POLA PEMBAGIAN HUKUM KEWARISAN ISLAM BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN ANAK PEREMPUAN Oleh: Muhammad Noor

dokumen-dokumen yang mirip
Tanya Jawab Edisi 3: Warisan Anak Perempuan: Syari'at "Satu Banding Satu"?

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

ANALISIS AKTA PEMBAGIAN WARISAN YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS MENURUT HUKUM ISLAM

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

PENGHALANG HAK WARIS (AL-HUJUB)

BAB IV ANALISIS TERHADAP SEBAB-SEBAB JANDA TIDAK MENDAPAT WARIS

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB IV ANALISIS TERHADAP TIDAK ADANYA HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT KARO DI DESA RUMAH BERASTAGI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BAB IV ANALISIS DATA. A. Pelaksanaan Pembagian Waris Pada Masyarakat Suku Bugis di Kelurahan Kotakarang Kecamatan Teluk Betung Timur

Relevansi Bagian Warisan Sepertiga untuk Ayah dalam Kompilasi Hukum Islam

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam)

BAB IV. A. Persamaan antara Ketentuan Batas Usia Anak Dalam Hak H{ad}a>nah Pasca

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

BAB II TINJAUAN UMUM MUNASAKHAH. A. Munasakhah Dalam Pandangan Hukum Kewarisan Islam (Fiqh Mawaris) Dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

KEADILAN DALAM HUKUM WARIS ISLAM Oleh : SURYATI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Purwokerto

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS ISLAM (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) TESIS

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

SURAT PERJANJIAN KAWIN ADAT DAYAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA *)

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebagai jamak dari lafad farîdloh yang berarti perlu atau wajib 26, menjadi ilmu menerangkan perkara pusaka.

Kasus Pembagian Harta Warisan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DI TINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FIQH WARIS. Keywords: substite heir, compilation of Islamic law, zawil arham

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup

PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D

PROPOSAL PENELITIAN SKRIPSI KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN MISYAR MENURUT HUKUM ISLAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV MAKNA IDEAL AYAT DAN KONTEKSTUALISASINYA

BAB I PENDAHULUAN. milik mawhub lah (yang menerima hibah). Dalam Islam, seseorang dianjurkan

Transkripsi:

Muhammad Noor, Pola Pembagian Hukum Kewarisan 9 POLA PEMBAGIAN HUKUM KEWARISAN ISLAM BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN ANAK PEREMPUAN Oleh: Muhammad Noor Abstract: The pattern of distribution of the provisions of Islamic inheritance law with Islamic law excavation methodology can be aligned with the values of justice is perceived and lived in public life. Formulation of new laws that are relevant to the needs of people who experience social change, so that the Islamic inheritance law that is universal will be passed on without knowing the limits of territorial and social environment. The result of Islamic inheritance law will have the flexibility and power with good adaptability to changes in society. Reformulation of the law as a result of changes in running condition by reconstructing relationships within the community. This means that the cause of law are closely related and should be able to anticipate changes in society, because that law is required to formalize the relationship between community members. Kata kunci : pembagian, anak, waris A. Pendahuluan Hukum kewarisan Islam memiliki daya adaptabilitas dengan perkembangan masyarakat yang terjadi, sebagaimana yang terdapat dalam nash yang hanya memuat secara rinci dengan penekanan pada formasi bagian yang diperoleh oleh masing-masing ahli waris. Dalam konteks Indonesia, terdapat upaya memformulasikan sistem hukum kewarisan Islam yang lebih relevan dengan kepribadian masyarakat Indonesia, sehingga dalam struktur hukum yang diformulasikan tidak bertentangan dengan nash berkaitan dengan hak, bagian serta asasasas kewarisan Islam. Hal itu tentunya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dengan memperhatikan kualifikasi untuk mencapai tujuan hukum itu dibentuk, agar hukum kewarisan Islam akan mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat dengan adanya kemampuan menelesaikan permasalahan sengketa di bidang kewarisan dalam masyarakat. Dalam hukum kewarisan Islam menetapkan adanya beberapa ahli waris yang mutlak harus mendapatkan harta warisan jika memenuhi syarat dan tidak terdapat penghalang, yaitu ayah, ibu, suami, isteri, anak laki-laki dan anak perempuan. Kedudukan ayah dan ibu ditetapkan sebagai ahli waris mutlak karena ayah dan ibu sebagai orang tua yang menurunkan keturunan berupa anak-anak, sedangkan kedudukan suami ditetapkan sebagai ahli waris mutlak karena ia merupakan pendamping ketika isterinya masih hidup, bahkan ia yang bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan dan memberikan nafkah rumah tangga. Demikian pula isteri sebagai ahli waris mutlak karena ketika suaminya masih hidup sebagai pendamping dan bersama-sama suami dalam mengatur rumah tangga. Adapun kapasitas anak laki-laki dan anak perempuan ditetapkan sebagai ahli waris mutlak karena anak-anak merupakan penyambung dalam meneruskan keturunan dan merupakan buah cinta kasih kedua orang tuanya. Berdasarkan ketentuan diatas dapat dilihat jika ahli waris hanya terdiri dari ayah dan ibu, maka bagian ibu ditetapkan sepertiga harta warisan, bagian ayah sisanya yaitu dua pertiga bagian (QS An Nisa : 11). Jika tidak ada anak yang ditinggalkan, maka suami mendapat setengah bagian harta warisan mendiang isterinya. Sedangkan isteri mendapat seperempat harta mendiang suaminya. Namun jika ada anak, suami mendapat seperempat dan isteri menerima seperdelapan (QS An Nisaa : 12). Adapun bagian anak dibedakan antara anak laki- Penulis adalah dosen tetap Jurusan Syari ah STAIN Samarinda

Muhammad Noor, Pola Pembagian Hukum Kewarisan 10 laki dan anak perempuan, dengan ketentuan bagian anak laki-laki dua kali lipat bagian daripada bagian anak perempuan (QS An Nisaa : 11). Dalam konsep dasar hukum kewarisan secara eksplisit adanya pembedaan bagian ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. Hal ini ditetapkan karena sejalan dengan beban kewajiban laki-laki sebagai pencari nafkah dan perempuan tidak dikenakan kewajiban untuk mencari nafkah keluarga menurut ketentuan hukum Islam. Oleh karenanya laki-laki yang dibebani kewajiban kebendaan lebih besar daripada perempuan sehingga sangat logis bila bagian laki-laki lebih besar daripada bagian yang diberikan kepada perempuan. Dalam tulisan ini akan memaparkan lebih lanjut bagaimana ketentuan bagian anak laki-laki dengan anak perempuan dua berbanding satu atau dapat satu berbanding satu atau mungkin bagian anak perempuan lebih besar dari anak perempuan. Karena terjadi perbedaan antara ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur an dengan kenyataan di dalam masyarakat muslim Indonesia mengenai bagian antara anak laki-laki dengan anak perempuan. B. Kedudukan Anak laki-laki Dan Anak Perempuan Dalam Hukum Kewarisan Islam Ketentuan-ketentuan hukum termasuk didalamnya ketentuan hukum kewarisan dalam Islam merupakan ketentuan Allah yang wajib ditaati, oleh karena itu manusia tidak berhak mengubah ketentuan Allah tersebut (QS An Nisaa : 13-14). Berdasarkan penjelasan diatas bahwa anak laki-laki dan anak perempuan merupakan ahli waris mutlak dan secara eksplisit telah ditentukan bahwa bagian anak laki-laki dua kali lipat daripada bagian anak perempuan. Hal ini terjadi karena secara umum laki-laki dibebani tanggung jawab atau kewajinban dalam mencari nafkah dalam rumah tangga. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 1/ 1974 pada pasal 34 ayat 1 menyebutkan bahwa suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Dalam KHI pasal 176 juga menjelaskan tentang bagian warisan bagi anak perempuan dan anak laki-laki. Bahwa anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan. Dalam hukum kewarisan Islam, anak laki-laki ditetapkan sebagai ahli waris ashabah binafsi yang tidak ditetapkan berapa bagiannya dari harta warisan mendiang orang tuanya. Anak laki-laki menerima sisa bagian setelah diambil bagian oleh ahli waris dzawil furudl yang termasuk ahli waris mutlak. 1 Jika ahli waris terdiri dari ayah, ibu, suami, dan anak laki-laki. Maka bagian ayah = seperenam, ibu = seperenam, suami = seperempat, dan anak laki-laki menerima sisanya bagian. Berarti anak laki-laki merupakan ahli waris ashabah yang terkuat, sehingga anak lakilaki dapat menutup atau mahjub selain ahli waris mutlak, kecuali kakek dan nenek. 2 Adapun anak perempuan ditetapkan sebagai ahli waris ashabah bilghairi, jika mewaris bersama-sama dengan anak laki-laki, dengan ketentuan bagian anak laki-laki dua kali lipat daripada bagian anak perempuan. Jika anak perempuan mewaris seorang diri, maka ia menerima bagian setengah harta warisan. Jika dua orang atau lebih maka menerima duapertiga harta warisan (QS An Nisaa : 11). Hukum kewarisan Islam membedakan besar kecilnya bagian tertentu ahli waris diselaraskan dengan kebutuhannya dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan bagian harta warisan sejalan dengan besar kecilnya beban kewajiban yang harus ditunaikan dalam kehidupan keluarga. 1 KH Ahmad Azhar Basyir, MA, Hukum Waris, Yogyakarta, UUI Press, 2001, h. 160-161 2 KH Ahmad Azhar Basyir, MA, Ibid h. 161

Muhammad Noor, Pola Pembagian Hukum Kewarisan 11 C. Pemikiran Dalam Merekontruksi Pembagian Warisan Antara Anak laki-laki dan Anak Perempuan Kedatangan agama Islam dalam salah satu ajarannya adalah untuk mengangkat harkat dan martabat wanita yang sebelumya mereka diperlakukan sangat tidak adil dalam kehidupan struktur masyarakat secara umum, sepertinya hanya menjadi sebagai alat pemuas nafsu lakilaki dan hanya sebagai warga kelas dua, keadaan ini hampir terjadi diseluruh lapisan masyarakat, bahkan dimasyarakat Arab seorang perempuan itu dapat dijadikan warisan dan mereka sangat aib jika melahirkan anak perempuan sehingga dibolehkan untuk dibunuh. Dengan kedatangan ajaran Islam merombak sistem kemasyarakat Arab dengan mengangkat derajat wanita setara dengan pria, tidak dibolehkan untuk dibunuh, bahkan dalam kewarisan diakui akan hak-haknya sebagai ahli waris yang sebelumnya tidak diakui oleh masyarakat Arab. Pada saat itu Syari at Islam (Hukum Islam) memberikan perbandingan bagian dua banding satu adalah sangat adil mengingat ayat kewarisan tersebut turun di dalam masyarakat yang menganut sistem patrineal. Kalau saat itu menyatakan satu banding satu akan terjadi keguncangan dalam masyarakat dan dianggap tidak adil karena berlawanan dengan rasa keadilan yang dirasakan dan hidup di dalam masyarakat saat itu. Hukum kewarisan Islam yang lahir dan berkembang di Timur Tengah dalam struktur masyarakatnya yang menganut sistem kekeluargaan patrineal, maka hasil interaksi ulama Arab terhadap lingkungan sosial akan menghasilkan produk hukum Islam yang diwarnai oleh budaya masyarakat setempat, sehingga tampillah hukum kewarisan Islam dengan wajah patrilinealistik. Dalam perkembangannya produk tersebut akan berbenturan jika diterapkan dalam struktur masyarakat yang non patrilinealistik. Persolan yang mendasari terjadinya benturan atau konflik itu adalah tidak dijadikanya sistem kekeluargaan yang netral sebagai landasan hukum kewarisan Islam, sebenarnya dalam Al-Qur an mengisyaratkan bahwa sistem kekeluargaan yang seharusnya menjadi landasan hukum kewarisan Islam adalah bilateral. 3 Dalam Al-Qur an An Nisaa ayat 7 memberi ketentuan bahwa anak laki-laki dan perempuan sama-sama berhak atas warisan orang tua dan kerabatnya. Ketentuan tersebut merupakan perombakan terhadap kebiasaan bangsa Arab yang hanya memberikan hak waris kepada laki-laki yang sanggup memanggul senjata membela kehormatan kabilahnya. Sehingga anak kecil, orang tua, dan perempuan, karena tidak sanggup memanggul senjata, tidak berhak warisan sama sekali. 4 Akan tetapi setelah ajaran Islam masuk ke Indonesia sejalan dengan perkembangan kesadaran hukum masyarakat, untuk suasana dan kenyataan saat ini berdasarkan perkembangan dalam masyarakat Indonesia yang menuntut hak yang sama dalam kewarisan satu banding satu dapat diterima dengan suasana rasa keadilan dalam masyarakat kita. Hal ini terlihat dalam kenyataan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat dalam pembagian harta warisan baik dilakukan ketika masih hidup ataupun ketika warisan dibagikan setelah meninggalnya pewaris dengan memberikan bagian yang sama antara laki-laki dan perempuan. Dalam kehidupan masyarakat muslim Indonesia secara umum terdapat perbedaan dalam mengartikan keadilan dalam kewarisan, karena latar belakang mereka yang dilahirkan dan hidup dalam masyarakat yang berbeda sistem kekeluargaan atau kekarabatannya jika garis keturunan dihubungkan dengan laki-laki / bapak / patrineal. Begitu pula bagi orang yang lahir ditengah-tengah sistem kekeluargaan matrineal akan berprinsip sebaliknya, adil dalam kewarisan itu ada jika garis keturunan dihubungkan dengan perempuan atau ibu. 5 3 Prof. Dr. Abdul Ghofr Anshori, SH, MH Filsafat Hukum Kewarisan Islam, UUI Press, Yogyakarta, h. 196 4 KH Ahmad Azhar Basyir, MA, Ibid, h. 5 5 Prof. Dr. Abdul Ghofr Anshori, SH, MH, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Ekonisia, Yogyakarta, h.82. Dikutip dari Mas ud, 1984-1985 : 4

Muhammad Noor, Pola Pembagian Hukum Kewarisan 12 Untuk memberikan solusi hukum tentang pola pembagian yang adil dapat menggunakan Salah satu sumber Hukum Islam selain Al-Qur an dan Hadis adalah ijtihad yang dapat digunakan pula terhadap ketentuan-ketentuan dalam hukum kewarisan Islam dengan berbagai cara metodologi penggalian Hukum Islam agar keselarasan nilai-nlai keadilan dirasakan dan hidup dalam kehidupan masyarakat. Dengan ijtihad memungkinkan umat Islam mampu memformulasi hukum baru yang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang mengalami perubahan sosial, sehingga hukum kewarisan Islam yang bersifat universal akan dapat diteruskan tanpa mengenal batas teritorial dan lingkungan sosial. Berarti dengan ijtihad, hukum kewarisan Islam akan memiliki fleksibilitas dan daya adaptabilitas dengan baik terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat. 6 Hukum sebagai sarana menuju keadilan, baru dikatakan efektif apabila ada perpaduan nilai-nilai keadilan yang subtantif antara pesan hukum (Al-Qur an dan Hadis) dengan masyarakat sebagai orang yang secara langsung dibebani hukum (mukallaf). Menurut Hazairin bidang utama keadilan hukum adalah keterikatan muslim dengan pedoman dasar pengambilan keputusan hukum dalam Islam. Sebuah keputusan dikatakan adil jika berangkat dari pedoman Al-Qur an dan Hadis serta tidak bertentangan dengan prinsip keadilan secara umum, karena keterikatan muslm dengan pedoman dasar dalam pengambilan keputusan mempunyai pengaruh yang mendasar terhadap prospek kehidupan muslim secara individual dan sosial. 7 Adapun peran untuk mempertahankan kemampuan adabtabilitas masyarakat akibat adanya perubahan kondisi dijalankan dengan merekonstruksi hubungan-hubungan dalam masyarakat yang sebelumnya telah ada. Dengan peran ini menyebabkan hukum berkaitan erat dan harus mampu mengantisipasi perubahan sosial dalam masyarakat. Karena itu hukum dituntut untuk memformalisasikan hubungan antara anggota masyarakat. Oleh karena masyarakat selalu bergerak maka diperlukan formulasi terus menerus sehingga hukum mampu menyesuaikan dirinya dengan tuntutan zaman. 8 Sehingga dalam pola pembagian harta warisan ada beberapa alternatif dalam pembagian warisan yang ditawarkan agar rasa keadilan dalam kehidupan masyarakat mengenai ketentuan bagian antara anak laki-laki dan anak perempuan : 1. Dengan cara tashaluh atau damai 9 Dalam proses pembagian warisan setelah para ahli waris ditentukan bagiannya masing-masing atas harta warisan tersebut berdasarkan ketentuan hukum kewarisan dalam Islam. Yang berarti masing-masing ahli waris merupakan pemilik atas harta warisan yang telah ditentukan bagiannya. Hal ini membawa konsekuensi logis bahwa ia sebagai ahli waris mempunyai kebebasan untuk melakukan tindakan hukum terhadap miliknya yang berasal dari harta warisan. Dimana pemilik harta warisan dapat melepaskan sebagian atau seluruh haknya untuk diberikan kepada ahli waris lainnya, baik dengan imbalan tertentu ataupun tanpa imbalan sedikitpun. Dalam hal ini dimungkinkan seorang anak perempuan akan menerima sebagian atau seluruh hak ahli waris lainnya, sehingga anak perempuan akan menerima lebih dari haknya atas harta warisan menurut ketentuan dalam Al-Qur an. Berarti anak perempuan akan mendapat sama bagian dengan anak laki-laki, atau lebih dari bagian anak laki-laki atau mendapat seluruh harta warisan. Hal ini dimungkinkan dengan pertimbangan bahwa situasi 6 Ibid, h. 64 7 Ibid, h. 82 8 Ibid, h. 62. Dikutip dari (Satjipto Rahardjo, 1977 : 39) 9 K.H. Ahmad Azhar Basyir, MA, Loc.Cit., h. 150

Muhammad Noor, Pola Pembagian Hukum Kewarisan 13 dan kondisi anak perempuan lebih memerlukan atau sebagai tanda kasih sayang dari saudara laki-lakinya. Jadi dalam hukum kewarisan Islam dimungkinkan terjadi tashaluh atau damai dalam pembagian harta warisan. Artinya salah seorang ahli waris mengadakan perdamaian dengan ahli waris lain untuk memberikan sebagian atau seluruh harta warisan yang menjadi hak atau bagiannya kepada ahli waris yang lain. 2. Dengan cara wasiat Dalam arti orang tua bisa mewasiatkan sebagian hartanya untuk kepentingan anak perempuan, agar ia mendapat bagian yang sama atau lebih dari bagian anak laki-laki. Wasiat kepada pewaris (orang tua kepada anak perempuan misalnya) dibolehkan oleh mayoritas ulama fiqh ketika para pewaris lain memberikan ridha atau iklas. Tetapi ketika tidak ada persetujuan ahli waris lainnya, maka wasiat menjadi batal. Tetapi mazhab Syi ah baik Imamiyyah, Zaidiyyah, Ismai iliyyah tetap mensahkan wasiat kepada pewaris sekalipun pewaris lain tidak merestui, sesuai dengan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 180. 10 3. Dengan cara Hibah Dengan pendekatan hibah, yaitu pemberian yang dilakukan semasa orang tua sebagai pemberi masih hidup. Hal ini sering dilakukan oleh para orang tua di Indonesia, dengan melakukan pembagian harta secara sama rata terhadap anak perempuan dan anak laki-laki. Pendapat Abu Yusuf, mazhab Maliki dan mazhab Syafi I menganjurkan hibah sama rata antara anak laki-laki dan anak perempuan, tidak dua banding satu seperti waris. Berbeda dengan mazhab Hambali yang mengharuskan hibah seperti waris, artinya tetap satu bagian bagi anak perempuan berbanding dua bagian anak laki-laki. 11 Dengan demikian ketentuan bagian yang telah ditetapkan dalam Al-Qur an itu bersifat tetap dan bersifat ta abbudi yang wajib dilaksanakan menurut ketentuan yang ada. Meskipun bersifat tetap dan ta abbudi, hal ini tidak menutup pintu bagi kita untuk mencari solusi dalam hal berapa bagian yang sesuai bagi anak laki-laki dan anak perempuan, yang terpenting prinsip keadilan, kemaslahatan atau kemanfaatan itu terjadi bagi para ahli waris yang menjadi tujuan utama dalam syari at Islam. Kesimpulan Ada beberapa formula hukum yang lebih adil dan tidak diskriminatif serta tidak melanggar ketentuan syari at dalam upaya untuk menyamakan bagian warisan anak perempuan dan anak laki-laki dapat dibenarkan dan sah menurut syari at. Sehingga formula satu banding dua bukanlah satu-satunya pilihan hukum, ada formula satu banding satu yang juga memiliki validitas yang sama. Artinya ada jalan yang dibenarkan oleh aturan Islam bagi anak perempuan untuk mendapatkan bagian harta yanga sama bahkan lebih dari bagian anak laki-laki. Pertama, melalui formula wasiat dengan restu pewaris lainya berdasarkan pandangan mayoritas ulama, ataupun tanpa restu berdasarkan pandangan fiqh syi ah. Kedua, dengan pemerataan bagian yang dilakukan semasa orang tua masih hidup, yaitu dengan jalan hibah. Ketiga, dengan cara tashaluh atau damai dalam pembagian harta warisan salah seorang ahli waris mengadakan perdamaian dengan ahli waris lain untuk memberikan sebagian atau seluruh harta warisan yang menjadi hak atau bagiannya kepada ahli waris yang lain. 10 Lihat Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-islami wa Adillatuhu, Juz VIII, h. 41-44 11 Wahbah Al-Zuhaili, Ibid, Juz V, h. 34-36

Muhammad Noor, Pola Pembagian Hukum Kewarisan 14 DAFTAR PUSTAKA Anshori Abdul Ghofor Prof. Dr., SH, MH Filsafat Hukum Kewarisan Islam, UUI Press, Yogyakarta, 2005 -------------------, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Ekonisia, Yogyakarta, 2005 Basyir, Ahmad Azhar, MA, Hukum Waris, Yogyakarta, UUI Press, 2001 Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Hukum Perkawinan Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz V ------------------, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz VIII