II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PENGARUH HARGA MINYAK DUNIA DAN VOLATILITASNYA TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.2 Harga Minyak Mentah Dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal

ekonomi K-13 INFLASI K e l a s A. INFLASI DAN GEJALA INFLASI Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi uang, dimana daya beli yang ada dalam uang dengan berjalannya waktu

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

Analisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Inflasi Definisi Inflasi. Inflasi merupakan kecenderungan meningkatnya tingkat harga secara

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB II TELAAH PUSTAKA. memainkan peranan penting dalam perdagangan internasional, karena nilai. dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi

Cakupan Teori Ekonomi Makro, Output, Inflasi, Pengangguran, dan Variabel ekonomi Makro lainnya

MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

III. KERANGKA TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Xpedia Ekonomi. Makroekonomi

PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan;

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC)

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil

Permintaan dan Penawaran Agregat. Copyright 2004 South-Western

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Permintaan Agregat & Penawaran Agregat

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. penurunan yang sangat drastis. Krisis global adalah salah satu dilema yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

Kebijakan Moneter dan Fiskal

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

PENGANTAR ILMU EKONOMI MAKRO BAB 1 RUANG LINGKUP ANALISIS MAKROEKONOMI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

1. Tinjauan Umum

MODEL IS DARI PASAR BARANG DAN MODEL LM DARI PASAR UANG. Chapter Ten 1

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

SEBUAH TEORI MAKROEKONOMI PEREKONOMIAN TERBUKA

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;.

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

VI. SIMPULAN DAN SARAN

EKONOMI MAKRO RINA FITRIANA,ST,MM

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar Amerika Serikat Periode 2004Q.!-2013Q.3

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. negara. Saat jumlah uang beredar tidak mencukupi kegiatan transaksi pada satu

TINJAUAN PUSTAKA. minyak bumi. Berdasarkan undang-undang no.8 tahun 1971, pertamina

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

Transkripsi:

11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Harga Minyak Mentah Dunia Minyak mentah dunia saat ini telah menjadi salah satu input penting dalam kegiatan produksi ekonomi. Sebagian besar industri menggunakan minyak dalam mejalankan kegiatannya, sebagai contoh adalah industri pesawat terbang yang menggunakan avtur (produk turunan dari minyak mentah) sebagai bahan bakar utamanya. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari minyak mentah tidak lepas dari kegiatan kita, sebagai contoh adalah bensin yang digunakan untuk kebutuhan transportasi masyarakat sekarang. Konsumsi terhadap minyak ini tentunya akan mempengaruhi harga minyak yang berlaku. Dalam skala besar permintaan dari banyak negara untuk memenuhi kebutuhan minyak domestiknya akan menciptakan agregat permintaan yang akan mempengaruhi harga minyak dunia. Selain pengaruh dari permintaan negara-negara pengonsumsi minyak, harga minyak juga dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan yang ditawarkan oleh negara-negara penghasil minyak. Minyak mentah dunia banyak dipasok dari negara-negara Timur Tengah, Amerika dan Rusia. Jadi, pasokan yang disediakan oleh negara-negara tersebut menjadi sangat vital dalam pemenuhan kebutuhan minyak dunia. Selain permintaan dan penawaran, harga minyak juga dipengaruhi oleh keadaan geopolitik negara-negara yang menjadi pemasok utama minyak dunia. Harga minyak dunia ditentukan dari permintaan dan penawaran dari negara-negara eksportir (produsen) dan negara-negara importir (konsumen). Harga internasional yang terbentuk merupakan interaksi dari permintaan dan

12 penawaran masing-masing negara. Pembentukan harga internasionel dapat dilihat pada Gambar 2.1. P x /P y S e P x /P y P x /P y S i P 3 A S D A Ekspor P 2 M N B E * B M * N * P 1 C C D D Impor D e D i Keseimbangan di negara X X X X Keseimbangan internasonal Keseimbangan di negara Y (a) (b) (c) Sumber : Salvatore (1997) Gambar 2.1 Pembentukan Harga Internasional Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana keseimbangan internasional terjadi. Salvatore (1997) menjelaskan bahwa harga internasional terbentuk dari harga domestik negara pengekspor dan pengimpor komoditi (minyak). Kurva D e dan S e melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk minyak di negara 1 (eksportir). Sedangkan kurva D i dan S i melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk minyak di negara 2 (importir). Panel (a) menunjukkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik C berdasarkan harga di P 1. Pada panel (c) memperlihatkan bahwa negara 2 akan melakukan produksi dan konsumsinya di titik A berdasarkan harga relatif P 3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif minyak akan berkisar antara P 1 dan P 3 seandainya kedua

13 negara tersebut memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar. Andaikata harga yang berlaku di atas P 1 maka negara 1 akan memproduksi minyak lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik. Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor ke negara 2. Di lain pihak, apabila harga yang berlaku lebih kecil dari P 3, maka negara 2 akan mengalami kelebihan permintaan. Hal ini akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangannya akan minyak dari negara 1. Secara spesifik, panel (a) memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P 1, kuantitas barang yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas barang yang diterima di negara 1. Hal tersebut memunculkan titik c pada kurva S D pada panel (b) (yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1). Panel (a) juga menunjukkan bahwa berdasarkan harga relati P 2, maka akan terjadi kelebihan penawaran minyak bila dibandingkan dengan permintaannya sebesar MN. Kelebihan sebesar MN tersebutlah yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga P 2. Kuantitas MN sama dengan BE * pada panel (b). Disitulah terletak E * yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor minyak dari negara 1 atau S D. Sementara itu, panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan P 3, maka penawaran dan permintaan pada negara 2 akan sama dan berada di titik A sehingga negara A tidak akan mengimpor minyak sama sekali. Titik A terletak pada kurva permintaan impor minyak yang berada di panel (b). Panel (c) juga menunjukkan bahwa pada saat harga berada pada P 2, maka akan terjadi kelebihan permintaan sebesar M * N *. Kelebihan itu sama dengan kuantitas yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan pada harga P 2. Lebih lanjut, jumlah itu sama dengan BE * pada panel (b), yang menjadi kedudukan titik E *.

14 Berdasarkan harga P 2 maka kuantitas impor yang diminta oleh negara 2 akan sama dengan kuantitas ekspor yang akan ditawarkan oleh negara 1. Hal itu ditunjukkan oleh perpotongan kurva S D dan D D setelah minyak diperdagangkan diantara kedua negara. Dengan demikian, P 2 menjadi harga internasional atau harga yang terjadi setelah perdagangan internasional. Harga minyak mentah dunia diklasifikasikan berdasarkan kualitas minyak mentah yang dihasilkan di kilang minyak. Beberapa harga minyak mentah dunia tersebut adalah West Texas Intermediete (WTI) atau yang dikenal juga dengan light sweet, Brent Blend, Russian Export Blend, dan OPEC Basket Price. Dari keempat harga minyak tersebut minyak jenis light sweet menjadi acuan harga minyak dunia (Abu, 2011). 2.2 Perdagangan Internasional Menurut Model Mundell-Fleming Model Mundell-Fleming dapat menjelaskan bagaimana perdagangan internasional dapat mempengaruhi indikator makroekonomi Indonesia. Model ini menjelaskan pasar untuk barang dan jasa sebagaimana model IS-LM. Tetapi model ini menambahkan simbol baru untuk ekspor neto yang bisa menggambarkan kegiatan perdagangan. Asumsi yang digunakan adalah negara merupakan negara perekonomian terbuka kecil dengan mobilitas modal sempurna. Asumsi ini berarti bahwa tingkat bunga dalam perekonomian domestik sama dengan tingkat bunga dunia. Tingkat bunga ini diasumsikan tetap secara eksogen karena perekonomian tersebut relatif lebih kecil dibandingkan perekonomian dunia sehingga bisa meminjam atau

15 memberi pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar uang dunia tanpa mempengaruhi tingkat bunga dunia. Pasar Barang dan Kurva IS Mundell dan Fleming menjelaskan pasar untuk barang dan jasa sebagaimana model IS-LM, tetapi model ini menambahkan variabel baru yaitu ekpor neto yang merupakan cerminan kegiatan perdagangan. Kegiatan perdangangan (ekspor dan impor) dipengaruhi oleh tingkat kurs mata uang. Ketika terjadi apresiasi mata uang maka akan menyebabkan kenaikan impor dan penurunan ekspor karena harga barang-barang di luar negeri lebih murah bila dibandingkan dengan harga domestik (Mankiw, 2007). Hal ini menyebabkan kurva ekspor neto (NX) miring ke bawah seperti ditunjukkan oleh panel (a) pada Gambar 2.2. Kurva IS dapat diperoleh dengan menderivasi dari kurva ekspor neto dan perpotongan Keynessian. Kurva derivasi IS dapat dilihat pada Gambar 2.2 E Pengeluaran Aktual Pengeluaran Rencana Kurs, e (riil) r (b) Perpotongan Keynes Y e 2 e 1 NX 2 NX 1 NX Y 2 Y 1 Y (a) Kurva Ekspor Neto (c) Kurva IS Sumber : Mankiw (2007) Gambar 2.2 Derivasi Kurva IS IS

16 Kurva IS diderivasi dari kurva ekspor neto dan perpotongan Keynesian. Bagian (a) menunjukkan kurva ekspor neto: kenaikan kurs dari e 1 ke e 2 mengurangi ekspor dari NX 1 ke NX 2. Bagian (b) menunjukkan perpotongan Keynesian: penurunan ekspor neto menggeser pengeluaran rencana ke bawah dan menunjukkan penurunan pendapatan dari Y 1 ke Y 2. Bagian (c) menunjukkan kurva IS yang meringkas hubungan antara kurs dan pendapatan. Semakin tinggi kurs maka semakin tinggi pendapatan. Pasar Uang dan Kurva LM Kurva LM bergantung pada pergerakan tingkat bunga dan pendapatan. Namun Mundell-Fleming memasukkan variabel tambahan berupa kurs yang merupakan cerminan dari aktivitas perdagangan. Kembali ke asumsi bahwa suku bunga domestik (r) sama dengan suku bunga dunia (r*), maka kurva LM yang dihasilkan akan vertikal. Derivasi kurva LM dapat dilihat pada Gambar 2.3 Suku bunga, r LM* r=r* Y (a) Kurva LM saat Ekonomi tertutup LM Y (b) Kurva LM saat Ekonomi terbuka Sumber : Mankiw (2007) Gambar 2.3 Derivasi Kurva LM

17 Bagian (a) menunjukkan kurva LM* standar saat perekonomian tertutup dan garis horisontal menunjukkan tingkat bunga dimana tingkat bunga domestik sama dengan tingka suku bunga dunia. Perpotongan kedua kurva ini menentukan tingkat pendapatan, tanpa memperhitungkan kurs. Karena itu, sebagaimana ditunjukkan gambar (b) kurva LM adalah vertikal untuk perekonomian terbuka kecil. Merakit Model IS-LM Gambar 2.4 menunjukkan hubungan antara kurva IS dan LM yang telah memperhitungkan aktivitas perdagangan. Ekuilibrium untuk perekonomian ditemukan dimana kurva IS dan kurva LM berpotongan. Perpotongan ini menunjukkan kurs serta tingkat pendapatan dimana pasar barang dan pasar uang berada dalam ekuilibrium. Dengan diagram ini, kita bisa menggunakan model Mundell-Fleming untuk menunjukkan bagaimana pendapatan agregat Y dan kurs e menanggapi perubahan kebijakan. Kurs, e LM IS Y, Pendapatan Sumber : Mankiw (2007) Gambar 2.4 Kurva IS-LM 2.3 Pengaruh Kebijakan Terhadap Model IS-LM Kebijakan yang diambil oleh sebuah pembuat keputusan tentunya memiliki pengaruh terhadap aktivitas ekonominya. Kebijakan suatu negara terbagi

18 menjadi tiga kebijakan yaitu kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan perdagangan. Pada penelitian ini Indonesia diasumsikan sebagai negara yang menganut sistem tukar bebas (floating exchange rate). Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah untuk mengintervensi perekonomian negaranya. Instrumen yang bisa dipergunakan oleh pemerintah adalah G (pengeluaran pemerintah) dan T (pajak). Anggaplah pemerintah mendorong pengeluaran domestik dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah atau memotong pajak. Karena meningkatkan pengeluaran yang direncanakan, kebijakan fiskal akan menggeser kurva IS ke kanan, seperti terlihat pada Gambar 2.5, sebagaimana terlihat kurs berapresiasi sedangkan tingkat output tetap. e e 2 IS 2 e 1 IS 1 Gambar 2.5 Pergeseran Kurva IS Akibat Kebijakan Fiskal Y Tindakan ekspansi fiskal yang dilakukan pemerintah akan mengakibatkan kurva IS bergeser dari IS 1 ke IS 2. Pergeseran ini akan mengakibatkan peningkatan e namun Y tetap. Nilai Y tetap karena ketika e riil naik maka nilai ekspor akan turun. Peningkatan IS akibat peningkatan subsidi itu akan diimbangi dengan penurunan ekspor dengan porsi yang dianggap sama. Sehingga, Y tidak akan mengalami peningkatan. Jadi, kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah

19 dalam rezim kurs mengambang tidak akan efektif karena tidak meningkatkan Y atau GDP. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dilakukan oleh otoritas moneter yang biasanya dipegang oleh bank sentral. Di Indonesia kebijakan ini dipegang oleh bank Indonesia. Kebijakan yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan atau menurunkan jumlah uang beredar di masyarakat. Anggaplah bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat maka hal ini akan menggeser kurva LM ke kanan seperti pada Gambar 2.6 Kurs, e LM 1 LM 2 e 1 e 2 IS Y 1 Y 2 Y Gambar 2.6 Pergeseran Kurva LM Akibat Kebijakan Moneter Tindakan peningkatan jumlah uang beredar yang dilakukan oleh Bank Indonesia akan menyebabkan peningkatan Y atau GDP Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kebijakan moneter memiliki kemampuan untuk mengubah tingkat pendapatan Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan moneter dianggap lebih ampuh bila dibandingkan dengan kebijakan fiskal Kebijakan Perdagangan Kebijakan perdagangan berkaitan dengan kebijakan mengatur jumlah ekspor dan impor suatu negara. Mari kita asumsikan bahwa pemerintah

20 meningkatkan hambatan perdagangan yang masuk ke negaranya. Sehingga nilai impor akan menurun dan ekspor neto akan meningkat. Peningkatan ekspor neto akan mengakibatkan kurva IS bergeser ke kanan dan kasusnya sama seperti kebijakan fiskal yang telah dibahas di atas. Kebijakan ekspansi perdagangan akan mengakibatkan peningkatan nilai kurs namun nilai Y tetap. 2.4 IS-LM Sebagai Teori Permintaan Agregat Kurva permintaan agregat adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara tingkat harga dengan tingkat pendapatan nasional. Kurva ini akan menjelaskan tingkat harga akan mempengaruhi pendapatan suatu negara. Permintaan agregat memiliki bentuk miring ke bawah. Kurva permintaan agregat dapat diderivasi dari kurva IS-LM seperti pada Gambar 2.7. r LM 2 LM 1 (a) IS Y P (b) P 2 P 1 AD Y 2 Y 1 Y Sumber : Mankiw (2007) Gambar 2.7 Derivasi Kurva AD dari Kurva IS-LM

21 Untuk menjelaskan mengapa kurva permintaan agregat miring ke bawah, kita telaah apa yang terjadi dalam model IS-LM ketika tingkat harga berubah. Hal ini dilakukan pada Gambar 2.6. Untuk setiap jumlah uang beredar M, tingkat harga P yang lebih tinggi akan mengakibatkan penurunan M/P. Penurunan M/P atau penawaran uang ini akan menggeser kurva LM ke atas, yang mendongkrak tingkat bunga ekuilibrium dan mengurangi tingkat pendapatan ekuilibrium, sebagaimana ditunjukkan oleh bagian (a). Di sini tingkat harga naik dari P 1 ke P 2 dan pendapatan turun dari Y 1 ke Y 2. Kurva permintaan agregat dalam bagian (b) menunjukkan hubungan negatif antara pendapatan nasional dan tingkat harga. Dengan kata lain, kurva permintaan agregat menunjukkan sekumpulan titik ekuilibrium yang muncul dalam model IS-LM ketika kita mengubah tingkat harga dan melihat apa yang terjadi pada pendapatan. 2.5 Teori Fluktuasi Ekonomi Menurut Mankiw (2007), keseimbangan perekonomian terbentuk pada saat perpotongan kurva permintaan agregat (aggregate demand, AD) dan kurva penawaran agregat (aggregate supply, AS). Dalam jangka panjang, perekonomian berada pada perpotongan kurva penawaran agregat jangka panjang dan kurva permintaan agregat. Karena harga-harga telah disesuaikan pada tingkat yang berlaku maka kurva penawaran agregat jangka pendek juga memotong titik keseimbangan tersebut. Keseimbangan yang dicapai pada jangka panjang akan tercapai pada tingkat output alamiah (full-employment). Kondisi full employment (Y*) dalam keseimbangan jangka panjang ditunjukan pada Gambar 2.8

22 Sementara itu, dalam jangka pendek keseimbangan pada kondisi full employment terkadang tidak dapat terpenuhi. Ketidakseimbangan dari kondisi full employment pada jangka pendek atau yang lebih dikenal dengan siklus bisnis terjadi karena adanya guncangan (shock) dalam perekonomian. Guncangan yang terjadi dapat disebabkan oleh guncangan pada sisi AD ataupun AS. Guncangan tersebut membuat kondisi full employement dapat tidak tercapai P LRAS AD P 1 SRAS Y * Y(OUTPUT) Sumber : Mankiw (2007) Gambar 2.8 Aggregat Demand-Aggregat Supply dalam Keseimbangan Jangka Panjang Guncangan pada sisi AD misalnya adalah: lonjakan investasi, lonjakan konsumsi, peningkatan dalam nilai tukar secara mendadak, dan pemotongan suku bunga yang tidak diprediksi (Mankiw, 2007). Suatu lonjakan pada sisi AD, misalnya: lonjakan investasi, akan menggeser kurva AD ke kanan. Pergesearan AD ke kanan menyebabkan tingkat output dan harga relatif meningkat (unexpected inflation). Lebih lanjut, dengan pergeseran AS ke kiri maka keseimbangan kembali pada tingkat alamiah dengan tingkat harga yang lebih tinggi (Gambar 2.9).

23 SRAS 1 (P e =P 3 ) P SRAS 2 (P e =P 1 ) P 3 P 2 P 1 AD 1 AD 2 Y* Y Sumber : Mankiw (2007) Gambar 2.9 Guncangan Pada Permintaan Agregat Sementara itu, guncangan pada sisi AS misalnya adalah peningkatan harga minyak secara mendadak dan penemuan teknologi baru. Guncangan akibat dari peningkat harga minyak akan menggeser AS ke kiri. Keseimbangan baru terbentuk pada tingkat output yang lebih rendah (stagnasi) dan harga yang lebih tinggi (inflasi). Dengan demikian guncangan kenaikan harga minyak tersebut menyebabkan terjadinya stagflasi. Guncangan pada AD dan AS akan mengakibatkan pergesran kurva AS maupu AD yang akan mengakibatkan perubahan pada tingkat produksi dan harga. Pada sub bab sselanjutnya akan kita lihat bagaimana harga minyak dunia mempengaruhi AD dan AS sebagai salah satu transmisi dalam menuju perubahan pertumbuhan ekonomi.

24 P LRAS SRAS 2 SRAS 1 P 2 P 1 AD Y* (output) Sumber : Mankiw (2007) Gambar 2.10 Guncangan Pada Penawaran Agregat 2.6 Makroekonomi Indonesia 2.6.1 Pendapatan Nasional Makroekonomi Indonesia dapat dihitung dengan penghitungan pendapatan nasional pada waktu tertentu misalnya setahun. Penghitungan pendapatan nasional dapat dilakukan dengan metode langsung maupun tidak langsung. Penghitungan langsung dapat dilakukan dengan menjumlahkan semua produksi di setiap perusahaan yang ada di negara tersebut. Sedangkan metode tidak langsung yaitu dengan cara penaksiran. Kita tidak perlu menanyakan pendapatan tiap orang, yang jumlahnya jutaan bahkan ratusan juta. Hal yang diperlukan hanyalah penaksiran pendapatan secara keseluruhan untuk setiap kelas-kelas masyarakat (Deliarnov, 1995).

25 Deliarnov (1995) mengatakan bahwa terdapat tiga pendekatan yang digunakan untuk menghitung pendapatan nasional, yaitu dengan Pendekatan Produksi (Production Approach), Pendekatan Pendapatan (Income Approach) dan Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach).Pendekatan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah Pendekatan Pengeluaran. Pendekatan ini digunakan karena dianggap cocok dengan keadaan Indonesia yang penduduknya belum terbiasa dengan pembukuan. Pendekatan ini juga dilakukan untuk mengetahui pola konsumsi masyarakat, sesuatu yang sangat penting bagi pemerintah dan perusahaan dalam mengambil keputusan. Selain itu, data- data yang diperlukan untuk menghitung pengeluaran lebih mudah untuk didapatkan dibandingkan dengan data tentang penerimaan. Pengukuran pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran dapat menggunakan persamaan: PNB = C + I + G + (X M)...(2.1) Dimana: PNB = Produk Nasional Bruto C I G X = Konsumsi = Investasi = Pengeluaran Pemerintah = Ekspor yaitu: M = Impor Deliarnov (1995) membagi pengeluaran nasional menjadi empat bagian

26 a. Konsumsi (C) Konsumsi (consumption) adalah sejumlah barang atau jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok :barang tidak tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. b. Investasi (I) Investasi adalah pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk membeli barang-barang modal untuk mendirikan perusahaan baru atau memeperluas perusahaan yang ada. Termasuk disalamnya pengeluaran perusahaan untuk : (a) membeli bahan baku atau material, mesin-mesin, peralatan pabrik, serta semua barang modal lain yang digunakan dalam proses produksi; (b) membeli banguna kantor, pabrik, rumah pegawai, tanah, dan (c) perubahan nilai stok (inventory) c. Pengeluaran Pemerintah (G) Pengeluaran konsumsi pemerintah ( Government Consumption Expenditure, G) adalah seluruh pengeluaran pemerintah yang bersifat konsumsi, misalnya untuk membangun jalan dan jembatan, irigasi, listrik, air minum, dan taman-taman rekreasi d. Ekspor Bersih (X-M) Ekspor bersih adalah selisih antara nilai penjualan barang-barang dan jasa ke luar negeri (ekspor, X) dengan nilai barang-barang yang didatangkan dari luar negeri (impor, M). 2.6.2 Inflasi Inflasi digunakkan pada penelitian ini untuk melihat bagaimana keadaan harga barang-barang yang memiliki bahan input produksi minyak mentah. Hal ini

27 penting untuk mengukur nilai uang yang ada di masyrakat. Inflasi adalah kenaikan dalam tingkat harga rata-rata, dan harga adalah tingkat dimana uang dipertukarkan untuk mendapatkan barang atau jasa (Mankiw, 2007). Berdasarkan sebabnya, Friedmann membagi inflasi ke dalam 2 jenis, yaitu Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation. Demand Pull Inflation adalah inflasi yang timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di satu pihak, dan di pihak lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment), sehingga akibatnya, sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, harga akan naik. Bila hal ini berlangsung terus menerus maka akan terjadi inflasi berkepanjangan. Sedangkan, Cost Push Inflation adalah inflasi yang disebabkan turunya produksi karena naiknya biaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini akan menyebabkan perusahaan akan menaikkan harga barangnya (Mishkin, 2004). Angka inflasi dihitung berdasarkan angka indeks yang dikumpulkan dari beberapa macam barang yang diperjual belikan di pasar. Terutama barang-barang yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Berdasarkan data harga tersebut maka disusunlah suatu angka yang di indeks. Angka indeks yang memperhitungkan masing-masing harganya disebut sebagai Indeks Harga Konsumen (IHK atau Consumer Price Index =CPI). Berdasarkan indeks harga konsumen dapat dihitung laju kenaikan harga-harga secara umum dalam periode tertentu. Adapun rumus untuk menghitung inflasi adalah : Inflasi = IHK n IHK n 1 IHK n 1 100%...(2.2) Dimana : IHK n = Indeks Harga Konsumen pada periode n IHK n-1 = Indeks Harga Konsumen pada periode sebelum n

28 2.6.3 Tingkat Suku Bunga Suku bunga merupakan salah satu variabel dalam perekonomian yang senantiasa diamati setiap hari karena memiliki dampak yang cukup luas pada kehidupan masyarakat. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu dalam menentukan mau diapakan uang yang mereka pegang. Keputusan untuk menghabiskan uang untuk konsumsi atau untuk ditabung atau ditanamkan pada investasi sangat dipengaruhi oleh suku bunga yang berlaku. Suku bunga juga mempengaruhi para pelaku ekonomi dalam bisnis apakah mereka akan membeli peralatan baru atau menyimpan uangnya di bank (Mishkin, 2004). Tingkat suku bunga dibedakan menjadi tingkat suku bunga riil dan nominal. Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga yang berlaku ketika tidak ada anggapan perubahan harga. Sedangkan, tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga riil ditambah dengan penyesuaian tingkat harga. Irving Fisher merumuskan suatu persamaan yang menghubungkan tingkat suku bunga riil dan nominal, yaitu: Tingkat suku bunga nominal = tingkat suku bunga rill + inflasi... (2.3) i = r + П...(2.4) 2.6.4 Konsep Nilai Tukar Nilai tukar merupakan salah satu variabel terpenting perekonomian terbuka disamping variabel ekonomi lainnya seperti suku bunga, harga, neraca transaksi berjalan (selisih nilai ekspor dengan impor), neraca pembayaran (balance of payment), serta variabel lainnya. Nilai tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga suatu negara terhadap mata uang negara lainnya.

29 2.7 Volatilitas Dalam studi finansial, volatilitas adalah kecepatan naik turunnya return investasi yang dilakukan. Investasi dapat berupa reksadana, saham, emas, obligasi dan instrumen lainnya. Semakin tinggi volatilitasnya maka kepastian return suatu investasi akan semakin rendah namun nilainya semakin besar, sedangkan bila nilai volatilitasnya rendah maka resikonya cenderung stabil namun returnnya rendah (Pratama, 2011). Penelitian ini akan meneiliti tingkat volatilitas dari harga minyak dunia akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Konsep volatilitas dalam penelitian ini diukur berdasarkan unsur standar deviasi atau varians. Atau dengan kata lain, definisi volatilitas berhubungan dengan bagaimana nilai-nilai data tersebut tersebar. Sebuah standar deviasi yang rendah menunjukkan bahwa nilai data-data cenderung sangat dekat dengan nilai rata-rata, sedangkan standar deviasi yang tinggi menunjukkan bahwa nilai data tersebar di berbagai macam nilai. 2.8 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh harga minyak terhadap perekonomian. Lescaraoux dan Mignon (2008) meneliti hubungan harga minyak dengan beberapa variabel makroekonomi. Sebanyak 36 negara menjadi objek penelitian mereka selama rentang waktu 1960-2005 dengan menggunakan data tahunan. Negara-negara tersebut dibagi menjadi tiga bagian, yaitu negara anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries),

30 negara penghasil minyak dan negara pengimpor minyak. Metode VECM (Vector Error Correction Model) digunakan untuk melihat bagaimana hubungan antara harga minyak dengan GDP, CPI, household consumption, unemployment, dan share price. Mereka menemukan hasil bahwa terdapat hubungan yang erat antara harga minyak dengan share price di negara-negara pengekspor minyak. Mereka juga menemukan bahwa GDP bergerak secara bersamaan dengan harga minyak dalam jangka waktu 12 tahun. Sementara di negara pengimpor minyak terdapat hubungan yang negatif antara harga minyak dengan share price dan memiliki hubungan positif dengan tingkat unemployment. Mehrara dan Sarem (2009) menggunakan model VECM untuk melihat bagaimana hubungan antara harga minyak dengan GDP di negara pengekspor minyak (Arab Saudi,Iran dan Indonesia). Data yang digunakan adalah data tahunan dari tahun 1970 sampai 2005. Kesimpulan yang mereka peroleh adalah bahwa di Iran dan Arab Saudi harga minyak memiliki peran penting dalam menjelaskan fluktuasi output dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sementara, di Indonesia peran harga minyak sangat terbatas dalam mmenjelaskan perekonomian Indonesia. Mereka juga menyimpulkan bahwa terdapat peranan penting dari kebijakan politik dalam menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan efektivitas ekonomi. Hsies (2008) menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak 1 persen akan menurunkan GDP riil sebesar 0,042 persen di Korea Selatan. Sementara, Jimenez dan Shancez (2004) menggunakan metode VAR (Vector Auto Regression) untuk meneliti negara G-7. Mereka menemukan bahwa GDP riil negara pengimpor minyak menurun saat harga minyak meningkat.

31 Surjadi (2006) mengatakan bahwa harga minyak yang tinggi dapat menyebabkan kemunduran ekonomi di negara-negara pengimpor minyak dan ekonomi global secara keseluruhan. Pengalihan pendapatan dari pengimpor minyak ke pengekspor minyak tidak simetris karena daya serapnya yang berbeda. Kenaikan harga yang berlanjut juga akan menghambat pemulihan ekonomi global. Negara-negara pengimpor minyak yang tinggi intensitas minyaknya akan mengalami kesulitan yang lebih besar daripada negara2 yang lebih efisien menggunakan minyaknya. Penelitian tentang pengaruh harga minyak dan volatilitasnya terhadap perekonomian pernah diteliti oleh Ito (2010). Dia menggunakan data triwulanan untuk melihat hubungan harga minyak dan volatilitasnya dengan perekonomian Russia. Menggunakan metode VAR, dia menyimpulkan bahwa kenaikan harga minyak satu persen akan meningkatkan 0,46 persen GDP dan menurunkan 0,17 persen exchange rate. Dalam jangka pendek, (delapan kuarter) kenaikan harga minyak tidak hanya diakibatkan oleh GDP growth dan exchange rate, tapi juga karena peningkatan inflasi. Ito juga menyimpulkan ada keterkaitan yang erat antara volatilitas harga dengan perekonomian Rusia. Guo dan Kliesen (2005) juga melakukan penelitian dampak dari volatilitas harga minyak dunia terhadap perekonomian Amerika Serikat. Pada periode 1984-2004, volatilitas harga minyak dunia memiliki efek yang signifikan terhadap investasi, konsumsi, tingkat tenaga kerja dan tingkat pengangguran yang terjadi di Amerika Serikat. Kenaikan harga minyak yang rendah memiliki dampak yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan ketidakpastian harga minyak (volatilitas) harga minyak dunia. Mereka juga menemukan bahwa volatilitas harga

32 minyak dunia lebih dipengaruhi oleh variabel di luar penelitian, seperti ancaman teroris, dibandingkan dengan keadaan perekonomian Amerika Serikat. Penelitian Gozali (2010), menggunakan data kuartalan dari 1990 sampai 2008, menunjukkan bahwa harga minyak secara signifikan mempengaruhi konsumsi pemerintah dan investasi yang terjadi di Indonesia. Penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh yang kuat dari volatilitas harga minyak terhadap perekonomian Indonesia. Dia juga menyimpulkan bahwa harga minyak dan volatilitasnya memiliki hubungan yang saling memperkuat dalam mempengaruhi perekonomian Indonesia. 2.9 Kerangka Pemikiran Harga minyak dunia dan voaltilitasnya memiliki pengaruh terhadap beberapa variabel makroekonomi. Pengaruh keduanya memiliki transmisi yang berbeda dalam perekonomian. Pengaruh ini akan coba dilihat dengan metode VAR/VECM. Variabel yang memiliki dampak dari perubahan harga minyak dan volatilitasnya sebaiknya secara cermat dapat diperhatikan agar mempermudah mengambil implikasi kebijakan. Dengan mengetahui variabel mana yang sangat dipengaruhi oleh harga minyak, maka kebijakan antisipatif dapat dilakukan. Pengaruh harga minyak akan coba dilihat terhadap variabel makroekonomi seperti GDP, inflasi, suku bunga modal kerja dan nilai tukar. Untuk memperkaya penelitian maka peneliti akan melihat bagaimana pengaruh guncangan harga minyak dan volatilitasnya terhadap variabel penyusun GDP dari sisi pengeluaran. Variabel tersebut adalahh private concumption (PCON), government consumption (GCON), investasi, ekspor dan impor.

33 Minyak Dunia Harga Volatilitas SBMK RER Inflasi GDP PCON GCON Inves tasi Ekspor Impor Kestabilan Ekonomi Implemen tasi Kebijakan Gambar 2.11 Kerangka Pemikiran