PARAMETER FARMAKOGNOSI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARIEKSTRAK BUAH KAPULAGA (Amomum cardamomum Willd.) TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

ABSTRAK. Kata kunci : Flavonoid, fase n-butanol, Averrhoa bilimbi Linn, oxalidaceae, penapisan fitokimia, spektrofotometri ultraviolet-cahaya tampak.

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-butanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MINDI (Melia azedarach L)

Ekstraksi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Simplisia Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius, Poepp)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

III. Metode Penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian kelimpahan populasi dan pola sebaran kerang Donax variabilis di laksanakan mulai bulan Juni

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

SKRINING FITOKIMIA DAN FORMULASI SEDIAAN TABLET HISAP EKSTRAK KERING KAPULAGA JAWA (Amomum cardamomum Willd.) DENGAN PVP SEBAGAI PENGIKAT

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

BAB 3 PERCOBAAN. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci albino New Zealand yang diperoleh dari peternakan kelinci di Lembang.

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Hewan Uji 3.4 Pemeriksaan Kandungan Kimia Ekstrak Bawang Putih dan Kunyit Pemeriksaan Alkaloid

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Penetapan Kadar Sari

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.)

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

Temu Putih. Penyortiran Basah. Pencucian. Pengupasan. Timbang, ± 200 g. Pengeringan sesuai perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. adalah dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 95%. Ekstrak yang

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium, mengenai uji potensi antibakteri ekstrak etilasetat dan n-heksan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode ekperimental meliputi penyiapan alat,

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Pertanian Universitas Sultan Syarif Kasim Riau.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

PERBANDINGAN SPEKTRUM KLT-DENSITOMETRI dari EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Rosc) dengan PELARUT ETANOL yang BERBEDA KONSENTRASINYA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-butanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Hewan Uji 3.4 Pengumpulan Bahan Uji

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah :

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Jengkol

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

LAMPIRAN. Sampel Daun Tumbuhan. dicuci dikeringanginkan dipotong-potong dihaluskan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB III BAHAN DAN METODA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

Rumusan masalah Apakah ada efek antibakteri Aloe vera terhadap Enterococcus faecalis sebagai bahan medikamen saluran akar?

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

Transkripsi:

PARAMETER FARMAKOGNOSI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARIEKSTRAK BUAH KAPULAGA (Amomum cardamomum Willd.) TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans Riska Budiarti, Ratna Djamil, Shirly Kumala Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa 12640, Jakarta Selatan, Indonesia e-mail: budiarti.riska@yahoo.co.id ABSTRAK Amomum cardamomum Willd. adalah salah satu tanaman berkhasiat yang berasal dari familia Zingiberaceae yang diketahui mengandung senyawa minyak atsiri. Secara empiris kapulaga dipercaya dapat menghilangkan bau mulut. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian terhadap Amomum cardamomum Willd. dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri yang terdapat didalam tanaman tersebut. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan dan penyediaan bahan, parameter farmakognosi, penapisan fitokimia, ekstraksi, partisi, dan uji aktivitas antibakteri. Hasil dari parameter farmakognosi meliputi kadar abu total 7,3726%; kadar abu tidak larut dalam asam 0,9424%; kadar sari larut air 17,3784%; kadar sari larut etanol 6,0756%; kadar air 4,40%; dan susut pengeringan 13,9896%. Hasil penapisan fitokimia diketahui dalam serbuk simplisia dan ekstrak metanol buah kapulaga tersebut terkandung senyawa minyak atsiri, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid. Hasil dari uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans menunjukkan bahwa ekstrak metanol, n-heksan, etil asetat, dan n-butanol mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Kata kunci : Amomum cardamomum Willd., minyak atsiri, parameter farmakognosi, aktivitas antibakteri, Streptococcus mutans Pendahuluan Bau mulut yang secara medis disebut halitosis, dapat muncul akibat tidak teraturnya kegiatan membersihkan gigi. Bisa juga merupakan pertanda adanya masalah kesehatan serius. Halitosis seringkali menjadi masalah bagi banyak orang yang bisa mempengaruhi ruang sosial mereka. Halitosis sudah seharusnya dipertimbangkan sebagai suatu tanda dan bukan suatu penyakit. Tidak diragukan lagi, halitosis merupakan keadaan sosial yang menghambat dan dapat menyebabkan pengucilan sosial. Keadaan ini sering terjadi pada orang-orang yang dalam pekerjaanya lebih banyak berhubungan dengan publik sehingga mereka harus tetap menjaga kebersihan serta kesehatan mulutnya agar terhindar dari bau nafas yang tidak menyenangkan yang dapat mengurangi keyakinan dan rasa percaya diri. Namun masalah bau mulut ini mungkin akan segera bisa diatasi dengan ditemukannya organisme penyebabnya. Salah satu bakteri yang merupakan

bakteripatogen pada mulut yang menjadi penyebab utama terbentuknya plak, gingivitis, dan caries dentis yaitu Streptococcus mutans. Kapulaga adalah polong biji, dikenal sejak jaman dahulu untuk properti kuliner dan obat. Secara botanically, kapulaga adalah milik keluarga "Zingiberaceae" dan terdiri dari dua genera; Elettaria dan Amomum. Penggunaan tanaman kapulaga dapat dimanfaatkan sebagai obat. Dalam dunia obat-obatan biji yang telah dikeringkan dinamakan semen cardamomi. Selain bijinya, yang digunakan untuk obat adalah bagian akar, buah, dan batangnya. Kapulaga sebagai rempah-rempah yang sering ditemukan dalam masakan India, diketahui mengandung bahan antibakteri. Kapulaga telah lama dipercaya sebagai penyegar napas alami. Kandungan tertinggi yang ditemukan pada kapulaga seperti cineole, diduga merupakan antiseptik yang kuat untuk membunuh bakteri dan mengurangi bau mulut. Selain mengandung senyawa antiseptik yang dapat membunuh bakteri. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari buah kapulaga (Amomum cardamomum Willd.). Penelitian ini meliputi penetapan parameter farmakognosi, penapisan fitokimia, pembuatan ekstrak, partisi ekstrak, dan pengujian aktivitas antimikroba. Bahan, Alat, dan Metode Bahan Serbuk simplisia dari buah kapulaga (Amomum cardamomum Willd.), metanol, n-heksana, etil asetat, n-butanol, aquadest, pereaksi skrining, bakteri Streptococcus mutans Alat Alat-alat gelas (Pyrex), timbangan elektrik, autoklaf, lemari pendingin, cawan petri, oven, Laminar Air Flow (LAF) cabinet, homogenizer alat-alat gelas (Pyrex), Tanur, Rotavapor, corong pisah, pinset, inkubator, lampu spirtus, kertas saring. Metode Parameter farmakognosi dilakukan terhadap serbuk simplisia yang meliputi pemeriksaan kadar abu total, kadar abu larut dalam asam, kadar sari larut dalam air, kadar sari larut dalam etanol, kadar air, dan susut pengeringan. Penapisan fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia dan ekstrak, yang meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, steroid/triterpenoid, kumarin, dan minyak atsiri. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas antimikroba terhadap ekstrak metanol, n-heksana, etil asetat, dan n-butanol. A. Pemeriksaan parameter farmakognosi 1. Penetapan kadar abu Sejumlah 2 g zat yang telah digerus, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Perlahan-lahan dipijarkan hingga arang habis dinginkan, kemudian timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, maka

ditambah air panas, disaring melalui kertas saring bebas abu dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara. 2. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam Sejumlah 2 g dari abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam klorida encer P selama 5 menit, kumpulan bagian yang tidak larut dalam asam, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas. Dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara. 3. Penetapan kadar sari yang larut dalam air Sejumlah 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform P dengan menggunakan labu bersumbat sambil berkalikali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam, disaring. 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, sisadipanaskan pada suhu 105 0 C hingga bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. 4. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol Sejumlah 5 g serbuk dimaserasi dengan 100 ml etanol (95%) mengguanakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, diuapkan hingga 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, sisa dipanaskan pada suhu 105 0 C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. 5. Penetapan kadar air (cara destilasi) Penepatan kadar air dilakukan secara destilasi menggunakan toluen dengan cara sebagai berikut: tabung penerima dan pendingin dibersihkan dan dikeringkan dalam lemari pengering. 200 ml toluen dan 2 ml air dimasukkan kedalam labu kering. Setelah didestilasi dibaca. Kemudian kedalam labu tersebut dimasukkan 25 g bahan yang ditimbang saksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, pemanasan diatur sehingga mula-mula berkecepatan 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluene. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemuadian tabung penerima didinginkan sampai suhu kamar. Setelah air dan toluene dan air terpisah sempurna, volume air dibaca. Selisish volume air yang dibaca dengan terdestilasi mula-mula sesuai dengan kandungan air yang ada dalam bahan yang diperiksa, kadar air dihitung terhadap bahan-bahan yang dikeringkan diudara. 6. Penetapan susut pengeringan Sejumlah 2 g zat serbuk dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Zat diratakan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol sampai lapisan setebal kurang lebih 5-10 mm. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang penegering, tutupnya di buka lalu dikeringkan pada suhu penetapan sampai bobot tetap. Sebelum setiap penegeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator sampai suhu kamar. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan,

pengeringan dilakukan pada suhu antara 5 0 C dan 10 0 C dibawah suhu leburnya selama 1-2 jam. B. Penapisan fitokimia Penapisan fitokimia dilakukan menurut metode Farnsworth 1. Identifikasi golongan alkaloid Sejumlah lebih kurang 1 g serbuk simplisia dan 50 mg ekstrak dilembabkan dengan 5 ml ammonia 30% kemudian digerus kuat dalam mortir, kemudian ditambah 20 ml kloroform dan digerus dan disaring. Filtrat yang didapat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A). Beberapa tetes larutan A diteteskan pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan preaksi Dragendorff, terbentuknya warna merah atau jingga pada kertas saring menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorff dan Mayer, terbentuknya endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya senyawa alkaloid. 2. Identifikasi golongan flavonoid Sejumlah lebih kurang 1 g serbuk simplisia dan 50 mg ekstrak dididihkan dalam 100 ml air panas selama 5 menit kemudian disaring hingga diperoleh filtrat yang kemudian digunakan sebagai larutan percobaan. Kedalam 5 ml larutan percobaan (dalam tabung reaksi), ditambahkan serbuk atau lempengan magnesium secukupnya dan ditambah 1 ml asam klorida pekat serta 5 ml amilalkohol, dikocok kuat dan dibiarkan memisah. Terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amilalkohol menunjukkan adanya senyawa flavonoid. 3.Identifikasi golongan saponin Sebanyak 10 ml larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok selama 10 detik secara vertikal kemudian dibiarkan selama 10 menit. Terbentuknya busa yang stabil dalam tabung reaksi menunjukkan adanya senyawa golongan saponin, bila ditambahkan 1 tetes asam klorida 1% (encer) busa tetap stabil. 4. Identifikasi golongan tanin Sejumlah lebih kurang 1 g serbuk simplisia dan 50 mg ekstrak ditambahkan 100 ml air, dididihkan selama 15 menit, didinginkan dan disaring, kemudian filtrat dibagi menjadi dua bagian. Kedalam filtrat pertama ditambahkan larutan ferriklorida 1%. Terbentuknya warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa golongan tanin. Kedalam filtrat kedua ditambahkan 15 ml pereaksi Stiasny {Formaldehid 30%-HCL pekat(2:1)}, dipanaskan di atas penangas air. Terbentuknya endapan warna merah muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat, ditambahkan beberapa tetes larutan ferri klorida 1%. Terbentuknya warna biru tinta menunjukkan adanya tanin galat.

5. Identifikasi golongan kuinon Sebanyak 5 ml larutan percobaan yang diperoleh percobaan b, dimasukkan kedalam tabung teaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon. 6. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid Sejumlah 1 g serbuk simplisia dan 50 mg ekstrak dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam (dalam wadah dengan penutup rapat), kemudian disaring dan diambil filtratnya. Sebanyak 5 ml filtrat diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Kedalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Burchard). Terbentuknya warna hijau atau merah menunjukkan adanya senyawa golongan steroid atau triterpenoid. 7. Identifikasi golongan minyak atsiri Sejumlah 1 g serbuk simplisia dan 50 mg ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), lalu ditambahkan 10 ml petroleum eter. Pada mulut tabung dipasangi corong yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air, kemudian dipanaskan selama 10 menit di atas tangas air. Dan setelah dingin, disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap, residu dilarutkan dalam etanol sebanyak 5 ml dan disaring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan pada cawan penguap, jika residuberbau aromatik menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri. 8. Identifikasi golongan kumarin Sejumlah 1 g serbuk simplisia dan 50 mg ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), ditambahkan 10 ml kloroform, kemudian dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung dan dipanaskan selama 20 menit di atas tangas air lalu didinginkan dan disaring dengan kertas saring. Filtrat diuapkan pada cawan penguap sampai kering. Residu ditambah 10 ml air panas dan dinginkan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0,5 ml larutan ammonia 10%. Fluoresensi hijau atau biru yang terlihat di bawah lampu ultraviolet dengan panjang gelombang 366 nm menunjukkan adanya golongan kumarin. C. Pembuatan Ekstrak Metanol dan Partisi Ekstrak dari Buah Kapulaga 1. Pembuatan ekstrak kental metanol Sejumlah 400 g serbuk buah kapulaga segar dimasukkan kedalam wadah, kemudian di ekstraksi dengan cara maserasi pada suhu kamar selama 24 jam menggunakan pelarut metanol. Setelah 24 jam, di saring dari ampasnya sehingga diperoleh ekstrak cair, lalu ekstrak cair dipekatkan menggunakan rotavapor suhu 28 0 C, kecepatan 60 rpm dan tekanan 175mbar sehingga diperoleh ekstrak kental. 2. Partisi ekstrak kental metanol Ekstrak kental metanol di partisi dalam corong pisah berturut-turut dengan pelarut n- heksana, etil asetat, dan n-butanol. Masing-masing ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotavapor sampai didapatkan fase kental n- heksana, etil asetat, dan n-butanol.

D. Uji Aktivitas Antibakteri 1. Pembuatan larutan ekstrak uji Ekstrak kental buah kapulaga (Amomum cardamomum Willd.) masing-masing diencerkan dengan pelarutmya, yaitu metanol, n-heksana, etil asetat, dan n- butanol hingga mencapai konsentrasi 0,25%; 0,5%; dan 1,0%. 2. Pengujian aktivitas antimikroba Pada cawan Petri yang sudah dituangkan media dasar Muller Hinton Agar darah ditunggu sampai memadat. Kemudian pembuatan lapisan perbenihan digunakan metode swap yaitu dengan menggoreskan media dasar dengan suspensi bakteri yang telah disetarakan kekeruhannya dengan larutan 0,5 Mc. Farland. Suspensi BHIBStreptococcus mutans) digoreskan kedalam media perbenihan. Kertas cakram steril dicelupkan kedalam masing-masing ekstrak kental buah kapulaga. ekstrak buah kapulaga yang digunakan adalah 0,25%; 0,5%; 1,0%. Dan sebagai kontrol positif digunakan antibiotik amoxycilin untuk antibiotik pembanding Streptococcus mutans. Lalu kertas cakram tersebut diletakkan dipermukaan agar yang telah di-swap bakteri menggunakan pinset. Inkubasi selama 37 0 C selama 24-48 jam untuk Sreptococcus mutans. Setelah diinkubasi, diameter daerah hambat (DDH) yang terbentuk diukur dalam satuan milimeter (mm) dengan menggunakan jangka sorong. Daerah bening disekeliling cakram menunjukkan adanya daerah hambatan bakteri. Hasil dan Pembahasan A. Pemeriksaan parameter farmakognosi Parameter farmakognosi merupakan pemeriksaan terhadap kulitas atau kemurnian serbuk simplisia, pengukurannya secara kuantitatif. Penelitian yang dilakukan meliputi penetapan kadar abu, penetapan kadar sari, penetapan kadar air, dan penetapan susut pengeringan. Penetapan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Penetapan kadar sari bertujuan untuk memberikan gambaran jumlah senyawa organik dan an-organik yang ada dalam simplisia. Penetapan kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air didalam simplisia, sedangkan penetapan susut pengeringan bertujuan untuk memberikan batasan minimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Hasil pemeriksaan parameter farmakognosi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil pemeriksaan parameter farmakognosi No. Parameter farmakognosi Kadar (%) 1 Kadar abu total 7,3726 2 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,9424 3 Kadar sari larut air 17,3784 4 Kadar sari larut etanol 6,0756 5 Susut pengeringan 13,9896 6 Kadar air 4,40

B. Penapisan Fitokimia Penapisan fitokimia dilakukan terhadap serbuk, ekstrak metanol, ekstrak n-heksana, etil asetat, dan n-butanol untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung didalam buah kapulaga (Amomum cardamomum Willd.) dan ekstrak buah tersebut. Hasil penapisan fitokimia dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil penapisan fitokimia Penapisan Fitokimia Serbuk Ekstrak metanol Fase n-heksana Fase Etil asetat Fase n-butanol Alkaloid - - - - - Flavonoid + + - + + Saponin + + - - + Tanin: galat - - - - - katekuat - - - - - Kuinon - - - - - Steroid/ + + + + + Triterpenoid + + + + + Kumarin - - - - - Minyak atsiri + + + - - C. Hasil ekstraksi dan partisi Ekstrak Sebanyak 407,7 g serbuk buah kapulaga diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan 20 liter pelarut metanol dengan 12 kali maserasi. Ekstraksi dilakukan dengan metanol dimaksudkan agar semua senyawa tersari sempurna, karena metanol merupakan pelarut yang bersifat universal, mudah didapat, cepat menguap, dan dapat mengekstraksi hampir semua senyawa metabolit. Ekstrak metanol yang didapat berupa ekstrak kental berwarna kuning kecoklatan sebanyak 28,85 g. Partisi Dari hasil ekstrak kental metanol buah kapulaga (Amomum cardamomum Willd.) sebanyak 20,10 g dilakukan partisi menggunakan corong pisah dengan pelarut berturut-turut yaitu n-heksana, etil asetat, dan n-butanol. Tahap ini dimaksudkan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak metanol buah kapulaga (Amomum cardamomum Willd.) kedalam kelompok senyawa non polar (n-heksana), senyawa semi polar (etil asetat) dan senyawa polar (n-butanol). Hasil partisi dengan n-heksana menghasilkan ekstrak kental sebanyak 2,33 g, kemudian ekstrak etil asetat sebanyak 1,85g, dan ekstrak n-butanol sebanyak 2,12 g. Kemudian ekstrak tersebut digunakan untuk uji aktivitas antimikroba. D. Hasil uji aktivitas antimikroba Percobaan dilakukan dengan 3 kali pengulangan untuk masing-masing ekstrak, yaitu ekstrak metanol, n-heksana, etil asetat, dan n-butanol. ekstrak yang digunakan yaitu 0,25%; 0,5%; dan 1,0%. Hasil uji aktivitas antimikroba dari keempat ekstrak tersebut mempunyai daya antibakteri yang ditandai dengan adanya zona hambat yang terbentuk di sekeliling cakram pada bakteri Streptococcus mutans. Hal ini dapat diduga karena adanya kandungan metabolit sekunder buah

kapulaga (Amomum cardamomum Willd.) yang bersifat sebagai antibakteri berada dalam pelarut methanol, n-heksana, etil asetat, dan n-butanol. Hasil dari uji aktivitas antimikroba ekstrak metanol, n-heksana, etil asetat, dan n-butanol dapat dilihat pada tabel 3. Gambar 1. Hasil DDH pada ekstrak metanol Gambar 2. Hasil DDH pada ekstrak n-heksana Gambar 3. Hasil DDH pada ekstrak etil asetat Gambar 4. Hasil DDH pada ekstrak n-butanol Tabel 3. Hasil uji aktivitas antimikroba Diameter Daerah Hambat (DDH) (mm) Ekstrak Cawan Kontrol kental Petri 0,25% 0,5% 1,0% positif I 6,85 9,45 9,95 29,75 Metanol II 9,30 12,20 15,80 29,20 III 7,80 8,50 10,50 30,00 Ʃ X 23,95 30,15 36,25 88,95 X 7,98 10,05 12,08 29,65 SD 1,24 1,92 3,23 0,41 I 0 9,90 10,05 29,70 n-heksana II 9,10 10,10 10,55 28,55 III 7,90 8,80 13,95 29,15 Ʃ X 17,00 28,80 34,55 87,40 X 5,67 9,6 11,52 29,13 SD 4,94 0,7 2,12 0,58 I 0 8,10 9,60 30,40 Etil asetat II 7,40 7,75 7,80 30,25 III 6,85 7,05 7,25 27,30 Ʃ X 14,25 22,9 24,65 87,95 X 4,75 7,63 8,22 29,32 SD 4,12 0,53 1,23 1,75 I 6,55 7,35 8,10 29,25 n-butanol II 7,70 8,70 9,00 28,80 III 7,90 8,15 8,85 29,30 Ʃ X 22,15 24,20 25,95 87,35

Diameter Daerah Hambat (mm) Diameter Daerah Hambat (mm) Diameter Daerah Hambat (mm) X 7,38 8,07 8,65 29,12 SD 0,73 0,68 0,48 0,28 Pada konsentrasi 1,0% zona hambat yang terbentuk lebih besar dibandingkan ekstrak dengan konsentrasi 0,25% dan 0,5%. Begitu juga dengan ekstrak konsentrasi 0,5% yang terbentuk dibandingkan ekstrak dengan konsentrasi 0,25%. Dapat dikatakan zona hambat yang paling besar pada ekstrak methanol, n-heksana, etil asetat, dan n-butanol dengan konsentrasi 1,0% dan zona hambat terkecil ekstrak methanol, n-heksana, etil asetat, dan n-butanol dengan konsentrasi 0,25%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada ekstrak kental metanol, n-heksana, etil asetat, dan n- butanol semakin besar konsentrasi ekstrak semakin besar daya hambat antibakteri. Hal ini dapat dilihat pada gambar 5. 35 30 25 20 15 10 5 0 I II III Cawan Petri 1,0% 0,5% 0,25% Antibiotik pembanding 35 30 25 20 15 10 5 0 I II III Cawan Petri 1,0% 0,5% 0,25% Antibiotik pembanding Gambar 5. Grafik DDH ekstrak metanol kapulaga dan antibiotik amoxycilin terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans Gambar 6. Grafik DDH ekstrak n-heksana kapulaga dan antibiotik amoxycilin terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans 40 30 20 10 0 I II III 1,0% 0,5% 0,25% Antibiotik pembanding 40 30 20 10 0 I II III 1,0% 0,5% 0,25% Antibiotik pembanding Cawan Petri Cawan Petri Gambar 7. Grafik DDH ekstrak etil asetat kapulaga dan antibiotik amoxycilin terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans Gambar 7. Grafik DDH ekstrak n-butanol kapulaga dan antibiotik amoxycilin terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans

Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan parameter farmakognosi terhadap buah kapulaga diperoleh kadar abu total 7,3726%; kadar abu tidak larut asam 0,9424%; kadar sari larut air 17,3784%; kadar sari larut etanol 6,0756%; kadar air 4,40%; dan susut pengeringan 13,9896%. 2. Penapisan fitokimia terhadap serbuk dan ekstrak buah kapulaga menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, saponin, steroid/triterpenoid, dan minyak atsiri. 3. Berdasarkan hasil uji antimikroba, ekstrak metanol mempunyai aktivitas antimikroba yang lebih baik dibanding ekstrak n-heksana, etil asetat, dan n-butanol dengan konsentrasi 0,25%; 0,5%; dan 1,0% terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans, dan Escherichia coli. Daftar Pustaka 1. Soedibyo, Mooryati. Alam sumber kesehatan manfaat dan kegunaan. Jakarta: Balai Pustaka; 1998. h. 188-189. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia: 1995. h. 5-6, 7-8, 13-18. 3. Farnsworth NR. Biological and phytochemical screening of plant. J. Pharm Sci; 1966. page. 225-276. 4. Faure D. The family-3 glycoside hydrolises: from haouse keeping function yo hostmicrobe interction. APPLIED AND ENVIROMENTAL MICROBIOLOGY;200264(4): 1485-1490. 5. Pratiwi ST, Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008. h. 188-192. 6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1995. h. 891, 896-899. 7. Radji M. Buku ajar mikrobiologi panduan mahasiswa farmasi dan kedoketeran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; h. 11-19, 63-64, 68-69, 119-121, 125-7, 179-181.