CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 KERANGKA PIKIR Swasembada daging sapi sebagai program pemerintah merupakan kemampuan pemerintah sebagai regulator menyediakan 90 persen dari total kebutuhan daging sapi lokal di dalam negeri sedangkan 10 persen sisanya berasal dari pasokan dari luar negeri berupa impor sapi bakalan dan impor daging. Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 ini merupakan tindak lanjut program swasembada daging yang pernah dicanangkan pada tahun 2005 dan tahun 2010. Evaluasi terhadap kekurangberhasilan program swasembada daging beserta permasalahan teknis dan non-teknis yang teridentifikasi pada periode sebelumnya digunakan sebagai rujukan untuk menyusun kegiatan pokok, kegiatan operasional, dan rencana aksinya. Salah satu hal penting yang dihasilkan dari evaluasi tersebut adalah tidak efektifnya Peraturan Menteri Pertanian (No:59/Permentan/HK.060/8/2007) yang diberlakukan sejak tahun 2008 dalam mengimplementasikan program swasembada daging sapi karena kurangnya dukungan anggaran bagi pelaksanaan tujuh langkah operasional Program Percepatan Swasembada Daging Sapi (P2SDS) Tahun 2010. Namun demikian, kontribusi yang dihasilkan dari pelaksanaan tujuh langkah operasional tersebut sampai akhir tahun 2009 ini adalah (a) optimalisasi akseptor dan Intensifikasi Kawin Alam (InKA) dapat memberikan kontribusi daging sebesar 79,8 ribu ton, sapi betina produktif 448,551 ekor, dan kelahiran 58,3 persen dari 1,46 juta akseptor; (b) InKA saja memberikan kontribusi 17,3 ribu ton daging dan sapi betina produktif sebanyak 97.195 ekor; (c) Kegiatan pengendalian pemotongan betina produktif memberikan kontribusi penyelamatan 18.859 ekor sapi betina produktif dan kelahiran 14.521 ekor; dan (d) Kegiatan penanganan gangguan reproduksi dapat memberikan kontribusi penyediaan daging sebesar 1,3 ribu ton. Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) Tahun 2014 adalah upaya khusus pengembangan peternakan sapi lokal maupun sapi persilangan antara sapi lokal dan sapi exotic dengan memperhatikan aspek perbibitan, pakan, budidaya, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, serta aspek penunjang seperti permodalan, kelembagaan, dan pemberdayaan peternak. Dengan memperhatikan pencapaian kinerja P2SDS 2010 dengan berbagai permasalahan dan tantangan ke depan, disertai komitmen Presiden RI dalam menyukseskan swasembada daging sapi di Indonesia, program Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 dipertajam menjadi lima kegiatan pokok, yaitu (1) penyediaan bakalan/daging sapi lokal, (2) CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 391
peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak sapi lokal, (3) pencegahan pemotongan sapi betina produktif, (4) penyediaan bibit sapi lokal, dan (5) pengaturan stock daging sapi dalam negeri. Pelaku utama yang secara riil menjalankan lima kegiatan pokok tersebut sebenarnya bukan pemerintah tetapi pelaku usaha peternakan sapi berskala kecil dan menengah; serta pelaku usaha peternakan sapi berskala besar. Sebagai program pemerintah yang memanfaatkan dana publik (yang dikelola negara), lima kegiatan pokok tersebut diprioritaskan bagi pelaku usaha peternakan berskala kecil (jumlah kepemilikannya sedikit tetapi dilakukan oleh banyak peternak) dengan tetap memperhatikan fungsi fasilitator dan regulator yang kondusif bagi pelaku usaha peternakan berskala besar (jumlah kepemilikannya banyak tetapi pelakunya sedikit). Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pengusaha besar mestinya mandiri dalam pengadaan modal dan penyediaan teknologinya sedangkan pelaku usaha berskala kecil masih memiliki kendala dari banyak aspek. Walaupun ini merupakan program nasional yang menjadi komitmen politik Presiden RI, Kementerian Pertanian merupakan leading sector yang diharapkan mampu menggerakkan dan meningkatkan peran kementerian lainnya seperti: (a) Kementerian Keuangan dalam penyediaan anggaran untuk menstimulus usaha peternakan atau untuk menjalankan semua program pemerintah; (b) Perbankan dalam hal pemberian pinjaman modal yang bunganya disubsidi pemerintah atau pemberian pinjaman modal melalui skema lain yang berbeda; (c) Kementerian Perindustrian dalam hal fasilitasi tersedianya sarana dan prasarana pengembangan usaha peternakan sapi; (d) Kementerian Perdagangan dalam hal pengendalian distribusi dan pemasaran ternak dan produknya di dalam dan dari luar negeri; (e) Kementerian Dalam Negeri dalam hal dukungan terhadap pemerintah daerah yang wilayahnya mengembangkan usaha peternakan; (f) Kementerian Negara Koperasi dan UKM dalam hal pemberian bantuan kredit bagi peternak berskala kecil dan menengah; (g) Kementerian Negara BUMN dan Kementerian Energi-Sumber Daya Mineral dalam hal dukungan penggunaan dana CSR perusahaan besar milik pemerintah (yang bergerak di luar bidang pertanian/peternakan) bagi pengembangan usaha peternakan. Instansi lain yang berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan lima kegiatan pokok tersebut dan secara terus menerus telah berkontribusi dalam mengembangkan usaha peternakan melalui dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi diantaranya adalah Badan Atom Nasional (BATAN) yang banyak bergerak di bidang pakan dan reproduksi; Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang banyak bergerak di bidang budidaya ternak sapi, reproduksi, dan genetika; Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang banyak bergerak di bidang kajian teknologi pembibitan dan pakan; Kementerian Pendidikan Nasional yang banyak melakukan penelitian dasar di bidang peternakan. Instansi tersebut secara langsung maupun tidak langsung telah dan akan terus berkontribusi dalam Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 9 No. 4, Desember 2011 : 391-404 392
pembangunan peternakan nasional, serta perlu diperhitungkan kontribusinya dalam ikut mensukseskan program PSDS 2014 ini. Melalui sinergi antara pelaku usaha peternakan, instansi pemerintah lintas kementerian, pemerintah daerah, lembaga keuangan, yang dikoordinir oleh tim pelaksana yang terorganisir secara vertikal dari pusat ke daerah, dengan selalu memperhatikan jejaring horizontalnya, PSDS 2014 diharapkan dapat membawa bangsa Indonesia berswasembada daging. Keberhasilan PSDS 2014 diharapkan tidak hanya dapat memberikan kontribusi terhadap ketahanan pangan nasional, tetapi juga peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak serta pertumbuhan ekonomi secara nasional. Secara lengkap kerangka pikir program PSDS tahun 2014 disajikan pada Gambar 1. Dari lima kegiatan pokok PSDS 2014, setiap kegiatan tersebut dijabarkan secara lebih rinci dalam kegiatan operasional yang secara keseluruhan terdiri atas 13 kegiatan. Kegiatan pokok penyediaan bakalan/daging sapi lokal diimplementasikan dalam empat kegiatan operasional yaitu (1) Pengembangan usaha pembiakan dan penggemukan sapi lokal; (2) Pengembangan pupuk organik dan biogas; (3) Pengembangan integrasi ternak sapi dan tanaman; (4) Pemberdayaan dan peningkatan kualitas Rumah Potong Hewan (RPH). Kegiatan pokok peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak sapi lokal diimplementasikan dalam tiga kegiatan operasional yaitu (5) Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) dan Intensifikasi Kawin Alam (InKA); (6) Penyediaan dan pengembangan pakan dan air; (7) Penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan. Kegiatan pokok pencegahan pemotongan sapi betina produktif diimplementasikan melalui satu kegiatan operasional yaitu (8) penyelamatan sapi betina produktif. Kegiatan pokok penyediaan sapi bibit diimplementasikan dalam tiga kegiatan operasional yaitu (9) Penguatan wilayah sumber bibit dan kelembagaan usaha pembibita; (10) Pengembangan usaha pembibitan sapi potong melalui Village Breeding Centre (VBC); (11) Penyediaan sapi bibit melalui subsidi bunga (program Kredit Usaha Pembibitan Sapi/KUPS). Kegiatan pokok pengaturan stock daging sapi di dalam negeri diimplementasikan dalam dua kegiatan operasional yaitu (12) Pengaturan stock sapi bakalan dan daging sapi; dan (13) Pengaturan distribusi dan pemasaran sapi dan daging. Secara diagramatik, 13 kegiatan operasional yang diimplementasikan untuk menerapkan lima kegiatan pokok disajikan pada Gambar 2. Pada dasarnya lima kegiatan pokok PSDS 2014 tersebut dilaksanakan di seluruh 33 provinsi di Indonesia namun tidak semua provinsi melaksanakan 13 kegiatan operasional. Berdasarkan kepadatan populasi sapinya, 20 provinsi diprioritaskan dalam program PSDS 2014 sedangkan 13 provinsi lainnya diarahkan menjadi wilayah pertumbuhan baru yang mendukung swasembada daging sapi secara berkelanjutan. CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 393
Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 9 No. 4, Desember 2011 : 391-404 394
Gambar 2. Kegiatan Pokok dan Kegiatan Operasional yang Mendukung Keberhasilan Progam PSDS 2014 CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 395
Berdasarkan jumlah populasi ternak sapi potong beserta faktor pendukung lainnya seperti daya dukung lahan untuk pakan, budidaya, kondisi geografis, dan kualitas sumber daya peternak, 20 provinsi yang diprioritaskan dalam program PSDS 2014 dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: 1. Kelompok I Daerah prioritas pengembangan Inseminasi Buatan (IB) mencakup lima provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. 2. Kelompok II Daerah prioritas pengembangan IB dan Intensifikasi Kawin Alam (InKA) secara bersamaan mencakup 12 provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Jambi, dan Riau. 3. Kelompok III Daerah prioritas pengembangan InKA mencakup tiga provinsi yaitu Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Pengamatan terhadap usaha peternakan di aspek budidaya di Indonesia menunjukkan bahwa lambatnya peningkatan populasi sapi potong secara mayoritas disebabkan oleh (a) tingginya angka kematian; (b) banyaknya pemotongan sapi betina produktif; (c) pemotongan sapi pada umur muda; dan (d) rendahnya angka kelahiran (calf crop). Keempat penyebab tersebut akan diperhatikan secara khusus terkait dengan 13 kegiatan operasional karena memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap upaya meningkatkan populasi yang berujung pada pencapaian swasembada daging. Keterkaitan antara kegiatan operasional dan dampak yang ditimbulkan memperbaiki empat penyebab tersebut dapat diilustrasikan pada Tabel 1. Tabel 1. Matrik Keterkaitan antara Upaya Meningkatkan Populasi dan Kegiatan Prioritas dalam Mewujudkan PSDS 2014 Upaya Meningkatkan Populasi Penjaringan No. Tiga Belas Kegiatan Operasional Menekan Tunda Peningkatan Kematian Potong Angka Kelahiran SBP 1. Pengembangan usaha pembiakan dan penggemukan * **** **** **** sapi lokal 2. Pengembangan pupuk organik dan biogas - * **** ** 3. Pengembangan integrasi ternak sapi dan tanaman - **** ** **** 4. Pemberdayaan dan peningkatan kualitas RPH - **** ** *** 5. Optimalisasi IB dan InKA * ** - **** 6. Penyediaan dan pengembangan pakan dan air **** * * *** 7. Penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan **** * * *** pelayanan kesehatan hewan 8. Penyelamatan sapi betina produktif ** **** - *** 9. Penguatan wilayah sumber bibit dan kelembagaan usaha ** * * **** 10. Pengembangan pembibitan sapi potong melalui VBC * - - **** 11. Penyediaan bibit melalui subsidi bunga (KUPS) - **** - **** 12. Pengaturan stock sapi bakalan dan daging sapi - **** **** - 13. Pengaturan distribusi dan pemasaran sapi dan daging - - ** - Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 9 No. 4, Desember 2011 : 391-404 396
RENCANA AKSI A. Penyediaan Bakalan/Daging Sapi Lokal Justifikasi : Sapi lokal harus dijadikan tulang punggung dalam penyediaan daging nasional. Permasalahan yang dihadapi selama ini antara lain adalah terbatasnya jumlah sapi bakalan lokal yang dapat dimanfaatkan untuk penggemukan. Oleh karena itu impor sapi bakalan cenderung terus meningkat, yang setiap tahun dapat menguras devisa sampai Rp. 4,8-5 trilyun. Impor yang semula ditujukan untuk mengisi kekurangan, ternyata sudah berpotensi mengganggu usaha penggemukan sapi lokal. Mestinya jumlah devisa yang terserap ke luar negeri lebih tepat digunakan untuk mengembangkan usaha penyediaan sapi bakalan dan daging lokal yang akan berdampak pada peningkatan kemandirian dan daya saing. Untuk menstimulasi peternak agar mengembangkan usaha peternakan sapi lokal, perlu didukung program dan fasilitas usaha budidaya dan penggemukan sapi lokal. Tujuan : Meningkatkan ketersediaan bakalan dan daging yang berasal dari sapi lokal. Target : Sapi bakalan yang potensial untuk dipotong pada tahun 2014 sebanyak 2.779 juta dan potensi daging lokal 525.477 ton Manfaat : Memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha budidaya pembiakan dan penggemukan sapi lokal. Menstimulasi para peternak untuk menfokuskan usaha budidaya sapi lokal maupun hasil IB, serta melestarikan plasma nutfah sapi lokal yang sangat adaptif. 1. Pengembangan Usaha Pembiakan dan Penggemukan Sapi Lokal Kegiatan operasional ini bertujuan untuk meningkatkan populasi sapi bakalan dan daging lokal. Program aksi: a. Penguatan modal usaha kelompok peternak melalui pemberian kredit lunak jangka panjang atau modal abadi dalam bentuk bantuan sosial dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah kepada kelompok peternak yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu. b. Pengembangan Program Sarjana Membangun Desa dan pengembangan sistem manajemen regional melalui Sarjana Membangun Desa. CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 397
2. Pengembangan Pupuk Organik dan Biogas Kegiatan operasional ini bertujuan untuk memberikan stimulasi bagi usaha pembiakan dan penggemukan sapi atau usaha cow calf operation pola kereman. a. Pengembangan usaha pupuk organik dan sistem jaringan pemasarannya. b. Pembangunan instalasi biogas untuk penyediaan energi alternatif di pedesaan. 3. Pengembangan Integrasi ternak sapi dan tanaman Kegiatan operasional ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi usaha agribisnis tanaman pola integrasi tanaman-ternak melalui pendekatan low external input sustainable agriculture (LEISA) dan meningkatkan jumlah/populasi dan kualitas ternak sapi. a. Integrasi tanaman ternak untuk usaha pembiakan sapi potong di lahan perkebunan, kehutanan, lahan hortikultura, lahan pascatambang dll b. Integrasi ternak tanaman melalui program CSR dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), 4. Pemberdayaan dan Peningkatan Kualitas RPH Kegiatan operasional ini bertujuan untuk mengawasi pemotongan sapi betina produktif sekaligus untuk meningkatkan status hygiene dan sanitasi RPH dalam rangka penyediaan daging yang ASUH. a. Pembangunan RPH baru di propinsi yang memiliki potensi dalam usaha pemotongan hewan namun belum memiliki fasilitas RPH yang memenuhi persyaratan teknis higiene- sanitasi b. Renovasi RPH yang sudah ada B. Peningkatan Produktivitas dan Reproduktivitas Ternak Sapi Lokal Justifikasi : Percepatan pencapaian target populasi sapi lokal sangat ditentukan oleh produktivitas sapi dan performa reproduksinya. Secara genetis sapi lokal seperti Sapi Bali, sapi PO dsb memiliki kinerja reproduksi yang baik. Sementara itu sapi hasil IB hanya akan mengekspresikan potensinya bila mendapat perlakuan yang semestinya. Untuk meningkatkan produktivitas dan kemampuan reproduksi yang Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 9 No. 4, Desember 2011 : 391-404 398
Tujuan optimal sapi lokal maupun sapi silangan hasil IB perlu diupayakan penyediaan pakan berbasis sumberdaya lokal secara mudah, murah, dan berkelanjutan. : Meningkatkan angka kebuntingan dan kelahiran sapi lokal dan sapi silangan hasil IB, sekaligus menekan angka kematian sehingga menambah populasi sapi lokal. Target : Kelahiran sapi tahun 2014 sebanyak 3,364 juta ekor dengan masing-masing kontribusi IB 1,89 juta ekor dan Kawin Alam 1,474 juta ekor. Manfaat : Menstimulasi lembaga IB baik daerah dan pusat untuk menyediakan straw yang diperlukan dan mendorong pemberdayaan pos IB dan tenaga IB. Hasil yang diharapkan adalah peningkatan populasi yang sekaligus dapat membantu untuk meningkatkan skala usaha peternak. 5. Optimalisasi IB dan InKA Kegiatan opersional ini bertujuan meningkatkan jumlah kelahiran anak melalui optimalisasi IB dan Intensifikasi kawin alam (InKA). a. Penambahan jumlah akseptor IB b. Penambahan jumlah akseptor InKA dan pejantan pemacek 6. Penyediaan dan Pengembangan Pakan dan Air Kegiatan operasional ini bertujuan menjamin penyediaan pakan dan air untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi kelompok peternak dan unit usaha pembibitan maupun penggemukan sapi, mengakselerasi proses pertambahan populasi sapi melalui pengembangan sistem produksi berbasis pastura (padang penggembalaan) atau cut and carry system dengan sistem extensive dan managemen murah (low external input management) a. Penambahan penyediaan sumber benih pakan HMT nasional (graminae dan legume) b. Peningkatan pemanfaatan limbah agro industri seperti limbah atau hasil samping perkebunan atau pabrik pengolahan sawit (bungkil inti sawit, BIS), pabrik gula (tetes), dan pabrik penggilingan padi (dedak), dlsb. c. Pengembangan teknologi dan industri pakan berbasis sumberdaya lokal. CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 399
7. Penanggulangan Gangguan Reproduksi dan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Program ini bertujuan untuk mengurangi tingkat kegagalan reproduksi ternak betina produktif yang telah berhasil dikawini sebanyak 200-300 ribu akseptor IB dan InKA, dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan terhadap 200.000 ekor sapi bakalan. a. Penanggulangan gangguan reproduksi, dengan cara: b. Peningkatan pelayanan kesehatan hewan, dengan cara: C. Pencegahan Pemotongan Sapi Betina Produktif Justifikasi : Sapi betina produktif merupakan sumber penghasil pedet. Penambahan populasi sapi sangat ditentukan oleh ketersediaan sapi betina produktif yang proporsional secara berkelanjutan. Saat ini tingkat pemotongan sapi betina produktif di Indonesia sudah sampai pada tingkat membahayakan populasi sapi nasional. Oleh karena itu perlu program terobosan yang dapat mencegah berkurangnya populasi sapi betina produktif. Tujuan : Mempertahankan populasi sapi nasional yang ada melalui pencegahan pemotongan sapi betina produktif. Target : Terselamatkannya pemotongan sapi betina produktif sebanyak 200 ribu ekor per tahun. Manfaat : Meningkatkan populasi sapi secara nasional dengan penambahan pedet yang dilahirkan dari sapi betina produktif yang terselamatkan. 8. Penyelamatan Sapi Betina Produktif Kegiatan operasional ini bertujuan menyelamatkan 200 ribu ekor sapi betina produktif per tahun yang akan dibawa ke RPH oleh kelompok peternak atau akan dipotong di RPH a. Pemeriksaan status reproduksi sapi betina produktif secara rutin di RPH dan kelompok peternak. b. Fasilitasi dana talangan untuk menyelamatkan sapi betina produktif di tingkat RPH dan di kelompok peternak. c. Pembinaan kelompok peternak yang sudah mengembangkan sapi betina produktif dan kelompok peternak pembibit. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 9 No. 4, Desember 2011 : 391-404 400
d. Penambahan tenaga dan peningkatan kemampuan teknis petugas reproduksi dan manajemen pemeliharaan. D. Penyediaan Bibit Sapi Lokal Justifikasi : Bibit merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan dan strategis untuk peningkatan populasi dan penyediaan daging nasional. Jumlah bibit di Indonesia masih sangat terbatas dan semakin diperparah dengan pemotongan betina produktif. Oleh karena itu perlu dilaksanakan kegiatan penguatan kelembagaan pembibitan yang menerapkan good breeding practice, peningkatan penerapan standar mutu benih dan bibit ternak, peningkatan penerapan teknologi perbibitan, dan pengembangan usaha dan investasi. Tujuan Target : Meningkatkan ketersediaan bibit dalam rangka memenuhi kebutuhan bakalan sapi potong lokal untuk mencapai swasembada daging sapi secara berkelanjutan. : Jumlah bibit yang dihasilkan sampai tahun 2014 adalah sebanyak 1.880.000 ekor; benih 34 juta dosis semen beku; 3.550 embrio Manfaat : Program penyediaan bibit akan membantu peternak untuk meningkatkan skala pengusahaan dan pendapatan 9. Penguatan wilayah sumber bibit dan kelembagaan usaha pembibitan Kegiatan operasional ini bertujuan mengembangkan dan memperkuat wilayah sumber bibit utama serta kelembagaan pengelolaan bibit nasional, sehingga menjadi pemasok bibit dan betina produktif serta menjadi pusat pelestarian sapi asli dan sapi lokal Indonesia. a. Pengidentifikasian wilayah yang berpotensi sebagai sumber bibit sapi. b. Penetapan wilayah sumber bibit sapi yang memiliki potensi menghasilkan bibit. c. Penguatan UPT pembibitan dan sinergisme antar UPT lingkup Deptan dalam rangka penyediaan bibit sapi unggul 10. Pengembangan Usaha Pembibitan Sapi Potong melalui VBC Kegiatan operasional ini bertujuan meningkatkan populasi bibit masyarakat yang secara akumulatif memenuhi target kebutuhan bibit nasional. di CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 401
a. Penyusunan kriteria Village Breeding Centre (VBC) berdasarkan acuan ilmiah. b. Penambahan jumlah sapi bibit di kelompok peternak yang sudah berpengalaman sesuai dengan kemampuannya. c. Pelatihan dan pendampingan kelompok peternak pembibit (VBC) dalam rangka menerapkan Good Breeding Practice. d. Penetapan standar mutu bibit melalui sertifikasi bibit untuk menjaga/ meningkatkan harga bibit di peternak. 11. Penyediaan sapi bibit melalui subsidi bunga (KUPS) Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatan populasi, menyediakan bibit secara berkelanjutan, menumbuhkan industri dan kelompok pembibitan serta memperluas lapangan pekerjaan melalui bantuan permodalan dengan bunga rendah (karena disubsidi oleh pemerintah) bagi pelaku usaha pembibitan. a. Sosialisasi KUPS di pusat dan daerah (Pelaksana: Deptan, Bank, Dinas/Pemda). b. Pemetaan daerah (peserta KUPS) yang berpotensi dalam penyerapan KUPS (Pelaksana Ditjennak, Dinas, Litbang). c. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan KUPS antara Deptan, Depkeu, Perbankan, dan stakeholders terkait. d. Monitoring ketersediaan ternak di dalam dan luar negeri. e. Identifikasi dan klarifikasi pelaksana dan pemanfaatan KUPS. f. Penguatan modal usaha kelompok. g. Pembinaan, pendampingan dan pengawasan pelaksanaan KUPS. h. Koordinasi dengan Pemda untuk pengalokasian dana (APBD/DAK/DAU dll) untuk dana penjaminan KUPS pada bank daerah. i. Pengintegrasian program KUPS dalam program SMD dan program lainnya. E. Pengaturan Stock Daging Sapi Dalam Negeri. Justifikasi: Angka importasi sapi bakalan setiap tahun mencapai lebih dari 600 ribu ekor, sementara impor daging lebih dari 70 ribu ton. Selain terjadi pengurasan devisa, importasi juga telah mengganggu usaha peternakan sapi lokal sehingga perlu regulasi, pedoman, instrumen dan insentif yang mampu memberi suasana kondusif bagi perkembangan usaha agribisnis sapi potong berdaya saing secara berkelanjutan. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 9 No. 4, Desember 2011 : 391-404 402
Tujuan : Menstimulasi pengembangan usaha agribisnis sapi potong berbasis sumberdaya lokal dengan dukungan teknologi inovatif tepat guna, sehingga produktivitas ternak dan produksi daging meningkat dan selanjutnya dapat mewujudkan swasembada daging sapi secara berkelanjutan. Target : Meningkatkan produksi daging sehingga dapat memenuhi 90% kebutuhan pasar domestik, dan selanjutnya diarahkan untuk dapat mengekspor produk tertentu yang berkualitas guna keperluan pasar global. Manfaat : Program ini akan berdampak pada: (i) penghematan devisa untuk impor daging/sapi, dan (ii) sekaligus untuk memperoleh devisa dari ekspor produk tertentu, serta (iii) membantu peternak untuk mendapatkan keuntungan lebih baik dari harga sapi yang dijual, sehingga (iv) kesejahteraannya meningkat. 12. Pengaturan stock sapi bakalan dan daging a. Pengaturan stock sapi bakalan Kegiatan operasional ini bertujuan menerapkan aturan yang lebih kondusif dalam pelaksanaan impor sapi bakalan agar: (i) sesuai dengan SOP, serta (ii) mengikuti prosedur karantina yang benar. 1) Penerapan regulasi impor ternak sapi bakalan sesuai SOP dan tatacara karantina yang benar secara bertahap dan konsisten. 2) Penyempurnaan regulasi setingkat Peraturan Menteri tentang pemasukan dan pengeluaran sapi potong dan bibitnya; serta penyempurnaan dan sosialisasi pedoman (SOP) untuk impor sapi bakalan. 3) Pengawasan dan pemantauan kegiatan impor sapi potong bakalan sesuai dengan paraturan dan perundang-undangan yang ada. 4) Pembinaan kepada perusahaan feedlot agar mengembangkan usahanya bukan hanya memanfaatkan bakalan impor tetapi juga dengan memanfaatkan bakalan lokal, untuk keperluan domestik sekaligus untuk merebut peluang ekspor. 5) Revitalisasi sistem karantina hewan terkait dengan impor bibit maupun sapi bakalan yang benar-benar sesuai ketentuan teknis. 6) Pembinaan kepada industri penggemukan agar ikut serta dalam usaha cow calf operation. b. Pengaturan stock daging Kegiatan operasional ini bertujuan mengurangi impor daging sapi yang tidak berkualitas secara bertahap dan mencegah masuknya produk yang tidak CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 403
terjamin ASUH atau produk dumping yang dapat mengganggu peternakan dan pasar domestik. 1) Penyempurnaan dan penegakan Peraturan Menteri Pertanian tentang pemasukan daging. 2) Pengawasan dan pemantauan kegiatan impor daging sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 3) Pembinaan kepada importir dan distributor daging agar mendukung pengembangan perdagangan atau tata-niaga daging sapi lokal. 4) Pengembangan klasifikasi potongan daging sapi lokal hasil penggemukkan. 13. Pengaturan distribusi dan pemasaran sapi dan daging a. Pengaturan distribusi dan pemasaran sapi Kegiatan operasional ini bertujuan menjamin ketersediaan sapi potong berkualitas di wilayah sumber bibit, daerah pengembangan, maupun di daerah pemasaran (kota besar), dan sekaligus menjamin stabilitas harga sapi agar kesejahteraan peternak lebih baik. a. Penetapan pengeluaran dan pemasukan sapi untuk keperluan bibit, sapi potong maupun pengembangan antar wilayah oleh pemerintah daerah melalui berkoordinasi dengan pemerintah pusat. b. Penyusunan regulasi setingkat Peraturan Menteri tentang pendistribusian dan pemasaran ternak untuk keperluan pembibitan, penggemukan, maupun sapi potong. c. Pengawasan dan pemantauan kegiatan perdagangan sapi potong antar wilayah; serta pendistribusian dan pemasarannya. d. Revitalisasi sistem karantina hewan terkait dengan perdagangan bibit, ternak bakalan dan sapi potong (termasuk sapi ex-impor) antar wilayah. b. Pengaturan distribusi dan pemasaran daging di dalam negeri Kegiatan operasional ini bertujuan menjamin ketersediaan daging di wilayah Indonesia dan stabilitas harga daging. 1) Peningkatan pengawasan dan pemantauan distribusi daging lokal maupun impor. 2) Pengendalian distribusi daging impor berdasarkan kelengkapan fasilitas rantai dingin dari importir hingga ritel. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 9 No. 4, Desember 2011 : 391-404 404