BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER PROGRAM STUDI AKUNTANSI-FEB UMS, 25 JUNI 2014 ISBN: SUB TEMA: AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB IV GAMBARAN UMUM. Secara geografis Provinsi Jawa Tengah terletak antara 5 40 dan 8 30

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

DESENTRALISASI FISKAL: IMPLIKASI BAGI APBD DAN PEMBANGUNAN DI DAERAH

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB I PENDAHULUAN. negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa

Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah. pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

IV. DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

ANALISIS TINGKAT PENYERAPAN BELANJA PUBLIK DI KABUPATEN BOYOLALI ANINDITA YULIARNI B

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB V PENDANAAN DAERAH

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. Bab I Pendahuluan I-1

Arah Kebijakan Pengelolaan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

ANALISIS EFISIENSI ANGGARAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

BAB I PENDAHULUAN. masa sebelumnya. Menurut Sadono Sukiro (1996: 33), pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang mampu. ekonomi menjadi target utama dalam pembangunan.

PROVINSI JAWA TENGAH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

BAB II DESKRIPSI WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan di Kabupaten Lombok Barat. 2. Melakukan analisis dan evaluasi terhadap situs kependudukan pada tingkat

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA Catatan atas Laporan Keuangan Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2014 dan 2013

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

I. LAPORAN REALISASI ANGGARAN

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

BAB II DESKRIPSI UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

ANALISIS EKUITAS ANGGARAN BELANJA PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI

KAJIAN ANGGARAN PENDIDIKAN. Oleh: KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang. akan dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu yang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BEBERAPA CATATAN ATAS APBD PROVINSI RIAU TAHUN 2012 FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN (FITRA RIAU) APBD 2012 Bagi-Bagi Untuk Siapa?

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

Struktur P-APBD TA. 2014

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

GUBERNUR JAWA TENGAH

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

PROFIL KEUANGAN DAERAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan

Transkripsi:

34 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali Kabupaten Boyolali memiliki luas wilayah lebih kurang 101.510.0965 ha atau kurang lebih 4,5 % dari luas Propinsi Jawa Tengah dan merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110 22' - 110 50' Bujur Timur dan 7 7' - 7 36' Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 75-1500 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Boyolali dibatasi oleh: Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat : Kab. Grobogan dan Kab. Semarang. : Kab. Karanganyar, Kab. Sragen dan Kab. Sukoharjo. : Kab. Klaten dan Daerah Istimewa Jogjakarta. : Kab. Magelang dan Kab. Semarang. Jarak bentang: Barat Timur Utara Selatan : 48 Km : 54 Km Sumber Data: Boyolali Dalam Angka B. Visi dan Misi 1. Visi Visi Pembangunan Kabupaten Boyolali Tahun 2010-2015 adalah Kabupaten Boyolali Yang Lebih Sejahtera, Berdaya Saing dan Pro Investasi 34

35 2. Misi a) Meningkatkan perekonomian rakyat yang bertumpu pada sektor unggulan daerah dan mempertahankan prestasi sebagai lumbung padi. b) Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dalam rangka mendukung peningkatan daya saing daerah. c) Menciptakan iklim usaha dan iklim investasi yang kondusif, didukung dengan peningkatan infrastruktur yang memadai dan berkelanjutan. d) Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui penguatan sistem pemerintahan dan pemberantasan korupsi dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat. Sumber Data: Boyolali Dalam Angka C. Angka Partisipasi Pendidikan di Kabupaten Boyolali Angka Partisipasi Kasar (APK) Kabupaten Boyolali tahun 2008 untuk SD/MI sebesar 100,26%, SLTP/MTs sebesar 86,97% dan SMA/MA sebesar 44,61%. Sedangkan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk SD/MI sebesar 97,62%, SLTP/MTs sebesar 75,81% dan SMA/MA sebesar 31,94%. Data tersebut menunjukan bahwa motivasi penduduk Kabupaten Boyolali dalam mengikuti program pendidikan dasar 9 tahun relatif tinggi. Namun untuk melanjutkan ke pendidikan menengah masih relatif rendah, untuk meningkatkan minat warga Kabupaten Boyolali melanjutkan ke pendidikan

36 tingkat menengah maka mulai tahun 2008 memperbanyak cakupan dan aksesbilitas sekolah kejuruan yang relatif dibutuhkan pada lapangan kerja. Angka kelulusan di Kabupaten Boyolali tahun 2008 untuk SD/MI sebesar 96,80% atau ada yang tidak lulus sebesar 3,20%, SLTP/MTs sebesar 90,88% atau tidak lulus 9,12%, dan pendidikan menengah sebesar 95,60% atau tidak lulus sebesar 4,40%. Tingginya angka ketidaklulusan dikarenakan meningkatnya standar kelulusan dari 4,25 menjadi 4,5, dan adanya peningkatan rata-rata daya serap nilai mata pelajaran pada jenjang utamanya SMA/MA (Pemerintah Kota Boyolali). Sumber Data: Pemerintah Kabupaten Boyolali D. Hasil Analisis serta Pembahasan 1. Analisis Porsi Belanja Pendidikan terhadap Total APBD (Bahasan I) Hasil analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar porsi belanja APBD pendidikan di Kabupaten Boyolali dari keseluruhan APBD sesuai dengan keputusan UU No. 20 Tahun 2003, dimana dana pendidikan diluar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari total APBD. Formula yang digunakan: Porsi Belanja Pendidikan thd Total APBD= Total Belanja Urusan Pendidikan APBD Total Belanja APBD

37 Tabel 2. Porsi Belanja Pendidikan terhadap Total APBD Tahun Tot Blj Pddkn APBD Total Belanja APBD Porsi Blj Pddkn thd Tot APBD 2005 Rp 11.997.980.903,00 Rp 427.428.312.570,00 2,81% 2006 Rp 25.714.051.532,00 Rp 530.077.207.239,00 4,85% 2007 Rp 69.399.137.773,00 Rp 738.405.469.348,00 9,40% 2008 Rp 68.429.367.788,00 Rp 793.262.107.869,00 8,63% 2009 Rp 15.106.794.009,00 Rp 808.017.387.034,00 1,87% 2010 Rp 34.041.458.029,00 Rp 912.584.586.077,00 3,73% 2011 Rp 114.264.677.669,00 Rp 1.106.847.767.334,00 10,32% Sumber Data: DPPKAD Kabupaten Boyolali olahan Dapat dilihat dari hasil perhitungan diatas bahwa porsi belanja pendidikan (diluar gaji pegawai sesuai UU No. 20 Tahun 2003) tidak lebih dari 10 persen setiap tahunnya dari tahun, kecuali untuk tahun 2011 dengan nominal yang meningkat dikarenakan pengalokasian dana yang besar untuk program rehabilitasi bangunan sekolah serta dana BOS. Tahun 2009 merupakan prosentase belanja pendidikan terendah, tetapi terjadi peningkatan kembali di tahun 2010 dikarenakan pengalokasian anggaran yang lebih banyak dari tahun 2009 untuk program/kegiatan seperti penambahan ruang kelas, pembangunan perpustakaan, pengadaan buku-buku dan alat tulis siswa serta pengadaan alat-alat praktikum. Pada penelitian sebelumnya, untuk provinsi Jawa Tengah yaitu di kabupaten Wonosobo dan Magelang tahun 2006, porsi untuk belanja APBD pendidikan yaitu sebesar 6,6 persen dan 2,2 persen. Sedang kabupaten Boyolali untuk tahun 2006 sebesar 4,85 persen, porsi belanja pendidikan dari total APBD-nya lebih besar dari kabupaten Magelang, tetapi tidak lebih besar dari kabupaten Wonosobo.

38 Sedangkan jika mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2007 dimana gaji guru termasuk dalam 20 persen dalam alokasi anggaran untuk pendidikan akan mendapatkan hasil: Tabel 3. Porsi Belanja Pendidikan terhadap Total APBD (termasuk gaji guru) Porsi Blj Tahun Tot Blj Pddkn APBD Total Belanja APBD Pddkn thd Tot APBD 2005 Rp 145.566.295.142,00 Rp 427.428.312.570,00 34,06% 2006 Rp 175.902.679.488,00 Rp 530.077.207.239,00 33,18% 2007 Rp 319.866.481.471,00 Rp 738.405.469.348,00 43,32% 2008 Rp 381.480.712.385,00 Rp 793.262.107.869,00 48,09% 2009 Rp 360.667.644.404,00 Rp 808.017.387.034,00 44,64% 2010 Rp 474.492.822.504,00 Rp 912.584.586.077,00 51,99% 2011 Rp 624.178.855.835,00 Rp 1.106.847.767.334,00 56,39% Sumber: DPPKAD Kabupaten Boyolali olahan Hasilnya jika gaji guru termasuk dalam alokasi anggaran pendidikan dari tahun 2005 hingga 2011, porsi terhadap total belanja APBD lebih dari 20 persen dan selalu meningkat setiap tahunnya, porsi tertinggi yaitu di tahun 2010 dan 2011 hingga melebihi setengah dati total belanja APBD. Pengaruh utama meningkatnya belanja pendidikan jika disesuaikan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2007 yaitu belanja pegawai atau gaji guru, sedangkan belanja untuk program/kegiatan yang berkaitan langsung dengan pendidikan hanya mempengaruhi paling banyak sekitar 10 persen.

39 Gambar 4. Trend Belanja APBD Pendidikan 2005-2011 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% Trend Belanja APBD Pendidikan 2005 2011 34,06%33,18% 56,39% 51,99% 48,09% 43,32% 44,64% belanja pendidikan 20.00% belanja pendidikan (gaji pegawai) 10.00% 0.00% 10,32% 2,81% 9,40%8,63%1,87% 4,85% 3,73% 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Trend belanja pendidikan di Kabupaten Boyolali mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun terjadi dua kali penurunan pada tahun 2008 dan penurunan belanja secara drastis di tahun 2009. Program/kegiatan pada tahun penurunan tersebut sama dengan tahuntahun sebelum maupun sesudahnya, tetapi yang membedakan hanya kebutuhan alokasi dana untuk masing-masing program/kegiatan pendidikan di kabupaten Boyolali. 2. Analisis Tingkat Penyerapan Belanja APBD Pendidikan melalui APBD (Bahasan II) Analisis ini digunakan untuk dapat mengetahui besarnya penyerapan dana APBD untuk urusan pendidikan, dengan membandingkan antara realisasi dengan anggaran/rencana APBD yang berkaitan langsung

40 dengan program/kegiatan pendidikan di kabupaten Boyolali dari tahun 2005 hingga 2011. Formula yang digunakan: Rasio Realisasi/Rencana APBD Pendidikan= Total Belanja Pendidikan APBD Realisasi Total Belanja Pendidikan APBD Rencana Tabel 4. Rasio antara Realisasi dan Rencana APBD Urusan Pendidikan Tahun Total Belanja Pedidikan APBD Realisasi Total Belanja Pendidikan APBD Rencana Rasio Real/Renc APBD Pddkn 2005 Rp 11.997.980.903,00 Rp 12.049.907.530,00 99,57% 2006 Rp 25.714.051.532,00 Rp 36.076.308.509,00 71,28% 2007 Rp 69.399.137.773,00 Rp 75.865.645.700,00 91,48% 2008 Rp 68.429.367.788,00 Rp 73.181.053.075,00 93,51% 2009 Rp 15.106.794.009,00 Rp 15.944.049.000,00 94,75% 2010 Rp 34.041.458.029,00 Rp 44.787.417.000,00 76,01% 2011 Rp 114.264.677.669,00 Rp 119.113.427.000,00 95,93% Sumber Data: DPPKAD Kabupaten Boyolali olahan Dari hasil yang ada menunjukkan bahwa hampir setiap tahunnya dana APBD terserap dengan baik, tetapi dua dari tujuh tahun penelitian belanja APBD pendidikan di kabupaten Boyolali belum mencapai 90 persen. Angka penyerapan tertinggi terletak pada tahun 2005 sebesar 99,57 persen dan angka penyerapan terendah terletak pada tahun 2006 sebesar 71,28 persen, untuk tahun 2007, 2008 dan 2009 selalu terjadi peningkatan penyerapan secara teratur. Mengalami penurunan penyerapan kembali pada tahun 2010 sebesar 76,01%, tetapi jika dilihat

41 dari angka nominalnya untuk tahun 2010 lebih besar Rp 114.264.677.699 dari tahun 2009 yang hanya mencapai angka nominal Rp 15.106.794.009. Dalam kajian World Bank di 10 kabupaten/kota di Indonesia, salah satu faktor yang dapat menghambat penyerapan anggaran secara penuh adalah lambatnya proses persetujuan APBD. Sampai dengan tahun fiskal 2007, banyak pemerintah kabupaten/kota yang tidak dapat memperoleh persetujuan atas APBD-nya sebelum tanggal 1 Januari. Hal tersebut dapat menghambat pencairan belanja modal dan mengakibatkan program/kegiatan berjalan tidak sesuai jadwal. 3. Analisis Komposisi Belanja Langsung dan Tidak Langsung APBD Pendidikan (Bahasan III) Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Artinya belanja langsung APBD Pendidikan sangat berpengaruh terhadap program-program dan kegiatan pemerintah daerah untuk memajukan pendidikan daerah. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dana bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Belanja pegawai dalam belanja tidak langsung merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan

42 lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil (Permendagri No. 13 Tahun 2006). Analisis ini digunakan untuk mendapatkan perbandingan penggunaan belanja langsung dan tidak langsung APBD Pendidikan. Komposisi belanja langsung pendidikan terhadap total belanja APBD Pendidikan, didapat: Tahun Tabel 5. Komposisi Belanja Langsung APBD Pendidikan Total Belanja Langsung APBD Pendidikan Total Belanja APBD Urusan Pendidikan % Belanja Langsung APBD Pendidikan 2005 Rp 11.997.980.903,00 Rp 145.566.295.142,00 8,24% 2006 Rp 25.714.051.532,00 Rp 175.902.679.488,00 14,62% 2007 Rp 69.399.137.773,00 Rp 319.866.481.471,00 21,70% 2008 Rp 68.429.367.788,00 Rp 381.480.712.385,00 17,94% 2009 Rp 15.106.794.009,00 Rp 360.667.644.404,00 4,19% 2010 Rp 34.041.458.029,00 Rp 474.492.822.504,00 7,17% 2011 Rp 114.264.677.669,00 Rp 624.178.855.835,00 18,31% Sumber Data: DPPKAD Kabupaten Boyolali olahan Komposisi belanja tidak langsung pendidikan terhadap total belanja APBD Pendidikan, didapat: Tabel 6. Komposisi Belanja Tidak Langsung APBD Pendidikan % Belanja Tahun Tot Blj Pddkn APBD Tidak Total Belanja APBD Langsung Urusan Pendidikan APBD Pendidikan 2005 Rp 133.568.314.239,00 Rp 145.566.295.142,00 91,76% 2006 Rp 150.188.627.956,00 Rp 175.902.679.488,00 85,38% 2007 Rp 250.467.343.698,00 Rp 319.866.481.471,00 78,30% 2008 Rp 313.051.344.597,00 Rp 381.480.712.385,00 82,06% 2009 Rp 345.560.850.395,00 Rp 360.667.644.404,00 95,81% 2010 Rp 440.451.364.475,00 Rp 474.492.822.504,00 92,83% 2011 Rp 509.914.178.166,00 Rp 624.178.855.835,00 81,69% Sumber Data: DPPKAD Kabupaten Boyolali olahan

43 Dari tabel 5 komposisi belanja langsung pendidikan terhadap total belanja APBD urusan pendidikan dengan prosentase paling tinggi terdapat pada tahun 2007 sebesar 21,70 persen. Peningkatan terjadi dari tahun 2005 hingga puncaknya pada tahun 2007, kemudian selalu mengalami penurunan prosentase komposisi belanja langsung hingga tahun 2009. Dimana tahun 2009, jika melihat dalam hasil Bahasan I, merupakan tahun dengan porsi belanja pendidikan terendah. Sedangkan untuk belanja tidak langsung pendidikan dari tahun 2005 hingga 2011 prosentase komposisi belanja secara keseluruhan diatas 80 persen terhadap total belanja APBD urusan pendidikan. Belanja tidak langsung didalam laporan APBD kabupaten Boyolali hanya dialokasikan untuk belanja pegawai dan komposisi belanja tidak langsung pendidikan setiap tahunnya terus meningkat. Menurut World Bank, 2008, ada beberapa faktor yang mendorong pola belanja pendidikan: (1) pola yang konsisten diseluruh kabupaten/kota terkait dengan tingginya porsi gaji sebagian didorong oleh tiga faktor, yaitu: bertambahnya jumlah guru, guru-guru yang sudah ada sejak era sentralisasi dan mobilitas guru yang kurang fleksibel, (2) besarnya jumalah guru PNS yang diwarisi dari era sentralisasi turut menimbulkan masalah kelebihan jumlah guru, serta (3) fakta bahwa guru PNS diperkerjakan berdasarkan peraturan kepegawaian nasional membuat pemerintah kabupaten/kota tidak dapat berbuat banyak dalam penerimaan dan penempatan guru.

44 Pada hasil kajian yang dilakukan oleh World Bank, untuk belanja rutin (belanja tidak langsung) di 10 kabupaten juga memiliki komposisi yang lebih tinggi dibandingkan belanja pembangunan, dengan tingkat penyerapan yang lebih tinggi pada belanja rutin dibandingkan belanja pembangunan yang kurang optimal.