BAB II KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas belajar siswa terdiri atas dua kata, yaitu aktivitas dan belajar.

dokumen-dokumen yang mirip
UNIT 1. Karakteristik Siswa SD dan Matematika. Pendahuluan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Kegiatan yang

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR OPERASI PENGURANGAN BILANGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA SISWA KELAS II SDN 01 MENTEBAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

PERKALIAN BILANGAN BULAT DENGAN MEDIA GARIS. Abstrak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. wawasan-wawasan baru atau berubah sesuatu yang lama.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT DENGAN ALAT PERAGA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Guruan (Association for Education and Communication technology) AECT dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. KAJIAN PUSTAKA. atau bentuk fisik dan suatu arti/pengertian yang dijelaskan. Bentuk fisik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata belajar sudah sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. KKG. Salah satu contoh yaitu rendahnya nilai belajar siswa kelas IV-A tahun

II. KAJIAN PUSTAKA. diantaranya adalah: Carin yang dikutip oleh Holil dalam. gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistimatis.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pengembangan diri atau pribadi siswa secara utuh, artinya pengembangan

I PENDAHULUAN. Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran discovery (penemuan) adalah model mengajar yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. yang dikutip oleh Winataputra (2003: 2.3) bahwa belajar adalah suatu proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang direncanakan, dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting dalam menyiapkan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2007: 23) mengartikan bahwa aktivitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pendidikan. Menurut Sutawijaya bahwa matematika mengkaji

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan pendekatannya juga dalam upaya mencapai hasil belajar yang sesuai. dengan tujuan pembelajaran yang direncanakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia. Belajar membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi)

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam perkembangannya,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. setiap manusia akan selalu berusaha untuk menambahi ilmu pengetahuannya.

TEORI PEMBELAJARAN ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF DIENES

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arsyad (2007:3) memaparkan pengertian media sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

BAB. II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS. pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. tentang pemahaman siswa. Biasanya siswa memahami sesuatu hanya melalui

BAB II KAJIAN PUSTAKA

pesar baik dari segi materi maupun kegunaannya. Tugas guru adalah membosankan. Jika hal ini dapat diwujudkan maka diharapkan di masa yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Brunner Dalam Romzah (2006:6) menekankan bahwa setiap individu pada waktu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkembang sejak dahulu. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai. maupun kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA

memenuhi tuntutan sosial, kultural, dam religius dalam lingkungan kehidupannya. Pendidikan anak usia dini pada hakekatnya adalah pendidikan yang

PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET

BAB I PENDAHULUAN. [[ 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berbahasa. Keempat keterampilan tersebut adalah keterampilan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengalaman belajarnya. Hasil belajar memepunyai peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pendidikan usia dini dilakukan melalui

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Matematika di Sekolah Dasar. termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

banyak cara baik disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan

BAB I PENDAHULUAN. dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saca Firmansyah (2008) menyatakan bahwa partisipasi adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuan dan pengalaman dari masing-masing yang berkepentingan. Ada yang

PENERAPAN TEORI JEAN PIAGET DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENGGUNAAN MEDIA TABEL BERPOLA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA DALAM KONSEP PENGUKURAN SATUAN LUAS BAKU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi sekarang ini, semua hal dapat berubah dengan cepat

Kata media berasal dari bahasa Latin yang berarti medius secara harfiah berarti

Ahmad Nurhayatna 35. Kata Kunci :Meningkatkan, Aktivitas, Hasil Belajar, Media Gambar Balok Pecahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Media (Alat Peraga Origami Modular dan Jobsheet)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN TEORI. perlu diadakan penemuan baru dan pemanfaatan media yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. lebih luas dari pada itu, yakni mengalami. Hal ini sejalan dengan pernyataan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Aktivitas Belajar Aktivitas belajar siswa terdiri atas dua kata, yaitu aktivitas dan belajar. Menurut Depdiknas (2007: 23) dinyatakan bahwa aktivitas berarti kegiatan atau kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian di dalam perusahaan. Menurut Mulyono (dalam Chaniago 2010: 1) aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas. Sedangkan menurut Sriyono (dalam Chaniago: 2010: 1) menyatakan bahwa aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Kata belajar (dari kata dasar ajar) bermakna berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Banyak para ahli mendefinisikan pengertian belajar. Menurut Kurnia (2007: 1.5) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor melalui interaksi individu dengan lingkungan. Sedangkan menurut Sungkono, dkk (2008: 1.3) belajar diartikan sebagai suatu aktivitas

yang disengaja dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri. Menurut Hernawan (dalam Anitah 2007: 1.12) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas, tetapi tidak semua aktivitas adalah belajar. Siswa yang sedang duduk mendengarkan penjelasan guru juga sedang melakukan aktivitas belajar. Namun jika mental emosionalnya tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, maka siswa tersebut tidak ikut belajar. Hal ini memberikan gambaran bahwa aktivitas belajar siswa terdiri dari aktivitas fisik dan aktivitas mental. Aktivitas fisik tentu mudah kita amati. Namun aktivitas mental yang merupakan aktivitas internal siswa tentu tidak mudah kita amati. Berdasarkan pengertian di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan aktivitas belajar siswa adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran, baik secara fisik maupun mental. Apabila proses belajar berlangsung dengan baik, misalnya guru menjelaskan materi dengan bahasa yang mudah dipahami, dan dilengkapi dengan media belajar atau alat peraga, siswa juga diberikan kesempatan untuk bertanya dan diupayakan ikut terlibat aktif maka siswa akan memperoleh kepandaian tersebut. B. Pengertian Prestasi Belajar Dalam proses pembelajaran terdapat beberapa istilah yang hampir sama, misalnya hasil belajar atau prestasi belajar. Dalam penelitian ini peneliti menekankan pada prestasi belajar. Prestasi belajar berasal dari kata prestasi dan belajar prestasi berarti hasil yang telah dicapai (Depdiknas 2007: 895). Menurut Senjaya (2011: 1) menjelaskanan bahwa prestasi belajar adalah

sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni "prestasi" dan "belajar", mempunyai arti yang berbeda. Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian prestasi belajar, peneliti menjabarkan makna dari kedua kata tersebut. Senjaya (2001: 1) prestasi adalah suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual atau kelompok. Sedangkan Saiful Bahri Djamarah, yang mengutip dari Mas'ud Hasan Abdul Qahar, dalam Senjaya (2011: 1) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Nasrun Harahap, dalam Senjaya (2011: 1) berpendapat bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa. Dari beberapa pengertian di atas, maka prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan seseorang atau kelompok yang telah dikerjakan, diciptakan dan menyenagkan hati yang diperoleh dengan jalan bekerja. Selanjutnya, untuk memahami pengertian tentang belajar berikut dikemukakan beberapa pengertian belajar. Menurut Slameto, dalam Senjaya (2011: 2) bahwa belajar ialah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Muhibbinsyah, dalam Senjaya (2011: 2) bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah lakuindividu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Begitu juga menurut James O.Whitaker yang dikutip oleh Wasty Soemanto, dalam

Senjaya (2011: 2) memberikan definisi bahwa belajar adalah proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan rutin pada seseorang sehingga akan mengalami perubahan secara individu baik pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang dihasilkan dari proses latihan dan pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini, prestasi belajar merupakan suatu kemajuan dalam perkembangan siswa setelah siswa mengikuti kegiatan belajar dalam waktu tertentu. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku individu terbentuk dan berkembang melalui proses belajar. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa selama berlangsungnya proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu, umumnya prestasi belajar dalam sekolah berbentuk pemberian nilai (angka) dari guru kepada siswa sebagai indikasi sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran yang disampaikannya, biasanya prestasi belajar ini dinyatakan dengan angka, huruf, atau kalimat. C. Pengertian Media Realia Istilah media realia terdiri atas dua kata, yaitu media dan realia. Banyak sekali para ahli yang mendefinisikan tentang pengertian media. Menurut Riana (2007: 5.5) kata media secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media pembelajaran memberikan penekanan pada posisi media sebagai wahana

penyalur pesan atau informasi belajar untuk mengkondisikan seseorang untuk belajar. Dengan kata lain, pada saat kegiatan belajar berlangsung bahan belajar yang diterima siswa diperoleh melalui media. Sementara itu menurut Briggs (dalam Riana 2007: 5.5) menyatakan media adalah alat untuk memberi perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar. Sedangkan mengenai efektifitas media, Brown (dalam Riana 2007: 5.5) menggarisbawahi bahwa media yang digunakan guru atau siswa dengan baik dapat mempengaruhi efektifitas proses belajar dan mengajar. Sedangkan Ruminiati (2007: 2.11) mengatakan kata media berasal dari bahasa Latin medio. Dalam bahasa Latin, media dimaknai sebagai antara. Media merupakan bentuk jamak dari medium, yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Secara khusus, kata tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa informasi dari satu sumber kepada penerima. Dari unsur-unsur di atas, tampaknya yang menjadi tujuan dari suatu kegiatan pembelajaran adalah dampak atau hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Terjadinya belajar bermakna ini tidak terlepas dari peran media terutama dari kedudukan dan fungsinya. Menurut Edgar Dale (dalam Sutjiono 2011: 4) dalam dunia pendidikan, penggunaan media/bahan/sarana belajar seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman, yang membutuhkan media belajar seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat oleh guru dan audio-visual. Dikaitkan dengan pembelajaran, media dimaknai sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi berupa

materi ajar dari pengajar kepada peserta didik sehingga peserta didik menjadi lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, bahwa media merupakan wahana penyuluhan informasi belajar atau penyaluran pesan berupa materi ajar oleh guru kepada siswa sehingga siswa menjadi lebih tertarik dengan pembelajaran yang dilakukan. Selanjutnya Riana (2007: 5.14) menyatakan bahwa media realia yaitu semua media nyata yang ada di lingkungan alam, baik digunakan dalam keadaan hidup maupun sudah diawetkan, seperti tumbuhan, batuan, binatang, insektarium, herbarium, air, sawah dan sebagainya. Sedangkan menurut Munawaroh (dalam Sungkono, dkk 2008: 3.8) mendefinisikan media realia adalah benda-benda nyata seperti apa adanya atau aslinya tanpa perubahan. Munawaroh selanjutnya menjelaskan bahwa dengan memanfaatkan media realia dalam proses pembelajaran siswa akan lebih aktif dalam mengamati, menangani, memanipulasi, mendiskusikan, dan akhirnya dapat menjadi alat untuk meningkatkan kemauan siswa untuk menggunakan sumber-sumber belajar serupa. Selanjutnya Riana menyatakan, bahwa secara sederhana kehadiran media dalam suatu kegiatan pembelajaran memiliki nilai-nilai praktis sebagai berikut: 1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki para siswa. 2. Media yang disajikan dapat melampaui batasan ruang kelas.

3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. 4. Media yang disajikan dapat menghasilkan keseragaman pengamatan siswa. 5. Secara potensial, media yang disajikan secara tepat dapat menanamkan konsep dasar yang konkret, benar, dan berpijak pada realitas. 6. Media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru. 7. Media mampu membangkitkan motivasi dan merangsang peserta didik untuk belajar. 8. Media mampu memberikan belajar secara integral dan menyeluruh dari hal-hal yang konkret ke yang abstrak, dari masalah yang sederhana ke arah yang lebih rumit. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media realia adalah semua benda yang terdapat di sekitar kita yang dimafaatkan untuk membantu memperjelas suatu materi pembelajaran yang sedang dipelajari. Media realia dapat membantu mengatasi keterbatasan siswa dalam memahami suatu konsep. D. Pengertian Mata Pelajaran Matematika di SD Selama ini banyak guru merasa kesulitan dalam memberikan mata pelajaran Matematika kepada siswanya. Kesulitan tersebut memang terbukti dengan adanya nilai siswa yang perolehan nilai Matematika rendah. Menurut Hawa (dalam Aisyah 2007: 1.1) bahwa Matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan

menggunakan simbol (lambang) dan penalaran deduktif. Sedangkan menurut Hudoyo (dalam Aisyah 2007: 1.1) menyatakan bahwa Matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga Matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Sebagai guru Matematika, dalam menanamkan pemahaman seseorang belajar Matematika utamanya bagaimana menanamkan pengetahuan konsep-konsep dan pengetahuan prosedural. Hubungan antara konseptual dan prosedural sangat penting. Pengetahuan konseptual mengacu pada pemahaman konsep, sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada keterampilan melakukan suatu algoritma atau prosedur menyelesaikan soal-soal Matematika. Sebagai pengetahuan, Matematika mempunyai ciri-ciri khusus antara lain abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis, dan logis. Hal ini sejalan dengan pendapat Soedjadi (dalam Muhsetyo 2009: 1.2) menyatakan bahwa keabstrakan Matematika karena objek dasarnya abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Ciri keabstrakan Matematika beserta ciri-ciri lainnya yang tidak sederhana, menyebabkan Matematika tidak mudah untuk dipelajari, dan pada akhirnya banyak siswa yang kurang tertarik terhadap pelajaran Matematika. Kondisi seperti ini berarti perlu adanya jembatan yang dapat menghubungkan keilmuan konsep Matematika tetap terjaga dan dapat lebih mudah dipahami. Dari beberapa pendapat tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa materi belajar Matematika sesungguhnya mempelajari hal-hal yang bersifat konsep-abstrak yang sulit dipahami oleh siswa SD/MI. Dijelaskan bahwa Matematika berupa simbol atau lambang saja. Penulis berpendapat bahwa untuk membantu siswa memahami konsep Matematika, maka diperlukan

media belajar agar hal-hal yang bersifat abstrak bagi siswa usia SD/MI akan menjadi nyata. Dengan memanfaatkan media realia yang sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran Matematika, siswa akan mudah memahami materi belajar yang mereka pelajari. E. Teori Perkembangan Intelektual Piaget Siswa Sekolah Dasar membutuhkan pengalaman belajar yang bersifat konkret. Agar proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswanya, maka guru seharusnya memahami tingkat perkembangan kognitif peserta didiknya. Jean Piaget (dalam Aisyah 2007: 2.3-2.5) berpendapat bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode. Urutan periode itu tetap bagi setiap orang, namun usia atau kronologis pada setiap orang yang memasuki setiap periode berpikir yang lebih tinggi berbeda-beda tergantung kepada masing-masing individu. Piaget adalah orang pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajar mengajar. Piaget berpendapat bahwa proses berpikir manusia merupakan suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkret ke abstrak berurutan melalui empat tahap perkembangan, sebagai berikut: 1. Periode Sensori Motor (0-2) tahun. Menurut Piaget, karateristik periode ini merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan, yang itu timbul karena anak melihat dan meraba-raba objek. Anak belum mempunyai kesadaran adanya konsep objek yang tetap. Bila objek itu disembunyikan, anak itu tidak akan mencarinya lagi. Hal menunjukkan bahwa pada periode sensori

motor, anak hanya menanggapi stimulus jika objek terebut menyentuh fisiknya secara langsung. 2. Periode Pra-Operasional (2-7) tahun. Periode selanjutnya adalah periode Pra-operasional. Operasi yang dimaksud di sini adalah suatu proses berpikir atau logik, dan merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas sensori motor. Pada periode ini anak di dalam berpikirnya tidak didasarkan kepada keputusan yang logis melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat seketika. Periode ini sering disebut juga periode pemberian simbol, misalnya suatu benda diberi nama (simbol). Pada periode ini anak terpaku kepada kontak langsung dengan lingkungannya, tetapi anak mulai memanipulasi simbol dari benda-benda sekitarnya. 3. Periode Operasi Konkret (7-12) tahun. Periode ketiga adalah periode operasi konkret. Piaget berpendapat bahwa dalam periode ini anak berpikirnya sudah dikatakan menjadi operasional. Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logiknya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Operasi konkret hanyalah menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik-konkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan dalam mengambil kesimpulan yang logis dari pengalaman-pengamanan yang khusus. 4. Periode Operasi Formal (> 12) tahun. Periode yang keempat adalah periode operasi formal. Periode ini menurut Piaget merupakan tahap terakhir dari keempat periode perkembangan intelektual. Periode operasi formal ini disebut juga periode operasi

hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berpikir. Anak sudah dapat mengoperasikan argumen-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empirik. Ia mampu menggunakan prosedur seorang ilmuwan, yaitu menggunakan posedur hipotetik-deduktif. Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks dari pada anak yang masih dalam tahap periode operasi konkret. Dari uraian di atas, penulis mengambil kesimpulan, bahwa siswa sekolah dasar (usia 7-12 tahun) perkembangan berpikirnya berada pada tahap operasi konkret. Pada tahap ini anak akan mampu memahami sebuah konsep bila konsep tersebut dapat dimanipulasi dalam bentuk objek konkret. Di sisi lain Matematika merupakan kajian yang berupa simbol, lambang yang bersifat abstrak. Oleh karenanya diperlukan kemampuan guru untuk mengembangkan proses pembelajaran matematika yang abstrak menjadi konkret, sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswanya. F. Hipotesis Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti menetapkan hipotesis: Jika proses pembelajaran pada mata pelajaran Matematika di kelas IV SD Negeri 1 Gunung Sakti memanfaatkan media realia, maka aktivitas dan prestasi belajar siswa akan meningkat.