BAB II LANDASAN TEORI. A. Kekuatan Hukum Putusan BPSK Dalam Menjamin Perlindungan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. A. Kekuatan Hukum Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Dalam Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Konsumen

ANALISIS MENGENAI CARA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Oleh : Hj. MUSKIBAH, S.H., M.H. 1. Keywords:. Penyelesaian, Sengketa Konsumen.

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu Badan/Lembaga independent, badan publik yang mempunyai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUPK, BPSK Kota Semarang

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RATIO LEGAL PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DI DAERAH PADIMUN LUMBAN TOBING ABSTRAK

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk terciptanya sebuah struktur pasar persaingan. 1 Krisis ekonomi

URGENSI PERADILAN TATA USAHA MILITER DI INDONESIA. Oleh: Kapten Chk Sator Sapan Bungin, S.H.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini terlihat dari

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 3/PUU-XV/2017 Pelaksanaan Tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI PROPINSI JAWA TIMUR

MAKALAH TRANSPARANSI PENGADILAN. Oleh: DR. IBRAHIM, S.H, M.H, LL.M.

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XV/2017 Pelaksanaan Tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB IV PENUTUP. bertentangan dengan Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA yang menetapkan

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurmardjito (Erman Rajagukguk, dkk,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AD HOC DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/KMA/SK/VIII/2007 TAHUN 2007 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI DI PENGADILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Transportasi adalah suatu alat yang terus berlangsung dalam kehidupan manusia. 1

OPTIMALIASI PERAN DAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KABUPATEN KARAWANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. Pelaksanaan Perlindungan yang Diberikan kepada Konsumen Atas. Penggunaan Bahan-Bahan Kimia Berbahaya dalam Makanan Dikaitkan

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Kekuatan Hukum Putusan BPSK Dalam Menjamin Perlindungan Hukum Konsumen Perlindungan konsumen adalah upaya yang terorganisir yang didalamnya terdapat unsur-unsur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha yang jujur dan bertanggungjawab untuk meningkatkan hak-hak konsumen. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, mendefinisikan perlindungan konsumen sebagai berikut : Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen Pemerintah menjamin adanya perlindungan hukum terhadap konsumen, dengan membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pelaku usaha dengan konsumen. Eksistensi BPSK sangat penting bukan saja sebagai bentuk pengakuan hak konsumen untuk mendapatkan perlindungan dalam penyelesaian sengketa konsumen secara patut,tetapi juga sebagai badan pengawas terhadap pencatuman klausula baku oleh pelaku usaha. Pasal 42 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/2001, menyatakan bahwa Putusan BPSK 11

12 merupakan putusan yang final dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat belum dapat melindungi konsumen karena terjadi ketentuan yang bertentangan mengenai arti putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat. Putusan arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial karena tidak memiliki kepala putusan atau irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa 1. Asas-asas yang relevan sebagai dasar acuan putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat ke depan adalah Hak Asasi Manusia (HAM), asas kepastian hukum, asas tidak melampaui atau mencampuradukkan kewenangan, asas keadilan, dan asas efektivitas. Menurut S. Sothi Rachagan (Regional Director of CI-ROAP) ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam pengelolaan lembaga penyelesaian sengketa konsumen 2 : 1. Aksesibilitas yakni bagaimana mengupayakan agar lembaga penyelesaian sengketa konsumen dapat diakses seluas-luasnya oleh masyarakat. Prinsip ini meliputi elemen-elemen seperti: biaya murah, prosedur yang sederhana dan mudah, pembuktian yang fleksibel, bersifat komprehensif, mudah diakses langsung, dan tersosialisasi serta tersedia di berbagai tempat; 1 http://prasetya.ub.ac.id, Disertasi Kurniawan: Putusan BPSK Dalam Menjamin Perlindungan Hukum Konsumen, Diakses pada hari Sabtu 18 Desember 2010, pukul 20.00 WIB 2 http://duniathoto.blogspot.com/2010/07/bpsk.html, Diakses pada hari Sabtu 18 desember 2010, pukul 21.00 WIB

13 2. Fairness dalam arti keadilan lebih diutamakan daripada kepastian hukum sehingga sebuah lembaga penyelesaian sengketa konsumen setidaknya harus bersifat mandiri (independent) dan dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat (public accountability); 3 3. Efektif, sehingga lembaga penyelesaian sengketa harus dibatasi cakupan perkaranya (kompleksitas dan nilai klaim) dan setiap perkara yang masuk harus diproses secepat mungkin tanpa mengabaikan kualitas penanganan perkara. Untuk dapat dijalankannya prinsip-prinsip tersebut maka cara penyelesaian sengketa dengan pendekatan hukum yang legal-positivistik harus diubah dengan pendekatan hukum yang lebih kritis, responsif atau progresif. Secara singkat paradigma hukum progresif bertumpu pada filosofi dasarnya yakni hukum untuk manusia, yang dimaknai bahwa sistem manusia (sikap; perilaku) berada di atas sistem formal (aturan; keputusan administratif; prosedur; birokrasi). Dengan demikian bila sistem formal tidak bisa mewujudkan cara penyelesaian konsumen yang utuh, efektif dan adil atau memuaskan para pihak, maka sistem manusia harus mampu mewujudkan sendiri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen maka konsumen di Indonesia mendapat jaminan hukum yang pasti akan hak-haknya sebagai konsumen, khususnya dari tindakan-tindakan yang tidak adil dari pelaku usaha.

14 B. Upaya Hukum Terhadap Putusan BPSK Pembahasan tentang upaya hukum terhadap putusan BPSK tidak terlepas dari aspek filosofisnya sebagaimana termuat dalam alinea ke-2 dan ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Utilitarianisme merupakan teori kebahagiaan terbesar yang mengajarkan tiap manusia untuk meraih kebahagiaan (kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak, Konsep pemikiran utilitarianisme ini, nampak melekat dalam alinea ke-2 Pembukaan UUD 1945 terutama pada makna adil dan makmur, sebagaimana dipahami bahwa tujuan hukum pada dasarnya adalah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, sesuai ungkapan Betham The great happiness for the greatest number (Kebahagiaan sebesarbesarnya untuk masyarakat sebanyak-banyaknya). Makna adil dan makmur harus dipahami sebagai kebutuhan masyarakat Indonesia baik bersifat rohani ataupun jasmani. Secara yuridis hal ini tentu saja menunjuk kepada seberapa besar kemampuan hukum untuk dapat memberikan kemanfaatan kepada masyarakat, dengan kata lain seberapa besar sebenarnya hukum mampu melaksanakan atau mencapai hasil-hasil yang diinginkan, karena hukum

15 dibuat dengan penuh kesadaran oleh Negara dan ditujukan kepada tujuan tertentu 3. Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak. Lembaga yang menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen diluar pengadilan dalam hal ini adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Apabila berbicara tentang upaya hukum keberatan terhadap putusan BPSK, kita harus melihat sejauh mana kekuatan hukum putusan BPSK itu berlaku. Bedasarkan Pasal 42 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/2001, menyatakan bahwa putusan BPSK merupakan putusan yang final dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Final berarti penyelesaian sengketa mestinya sudah berakhir dan selesai. Mengikat berarti memaksa dan sebagai sesuatu yang harus dijalankan para pihak. Prinsip res judicata pro vitatate habetur,suatu putusan yang tidak mungkin lagi untuk dilakukan upaya hukum, dinyatakan sebagai putusan yang mempunyai kekuatan hukum pasti. 3 Otje salman Soemadiningrat dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum (mengingat, mengumpulkan dan membuka kembali), Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 156-157.

16 Berdasarkan prinsip demikian, jelas putusan BPSK mestinya harus dipandang sebagai putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde), namun pada Pasal 41 ayat (3) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, menyatakan bahwa konsumen atau pelaku usaha yang menolak putusan BPSK, dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari ketiga terhitung sejak keputusan BPSK diberitahukan. Para pihak ternyata masih bisa mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri paling lambat 14 hari setelah pemberitahuan putusan BPSK. Hal ini bertentangan dengan sifat putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat. Kejadian tersebut disebabkan karena lemahnya kedudukan dan kewenangan yang diberikan oleh Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/2001 terhadap BPSK terutama menyangkut putusan yang bersifat final dan mengikat namun dapat dilakukan dua kali upaya hukum keberatan dan upaya hukum kasasi. BPSK adalah sebagai lembaga Negara independen atau lembaga negara komplementer dengan tugas dan wewenang yang atributif untuk melakukan penegakan hukum perlindungan konsumen. BPSK merupakan lembaga penunjang dalam bidang quasi peradilan. Oleh karenanya, kekuatan BPSK bersifat final dan mengikat. Makna final yang dimaksud dalam putusan

15 BPSK adalah final pada tingkat BPSK saja sedangkan pada tingkat pengadilan putusan BPSK tidak bersifat final atau masih dapat dilakukan upaya hukum keberatan ke pengadilan negeri dan kasasi ke mahkamah agung. Untuk mengatasi masalah tersebut, Mahkamah Agung sudah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK. Dalam Peraturan Mahkamah Agung ini disebutkan bahwa pada hakikatnya tidak dapat dibenarkan mengajukan keberatan terhadap putusan BPSK kecuali yang memenuhi persyaratan. Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung ini menegaskan bahwa yang bisa diajukan keberatan adalah terhadap putusan arbitrase BPSK.