BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Jaminan Kesehatan adalan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013). Peserta Jaminan Kesehatan yaitu setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi: a. penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI): fakir miskin dan orang yang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. b. bukan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (Non PBI), terdiri dari: i. pekerja penerima upah dan anggota keluarganya diantaranya sebagai berikut: 1. pegawai negeri sipil 2. anggota TNI 3. anggota POLRI 4. pejabat negara 5. pegawai pemerintah non pegawai negeri 6. pegawai swasta 7
7. pekerja yang tidak termasuk angka 1 sampai dengan 6 yang menerima upah termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. ii. pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, terdiri atas pekerja di luar hubungan kerja dan pekerja mandiri. iii. bukan pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas: 1. investor 2. pemberi kerja 3. penerima pensiun, terdiri dari : a. pegawai negeri sipil yang berhenti dengan hak pensiun b. anggota TNI dan anggota POLRI yang berhenti dengan hak pensiun c. pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun d. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun e. penerima pensiun lain f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak pensiun. 4. veteran 5. perintis Kemerdekaan 6. bukan Pekerja yang tidak termasuk angka 1 sampai dengan 6 yang mampu membayar iuran. Anggota keluarga yang ditanggung antara lain: a. pekerja penerima upah: i. keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. 8
ii. anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan kriteria: 1. tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri. 2. belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. b. pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja : Peserta dapat mengikut sertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas). c. peserta dapat mengikut sertakan anggota keluarga tambahan yang meliputi anak ke 4 dan seterusnya ayah, ibu dan mertua. d. peserta dapat mengikut sertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga (Kemenkes, RI., 2013) 2.2 Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan Hak Peserta BPJS Kesehatan Sebagai Berikut : a. mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan. b. memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. d. menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke kantor BPJS Kesehatan. 9
Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan Sebagai Berikut : a. mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I. c. menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang. d. mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan (Kemenkes, RI., 2004). 2.3 Biaya Iuran Peserta BPJS Kesehatan 1. biaya iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) Peserta BPJS Kesehatan PBI dibayar oleh pemerintah sebesar Rp19.225/orang/bulan 2. biaya iuran bukan penerima bantuan iuran (Non-PBI) a. PNS 5% (gaji) : i. 2% dari pekerja ii. 3% dari pemerintah b. Pegawai Perusahaan 4,5% (gaji) : i. 0,5% dari pekerja ii. 4% dari perusahaan c. Mandiri : i. kelas 1 = Rp 59.500/orang/bulan ii. kelas 2 = Rp 42.500/orang/bulan iii. kelas 3 = Rp.25.500/orang/bulan (Kurniawan, 2015). 10
2.4 Sistem Rujukan Berjenjang Peserta BPJS Kesehatan Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan (Kemenkes, RI., 2004). Gambar 2.1. Gambar 2.1 Alur pelayanan kesehatan 2.5 Tata Cara Sistem Rujukan Berjenjang Peserta BPJS Kesehatan Dalam hal peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, fasilitas kesehatn tingkat pertama harus merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai berikut: a. sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis yaitu: i. dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama. ii. jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua. 11
iii. pelayanan kesehatan tingkat kedua di fasilitas kesehatan sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan primer. iv. pelayanan kesehatan tingkat ketiga di fasilitas kesehatan tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan sekunder dan fasilitas kesehatan primer. b. pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk langsung ke fasilitas kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di fasilitas kesehatan tersier. c. ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi: i. terjadi keadaan gawat darurat, kondisi kegawat daruratan mengikuti ketentuan yang berlaku. ii. bencana, kriteria bencana ditetapkan oleh pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah. iii. kekhususan permasalahan kesehatan pasien. iv. pertimbangan geografis. v. pertimbangan ketersediaan fasilitas. d. pelayanan oleh bidan dan perawat. i. dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. ii. bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, 12
yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama. e. rujukan parsial i. rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Fasilitas kesehatan tersebut. ii. rujukan parsial dapat berupa: a. pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan. b. pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang. iii. apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk (Kemenkes, RI., 2004). 2.6 Puskesmas Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas dinyatakan bahwa Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara rinci, pengertian dari Puskesmas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. unit pelaksana teknis Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional 13
Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. 2. pembangunan kesehatan Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. 3. penanggung jawab penyelenggaraan Penanggung jawab utama seluruh upaya pembangunan kesehatan diwilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan kabupaten/kota, sedangkan puskesmas bertanggung jawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya. 4. wilayah kerja Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota (Kemenkes, RI., 2004). Puskesmas sesuai peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan jaminan kesehatan merupakan pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama terdiri atas: 14
a. pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama. b. pelayanan kesehatan rawat inap tingkat pertama. c. pelayanan kesehatan gigi. d. pelayanan kesehatan oleh bidan dan perawat (Kemenkes, RI., 2014). Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama meliputi : a. pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama harus memiliki fungsi pelayanan kesehatan yang komprehensif berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan dan pelayanan kesehatan gawat darurat termasuk pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan farmasi. b. pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud diatas untuk pelayanan medis mencakup: i. kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di pelayanan Kesehatan tingkat pertama. ii. kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan rujukan. iii. kasus medis rujuk balik. iv. pemeriksaan, pengobatan dan tindakan pelayanan kesehatan gigi tingkat pertama. v. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita oleh bidan atau dokter. vi. rehabilitasi medik dasar. c. pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup: 15
a. administrasi pelayanan yang meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas kesehatan lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama. b. pelayanan promotif dan preventif yang meliputi kegiatan penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana, skrining kesehatan. c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis. d. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, dan bayi. e. upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi. f. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif. g. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai. h. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama berupa pemeriksaan darah sederhana (Hemoglobin, trombosit, leukosit, hematokrit, eosinofil, eritrosit, golongan darah, laju endap darah, malaria), urine sederhana (warna, berat jenis, kejernihan, ph, leukosit, eritrosit), feses sederhana (benzidin tes, mikroskopik cacing), gula darah sewaktu. i. pemeriksaan penunjang sederhana lain yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama. j. pelayanan rujuk balik dari fasilitas kesehatan lanjutan. k. pelayanan program rujuk balik. l. pelaksanaan prolanis dan home visit. m. rehabilitasi medik dasar (Kemenkes, RI., 2014). 16
2.7 Peran Puskesmas pada JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) Puskesmas merupakan ujung tombak dari program jaminan kesehatan nasional (JKN). Peran puskesmas sangat krusial dimana merupakan posisi pelayanan kesehatan dasar yang berperan sebagai kontak pertama kepada masyarakat.untuk mencapai tujuan MDGs maka pembangunan puskesmas perlu direvitalisasi untuk memberikan layanan primer yang lebih baik dan berkualitas (Kemenkes, RI., 2013). Berdasarkan peraturan presiden nomor 12 tahun 2013 pasal 21 pelayanan promotif dan preventif yang diberikan puskesmas meliputi penyuluhan kesehatan perorangan berupa: a. penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat. b. imunisasi dasar Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B (DPT-HB), Polio, dan Campak. c. keluarga berencana meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. d. skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Ketentuan mengenai tata cara pemberian pelayanan skrining kesehatan jenis penyakit, dan waktu pelayanan skrining kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri. 17
e. vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Sedangkan pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang diberikan meliputi : i. administrasi pelayanan. ii. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis iii. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif iv. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai v. transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis vi. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama. vii. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi (Kemenkes, RI., 2013). 2.8 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas Sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas yang berorientasi kepada pasien dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian maka diperlukan suatu standar yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pelayanan kefarmasian. Untuk itu, pada tanggal 20 Juni 2014 Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang wajib diikuti oleh setiap apoteker dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang kemudian menjadi tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu 18
kehidupan pasien. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk: a. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (Kemenkes, RI., 2014). Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai (mulai dari perencanaan kebutuhan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan serta pemantauan dan evaluasi pengelolaan) dan standar pelayanan farmasi klinik mulai dari pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat, Pelayanan Informasi obat (PIO), konseling, ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap), pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pemantauan terapi obat serta evaluasi penggunaan obat (Kemenkes, RI., 2014). Pelayanan kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah apoteker di Puskesmas adalah 1 (satu) apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien per hari. Bagi Puskesmas yang belum memiliki apoteker sebagai penanggung jawab, penyelenggaran pelayanan kefarmasian secara terbatas dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian atau tenaga kesehatan lain (Kemenkes, RI., 2014). 19
2.9 Kepuasan Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang di perolehnya. Menurut Merkouris, et. al., (1999) mengukur kepuasan pasien dapat digunakan untuk evaluasi kualitas atau mutu pelayanan kesehatan dengan parameter penilaian sebagai beriut: a. Reliability atau kehandalan yaitu kemampuan untuk menampilkan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan akurat. b. Assurance atau jaminan yaitu kompetensi yang dimiliki sehingga membuat rasa aman, bebas resiko atau bahaya, kepastian yang mencakup pengetahuan sikap perilaku. c. Tangibles atau wujud nyata yaitu penampilan fisik, fasilitas, peralatan, sarana informasi, petugas. d. Empathy atau perhatian yaitu sifat dan kemampuan untuk memberikan perhatian penuh, kemudahan kontak, komunikasi yang baik. e. Responsiveness atau ketanggapan yaitu kemampuan untuk membantu konsumen dan meningkatkan kecepatan pelayanan (Merkouris, et. al., 1999). Menurut Supranto untuk mengembangkan ikatan serta kepuasan pelanggan yang lebih kuat, perlu tiga pendekatan penciptaan nilai pelanggan, yaitu: a. Pendekatan I adalah memberikan keuntungan finansial bagi pelanggan b. Pendekatan II adalah meningkatkan ikatan sosial antara perusahaan dengan pelanggan dengan cara mempelajari kebutuhan masing-masing pelanggan serta memberikan pelayanan yang lebih pribadi sifatnya. c. Pendekatan III adalah meningkatkan ikatan struktural (Supranto, 2011). 20