BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Kemampuan 2.1.1 Pengertian Kemampuan Menurut Wechler (dalam Dimyanti dan Mudjiono 2010:245) Kemampuan adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa dapat memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Kolesnik (dalam Slameto 2010:128) mengatakan: In most cases there is a fairly high correlation between one s IQ, and his scholastic succes. Usually, higher a person s IQ, the higher the grades he receives. Pengetahuan tingkat kemampuan atau intelegensi siswa akan membantu pengajar menentukan apakah siswa mampu mengikuti pengajaran yang diberikan, serta meramalkan keberhasilan atau gagalnya siswa bersangkutan bila telah mengikuti pengajaran yang diberikan. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa prestasi siswa tidak semata ditentukan oleh tingkat kemampuan intelektualnya. Selanjutnya Vernon (dalam Slameto 2010:129) membagi kemampuan individu ke dalam suatu hierarki diantanya: (a) Kemampuan intelektual umum yaitu kemampuan untuk menghasilkan hubunagan-hubunagan abstrak. (b) Kemampuan kelompok mayor merupakan tahap kekhususan berikutnya, yang mencakup
kemampuan-kemampuan memanfaatkan pendidikan verbal dan teknik (c) Kemampuan kelompok Minor adalah kemampuan verbal dan kemampuan untuk bekerja dengan angka. (d) Kemampuan Spesifik merupakan perpaduan dari apa yang disebutnya sebagai operasi, isi dan produk. Menurut Poerwadarminanta (2007:742) kemampuan diartikan kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan. Sedangkan menurut Gagne (dalam Wardani, dkk 2007:69) kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas khusus dalam kondisi yang telah ditentukan. Menurut Dimyanti (2010:174-175) Kemampuan yang akan dicapai dalam pembelajaran adalah tujuan pembelajaran. Ada kesenjangan antara kemampuan prabelajar dengan kemampuan yang akan dicapai. Kesanjangan tersebut dapat diatasi berkat bahan ajar tertentu. Kondisi kemampuan pra-belajar dan kemampuan yang akan dicapai atau tujuan pembelajaran tersebut adalah: (1) guru melaksanakan tugas pembelajara, tugas pembelajaran tersebut dilakukan dengan pengorganisasian siswa, pengolahan pesan, dan evaluasi belajar, (2) siswa memiliki motivasi belajar dan beremansipasi sepanjang hayat, (3) siswa memiliki kemampuan pra-belajar; kemampuan tersebut berupa kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotor, (4) berkat tindakan pembelajaran, ataupun motivasi intrinsiknya, siswa melakukan kegiatan belajar. (5) berkat evaluasi belajar dari guru, maka siswa digolongkan telah mencapai suatu hasil belajar, wujud hasil belajar tersebut adalah semakin bermutunya kemapuan kognitif, efektif dan psikomotor.
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan individu Bayley (dalam Slameto, 2010:131) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan individu, yaitu: (a) Keturunan, menunjukan adanya pengaruh tingkat kemampuan mental seseorang sampai pada tingkar tertentu; (2) Latar belakang sosial ekonomi, berkorelasi positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu mulai usia 3 tahun sampai dengan remaja; (3) Lingkungan hudup, yang dinilai paling buruk bagi perkembangan kemampuan intelegensinya adalah panti asuhan serta institusi lainnya, terutama bila anak ditempatkan di sana sejak awal kehidupannya; (4) Kondisi fisik, keadaan gizi yang kuarang baik, kesehatan yang buruk, perkembanagn fiskik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang rendah. 2.1.3 Pengertian kemampuan mengomentari persoalan faktual Menurut Gagne (dalam Wardani, dkk 2007:69) kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas khusus dalam kondisi yang telah ditentukan. Mengomentari adalah memberikan komentar sedangkan persoalan faktual adalah masalah-masalah yang benar-benar terjadi (nyata) jadi mengomentari persoalan faktual memberikan komentar terhadap masalah-masalah yang benar-benar terjadi. Mengomentari erat hubungannya dengan berbicara. Dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan berbicara dikelompokkan berdasarkan situasi, yakni berbicara dalam situasi nonformal dan berbicara dalam situasi formal. Berbicara nonformal atau berbicara dalam situasi nonformal tidak seketat berbicara formal. Jika berbicara formal dibatasi
ruang dan waktu, situasi dalam berbicara nonformal tidak terbatas ruang dan waktu. Dimanapun kegiatan berbicara dapat dilangsungkan tanpa harus ada persiapan sebelumnya Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengomentari persoalan factual adalah suatu kondisi dimana siswa diberikan kesempatan untuk mengungkapkan komentar yang berhubungan dengan masalah-masalah yang benarbenar terjadi. 2.2 Hakikat Model Student Team-Achievement Division (STAD) 2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran STAD merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal (Isjoni, 2009:8). Merujuk pada hal ini perkembangan model pembelajaran terus. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan Poerwadarminta yang diolah kembali oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2007:773) model diartikan sebagai contoh, pola, acuan, atau ragam. Menurut Brown dalam Dhieni dkk. (2006:11.18) model didefinisikan sebagai benda nyata yang dimodifikasi. Sementara Hernich menyebutkan hal yang senada mengenai model yaitu gambaran yang berbentuk tiga dimensi dari sebuah benda nyata. Menurut Joice dan Weil dalam Abimanyu (2008:3.11) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu yang berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran. Joice dan Weil mengintrodusir sejumlah model pembelajaran. Setiap model pembelajaran tersebut memiliki karakteristik yang membedakannya dari model pembelajaran yang lain. Ada empat rumpun model pembelajaran menurut Joice Weil dalam Abimanyu (2008:3.11), yaitu: (1) rumpun model pengolahan informasi; (2) rumpun model personal; (3) rumpun model interaksi sosial; (4) rumpun model sistem perilaku. Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa. Di antaranya adalah model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran quantum, model pembelajaran terpadu. Banyaknya model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan tidaklah berarti semua pengajar menerapkan semuanya untuk setiap mata pelajaran karena tidak semua model cocok untuk setiap topik atau mata pelajaran. Menurut Sugiyanto (2007:3) ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model atau strategi pembelajaran, yaitu: (1) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; (2) materi ajar; (3) kondisi siswa; (4) ketersediaan sarana prasarana belajar. Menurut Sanjaya dalam Sugiyanto (2007:3) menjelaskan ada 8 prinsip dalam memilih strategi pembelajaran: (1) berorientasi pada tujuan; (2) mendorong aktivitas siswa; (3) memperhatikan aspek individual siswa; (4) menantang siswa untuk berfikir; (6) menimbulkan proses belajar yang
menyenangkan; (7) mampu memotivasi siswa belajar lebih lanjut; (8) mendorong proses interaksi. Trianto (2007:5) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancangan pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan model pembelajaran adalah pola yang berbentuk kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman para perancang dan pelaksana pembelajaran. 2.2.2 Pengertian Student Team-Achievement Division (STAD) STAD dikembangkan oleh Robert Salvin dan teman-temanya di Universitas Jhon Hopkin, merupakan belajar kooperatif yang sangat sederhana. Guru menggunakan STAD, juga mengacu pada belajar kelompok siswa, menjadikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan persentase verbal atau teks. Siswa dalam kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang (Lie. 2007:85). Setiap kelompok harus heterogen terdiri dari laki-laki dan perempuan, terdiri dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi dan rendah. Anggota tim menggunakan lembaran kegiatan atau perangkat pembelajaran untuk menuntaskan materi pembelajaran dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis satu sama lain atau melakukan diskusi. Kuis itu di skor dan tiap individu diberikan skor perkembangan.
Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan sebarapa jauh skor itu melampaui skor siswa yang lalu. 2.2.3 Langkah-langkah Model Student Team-Achievement Division (STAD) Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengomentari Persoalan Faktual Pembelajaran kooperatif yang efektif disebut STAD (Students Team Achievement Division). Menurut Salvin (dalam Ibrahim dkk, 2006: 31-35) STAD terdiri dari satu siklus pengajaran biasa, belajar koperatif dalam tim kemampuan capur, dan kuis dengan penghargaan atau ganjaran lain diberikan kepada tim yang anggota-anggotanya paling tinggi melampaui sendiri yang terlebih dahulu. A. Siklus kegiatan belajar STAD terdiri dari siklus kegiatan pengajaran biasa sebagai berikut : 1. Mengajar : Menyajikan pelajaran 2. Belajar dalam tim: Siswa belajar dalam tim meraka dengan dibantu dengan lembar kegiatan siswa (LKS) untuk menuntaskan materi pelajaran. 3. Tes: Siswa mengerjakan tugas atau kuis secara individu 4. Penghargaan tim: skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota tim dan sertifikat laporan berkala kelas atau papan pengumuman digunakan untuk memberikan penghargaan kepada tim yang berhasil mencetak skor tertinggi. B. Langkah-langkah mengarahkan siswa kepada STAD 1) Bagilah siswa ke dalam kelompok masing-masing 4-5 orang siswa
2) Buatlah LKS dan kuis pendek untuk pelajaran yang akan dikerjakan atau dilaksakan oleh siswa 3) Pada saat menjalankan STAD, kepada kelas yang akan diajar, bacakan tugastugas yang akan dikerjakan tim. 4) Bila tiba saatnya memberikan kuis, bagikan kuis atau bentuk evaluasi yang lain, dan berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan tugas tersebut. 5) Buatlah skor individu maupun tim dan pengakuan terhadap perestasi tim. Skrip kooperatif siswa banyak siswa merasakan manfaat bekerjasama dengan teman sekelas mendiskusikan materi yang mereka telah dapat di kelas. Menjadikan latihan bersama teman sebaya ini menjadi prosedur resmi. 2.2.4 Kebaikan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD menurut Davidson (dalam Nurasma, 2006:26) yaitu: 1) Meningkatkan kecakapan individu 2) Meningkatkan kecakapan kelompok 3) Meningkatkan komitmen 4) Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya 5) Tidak bersifat kompetitif 6) Tidak memiliki rasa dendam Sedangkan kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD menurut Slavin (dalam Nurasma, 2006:27) yaitu:
1) Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan. 2.3 Kajian penelitian yang relevan Penelitian yang sejenis dengan penelitian yang dilakukan tentang Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengomentari Persoalan Faktual Melalui Model STAD di Kelas V SD Inpres Siduan Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato adalalah sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Safrudin Thalib pada tahun 2011 dengan judul penelitian Meningkatkan kemampuan siswa membaca kalimat sederhana di kelas V melalui model pembelajaran tipe Student Team-Achievement Division (STAD) Siswa Kelas V SD Winongo Manulife Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan kolaborasi antara peneliti dan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia SD Winongo Manulife. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Winongo Manulife yang berjumlah 21 siswa dan objek penelitian adalah kemampuan siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia melalui metode cooperative learning tipe student team-achievement division (STAD). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui observasi. Observasi ini untuk menunjukan data kualitatif tentang kemampuan siswa. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif pada kemampuan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode cooperative learning tipe STAD pada siswa kelas V dapat meningkatkan kemampuan siswa
membaca kalimat sederhana. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa kemampuan siswa pada kondisi awal berdasarkan hasil observasi adalah 50%. Pada kondisi awal ini semua siswa memiliki tingkat kemampuan yang sama. Setelah diberikan tindakan siklus I, kemampuan siswa membaca kalimat sederhana meningkat menjadi 62%. Pada siklus I ini sebagian besar siswa masih memiliki kemampuan siswa membaca kalimat sederhana yang rendah. Sedangkan pada siklus II, kemampuan siswa membaca kalimat sederhana meningkat menjadi 84%. Pada siklus II ini sebagian besar siswa telah memiliki kemampuan siswa membaca kalimat sederhana yang tinggi. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode cooperative learning tipe student teamachievement division (STAD) pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan pokok bahasan membaca kalimat sederhana dapat meningkatkan kemampuan siswa di kelas V SD Winongo Manulife. Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan di atas, maka relevansi dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: persamaannya penelitian yang dilakukan oleh Safrudin Thalib dengan peneliti terletak pada model pembelajaran tipe STAD. Sedangkan perbedaannya terletak pada pokok bahasan mengomentari persoalan faktual dan menitik beratkan pada persoalan kemampuan siswa mengomentari persoalan faktual. 2.5 Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini dirumuskan ialah: Jika guru menerapkan model STAD, maka kemampuan siswa mengomentari persoalan factual
di kelas V SD Inpres Siduan Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato, dapat ditingkatkan. 2.6 Indikator Kinerja Yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah jika rata-rata peningkatan kemampuan mengomentari persoalan faktual di kelas V di SD Inpres Siduan mencapai 75% dari 31 siswa setelah diterapkannya model STAD.