Penelitian Pendahuluan atas Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif

dokumen-dokumen yang mirip
Geriatric Depression Scale. Status Perkawinan : tidak kawin/ kawin (pilih salah satu)

Analisis Komponen Aktivitas dan Jaringan Sosial yang Berpengaruh terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia

Aktivitas Kognitif Mempengaruhi Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta

Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, keluarga, maupun tenaga kesehatan yang merawat, karena tidak menonjol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan memori adalah keluhan yang sering dijumpai pada. masyarakat umum, dan prevalensinya cenderung meningkat dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar,

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar. Di samping populasi yang terus meningkat, Indonesia juga

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat

Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti di Jakarta Barat

Hubungan Depresi dan Demensia pada Pasien Lanjut Usia. dengan Hipertensi Primer LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 6 PEMBAHASAN. disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor-faktor risiko

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi kognitif merupakan hasil interaksi dengan lingkungan yang

A.A Sagung Ika Nuriska 1, Made Ratna Saraswati 2

tahun 2005 adalah orang, diprediksi pada tahun 2020 menjadi orang dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. makin meningkat. Peningkatan jumlah lansia yang meningkat ini akan

BAB I PENDAHULUAN. Penuaan secara kognitif ditujukan kepada lanjut usia yang diikuti dengan

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penurunan Daya Ingat pada Lansia

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi obesitas telah meningkat secara dramatis di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan mengakibatkan kerja otak melambat dan fungsi organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. darah diatas normal yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 1 Hipertensi

II. TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. 1 Di Amerika Serikat stroke

HUBUNGAN LAMANYA MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah otak oleh gumpalan darah. 1

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

SINDROMA METABOLIK PADA LANSIA. Hendra Kurniawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember

BAB I PENDAHULUAN. selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

Kata kunci: diabetes melitus, diabetic kidney disease, end stage renal disease

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS PADA PRIA DAN WANITA DEWASA DI DKI JAKARTA SITI NURYATI

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang

Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Gambar 3. Rancang Bangun Penelitian N R2 K2. N : Penderita pasca stroke iskemik dengan hipertensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. hipertensi, yang memberikan kontribusi 7.1 juta kematian per tahun. 1

Testosteron Deficiency Syndrome ( TDS ) & Metabolic Syndrome ( METS )

BAB 5 PEMBAHASAN. kontrol di poliklinik saraf RSUP Dr. Kariadi dan memenuhi kriteria penelitian.

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Inta Lismayani, saat ini sedang menjalani pendidikan

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) [2], usia lanjut dibagi

PENCEGAHAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS MELALUI PROGRAM PENYULUHAN DAN PEMERIKSAAN KADAR GULA DARAH DI DUKUH CANDRAN DESA SENTONO KLATEN JAWA TENGAH

PENGARUH KURANG TIDUR TERHADAP PENINGKATAN RISIKO OBESITAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Berdasarkan statistik, jumlah penduduk Indonesia di tahun 2020 akan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB I PENDAHULUAN. 30% dan angka kejadiannya lebih tinggi pada negara berkembang. 1 Menurut. diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

manusia mengalami banyak perubahan dari segi fisik dan mental. Penuaan adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke, yang juga dikenal dengan istilah cerebrovascular

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH kg/m 2

BAB I PENDAHULUAN. global. Prevalensi FA meningkat seiring dengan pertumbuhan kelompok

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

ABSTRAK OBESITAS SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

Penelitian Pendahuluan atas Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif Budi Riyanto Wreksoatmodjo Jakarta, Indonesia RINGKASAN Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah lanjut usia; keadaan ini akan menimbulkan masalah kesehatan yang berhubungan dengan masalah penuaan; antara lain penurunan fungsi kognitif. Faktor-faktor risiko penurunan fungsi kognitif tersebut bisa berasal dari faktor genetik (gen APOE, PS), usia, faktor penyakit/kondisi kesehatan seperti hipertensi, DM, defisiensi, maupun faktor tempat tinggal dan keterlibatan sosial (social engagement). Penelitian atas 20 orang lanjut usia yang tergabung dalam suatu paguyuban lanjut usia di Jakarta Barat tidak mendapatkan hubungan antara keterlibatan sosial (social engagement) dengan fungsi kognitif (nilai MMSE). Hasil ini mungkin dipengaruhi oleh jumlah sampel yang kecil, selain itu bisa karena mereka yang datang ke kegiatan seperti ini pada dasarnya memang mempunyai social engagement yang baik. PENDAHULUAN Peningkatan harapan hidup merupakan salah satu keberhasilan terbesar kebijakan kesehatan masyarakat. 1 Keberhasilan ini menambah jumlah penduduk dunia, dari sekitar 6.5 milyar di 2006, akan menjadi 7 milyar di 2012. Seiring dengan penambahan tersebut, jumlah penduduk berusia 60 ke atas di dunia juga meningkat; antara 1970 sampai 2025, jumlah mereka diperkirakan akan meningkat 223% atau sekitar 694 juta jiwa. Di 2025 akan terdapat sekitar 1.2 milyar penduduk dunia berusia 60 ke atas, yang akan menjadi 2 milyar di 2050; 80% di antaranya tinggal di negara-negara berkembang. 1 Indonesia yang berpenduduk 231,4 juta jiwa (2009), mempunyai laju pertambahan sebesar 1,22%/. 2 Pertambahan tersebut disertai dengan peningkatan proporsi penduduk lanjut usia dari 4.7% (2000) menjadi 5.1% (2008). 3 Di Indonesia seseorang dikategorikan sebagai lanjut usia jika berusia 60 ke atas 4 yang jumlahnya pada 2010 diperkirakan 18.575.000 jiwa 2 ; angka tersebut sekitar 7% dari jumlah seluruh penduduk yang diperkirakan sebesar 234.181.400 jiwa. Proporsi populasi lanjut usia tersebut akan terus meningkat mencapai 11.34% di 2020. 5 Peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut akan mengubah peta masalah sosial dan kesehatan karena penurunan produktivitas dan mulai munculnya berbagai masalah kesehatan, terutama yang berhubungan dengan proses penuaan. 6 Di antara populasi lanjut usia tersebut, mereka yang mengalami keluhan kesehatan terus meningkat; persentase mereka yang mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir meningkat dari 49.50% di 2004, menjadi 51.36% di 2006, menjadi 55,42% di 2008. 2 Para lanjut usia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami kemunduran fungsi intelektual termasuk fungsi kognitif. Kemunduran fungsi kognitif dapat berupa mudah-lupa (forgetfulness) bentuk gangguan kognitif yang paling ringan diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut usia yang berusia 50-59, meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari 80. Di fase ini seseorang masih bisa berfungsi normal kendati mulai sulit mengingat kembali informasi yang telah dipelajari; tidak jarang ditemukan pada orang setengah baya. 7 Jika penduduk berusia lebih dari 60 di Indonesia berjumlah 7% dari seluruh penduduk, maka keluhan mudah-lupa tersebut diderita oleh setidaknya 3% populasi di Indonesia. Mudah-lupa ini bisa berlanjut menjadi Gangguan Kognitif Ringan (Mild Cognitive Impairment-MCI) sampai ke Demensia sebagai bentuk klinis yang paling berat. Demensia adalah suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktifitas harian seseorang. 8 Faktor-faktor risiko penurunan fungsi kognitif tersebut bisa berasal dari faktor genetik (gen APOE, PS), usia, faktor penyakit/ kondisi kesehatan seperti hipertensi, DM, defisiensi, maupun faktor tempat tinggal 9 ; penelitian lain menunjukkan bahwa pola keterlibatan sosial (social engagement) juga bisa mempengaruhi fungsi kognitif para lanjut usia 10-12 ; hasil penelitian di tiga daerah di Indonesia menunjukkan bahwa kegiatan sosial dapat berperan penting dalam pencegahan kemunduran fungsi kognitif. 13 TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh social engagement (keterlibatan sosial) terhadap perubahan fungsi kognitif sudah lama diselidiki meskipun sampai saat ini belum ada kesepakatan menge- 110 CDK-190 OK.indd 110 03/02/2012 13:51:39

nai pengertian istilah tersebut. Pencarian menggunakan katakunci social engagement/ involvement/participation dari 4 databases termasuk MEDLINE menghasilkan 43 definisi; kebanyakan terfokus pada keterlibatan seseorang pada aktivitas yang melibatkan interaksi dengan orang lain di masyarakat atau kelompok. Analisis lebih lanjut mendapatkan 6 kegiatan yang paling sering dikaitkan dengan pengertian istilah tersebut, yaitu : melakukan aktivitas untuk persiapan berhubungan dengan orang lain, ada bersama dengan orang lain, berinteraksi dengan orang lain tanpa kegiatan spesifik, beraktivitas bersama orang lain, menolong orang lain, dan melakukan sesuatu untuk masyarakat. 14 Social engagement diartikan sebagai kemampuan memelihara hubungan sosial (jaringan sosial) dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial (aktivitas sosial). 15 Jaringan sosial (social network) dinilai dari struktur dan kualitas hubungan interpersonal, sedangkan aktivitas sosial (social engagement) dicirikan dari partisipasi dalam aktivitas masyarakat yang bermakna dan produktif. Lebih banyak mempunyai jaringan sosial dan lebih banyak aktivitas sosial diasosiasikan dengan lebih lambatnya penurunan kognitif 16 dan mereka yang menerima dukungan emosional mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik. 17 Kompleksitas jaringan sosial sulit ditangkap/ diuraikan. Jaringan sosial bergantung baik pada karakteristik strukturalnya maupun pada persepsi yang bersangkutan terhadap kualitas hubungan tersebut. 18 Pada penelitian yang telah dilakukan, jaringan sosial diukur dengan berbagai parameter seperti status marital 19-21, banyaknya hubungan sosial 19-22, seringnya kontak 19-22, kepuasan atas relasi yang ada 19-21, dan dukungan yang dirasakan (perceived support). 22 Masih belum dapat ditentukan pengaruhnya terhadap fungsi kognitif - apakah berasal dari struktur hubungan sosial (besar, frekuensi) atau dari persepsinya (kepuasan, kesan) terhadap hubungan sosial yang ada. 18 Kemampuan memelihara jaringan sosial didukung oleh luasnya sistim limbik dan daerah asosiasi kortikal maupun subkortikal; meskipun belum diketahui area yang spesifik untuk stimulus sosial 23, area tersebut berperan dalam fungsi representasi simbolik yang penting dalam situasi sosial. Mekanisme neurobiologi maupun neuropatologi jaringan sosial masih belum banyak diketahui; jaringan sosial agaknya dikaitkan dengan kemampuan mereduksi kemungkinan bahwa patologi jaringan otak akan bermanifestasi klinis. Aktivitas dan jaringan sosial dapat mempengaruhi pola hubungan antara fungsi kognitif dengan kelainan patologi otak; efek modifikasi ini terutama terlihat pada fungsi semantic memory dan working memory. 24 Para peneliti menyimpulkan bahwa aktivitas sosial yang ekstensif mempunyai efek proteksi terhadap risiko berkembangnya demensia 12,15,19,22 ; penemuan ini diperkuat dengan studi pada tikus tikus yang hidup di lingkungan kompleks lebih cekatan dibandingkan dengan yang hidup di lingkungan sederhana. Selain menyediakan lingkungan dinamis yang memerlukan mobilisasi fungsi kognitif yang lebih aktif, aktivitas sosial juga meningkatkan rasa berguna dan kepuasan (purpose and fulfillment). 15 Beberapa studi 15,19 menunjukkan bahwa mereka yang mempunyai jaringan sosial lebih luas, kurang berisiko menderita hendaya (impairment) kognitif, meskipun ada juga studi yang tidak mendukung. 17 Sebuah penelitian kohort Honolulu-Aging Study menghubungkan penurunan aktivitas dari usia pertengahan ke usia lanjut dengan peningkatan risiko demensia meskipun masih mungkin bahwa penurunan aktivitas tersebut justru merupakan tanda dini demensia. 25 Luasnya jaringan sosial sering diperkirakan mempengaruhi faktor kesehatan yang juga berhubungan dengan fungsi kognitif, seperti keadaan vaskuler lebih baik 26,27 ; rendahnya depresi 28,29 atau memperbaiki perilaku kesehatan seperti olahraga teratur dan ketaatan berobat. 30 Aktivitas sosial juga bisa menguntungkan melalui lingkungan yang merangsang fungsi kognitif. 17,25,31,32 Penelitian di kalangan perempuan menemukan hasil serupa. 22 Ada beberapa alasan mengapa aktivitas sosial dalam bentuk apapun berhubungan dengan fungsi kognitif di usia lanjut; di antaranya bahwa aktivitas tersebut juga memperbaiki kondisi kesehatan umum, mengurangi depresi dan memperbaiki kebiasaan hidup sehat. Tanpa memperhitungkan efeknya terhadap fungsi kognitif, agaknya menghindari isolasi sosial dan mempertahankan berbagai jenis aktivitas sosial bersifat protektif terhadap gangguan kognitif dan demensia di kemudian hari; meskipun demikian, kemungkinan yang sebaliknya bahwa gangguan kognitif menyebabkan penurunan aktivitas sosial juga harus dipertimbangkan mengingat neuropatologi sudah terlihat berpuluh sebelum gejala muncul. 33 Pengaruh aktivitas sosial ini didukung oleh fenomena biologis; pada percobaan binatang, mereka yang tinggal di lingkungan yang lebih kaya, dibandingkan dengan yang tinggal terisolasi, lebih sedikit penurunan kognitifnya 72, mengandung lebih sedikit amiloid di otak 34, lebih banyak jaringan kapiler korteksnya 35 dan juga lebih aktif neurogenesisnya. 36 Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pola keterlibatan sosial (social engagement) dan fungsi kognitif para lanjut usia yang terhimpun dalam salah satu paguyuban lanjut usia di Jakarta Barat. BAHAN DAN CARA Wawancara dilakukan pada suatu pertemuan rutin bulanan salah satu paguyuban lanjut usia di Jakarta Barat; mereka yang bersedia mengikuti penelitian ini menjalani pemeriksaan tekanan darah, tinggi badan dan berat badan, kemudian diwawancara mengenai riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Penilaian fungsi kognitif dilakukan dengan tes Mini Mental State Examination (MMSE). 8 Keterlibatan sosial (social engagement) dinilai menggunakan kuesioner Social Disengagement Index 15 (lampiran). Status gizi dihitung berdasarkan body mass index /indeks massa tubuh(bmi/imt) = bb(kg)/tb2(m). Dikategorikan normal jika : IMT 18.50 24.99; overweight : IMT 25.0; underweight : IMT < 18.5. 1 Tekanan darah diukur dalam posisi duduk. 37 Hipertensi ditentukan jika tekanan sistolik 140 mmhg atau tekanan diastolik 90 mmhg 38 ; selain itu ditanyakan juga melalui anamnesis, apakah responden pernah didiagnosis / diketahui hipertensi sebelumnya. Diabetes mellitus hanya dinilai melalui anamnesis. Dalam petemuan rutin tersebut, sejumlah 37 orang bersedia diwawancara, hanya 20 orang di antaranya yang berusia > 60. 111 CDK-190 OK.indd 111 03/02/2012 13:51:40

HASIL Karakteristik 20 responden yang dianalisis dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Karakteristik responden Usia () >60 70 >70 80 >80 Gender Pria Perempuan Status marital Menikah Tak menikah Cerai mati Cerai hidup Pendidikan SD SLP SLA Sarjana Pekerjaan Tak bekerja/ibu rumah tangga Pensiunan Wiraswasta Karyawan Jumlah (n = 20) n % 14 51 70 255 4 16 14 23 1 20 80 70 10 155 2 10 5 25 10 50 3 15 11 3 4 2 55 15 20 10 Kebanyakan responden perempuan (16 orang 80%), berstatus ibu rumahtangga (11 orang 55%); berusia antara 61 70 (14 orang 70%), 1 orang berusia 85. Sebagian besar berpendidikan SLA (10 orang 50%). Hanya ada 4 pria. Tabel 2. Karakteristik penyakit penyerta Penyakit penyerta Hipertensi Riwayat ya tidak Pengukuran ya tidak tidak ada data Diabetes melitus Riwayat ya tidak Berat badan overweight normal underweight 3 17 2 17 1 Jumlah (n=20) n % 6 14 1 172 15 85 10 85 5 25 75 5,5 94,5 Hipertensi dinilai dari riwayat hipertensi yang diketahui responden dan melalui pengukuran saat wawancara, tekanan darah diukur menggunakan sfigmomanometer airraksa pada posisi duduk; hipertensi ditentukan jika tekanan darah duduk sistolik 140 mmhg atau diastolik 90 mmhg (JNC 7). Terdapat ketidak sesuaian data hipertensi lebih banyak yang mempunyai riwayat hipertensi (6 25%) dibandingkan dengan yang ditemukan saat pengukuran (1 5.5%). Dua orang tidak tercatat data pengukuran tekanan darahnya. Diabetes mellitus hanya dinilai dari riwayat/anamnesis sebagian besar mengaku tidak menderita diabetes mellitus (17 85%). Didapatkan 2 responden yang tergolong overweight dan 1 responden underweight (tabel 2); sebagian besar (17 responden 85%) berberat badan ideal dengan indeks massa tubuh normal (IMT 18.50 24.99). Keterlibatan sosial dinilai dari kuesioner menurut Bassuk (1999) yang terdiri dari penilaian atas faktor pasangan hidup, jumlah anak dan berapa orang yang tetap berhubungan, keluarga lain dan teman yang bisa dihubungi dan diajak bicara mengenai masalah pribadi atau dimintai tolong sewaktuwaktu (lampiran 1). Nilai GAB 3-4 berarti keterlibatan sosialnya baik, sedangkan jika nilainya 1-2 dinilai buruk. Sebagian besar responden 14 (70%) dinilai mempunyai keterlibatan sosial baik (tabel 3). Uji MMSE digunakan untuk menilai fungsi kognitif para responden; terdiri dari penilaian atas orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, mengingat kembali dan fungsi bahasa. Nilai 24-30 dianggap normal, nilai 17 23 berarti mungkin (probable) terdapat gangguan kognitif, sedangkan nilai < 17 berarti terdapat gangguan kognitif (definite). 8 Pada penelitian ini hanya 2 (10%) responden yang nilai MMSEnya kurang dari 24, mereka semuanya mempunyai nilai GAB >2; sebaliknya 6 responden yang nilai GABnya rendah semuanya mempunyai nilai MMSE 24 (tabel 5). Tidak ditemukan korelasi antara social engagement (nilai GAB) dengan tingkat fungsi kognitif (nilai MMSE) pada populasi penelitian ini. Tabel 3. Pola keterlibatan sosial Nilai GAB Jumlah responden 4 2 3 12 2 6 1 0 Tabel 4. Nilai MMSE Nilai MMSE Jumlah responden 24 18 < 24 2 Tabel 5. Korelasi Nilai GAB dan MMSE MMSE 24 < 24 total GAB 3-4 12 2 14 1-2 6 0 6 total 18 2 20 PEMBAHASAN Pada penelitian ini hanya 2 (10%) responden lanjut usia yang nilai MMSEnya menunjukkan gangguan kognitif ringan dengan nilai 22 dan 23; keduanya perempuan masing-masing berusia 71 dan 75. Mereka mempunyai social engagement yang baik (nilai GAB 3 4). Sebaliknya di antara yang nilai social engagementnya buruk (nilai GAB 1-2) semuanya mempunyai nilai MMSE > 24. Pada penelitan ini tidak dijumpai penurunan fungsi kognitif yang nyata, juga tidak terlihat hubungan antara social engagement dengan penurunan fungsi kognitif; hal ini dapat karena jumlah responden yang sedikit sehingga tidak cukup representatif. Selain itu mengingat survai ini diadakan di pertemuan sosial, yang cenderung lebih mungkin dihadiri oleh para lanjut usia yang memang aktif dan masih mampu bepergian sendiri; para lanjut usia yang mulai terhambat mobilitasnya akan lebih sulit hadir di pertemuan yang diadakan jauh dari tempat tinggal mereka. Juga perlu diperhatikan kemungkinan bahwa para lanjut usia pada fase awal demensia mulai kehilangan minat terhadap aktivitas sosial dan waktu luang 39 sehingga tidak lagi hadir pada pertemuanpertemuan sosial, dengan demikian kurang terwakili pada survai ini. Penelitian sebelumnya dengan jumlah responden lebih besar dan waktu pengamatan lebih panjang umumya menemukan risiko demensia lebih tinggi di kalangan dengan aktivitas sosial yang lebih rendah (tabel). Hipertensi diderita oleh 6 responden tetapi pada pengukuran hanya 1 orang yang teru- 112 CDK-190 OK.indd 112 03/02/2012 13:51:40

Tabel. Penelitian penelitian asosiasi aktivitas sosial dengan fungsi kognitif lanjut usia di masyarakat. Penulis Lokasi Populasi Eksklusi Uji Hasil Amieva dkk. 2010 Bassuk dkk. 1999 Crooks dkk. 2008 Masyarakat, Perancis PAQUID cohort Masyarakat, New Haven, Connecticutt Longitudinal Masyarakat, California, USA Prospektif 2002-2005 3.777 usia 65 2.812 usia 65 2.249 usia 78 anggota HMO, tidak demensia - MMSE, IADL risiko Alzheimer 55 % lebih rendah di kalangan social support baik, 23% lebih rendah di kalangan yang socially satisfied - SPSMQ, questionnaire Jaringan sosial terendah vs. tertinggi : 3-year OD untuk penurunan kognisi : 2,24 6-year OD : 1,91 12-year OD : 2,37 Demensia, menolak/tak dapat dikontak, data tak lengkap TICS-m (similar to MMSE), LSNS-6 for social network 80/456 (18%) menjadi demensia di kalangan jaringan sosial rendah, 188/1793 (10%) menjadi demensia di kalangan jaringan sosial tinggi Efek protektif (HR = 0.74) Fratiglio ni dkk. 2000 Glei dkk. 2000 Green dkk. 2008 Ho dkk. 2001 James dkk., 2011 Yeh dkk. 2003 Masyarakat, Kungsholmen Sweden Follow-up rata-rata 3 Masyarakat Taiwan Longitudinal 1989-2000 Masyarakat, Baltimore, USA Longitudinal 1981-2005 Masyarakat, HongKong Kohort Fasilitas pensiunan, Chicago, AS Kohort 12 Masyarakat, Taiwan Krosseksional 1.203 usia 75, tidak demensia 1387 usia 60 874 usia 18 2032 usia 70 1406 usia 65 4993 usia 65 MMSE 23 MMSE, social network Jaringan sosial buruk/terbatas meningkatkan risiko demensia sebesar 60% (95%CI: 1.2 2.1) - SPSMQ Aktivitas sosial positif terhadap kognisi, jaringan sosial tak berpengaruh - MMSE, IADL, Delayed word recall Tidak ada asosiasi antara aktivitas sosial dengan kognisi/iadl Cognitive impairment CAPE di institusi vs. di masyarakat : OR pria 4.4 (1.7 11.1), OR perempuan 2.5 (1.3 4.9) Demensia, data tak lengkap Battery of 21 tests Laju penurunan kognitif 70% lebih rendah di kalangan aktif sosial Gangguan psikiatrik, demensia, menolak, meninggal dunia, tanpa alamat SPSMQ, IADL Social support lebih baik kognisi lebih baik kur hipertensi, hal ini dapat karena tekanan darahnya telah terkontrol dengan obat. Tekanan darah tinggi di usia pertengahan dikaitkan dengan mild cognitive impairment 44 dan peningkatan risiko demensia 45 ; sebaliknya hipertensi di usia lanjut diasosiasikan dengan penurunan risiko demensia. 46 Selain itu telah diperhatikan bahwa tekanan darah mulai turun sekitar 3 sebelum demensia didiagnosis 47 dan terus menurun pada penderita AD. 48 Dari data ini bisa ditafsirkan bahwa tekanan darah tinggi di usia pertengahan meningkatkan risiko demensia di kemudian hari, sedangkan rendahnya tekanan darah di usia lanjut dikaitkan dengan proses penuaan dan neuropatologi yang menyertainya. 33 Perbedaan risiko tersebut dapat karena tingginya tekanan sistolik di usia pertengahan meningkatkan risiko aterosklerosis 49, meningkatkan jumlah lesi substansia alba yang mengindikasikan iskemi 50, juga meningkatkan jumlah plak neuritik dan tangles di neokorteks dan hipokampus 51 serta meningkatkan atrofi hipokampus dan amigdala. 52 Masing-masing kelainan tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap fungsi kognitif di usia lanjut. Sebaliknya, rendahnya tekanan darah dapat diasosiasikan dengan peningkatan risiko gangguan kognitif dan demensia karena perubahan neurodegeneratif akibat hipoperfusi otak. 53 Diabetes mellitus ditentukan hanya berdasarkan anamnesis, hanya 3 orang yang diketahui mempunyai riwayat diabetes mellitus. Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan gula darah. Kecuali penemuan Curb dkk 54, diabetes melitus di usia pertengahan meningkatkan risiko mild cognitive impairment 55, semua jenis demensia 45,56,57 dan demensia vaskuler. 58 Studi kasus-kontrol menunjukkan bahwa peningkatan risiko dipengaruhi oleh onset yang lebih dini, lama dan beratnya diabetes. 59 Manfaat kontrol gula darah terhadap risiko demensia masih belum dapat dipastikan. Studi observasional mendapatkan para diabetik yang diobati lebih sedikit mengalami penurunan fungsi kognitif dibandingkan dengan yang tidak diobati. 60 Mekanisme hubungan diabetes melitus dengan demensia belum diketahui pasti; agaknya melibatkan beberapa proses yang saling berkaitan: proses vaskular, metabolik dan proses oksidatif/inflamasi. 61 Diabetes menyebabkan gangguan sistem pembuluh darah, termasuk di otak; gangguan ini bisa menyebabkan iskemi yang menghasilkan lesi subkortikal di substansia alba, silent infarcts, dan atrofi yang pada MRI kalangan penderita diabetes terlihat lebih sering dan berat. 62 Diabetes lebih dikaitkan dengan risiko demensia vaskuler dibandingkan dengan demensia Alzheimer. 63 Metabolisme Abeta 64 dan tau - protein 65 yang membentuk plak dan kekusutan neuron di otak juga dapat dipengaruhi oleh kadar insulin. Sebagian besar responden mempunyai berat badan normal; 2 responden berat badannya lebih dan 1 orang berat badannya kurang. Mengingat obesitas erat hubungannya dengan hipertensi, kolesterol tinggi, dan diabetes melitus, beberapa studi mencoba mencari hubungannya dengan demensia. Hasilnya tidak konsisten - studi pada kelompok usia pertengahan umumnya menunjukkan peningkatan risiko 45,66 ; se- 113 CDK-190 OK.indd 113 03/02/2012 13:51:41

baliknya, studi di usia lanjut menunjukkan penurunan risiko AD. 67 Mungkin ada situasi lain dengan asosiasi nonlinear adipositas di usia pertengahan meningkatkan risiko, kemudian terdapat perubahan patofisiologi berkaitan dengan demensia yang (juga) menurunkan indeks massa tubuh. Mekanisme yang paling jelas ialah melalui peningkatan risiko hipertensi, diabetes dan hiperkolesterolemi 68 ; tetapi perbaikan faktor-faktor tersebut ternyata tidak mengurangi asiosiasinya 69, menandakan kemungkinan obesitas secara independen berisiko demensia. Mekanismenya bisa akibat efek jaringan adiposa yang mensekresi beberapa sitokin, hormon dan faktor pertumbuhan yang menembus sawar darah otak 68 mengingat jaringan adiposa diketahui merupakan jaringan endokrin aktif. 70 Disregulasi hormon leptin bersamaan dengan proses penuaan dapat secara langsung mempengaruhi degenerasi Alzheimer dengan meningkatkan deposisi Abeta di jaringan otak. 71 SIMPULAN Pada populasi penelitian ini hanya 2 (10%) responden yang digolongkan mengalami gangguan kognitif (MMSE < 24), masingmasing berusia 71 dan 75 ; tidak terdapat hubungan dengan tingkat social engagement mereka. Hal ini bisa karena sampel yang kecil, selain itu bisa karena mereka yang datang ke kegiatan seperti ini pada dasarnya memang mempunyai social engagement yang baik. Penyakit penyerta yang ditemukan ialah hipertensi, diabetes melitus dan overweight; hal ini perlu diperhatikan mengingat penyakit penyakit tersebut merupakan faktor risiko demensia. SARAN Untuk mendapatkan gambaran yang lebih tepat mengenai pengaruh aktivitas sosial terhadap fungsi luhur para lanjut usia, penelitian perlu dikembangkan mencakup populasi masyarakat yang lebih luas; tidak terbatas pada mereka yang aktif dalam paguyuban lanjut usia. DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Active Ageing : a policy framework, 2002. 2. Statistik Indonesia 2009. BPS kat.1101001. 3. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2008. BPS 2009.kat.4102004. 4. UUno.13/1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. 5. Profil Lanjut Usia, Kemko Kesra, 2009. 6. Hadisaputro S, Wibisono BH. Aspek Imunologik pada Usia Lanjut peranannya pada infeksi dan penyakit lain. Dalam: Geriatri. ed.4 Hadi Martono H, Kris Pranarka (eds), 2010). 7. Kusumoputro S, Sidiarto LD. Otak menua dan Alzhemier Stadium Ringan. Neurona 2001 ;18(3) :4-8. 8. Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. Ed.1. Demensia Alzheimer. Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003. 9. Patterson C, Feightner JW, Garcia A, Hsiung G.-Y. R, MacKnight C, Sadovnick AD. Diagnosis and treatment of dementia: 1. Risk assessment and primary prevention of Alzheimer disease. CMAJ 2008;178(5):548-56. 10. Fratiglioni L, Paillard-Borg S, Winbald B. An active and socially integrated lifestyle in late life might protect against dementia. Lancet Neurol 2004;3:343-53. 11. Verghese J, Lipton RB, Katz MJ, Hall CB, Derby CA, Kuslansky G, Ambrose AF, Sliwinski M, Buschke H. Leisure Activities and the Risk of Dementia in the Elderly. N Engl J Med 2003;348:2508-16. 12. Wang H-X, Karp A, Winbald B, Fratiglioni L. Late-Life Engagement in Social and Leisure Activities Is Associated with a Decreased Risk of Dementia: A Longitudinal Study from the Kungsholmen Project. Am J Epidemiol 2002;155:1081 7. 13. Rahardjo TBW, Yudarini, Dewi VP, Subarkah, Kreager P, Hogervorst E. Social Activities and Possible Dementia among the Elderly in Three Indonesian Communities. Abstract, 2008 14. Levasseur M, Richard L, Gauvin L, Raymond E. Inventory and analysis of definitions of social participation found in the aging literature: proposed taxonomy of social activities. Soc Sci Med. 2010 Dec;71(12):2141-9. Epub 2010 Oct 19. 15. Bassuk SS, Glass TA, Berkman LF. Social Disengagement and Incident Cognitive Decline in Community-Dwelling Elderly Persons. Ann Intern Med. 1999;131:165-73. 16. Barnes LL, Mendes de Leon CF, Wilson RS, Bienias JL, Evans DA, Social resources and cognitive decline in a population of older African Americans and whites. Neurology 2004;63:2322 6. 17. Seeman TE, Lusignolo TM, Albert M, Berkman L, Social relationships, social support, and patterns of cognitive aging in healthy, high-functioning older adults: MacArthur studies of successful aging. Health Psychol. 2001 Jul;20(4):243-55. 18. Amieva H, et al. What aspects of Social Network are Protective for Dementia? Not the Quantity but the Quality of Social Interactions is Protective Up to 15 Years Later. Psychosom.Med.2010;72. 19. Fratiglioni L Wang HX, Ericsson K, Maytan M, Winblad B. Influence of social network on occurrence of dementia: a community-based longitudinal study. Lancet. 2000 Apr 15;355(9212):1315-9. 20. Hakansson K, Rovio S, Helkala E-L, Vilska A-R, Winblad B, Soininen H, Nissinen A, Mohammed AH, Kivipelto M. Association between mid-life marital status and cognitive function in later life: population based cohort study. BMJ 2009;339:b2462. doi:10.1136/bmj.b2462 21. Helmer C, Letteneur L, Rouch I, Richard-Harston S, Barberger-Gateau P, Fabrigoule C, Orgogozo JM, Dartigues JF. Occupation during life and risk of dementia in French elderly community residents. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2001;71:303 9. 22. Crooks VC, Lubben J, Petitti DB, Little D, Chiu V. Social Network, Cognitive Function, and Dementia Incidence Among Elderly Women. Am J Public Health. 2008;98:1221 1227. doi:10.2105/ AJPH.2007. 115923 114 CDK-190 OK.indd 114 03/02/2012 13:51:41

23. Adolphs R. The Neurobiology of Social Cognition. Curr Opin Neurobiol 2001;11(2):231-9. 24. Bennet DA, Schneider JA, Tang Y, Arnold SE, Wilson RS. The effect of social networks on the relation between Alzheimer s disease pathology and level of cognitive function in old people: a longitudinal cohort study. Lancet Neurol. 2006 May;5(5):406-12. 25. Saczynski JS, Pfeifer LA, Masaki K, Korf ESC, Laurin D, White L, Launer LJ. The Effect of Social Engagement on Incident Dementia. The Honolulu-Asia Aging Study. Am J Epidemiol 2006;163:433 440. 26. Krumholz HM, Butler J, Miller J, Vaccarino V, Williams CS, Mendes de Leon CF, Seeman TE, Kasl SV, Berkman LF.Prognostic Importance of Emotional Support for Elderly Patients Hospitalized With Heart Failure. Circulation 1998;97;958-64. 27. Mookadam F, Arthur HM, Social Support and Its Relationship to Morbidity and Mortality After Acute Myocardial Infarction Systematic Overview. Arch Intern Med. 2004;164:1514-8. 28. Jang Y, Borenstein A, Chiriboga DA,Mortimer JA. Depressive symptoms among African American and white older adults J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci. 2005 Nov;60(6):P313-P319. 29. Yaffe K, Barrett-Connor E, Lin F, Grady D. Serum Lipoprotein Levels, Statin Use, and Cognitive Function in Older Women. Arch.Neurol 2002;59:378-84. 30. Berkman LF, The role of social relations in health promotion. Psychosom Med. 1995 May-Jun;57(3):245-54. 31. Holtzman RE, Rebok GW, Saczynski JS, Kouzis AC, Doyle KW, Eaton WW. Social network characteristics and cognition in middle-aged and older adults. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci. 2004 Nov;59(6):P278-84. 32. Yeh J. Shu-Chuan, Liu Y-Y. Influence of social support on cognitive function in the elderly. BMC Health Services Research 2003, 3:9. 33. Hughes TF, Ganguli M. Modifiable Midlife Risk Factors for Late-Life Cognitive Impairment and Dementia. Curr Psychiatry Rev. 2009 May 1; 5(2): 73 92. 34. Lazarov O, Robinson J, Tang YP, Hairston IS, Korade-Mirnics Z, Lee VM, Hersh LB, Sapolsky RM, Mirnics K, Sisodia S. Environmental enrichment reduces Abeta levels and amyloid deposition in transgenic mice. Cell. 2005 Mar 11;120(5):572-4. 35. Black JF, Sirevaag AM, Greenough WT. Complex experience promotes capillary formation in young rat visual cortex. Neurosci Lett. 1987 Dec 29;83(3):351-5. 36. Kemperman G, Kuhn H, Gage FH More hippocampal neurons in adult mice living in an enriched environment. Nature. 1997 Apr 3;386(6624):493-5. 37. InaSH. Pengukuran Tekanan Darah yang Benar. Leaflet. www.inashonline.org 38. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,Detection,Evaluation, andtreatment ofhigh Blood Pressure. NIH Publication No. 04-5230. August 2004. 39. Hultsch DF, Hertzog C, Small BJ, Dixon RA. Use It or Lose It: Engaged Lifestyle as a Buffer of Cognitive Decline in Aging? Psychol. Aging 1999;14(2):245-63. 40. Glei DA, Landau DA, Goldman N, Chuang Y-L, Rodríguez G, Weinstein M.Participating in social activities helps preserve cognitive function: an analysis of a longitudinal, population-based study of the elderly. Internat. J. Epidemiol. 2005;34:864 71. 41. Green 42. Ho SC, Woo J, Sham A, Chan SG, Yu ALM. A 3-year follow-up study of social, lifestyle and health predictors of cognitive impairment in Chinese older cohort. Int J Epidemiol 2001;30:1389-96. 43. James BD, Wilson RS,Barnes LL,. Bennett1 DA, Late-Life Social Activity and Cognitive Decline in Old Age. J. Internat. Neuropsychological Soc(2011;17, 1 8. 44. Kivipelto M, Helkala E-L, Laakso MP, Hänninen T, Hallikainen M, Alhainen K, Soininen H, Tuomilehto J, Nissien A. Midlife vascular risk factors and Alzheimer s disease in later life: longitudinal, population based study. BMJ 2001;322:1447 51. 45. Whitmer RA, Gunderson EP, Barrett-Connor E, Quesenberry CP, Yaffe K., Obesity in middle age and future risk of dementia: a 27 year longitudinal population based study. BMJ, doi:10.1136/bmj.38446.466238.e0 (published 16 May 2005. 46. Guo Z, Vitanen M, Fratiglioni I, Winblad B. Low blood pressure and dementia in elderly people: the Kungsholmen project. BMJ 1996;312:805-8. 47. Qiu C, Winblad B, Fratiglioni L., The age-dependent relation of blood pressure to cognitive function and dementia. Lancet Neurol. 2005 Aug;4(8):487-99. 48. Hanon O, Latour F, Seux ML et al. Evolution of blood pressure in patients with Alzheimer s disease: a one year survey of a French Cohort (REAL.FR). J Nutr Health Aging 2005;9:106-11. 49. Padwal R, Strauss SE, McAlister FA. Cardiovascular risk factors and their effects on the decision to treat hypertension: evidence based review. BMJ 2001;322:977 80 50. Havlik RJ, Foley DJ, Sayer B, Masaki K, White L, Launer LJ. Variability in Midlife Systolic Blood Pressure Is Related to Late-Life Brain White Matter Lesions: The Honolulu-Asia Aging Study. Stroke 2002;33;26-30. 51. Petrovitch H, White LR, Izmirilian G, Ross GW, Havlik RJ, Markesbery W, Nelson J, Davis DG, Hardman J, Foley DJ, Launer LJ. Midlife blood pressure and neuritic plaques, neurofibrillary tangles, and brain weight at death: the HAAS. Honolulu-Asia aging Study. Neurobiol Aging. 2000 Jan-Feb;21(1):57-62. 52. den Heijer T, Launer LJ, Prins ND et al. Association between blood pressure, white matter lesions, and atrophy of the medial temporal lobe. Neurology. 2005 Jan 25;64(2):263-7. 53. Aliev G, Smith MA, Ovrenovich ME, de la Torre JC, Perry G. Role of vascular hypoperfusion-induced oxidative stress and mitochondria failure in the pathogenesis of Azheimer disease. Neurotox Res. 2003;5(7):491-504. 54. Curb JD, Rodriguez BL, Abbott RD et al. Longitudinal association of vascular and Alzheimer s dementias, diabetes, and glucose tolerance. Neurology. 1999 Mar 23;52(5):971-5. 55. Luchsinger JA, Reitz C, Patel B, Tang M-X, Manly JJ, Mayeux R. Relation of Diabetes to Mild Cognitive Impairment. Arch Neurol. 2007;64:570-5. 56. Xu W, Qiu C, Gatz M, Pedersen NL, Johansson B, Fratiglioni L. Mid- and Late-Life Diabetes in Relation to the Risk of Dementia A Population-Based Twin Study. Diabetes 2009;58:71 7. 57. Schnaider Beeri M, Goldbourt U, Silverman JM, Noy S, Schmeidler J, Ravona-Springer R, Sverdlick A, Davidson M. Diabetes mellitus in midlife and the risk of dementia three decades later. Neurology. 2004 Nov 23;63(10):1902-7. 58. Yamada M, Kasagi F, Sasaki H, Masunari N, Mimori Y, Suzuki G. Association between dementia and midlife risk factors: The Radiation Effects Research Foundation 115 CDK-190 OK.indd 115 03/02/2012 13:51:41

Adult Gealth Study.JAGS 2003 :51:410-414. Dikutip dari : Hughes TF, Ganguli M. Modifiable Midlife Risk Factors for Late-Life Cognitive Impairment and Dementia. Curr Psychiatry Rev. 2009 May 1; 5(2): 73 92. 59. Roberts RO, Geda YE, Knopman DS, Christianson TJH, Pankratz VS, Boeve BF, Vella A,. Rocca WA,;. Petersen RC, Association of Duration and Severity of Diabetes Mellitus With Mild Cognitive Impairment. Arch Neurol. 2008;65(8):1066-73. 60. Wu JH, Haan MN, Liang J, Ghosh D, Gonzales HM, Herman WH. Impact of antidiabetic medications on physical and cognitive functioning of older Mexican Americans with diabetes mellitus: a population-based cohort study. Ann Epidemiol. 2003 May;13(5):369-76. 61. Haan MN. Therapy Insight: type 2 diabetes mellitus and the risk of late-onset Alzheimer s disease. Nat Clin Pract Neurol. 2006 Mar;2(3):159-66. 62. Manschot SM, Biessels GJ, de Valk H, algra A, Rutten GEHM, van der Grond J, Kappelle LJ on behalf of the Utrecht Diabetic Encephalopathy Sytudy Group 2007. Metabolic and vascular determinants of impaird cognitive performance and abnormalities on brain magnetic resonance imaging in patients with type 2 diabetes. Diabetologia 2007;50:2388-97. 63. Hassing LB, Johansson B, Nilsson SE, Berg S, Pedersen NL, Gatz M, McClearn G. Diabetes mellitus is a risk factor for vascular dementia, but not for Alzheimer s disease: a population-based study of the oldest old. Int Psychogeriatr. 2002 Sep;14(3):239-48. 64. Gasparini L, Netzer JW, Greengard P, Xu H. Does insulin dysfunction play a role in Alzheimer s disease? Trends Pharmacol Sci. 2002 Jun;23(6):288-93 65. de la Monte SM, Wands JR. Review of insulin and insulin-like growth factor expression, signaling, and malfunction in the central nervous system: relevance to Alzheimer s disease. J Alzheimers Dis. 2005 Feb;7(1):45-61. 66. Kivipelto M, Ngandu T, Fratiglioni L, Viitanen M, Kåreholt I, Winblad B, Helkala EL, Tuomilehto J, Soininen H, Nissinen A. Obesity and vascular risk factors at midlife and the risk of dementia and Alzheimer disease. Arch Neurol. 2005 Oct;62(10):1556-60. 67. Sturman MT, de Leon CF, Bienias JL, Morris MC, Wilson RS, Evans DA. Body mass index and cognitive decline in a biracial community population. Neurology. 2008 Jan 29;70(5):360-7. Epub 2007 Sep 19. 68. Gustafson D, Rothenberg E, Blennow K, Steen B, Skoog I. An 18-Year Follow-up of Overweight and Risk of Alzheimer Disease, Arch Intern Med. 2003;163:1524-28 2003. 69. Whitmer RA, Gustafson DR, Barret-Connor E, Haan MN, Gunderson EP, Yaffe K. Central obesity and increased risk of dementia more than three decades later., Neurology. 2008 Sep 30;71(14):1057-64. Epub 2008 Mar 26. 70. Gustafson D. Adiposity indices and dementia. Lancet Neurol. 2006 Aug;5(8):713-20. 71. Fewlass DC, Noboa K, Pi-Sunyer FX, Johnston JM, Yan SD, Tezapsidis N. Obesity-related leptin regulates Alzheimer s Abeta The FASEB J. 2004; 18 : 1870-8. 72. Jankowsky JL, Melnikova T, Fadale DJ, Xu GM, Slunt HH, Gonzales V, Younkin LH,Younkin SG, Borchelt DR, Savonenko AV. Environmental Enrichment Mitigates Cognitive Deficits in a Mouse Model of Alzheimer s Disease. J Neurosci. 2005 ; 25(21):5217 24. Lampiran Indeks Social Disengagement (Bassuk SS dkk., 1999) I. pasangan hidup (PH). 1. Apakah anda pernah menikah? 1 = ya 2=tidak (lewati pertanyaan 2). 2. Apakah saat ini anda : menikah - 1 berpisah -2 cerai hidup -3 cerai mati -4 Jika jawaban no.1 = 1 dan no.2 = 1 kode PH diberi angka 1 ; selain itu kode PH diberi angka 0 PH II. Kontak visual / bulan dengan 3 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (VIS) III. Kontak nonvisual/ dengan 10 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (NVIS) Anak : 1. Berapa anak anda (termasuk anak angkat) jika tidak ada, pertanyaan 2 sd.4 dijawab =0 2. Berapa banyak yang saat ini masih hidup 3a. Berapa banyak anak anda yang bertemu anda sedikitnya sekali seminggu? 3b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda sedikitnya sekali sebulan? 4a. Berapa banyak anak anda yang berbicara pertelpon/surat setiap minggu? 4b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon/surat setiap bulan? 4c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon/surat beberapa kali/? Famili/keluarga lain : 5. Pada umumnya, selain anak-anak anda, berapa banyak sanak/keluarga yang anda rasa dekat? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu). 6. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali / bulan? 7. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per telepon/surat beberapa kali/? Teman dekat/sahabat : 8. Pada umumnya, berapa banyak teman dekat anda? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu). 9. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali / bulan? 10. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per telepon/surat beberapa kali/? 116 CDK-190 OK.indd 116 03/02/2012 13:51:42

Jika jawaban 7 + 8 + 11 + 12 + 13 + 14 6 (jika rata-rata 1) Jika jawaban 3a + 3b + 6 + 9 3 kode VIS diberi angka 1, selain itu beri angka 0. Jika jawaban 4a + 4b + 4c + 7 + 10 10 kode NVIS diberi angka 1, selain itu beri angka 0. VIS NVIS kode SOS diberi angka 1; selain itu SOS=0 Partisipasi pada kegiatan fisik : Jika jawaban 1 + 2 + 3 + 4 4 (jika rata-rata 1) kode FIS diberi angka 1; selain itu FIS = 0 SOS FIS IV. Kunjungan ke tempat ibadah (TIB). 1. Berapa seringnya anda mengunjungi tempat ibadah? 1 = tak pernah/hampir tak pernah 2 = 1 2 kali/ 3 = beberapa bulan sekali 4 = 1 2 kali/bulan 5 = sekali seminggu 6 = > 1 kali/minggu Jika jawaban 4 kode TIB diberi angka 1, selain itu beri angka 0 TIB _ V. Keanggotaan di kelompok lain (KEL) 1. Apakah anda bergabung di suatu kelompok seperti arisan, kelompok pengajian, lingkungan, kelompok sosial, sukarela? Jika jawaban ya = 1 (jelaskan) ; tidak = 2 Jika nilai = 1 kode KEL diberi angka 1; selain itu beri angka 0 KEL _ Aktivitas kognitif : Jika jawaban 9 + 10 1 kode KOG diberi angka 1; selain itu KOG = 0 Aktivitas sosial : Nilai gabungan 3 indikator TIB, KEL, SOS Jaringan sosial : Nilai gabungan 3 indikator PH, VIS, NONVIS Nilai gabungan (GAB) berasal dari gabungan 6 indikator PH, VIS, NONVIS, TIB, KEL, SOS Beri nilai 4 = 5-6 kelompok bernilai 1 3 = 3-4 kelompok bernilai 1 2 = 1-2 kelompok bernilai 1 1 = 0 kelompok bernilai 1 Jika > 2 indikator tak ada nilainya, tidak ada nilai gabungan. KOG ASOS JSOS VI. Partisipasi teratur pada aktivitas sosial rekreasional 1. Berikut daftar kegiatan saat santai; di bulan lalu, berapa seringnya anda melakukan kegiatan berikut ; (nilai 0 jika tidak pernah, 1 jika kadang-kadang < 1 kali/mgg, 2 jika 1 kali/mgg ) 1. Olahraga aktif atau berenang 2. Jalan kaki 3. Berkebun 4. Olahraga/ latihan fisik 5. Masak sendiri 6. Mengerjakan hobi 7. Keluar rumah dan berbelanja 8. Ke bioskop, konser, restoran atau menonton pertandingan olahraga 9. Baca buku, majalah, koran 10. Nonton siaran televisi 11. Melancong, perjalanan bermalam/menginap 12. Kerja sukarela/amal 13. Kerja masyarakat yang dibayar 14. Main kartu, catur, halma, tekateki silang, sudoku teratur 15. Kegiatan lain? Jelaskan Social engagement dinilai dari nilai GAB : baik jika nilainya 3-4; buruk jika nilainya 1-2 GAB Aktivitas fisik dinilai dari nilai FIS ; baik jika nilainya =1, buruk jika nilainya =0 Aktivitas kognitif dinilai dari nilai KOG ; baik jika nilainya =1, buruk jika nilainya =0 117 CDK-190 OK.indd 117 03/02/2012 13:51:42