasi adalah satu tindakan yang dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak sapi melalui kebersihan. Dengan sanitasi yang baik dan benar, ternak sapi dapat terbebas dari penyakit yang disebabkan oleh : bakteri, virus ataupun parasit. Beberapa tindakan sanitasi yang wajib dilakukan yaitu : a. Selalu membersihkan peralatan yang telah digunakan dengan cara : 1) Menggunakan disinfektan seperti : creolin, Lysol, dll. 2) Menjemur langsung pada cahaya matahari. 3) Menggunakan air mendidih b. Menjaga kebersihan kandang dengan cara : 1) Merancang ventilasi kandang agar aliran udara dapat berjalan dengan lancar. 2) Merancang bangunan kandang agar sinar matahari dapat masuk kedalam kandang. 11 3) Tidak membiarkan kotoran sapi menumpuk di kandang. 4) Segera membersihkan sisa-sisa pakan yang tercecer di lantai kandang. c. Menjaga kebersihan areal diluar kandang, seperti membersihkan semak-semak, sampah peternakan, dll. d. Menjaga kebersihan badan sapi, salah satunya dengan cara memandikan sapi. Badan sapi terutama pada bagian kulit, seringkali kotor akibat : kulit ari yang mengelupas atau debu/lumpur yang

melekat bersama dengan keringat dan lemak sapi. Kulit yang kotor ini dapat menyebabkan hal-hal yang merugikan yaitu: Radang kulit, menyulitkan sapi untuk membuang zat yang merugikan melalui keringat, sapi kesulitan untuk mengatur suhu badannya, mengganggu kenyamanan sapi sehingga pertumbuhannya tidak maksimal. e. Segera mengubur dalam-dalam atau membakar bangkai sapi yang mati akibat penyakit yang membahayakan. f. Menjaga kebersihan petugas/pekerja kandang, untuk menghindari penyebarluasan kuman dengan cara selalu membersihkan anggota badan dengan air hangat dan sabun ataupun disinfektan. g. Menjaga kebersihan pakan dengan cara menghindari pemberian pakan yang tercemar oleh bahan-bahan yang membahayakan seperti : 1) Tanah ataupun lumpur kotor. 2) Hama ulat. 3) Jamur/cendawan. 4) Terkontaminasi logam seperti Besi (Fe), Seng (Zn), dll. 12 5) Racun alami pada pakan hijauan seperti daun koro, beberapa jenis daun ketela pohon, turi bunga merah, dll. (Abrianto, 2010). B. Parasit Cacing Sapi 1. Parasit

Parasit merupakan organisme-organisme yang hidup sementara atau tetap di dalam atau di permukaan organisme lain yang dihinggapi untuk mengambil sebagian makanan atau seluruhnya dari organisme tersebut. Parasit dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: a. Fitoparasit (parasit tumbuhan) yang meliputi jamur dan bakteri b. Zooparasit (parasit hewan) yang meliputi: 1) Protozoa (hewan bersel tunggal) Contoh : Entamoeba sp, Trichomonas sp, Plasmodium sp 2) Metazoa (hewan yang mempunyai jaringan) Contoh : cacing dan serangga c. Spirokhaeta dan virus, mikroorganisme ini berukuran ultramikroskopis dan struktur selnya lebih sederhana daripada jamur, bakteri, dan protozoa. (Jangkung Onggowaluyo, 2001) Parasit tidak mempunyai alat-alat yang diperlukan untuk asimilasi bahan makanan mentah dan bergantung kepada hospes untuk mendapatkan makanan yang telah dicernakan. Keterbatasan cairan dalam tubuh hospes akan menyebabkan kematian atau dapat mencegah pertumbuhan larva. Demikian pula faktor suhu berperan penting dalam pertumbuhan parasit, tiap parasit mempunyai suhu yang optimum untuk hidup dan tumbuh baik suhu tinggi maupun suhu yang terlampau rendah dapat merugikan dan dapat pula mematikan parasit. (Harold W Brown, 1982)

2. Macam-Macam Parasit Cacing Sapi a. Cacing Hati (Fasciola gigantica) Epidemiologi. Fasciola gigantica menggantikan Fasciola hepatica didaerah tropika dan subtropika, seperti Asia bagian selatan, Afrika, Amerka Serikat bagian selatan dan Hawai. Hospes parasit ini yang utama adalah Lymnaea auricularia yang memilih iklim yang lebih panas dan lebih akuatik dari pada Lymnaea truncatula. (Norman D Levin, 1994). Siklus hidup. Telur fasciola masuk ke dalam duodenum bersama empedu dan keluar bersama tinja hospes definitif. Di luar tubuh ternak telur berkembang menjadi mirasidium. Mirasidium kemudian masuk ke tubuh siput muda, yang biasanya genus Lymnaea rubiginosa. Di dalam tubuh siput mirasidium berkembang menjadi sporokista, redia dan serkaria. Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan bisa berenang. Pada tempat yang cocok, serkaria akan berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Ternak akan terinfeksi apabila minum air atau makan tanaman yang mengandung kista. ( Imbang D Rahayu, 2010). Morfologi. merupakan jenis cacing yang tergolong Platyhelminthes dan termasuk kelas Trematoda (cacing pipih/cacing daun), biasanya menyerang di bagian liver atau hati. Pada saat cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya kira-kira 30 x 13 mm. Bagian anterior berbentuk seperti kerucut dan pada pundak

kerucut terdapat batil isap mulut yang besarnya kira-kira 1 mm. 14 Bagian dasar kerucut terdapat batil isap perut yang besarnya kira-kira 1.6 mm. Saluran pencernaan bercabang-cabang sampai ke ujung distal sekum. Testis dan kelenjar vitelin juga bercabang-cabang. Tidak terdapat sistem pernafasan. Cacing dewasa panjangnya ± 2,5 cm, batil isap kepala dan batil isap perut berdekatan, bagian kepala seperti kerucut, dua sekum bercabang-cabang, ovarium bercabang-cabang, dua testis juga bercabag-cabang, kelenjar vitelaria hampir mengisis seluruh bagian tubuhnya. Sistem pencernaannya semacam kantong usus dengan satu lubang sederhana sebagai mulut dan sekaligus anus. Telur Fasciola gigantica keluar dari tubuh sapi bersama dengan feses hewan yang terkena Fasciolasis, mnempel pada tumbuh-tumbuhan air / rumput-rumput basah yang lembab dan telur dapat bertahan antara 2-3 bulan. Telur Fasciola gigantica berukuran ± 140-80 mikron, oprkulum kecil, berisi morula, dikeluarkan melalui saluran empedu ke dalam tinja dalam keadaan matang, Telur Fasciola gigantica akan menetas 14-17 hari pada suhu 28 C (PT Tekad Mandiri Citra, 2000). Gambar 2.1 Fasciola gigantica (Animal health company, 2010).

15 Gambar 2.2 Telur Fasciola gigantica (Animal health company, 2010). Gejala Klinis. Pada Sapi penderita akan mengalami gangguan pencernaan berupa konstipasi atau sulit defekasi dengan tinja yang kering. Pada keadaan infeksi yang berat sering kali terjadi mencret, ternak terhambat pertumbuhannya dan terjadi penurunan produktivitas (Imbang D Rahayu, 2010). Patogenesis. Fasciola dapat sebagai patogen yang ganas pada sapi. Cacing muda masuk kedalam hati dan sambil berjalan memakan parenkimia. Cacing muda menyebabkan kerusakan yang lebih parah daripada yang disebabkan oleh cacing dewasa sesudah sampai di saluran empedu. (Norman D Levin, 1994). Kekebalan. Seperti akibat cacing lain, hewan dewasa lebih resisten terhadap infeksi dan lebih mampu bertahan terhadap pengaruh-pengaruh infeksi daripada cacing yang lebih muda. Hal ini akibat dari infeksi sebelumnya. (Norman D Levin, 1994). Diagnosis. Infeksi cacing daun dapat didiagnosis dengan ditemukan telur dalam tinja. Mengingat kerusakan yang lebih berat dilakukan oleh Fasciola sp muda daripada oleh cacing tua yang sedang bertelur, maka bisa dikatakan bahwa cacing daun dapat menimbulkan

kerusakan yang lebih parah tanpa menghasilkan telur. Oleh karena itu dengan nekropsi hewan yang terinfeksi seringkali lebih memuaskan daripada dengan pemeriksaan tinja untuk mendiagnosis infeksi cacing 16 hati. Selan itu telur cacing daun mempunyai kecenderungan tenggelam kedasar daripada terapung ke permukaan sehingga teknik sedimentasi lebih tepat untuk diagnosis. (Norman D Levin, 1994). Pencegahan dan Pengendalian. Usaha menghindari padang rumput lembab sehingga tempat hidup hospes antara akan menghalangi infeksi cacing hati pada sapi (Norman D levin, 1994). Usaha menghindari pakan hijau yang terkontaminasi siput dan usahakan pakan hijau dicuci terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak. (Bambang Murtidjo, 1993). Pengobatan. Bisa di gunakan Zanil/Valbazen lewat air minum atau menggunakan Dovenik melalui suntikan. (Bambang Murtidjo, 1993) b. Cacing Gelang (Neoascaris vitolorum/toxocara vitulorum) Epidemiologi. Sapi terinfeksi parasit ini dikarenakan menelan ookista yang bersporulasi pada waktu mereka merumput. Sporulasi berlangsung hanya beberapa hari dalam keadaan normal. Baru sedikit penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh suhu terhadap daya hidup ookista, tetapi terhadap beberapa jenis parasit ternyata dalam keadaan beku menghalangi sporulasi walaupun tidak akan membunuh ookista yang telah mengalami sporulasi (Norman D Levin, 1994).

Siklus hidup. Telur dalam tinja tertelan oleh sapi atau kerbau dan menetas di usus halus menjadi larva. Larva kemudian bermigrasi ke hati, paru-paru, jantung, ginjal dan bisa ke plasenta dan masuk ke cairan amnion serta masuk ke dalam kelenjar mammae dan keluar bersama kolustrum (Imbang D Rahayu, 2010). Morfologi. Cacing Toxocara vitulorum/neoascaris vitulorum termasuk klas Nematoda yang memiliki kemampuan lintas hati, paruparu dan plasenta. Ukuran panjang cacing betina adalah sebesar 30 cm 17 dan lebar 25 cm, warna kekuning-kuningan dengan telur agak bulat dan memiliki dinding yang tebal dan berdimensi 69-95µm serta lebar 75 103µm. Habitat cacing adalah pada sapi dan kerbau serta berlokasi di usus kecil (Imbang D Rahayu, 2010). Gambar 2.3 Telur Neoascaris vitolurum (Rick and Terry Simpson, 2003).

Gambar 2.4 Neoascaris vitulorum dewasa (Kyiv. Ukraine, 2009). Gejala klinis. Pada anak sapi atau kerbau terjadi diare dan ternak menjadi kurus. Pernah dilaporkan juga bisa menyebabkan kematian. Anak sapi yang tetap hidup akan mengalami gangguan pertumbuhan (Imbang D Rahayu, 2010). Patogenesis. Harus diketahui bahwa infeksi parasit campuran merupakan hal biasa pada sapi, sehingga sulit untuk mengetahui pengaruh yang khas bagi jenis cacing tertentu. Mengingat infeksi yang terjadi biasanya dilakukan oleh bermacam-macam jenis cacing abomasum dan cacing usus, maka pengaruhnya berupa kombinasi dari 18 berbagai akibat yang ditimbulkan oleh parasit yang bermacam-macam tersebut. (Norman D Levin, 1994). Kekebalan. Anak sapi akan lebih banyak menderita akibat parasit cacing daripada sapi dewasa. Hal ini mungkin karena adanya kekebalan umur, tetapi lebih mungkin merupakan kekebalan yang terbentukpada hewan sebagai akibat infeksi yang dialami pada waktu muda. Kekebalan ini tidak absolut, sehingga biasanya masih terdapat infeksi ringan tetapi dalam keadaan sterss yang parah/kekurangan makanan parasit mungkin terrdapat dalam jumlah yang lebih besar dan menyebabkan gejala-gejala yang berat. Jadi hubungan antara parasitdan hospes berupa keseimbangan yang dinamik dan keseimbangan tersebut dapat bergeser sesuai dengan keadaan. (Norman D Levin, 1994).

Diagnosis. Pemeriksaan tinja untuk menemukan ookista koksidia atau telur Nematoda. (Norman D Levin, 1994). Pencegahan dan Pengendalian. Untuk mencegah parasitisme pada sapi direkomendasikan tindakan-tindakan yang sama dengan rekomendasi untuk mencegah parasitisme Abomasum. Hewan dewasa sebagai sumber infeksi bagi hewan muda dengan kondisi yang sangat khusus, karena penularannya melalui plasenta/kemungkinan lewat susu, maka tindakan pencegahannya harus dilakukan untuk mencegah induk terinfeksi dan susu yang diberikan kepada anak-anak sapi harus bebas dari larva parasit. (Norman D Levin, 1994). Usahakan dua bulan sekali diberikan obat cacing misal Paperazin lewat air minum. 19 (Bambang Murtidjo, 1993). Pengobatan. Menggunakan Paperazin yang diberikan melalui air minum sapi dengan dosis 220/kg BB. (Bambang Murtidjo, 1993) c. Cacing Lambung (Haemonchus contortus) Epidemiologi. Sapi terinfeksi oleh cacing nematoda karena menelan larva ketika merumput. Perkembangan dan kemampuan hidup larva di tanah tergantung dari beberapa faktor seperti kondisi iklim dan mikro meteorologi, tipe tanah (tanah lapangan), sifat dan banyaknya vegetasi, angka kepadatan ternak, terdapatnya jenis dan jumlah hewan memamah biak lain(termasuk yang liar). Pada umunya semakin dingin semakin sedikit Nematodanya. Tetapi, nematoda tersebut memainkan peranan penting disini. Bagi Haemonchus suhu maksimum 18

merupakan kondisi optimum berlangsungnya penularan lewat padang rumput. Haemonchus paling penting di negara sebelah selatan dan Midwest. (Norman D Levin, 1994). Siklus hidup. Siklus hidup Haemonchus contortus dan Nematoda lain pada ruminansia bersifat langsung, tidak membutuhkan hospes intermediet. Cacing dewasa hidup di abomasum, memproduksi telur. Telur dikeluarkan oleh ternak bersama-sama pengeluaran feses. Di luar tubuh hospes, pada kondisi yang sesuai, telur menetas dan menjadi larva. Larva stadium L 1 berkembang menjadi L 2 dan selanjutnya menjadi L 3, yang merupakan stadium infektif. Larva infektif menempel pada rumput-rumputan dan teringesti oleh domba. Selanjutnya larva akan dewasa di abomasum. 20 Gambar 2.5 Siklus Hidup Haemonchus spp (Whittier, et al., 2003) (Imbang D Rahayu, 2010).

Gejala klinis. Anemia merupakan gejala utama dari infeksi Haemonchus bersamaan dengan kehilangan darah dan kerusakan usus. Terlihat busung di bawah rahang, diare, tapi kadang-kadang kambing sudah mati sebelum diare muncul. Gejala lain yang menonjol, yaitu : penurunan berat badan, pertumbuhan yang jelek dan penurunan produksi susu (Imbang D Rahayu, 2010). Morfologi. Cacing jantan panjangnya 10-20 mm diameter 400 mikron, berwarna merah terang serta memiliki spikula dan bursa. Bursanya ditemukan di bagian posterior tubuh tersusun oleh dua lobus lateral yang simetris dan satu lobus dorsal yang tidak simetris, sehingga membentuk percabangan seperti huruf Y dan berwarna mengkilat. Cacing betina mempunyai ukuran lebih panjang dari cacing jantan yaitu 18-30 mm dengan diameter 500 mikron, nampak adanya anyaman-anyaman yang membentuk spiral antara organ genital (Ovarium) yang berwarna putih dengan usus yang berwarna merah karena penuh berisi darah, sehingga akan nampak berwarna merah puti secara berselang seling. Mempunyai Flaf anterior yang menutupi permukaan vulva yang umumnya besar dan menonjol. Cacing betina dewasa mampu bertelur sebanyak 5.000 10.000 butir setiap hari. Telur berbentuk lonjong dan berukuran 70-85 X 41 48 mikron yang pada saat keluar bersama tinja, perkembangan telur telah

mengalami stadium morula (didalam telur telah mengandung 16-32 sel). (Imbang Dwi Rahayu, 2010). Gambar 2.6 Telur Haemonchus contortus (Mary s Alpaca, 2008). Gambar 2.7 Haemonchus contortus dewasa (Joan M. Burke, 2005). Patogenesis. Umumnya terdapat infeksi campuran, dan adalah salah apabila menganggap hewan terinfeksi oleh satu jenis parasit. 22 Setiap hewan terinfeksi oleh campuran dari beberapa atau banyak jenis parasit, dan apa yang tampak di lapangan merupakan gabungan pengaruh dari semua parasit tersebut. (Norman D Levin, 1994). Kekebalan. Anak sapi lebih peka terhadap infeksi daripada hewan dewasa, tetapi biasanya sapi dewasa merupakan sumber infeksi

bagi hewan yang lebih muda. Kekebalan umur mungkin berperan, tetapi kekebalan akibat infeksi sebelumnya jauh lebih penting. Dalam keadaan kelemahan badan yang parah/mal nutrisi, biasanya sapi dewasa terinfeksi ringan oleh cacing dan tidak menunjukkan kondisi sakit yang parah. Sedangkan anak sapi yang merumput di padang rumput yang sama dapat terinfeksi berat dan dapat menderita parasitosis yang nyata. (Norman D Levin,1994). Diagnosis. Parasitisme dapat di diagnosis dengan menemukan cacing pada waktu otopsi/dengan menemukan telur dalam pemeriksaan tinja. (Norman D Levin, 1994). Pencegahan dan Pengendalalian. Pada umumnya tindakantindakan berikut dianjurkan untuk mencegah parasitisme pada sapi: 1) Jangan menaruh sapi terlalu padat pada padang rumput. 2) Pisahkan hewan-hewan muda dari yang dewas sedini mungkin. 3) Hindari pembuangan air yang jelek di padang rumput. 4) Berikanlah makan sapi ditempat yang kering bila memungkinkan. 5) Jangan biarkan pakan dan air minum sapi tercemar oleh tinja. 23 6) Buang kotoran sapi dari kandang sesering mungkin. 7) Lengkapilah dengan kandang yang bersih dan bebas hama atau padang rumput yang bersih tidak terinfeksi parasit untuk anak-anak sapi. (Norman D Levin, 1994). Pengobatan. Bisa diberikan obat valbazen lewat air minum. (Norman D Levin, 1994).

d. Cacing Pita (Taenia saginata) Epidemiologi. Cacing tersebut sering ditemukan di negara yang penduduknya banyak makan daging sapi / kerbau. Cara penduduk memakan daging tersebut yaitu matang (well done), setengah matang (medium) atau mentah (rare), dan cara memlihara ternak memainkan peranan. Ternak yang dilepas di hutan atau padang rumput lebih mudah dihinggapi cacing gelembung tersebut, daripada ternak yang dipelihara dan dirawat dengan baik di kandang (Staf Pengajar Parasitologi FKUI, 1998). Siklus Hidup. Telur cacing pita ini melekat pada rumput bersama dengan tinja, bila orang berdefekasi di padang rumput atau karena tinja yang hanyut dari sungai di waktu banjir. Ternak yang makan rumput yang terkontaminasi dihinggapi cacing gelembung, oleh karena telur yang tertelan dicerna dan embrio heksakan menetas. Embrio heksakan disaluran pencernaan ternak menembus dinding usus, masuk ke saluran getah bening atau darah dan ikut dengan aliran darah masuk ke jaringan ikat sela sela otot untuk tumbuh menjadi cacing gelembung, disebut sisteserkus bovis, yaitu larva Taenia saginata. Peristiwa ini terjadi setelah 12 15 minggu. Bila cacing gelembung yang terdapat di daging sapi yang di masak kurang matang termakan oleh manusia, skoleksnya keluar dari cacing gelembung dengan cara evaginasi dan melekat pada mukosa usus halus seperti

24 jejenum. Ccacing gelembung akan menjadi dewasa dalam waktu 8 10 minggu (Staf Pengajar Bagian Parasitologi FKUI, 1998). Morfologi. Cacing pita Taenia saginata adalah salah satu cacing pita syang berukuran besar dan panjang yang terdiri atas kepala / skoleks, leher dan stobila yang terdiri atas susunan proglotid. Telur cacing berbentuk bulat, berukuran 30-40 x 20-30 mikron, memiliki dinding tebal bergaris radier dan berisi embrio heksakan. Sedangkan skoleks berukuran 1-2 milimeter dan memiliki 4 batil isap. Pada cacing dewasaa panjang badan dapat mencapai 4-12 meter,jumlah proglotid antara 1000-2000 buah, terdiri atas proglotid immature-mature-dan gravid (Staf Pengajar Bagian Parasitologi FKUI, 1998). Gambar 2.9 telur Taenia saginata (Juni P, Tjahaya, dan Darwanto, 2006).

Gambar 2.10 proglotid Taenia saginata (Juni P, Tjahaya, dan Darwanto, 2006). 25 Gambar 2.11 skoleks Taenia saginata (Juni P, Tjahaya, dan Darwanto, 2006). Gejala Klinis. Cacing dewasa Taenia saginata, biasanya menyebabkan gejala klinis yang ringan, seperti sakit ulu hati, perut merasa tidak enak, mual, muntah, mencret, pusing atau gugup. Umumnya gejala tersebut berkaitan dengan ditemukannya cacing yang bergerak-gerak dalam tinja, atau cacing yang keluar dari lubang dubur, yang keluar sebenarnya adalah proglotid. Gejala yang lebih berat bisa terjadi, yaitu apabila proglotid menyasar masuk apendiks, atau terdapat ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh strobila cacing. Barat badan tidak jelas menurun dan eosinofil dapat ditemukan dalam darah tepi (Staf Pengajar Parasitologi FKUI, 1998). Patogenesis. Kerugian yang ditimbulkan oleh cacing dewasa berlainan pada berbagai spesies. Ukuran dan jumlah cacing menentukan efek sistemik dan luasnyairitasi pada usus. Tempat perlekatan skoleks merupakan jalan untuk invasi bakteri dan adanya

strobila dapat menimbulkan obstruksi usus yang bersifat sementara. (Harold W Brown, 1982). Kekebalan. Kekebalan bawaan terutama berhubungan dengan kesukaran yang dihadapi oleh Cestoda untuk memasuki hospesnya. Ini dapat disebabkan oleh kebiasaan hidup hospesnya atau perlindungan yang diperoleh dari evolusi. Pembentukan kekebalan terhadap Cestoda 26 dewasa oleh infeksi yang terjadi sebelumnya diragukan. Kenyataan kekebalan yang didapati terhadap larva Cestoda cukup meyakinkan (Harold W Brown, 1982). Diagnosis. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya proglotid yang aktif bergerak dalam tinja atau keluar secara spontan, juga dengan ditemukannya telur dalam tinjaatau usap anus (Staf Pengajar Parasitologi FKUI, 1998). Pencegahan dan Pengendalian. Tindakan pencegahan dalam kasus Taenia saginata adalah: 1) Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati orang yang mengandung parasit ini, dan mencegah kontaminasi tanah dengan tinja manusia. 2) Pemeriksaan daging sapi akan adanya sistiserkus. 3) Pendinginan daging sapi. 4) Memasak daging sapi hingga matang, penjagaan yang paling praktis dalam memasak daging sapi baik-baik sampai warna merahnya hilang.

(Harold W Brown, 1982). Pengobatan. Obat yang dapat digunakan untuk mengobati Taeniasis saginata, secara singkat dibagi dalam : 1) Obat Tradisional : biji labu merah, biji pinang. 2) Obat Lama : kuinakrin, amodiakuin, niklosamid. 3) Obat Baru : prazikuantel. (Staf Pengajar Parasitologi FKUI, 1998). 27 3. Kerugian Akibat Parasit Cacing Penyakit parasit cacing merupakan penyakit yang secara ekonomis merugikankarena sapi yang terserang penyskit ini akan mengalami hambatan pertambahan berat tubuh. Kerugian ekonomis akibat parasit cacing diantaranya adalah, cacing menyerap sebagian zat makanan yang seharusnya untuk kebutuhan tubuh dan pertumbuhan sapi, cacing merusak jaringan-jaringan organ vital ternak sapi, cacing menyebabkan sapi kurang nafsu mengkonsumsi makanan. (Norman D Levin, 1994). C. Macam-Macam Teknik Pemeriksaan Tinja 1. Metode Langsung Salah satu metode pemeriksaan telur cacing yang paling sederhana dan paling mudah dilakukan dalah pemeriksaan dengan teknik langsung.

Teknik ini dapat dikerjakan dengan menggunakan kaca penutup (deck glass) maupun tanpa kaca penutup (sedian apus ). (Pinardi Hadidjaja, 1994). Prinsip dasar pembuatan sediaan dengan metode langsung yaitu, membuat sediaan setipis mungkin yang tidak ada gelembung udara di dalamnya. Pemeriksaan cara langsung ini hanya dapat memberikan hasil secara kasar/kualitatif dengan hasil positif atau negatif saja. Keuntungan pemeriksaan parasit seacara langsung yaitu mudah dikerjakan, kemungkinan kesalahan tekniknya kecil dan tidak mudah kering atau terkontaminasi dengan lingkungan sekitar. (Marlina, 2009) Kerugian pemeriksaan secara langsung yaitu jika sampel terlalu 28 banyak maka preparat akan menjadi tebal yang menyebabkan telur sulit untuk ditemukan karena tertutup oleh unsur-unsur lain dalam sampel, jika sampel terlalu sedikit maka preparat menjadi terlalu tipis dan cepat kering sehingga telur akan mengalami kerusakan. (Marlina, 2009). 2. Metode Tak Langsung Salah satu metode pemeriksaan telur cacing adalah dengan metode tak langsung. Dalam metode ini telur cacing tidak langsung dibuat sediaan tetapi sebelum dibuat sediaan sample diperlakukan sedemikian rupa sehingga telur cacing dapat terkumpul. Teknik konsentrasi merupakan teknik yang sering dikerjakan karena cukup murah dan mudah dalam pengerjaannya. Teknik tak langsung ini dibagi menjadi 2 cara, yaitu:

sedimentasi (pengendapan) dan flotasi (pengapungan). (Harold W Brown, 1989). a. Pengendapan atau Sedimentasi Prinsip: dengan adanya sentrifugal akan dapat memisahkan antara suspensi dan supernata sehingga telur cacing dapat terendap. b. Pengapungan atau flotasi Prinsip: berat jenis telur cacing lebih kecil daripada berat jenis NaCl jenuh. Sehingga mengakibatkan telur cacing akan mengapung di permukaan larutan. (Soejoto dan Soebari, 1996). Kelebihan dari metode tidak langsung dalam pemeriksaan parasit adalah metode ini menghasilkan sediaan yang lebih bersih daripada metode yang lain, karena kotoran-kotoran didasar tabung dan elemenelemen parasit ditemukan pada lapisan permukaan larutan. ( Harold W 29 Brown, 1982). Kekurangan dari metode tak langsung adalah larutan pengapung yang digunakan pada metode ini dengan penggunaan berat jenis 1,200 tidak dapat mengapungkan telur karena berat jenis telur lebih dari 1,200 dan jika berat jenis larutan pengapung ditambah maka akan menyebabkan kerusakan pada telur. (Harold W Brown, 1982). D. Metode Flotasi 1. Pengertian

Metode yang dirancang untuk pemeriksaan parasit dengan cara memisahkan telur cacing dan organisme protozoa melalui perbedaan berat jenis dengan penambahan zat apung (NaCl). (Garcia L. S, 1996). 2. Kelebihan dan Kekurangan Flotasi Kelebihan dari metode flotasi NaCl jenuh adalah elemen-elemen dari feses akan berkumpul di dasar tabung sedangkan telur cacing akan mengapung di permukaan larutan, sehingga akan memudahkan dalam pemeriksaan karena kecil kemungkinan telur cacing tertutup oleh kotoran dari sampel. (Garcia L. S, 1996). Kekurangan dari metode ini adalah tidak semua telur Trematoda dan larva Srongyloides mengambang pada larutan NaCl jenuh karena berat jenis yang tinggi dari larutan NaCl jenuh, kista protozoa dan telur nematoda yang berdinding tipis akan mengalami kerusakan. (Garcia L. S, 1996).