ISOLASI SENYAWA KIMIA UTAMA DARI FRAKSI AKTIF SITOTOKSIK SPON LAUT Petrosia sp (MN05)

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

SKRINING AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK DAN FRAKSI BEBERAPA JENIS SPON LAUT ASAL PULAU MANDEH SUMATERA BARAT

UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK DAN FRAKSI DARI SPON LAUT Petrosia sp. DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. BAHAN DAN METODA

Bab III Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BABm METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK DAN FRAKSI DARI SPON LAUT Petrosia sp DENGAN METODA BRINE SHRIMP LETHALITY TEST

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

Lampiran 1. Hasil identifikasi sponge

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Metodologi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GOLONGAN SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BATANG TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

3 Percobaan. Garis Besar Pengerjaan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

3 Percobaan dan Hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ISOLASI SENYAWA UTAMA KULIT BATANG TUMBUHAN PINUS DARI EKSTRAK ETIL ASETAT

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebanyak 400 gram sampel halus daun jamblang (Syzygium cumini)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: set alat destilasi,

Isolasi Senyawa Fenolat dari Fraksi Etil Asetat Kulit Batang Tumbuhan Gandaria

ISOLASI SENYAWA UTAMA KULIT BATANG TUMBUHAN PINUS DARI EKSTRAK ETIL ASETAT

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

ISOLASI DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN Nerium oleander

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK DARI FRAKSI ETIL ASETAT PADA KULIT BATANG TUMBUHAN CERIA (Baccaurea hookeri)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. DENGAN Artt:rnia Salina LEACH DAN IDENTIFlKASI SENY AWA AKTIFNY A DALAM Graci/aria licbmoides ~r SKRIPSI

Transkripsi:

ISOLASI SENYAWA KIMIA UTAMA DARI FRAKSI AKTIF SITOTOKSIK SPON LAUT Petrosia sp (MN05) Dian Handayani 1, Corry Handayani 2, Krisyanella 2 1 Fakultas Farmasi Universitas Andalas 2 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi STIFARM Padang Abstract Isolation of major compound (CH-05-SP) from cytotoxic fraction of marine sponge Petrosia sp (MN 05) using maceration, fractionation, column chromatography and recrystallization methods has been conducted. The result of physical and chemical analysis showed that the isolated compound was white crystal, melted at 180º-183ºC and including as terpenoid. Keyword : Marine sponge, Petrosia sp, Column chromatography. Pendahuluan Laut memiliki keanekaragaman organisme yang sangat besar sebagai sumber daya yang sangat potensial. Beberapa organisme laut mampu memproduksi senyawa kimia untuk mempertahankan dirinya dari serangan predator. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa organisme laut memiliki potensi yang sangat besar dalam menghasilkan senyawa-senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat-obatan, salah satunya adalah spon (Jasin, 1992). Spon laut tergolong ke dalam Filum Porifera yang merupakan hewan multiseluler paling sederhana dengan bentuk tubuh dan warna yang beranekaragam (Jasin, 1992). Spon diketahui dapat menghasilkan sejumlah produk laut yang bersifat alami dan mampu menunjukkan keanekaragaman senyawa kimia yang sangat besar. Senyawasenyawa kimia yang mampu dihasilkannya antara lain alkaloid, terpenoid, steroid, fenolik dan lainlain. Beberapa jenis spon yang memiliki bioaktivitas yang menarik seperti aktivitas antibakteri dari Petrosia nigran (Handayani, et al., 2008), aktivitas antiinflamasi dari Axinella brenstyla, dan aktivitas sitotoksik dari Spongia sp dan Petrosia sp (Mayer, 2008). Berdasarkan potensi bioaktivitas dari spon laut tersebut maka telah dilakukan skrining sitotoksik dari ekstrak kental dengan metoda Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) terhadap 10 jenis spon yang diambil di perairan Mandeh Painan pada kedalaman ± 15 meter di bawah permukaan laut. Salah satu spon yang memiliki aktivitas sitotoksik adalah spon Petrosia sp dengan nilai LC 50 sebesar 71,81 ppm. Hasil identifikasi dari museum Zoologi Amsterdam Belanda menyatakan sampel tersebut merupakan salah satu spesies dari genus Petrosia yaitu Petrosia sp dengan nomor koleksi MN 05. Aktivitas sitotoksik dari spon Petrosia sp tersebut cukup aktif dibandingkan dengan spon lainnya (Yulia, 2009). Senyawa aktif yang telah ditemukan dan dilaporkan dari genus petrosia adalah alkaloid Manzanine-A yang bersifat sitotoksik yang merupakan sifat dasar suatu senyawa berpotensi sebagai antikanker (El Sayed, et al., 2001). Senyawa poliasetilen dan dideoxypetrosynal A menunjukkan aktivitas antitumor pada sel melanoma kulit manusia dan petrosamin menunjukkan aktivitas antibakteri (Cho, et al., 2004). Senyawa taraxeron juga menunjukkan aktivitas antibakteri (Sutedja, et al., 2005). Potensi sitotoksik yang dimiliki oleh Petrosia sp (MN 05) dapat digunakan sebagai sumber obat antikanker baru, mengingat kanker masih merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia. Berbagai senyawa telah dikembangkan melawan kanker. Namun tak satupun jenis senyawa tersebut menghasilkan efek yang memuaskan dan tanpa efek samping yang merugikan. Usaha eksplorasi senyawa-senyawa antikanker terus dilakukan dengan sifat penghambatan yang lebih baik dan efek samping yang lebih rendah (Astuti, et al., 2005). Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya, telah dilaporkan bahwa fraksi etil asetat dari spon laut Petrosia sp (MN 05) memiliki aktivitas sitotoksik yang tinggi dibandingkan dengan fraksi n-heksan dan fraksi butanol yaitu dengan nilai LC 50 197,38 µg/ml dengan uji Brine Shrimp Lethality Test. Berdasarkan uji pendahuluannya, pada fraksi etil asetat spon laut Petrosia sp (MN 05) mengandung senyawa kimia golongan terpenoid (Yunance, 2011). Pada penelitian ini perlu dilakukan isolasi senyawa kimia yang terkandung di dalam fraksi etil asetat dari spon Petrosia sp (MN 05) tersebut. 24

Metode Penelitian Alat. Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu ), spektrofotometer IR (Perkin Elmer 735 B ), rotary evaporator (IKA ), kolom kromatografi, lampu UV λ 254 nm (Merck ) dan alat gelas. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan Sampel Sampel diambil di perairan Mandeh, kecamatan koto XI Tarusan Kanagarian Ampang Pulai, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, pada kedalaman ± 15 meter di bawah permukaan laut. Kemudian spon dibersihkan dengan menggunakan air laut dan air suling yang mengalir. Setelah ditiriskan spon kemudian direndam dengan metanol untuk mengurangi pembusukan selama perjalanan. 2. Identifikasi Sampel Sampel MN 05 telah diidentifikasi di Museum Zoologi Amsterdam, Belanda oleh Dr. Nicole J. de. Voogd sebagai Petrosia sp (MN 05). 3 Ekstraksi Sampel segar Petrosia sp (MN 05) sebanyak 2 Kg yang telah dicuci dan ditiriskan, dirajang halus kemudian dimaserasi dengan metanol sampai terendam seluruhya dalam botol kaca gelap dan disimpan ditempat yang terlindung cahaya masingmasing selama 3x5 hari sambil sesekali dikocok dan disaring dengan kertas saring. Maserat kemudian digabung dan dipekatkan dengan Rotary Evaporator sampai terbentuk ekstrak kental kemudian ditimbang. 4. Fraksinasi Ekstrak kental selanjutnya difraksinasi dengan berbagai pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda dan dilakukan dalam corong pisah. Fraksinasi diawali dengan pelarut non polar n- heksan kemudian dikocok dan dibiarkan sehingga terbentuk 2 fraksi, yaitu fraksi n-heksan dan fraksi air. Proses fraksinasi dihentikan setelah didapat fraksi n-heksan yang bening. Fraksi n-heksan dipekatkan dengan Rotary Evaporator dan didapatkan fraksi kental n-heksan. Kemudian ditimbang berat fraksi yang didapat. Fraksi air selanjutnya difraksinasi dengan etil asetat yang bersifat semi polar, kemudian dikocok dan dibiarkan sehingga terbentuk 2 fraksi, yaitu fraksi etil asetat dan fraksi air. Proses fraksinasi dihentikan setelah didapat fraksi etil asetat yang bening. Fraksi etil asetat dipekatkan dengan Rotary Bahan. Spon laut Petrosia sp (MN 05), metanol, n-heksan, etil asetat, aquadest, silika gel 60 GF 254, plat silika gel GF 254, vanillin-metanol, metanol-asam sulfat. Evaporator dan didapatkan fraksi kental etil asetat. Kemudian ditimbang berat fraksi yang didapat. 5. Pemisahan Zat Dengan Metoda Kromatografi Kolom Pada penelitian ini diisolasi fraksi kental etil asetat karena fraksi etil asetat menunjukkan aktivitas sitotoksik yang besar pada penelitian sebelumnya. Sebelum dilakukan proses isolasi, fraksi etil asetat dimonitor terlebihdahulu dengan Kromatografi Lapis Tipis untuk mengetahui perbandingan eluen mana yang baik memisahkan komponen. Pemonitoran KLT menggunakan fasa diam silika gel GF 254, dan fasa geraknya dipakai kombinasi pelarut mulai dari non polar, semi polar dan pelarut polar. Plat KLT dipotong dengan ukuran 10 cm lalu fraksi etil asetat ditotolkan pada jarak lebih kurang 1,5 cm dari pinggir bawah plat dan lebih kurang 1 cm dari pinggir kiri dan kanan plat (ditengahtengah). Kromatografi kolom fraksi etil asetat digunakan fasa diam silika gel 60. Pembuatan bubur silika dengan menggunakan pelarut n-heksan, kemudian dimasukkan ke dalam kolom yang bagian bawahnya telah disumbat terlebih dahulu dengan kapas bersih. Suspensi tersebut dimasukkan ke dalam kolom sambil diketok-ketok agar silika memadat dan tidak ada gelembung udaranya, kemudian dibiarkan selama 24 jam agar silika lebih padat. Sampel fraksi kental etil asetat yang telah dilarutkan dahulu dengan etil asetat dibuat menjadi serbuk preabsorbsi dengan menambahkan silika gel dua kali jumlah sampel ke dalam larutan sampel kemudian pelarutnya diuapkan secara in vacuo sehingga diperoleh campuran silika gel dan sampel berupa serbuk kering. Sampel ditaburkan merata diatas bubur silika dalam kolom dan dielusi dengan komposisi eluen sebagai berikut: n-heksan: etil asetat (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9), etil asetat 100%, etil asetat: metanol (9:1, 5:5), dan terakhir dipakai pelarut metanol 100%. Hasil elusi yang keluar dari kran ditampung dalam vial volume ± 10 ml. Hasil kromatrografi kolom dimonitor dengan metode KLT menggunakan eluen n-heksan: etil asetat (3:7) di dalam chamber dan nodanya diamati dibawah lampu UV 254 nm. Fraksi yang memiliki nilai Rf yang sama digabung, 25

lalu diuapkan pelarutnya. Sedangkan proses pemurnian dilakukan dengan cara rekristalisasi. Rekristalisasi menggunakan dua pelarut, yaitu pelarut yang tidak melarutkan dan pelarut yang mudah melarutkan. 6. Pemeriksaan Fisika (Jarak Leleh) Senyawa murni hasil isolasi dilakukan pemeriksaan titik lelehnya menggunakan alat Sybron Thermolyne. Beberapa butir kristal diletakkan dalam wadah yang ada pada alat tersebut. Kenaikan suhu diatur satu derajat (1 C) per menit. 7. Pemeriksaan Kimia Pemeriksaan kimia dilakukan dengan pereaksi warna Liebermann-Burchard dan Vanillin asam sulfat. 8. Profil Kromatografi Lapis Tipis Senyawa hasil isolasi dimonitor dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis dengan fasa gerak etil asetat : metanol 9:1. 9. Karakterisasi Senyawa dengan Menggunakan Spektrofotomer UV Karakterisasi senyawa hasil isolasi dengan spektrofotometer UV menggunakan pelarut metanol pada rentang panjang gelombang 200-400 nm. Beberapa mg isolat dilarutkan dengan 10 ml metanol dan blanko yang digunakan juga memakai pelarut metanol tersebut. Pemeriksaan spektrum ultraviolet dilakukan untuk menentukan jenis gugus kromofor yang memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu. 10. Karakterisasi Senyawa Dengan Menggunakan Spektrofotometer Inframerah Karakterisasi senyawa hasil isolasi selanjutnya dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer inframerah. Pemeriksaan spektrum inframerah bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terkandung dalam senyawa. memisahkan komponen pada pelarut n-heksan : etil asetat (3:7). 3. Dari fraksi etil asetat berhasil diisolasi 1 senyawa murni CH-05-SP dengan berat 20 mg, mempunyai Rf = 0,44 dengan fasa gerak etil asetat : metanol (9:1), berupa kristal halus berwarna putih kecoklatan dengan jarak leleh 180-183 C, yang larut dalam pelarut metanol tetapi tidak larut dalam pelarut n-heksan 4. Pemeriksaan kimia terhadap isolat CH-05-SP memberikan hasil positif terhadap pereaksi Vanillin-asam sulfat dan pereaksi Liebermann- Buchard yang memberikan warna merah muda yang menandakan bahwa isolat CH-05-SP adalah senyawa golongan terpenoid. 5. Dari data spektrum UV isolat CH-05-SP menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 278 nm dan 207,6 nm. 6. Dari data spektrum IR senyawa CH-05-SP menunjukkan serapan pada bilangan gelombang 3433,64 cm -1, 2931,27 cm -1, 2357,55 cm -1, 1716,34 cm -1, 1636,3 cm -1, 1560,13 cm -1, 1456,96 cm -1. Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Spon Laut Petrosia sp (MN 05) No Parameter Karakteristik Pengamatan 1 Bentuk Seperti batang yang bercabangcabang 2 Warna Ungu kecoklatan 3 Bau Amis seperti bau ikan Tabel 2. Berat Ekstrak dan Fraksi Seperti batang yang bercabangcabang Ungu kecoklatan Amis seperti bau ikan No Sampel Berat (g) 1 Ekstrak kental metanol 90,58 2 Fraksi n-heksan 4,043 3 Fraksi etil asetat 2,58 Hasil dan Pembahasan Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebabagi berikut: 1. Dari 2 kg sampel basah spon laut Petrosia sp (MN 05) diperoleh ekstrak kental metanol 90,58 g, fraksi kental n-heksan sebanyak 4,04 g, fraksi kental etil asetat sebanyak 2,58 g. 2. Dari monitor profil KLT didapatkan perbandingan eluen yang baik untuk 26

Tabel 3. Data Karakteristik Isolat CH-05-SP No Karakteristik Hasil Pengamatan 1 Bentuk Kristal halus 2 Warna Putih kecoklatan 3 Kelarutan Larut dalam metanol dan etil asetat tetapi tidak larut dalam n-heksan 4 Jarak leleh 180-183 C 5 6 Rf (eluen etil asetat : metanol 9:1) Pereaksi kimia: a. Liebermann- Burchard b. Vanillin asam sulfat 0,66 Merah muda Merah muda c. FeCl3 Tidak bereaksi d. Mg/HCl Tidak bereaksi e. Dragendorf Tidak bereaksi Tabel 4. Data Spektrum Ultraviolet Isolat CH-05- SP No Panjang gelombang (nm) Absorban 3 278 0,259 4 207,6 1,294 Pembahasan Proses isolasi senyawa aktif sitotoksik dari spon Petrosia sp (MN 05) dimulai dengan pengambilan sampel spon laut Petrosia sp (MN 05) di perairan Mandeh, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kanagarian Ampang Pulai Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, pada kedalaman ± 15 meter di bawah permukaan laut. Sampel kemudian dibersihkan dengan menggunakan air laut dan air suling yang mengalir. Setelah ditiriskan, didapatkan sampel dengan pemerian berupa batang yang bercabangcabang berwarna coklat keunguan dan berbau amis seperti bau ikan. Sampel lalu disiram dengan metanol untuk mengurangi pembusukan, kemudian dirajang halus untuk dilakukan proses ekstraksi. Metoda ekstraksi yang digunakan adalah maserasi, karena maserasi merupakan metoda ekstraksi yang secara teknis pengerjaan dan alat yang digunakan sederhana, yaitu cukup dengan merendam sampel dengan pelarut organik 3-5 hari dengan sesekali diaduk. Setelah 5 hari disaring dengan kertas saring. Pelarut yang digunakan adalah metanol karena pelarut ini merupakan pelarut universal yang dapat melarutkan hampir semua senyawa organik, baik polar maupun non-polar dengan titik didih yang rendah (67 C) sehingga mudah diuapkan (Harborne, 1987). Ekstrak metanol yang diperoleh diuapkan pelarutnya secara in vacuo dengan rotary evaporator, karena dalam keadaan vakum tekanan uap pelarut akan menjadi turun dan pelarut akan mendidih dibawah titik didihnya sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan senyawa termolabil yang ada dalam sampel. Dari 2 kg sampel basah spon laut Petrosia sp (MN 05) didapatkan ekstrak kental metanol sebanyak 90,58 gram Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya. Fraksinasi ini bertujuan untuk memisahkan senyawa berdasarkan sifat kepolarannya (Harborne, 1987). Proses fraksinasi menggunakan aquadest dan pelarut dengan perbandingan 1:2, sedangkan jumlah aquadest yang digunakan sama banyak dengan ekstrak kental. Penarikan senyawa non-polar (lemak atau lilin) digunakan pelarut n-heksan karena n-heksan tidak memiliki gugus yang kaya elektron dan terdiri dari rantai karbon alifatik yang cukup panjang sehingga bersifat non polar. Dari hasil proses fraksinasi menggunakan pelarut n- heksan sebanyak 6x180 ml, didapatkan berat fraksi kental n-heksan sebanyak 4,04 gram. Pelarut etil asetat akan menarik senyawa yang semi polar (kumarin, flavonoid aglikon dan terpenoid). Pada proses fraksinasi menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 7x180 ml, didapatkan berat fraksi kental etil asetat sebanyak 2,58 gram. Dari studi literatur pada penelitian sebelumnya, fraksi etil asetat menunjukkan aktivitas sitotoksik yang tinggi dengan nilai LC 50 197,38 µg/ml (Yunance, 2011). Pada penelitian ini dilakukan isolasi senyawa kimia utama dari fraksi etil asetat (2,58 g) menggunakan kolom kromatografi dengan fasa diam silika gel 60 GF 254 sebanyak 63,66 g, dan menggunakan sistem pelarut step gradient polarity (SGP). Perbandingan eluen dimulai dari pelarut yang non polar (n-heksan) hingga pelarut yang polar (metanol). Hasil monitor penyebaran noda dengan metoda KLT fraksi etil asetat memperlihatkan pemisahan noda yang baik dengan menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (3:7). Bubur silika dibuat dengan menggunakan pelarut n- heksan 100%, kemudian dimasukkan ke dalam kolom yang bagian bawahnya telah disumbat terlebih dahulu dengan kapas. Bubur tersebut 27

dimasukkan ke dalam kolom sambil diketok-ketok agar silika memadat. Sampel dibuat menjadi serbuk preabsorbsi dengan menambahkan silika gel 2 kali berat sampel ke dalam larutan sampel, kemudian pelarutnya diuapkan secara in vacuo dengan rotary evaporator sehingga diperoleh campuran silika gel dan sampel berupa serbuk kering. Sampel ditaburkan merata diatas silika gel dan dielusi dengan komposisi eluen n-heksan : etil asetat (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9) yang masingmasingnya digunakan sebanyak 400 ml, etil asetat 100% sebanyak 500 ml, etil asetat : metanol (9:1, 5:5) sebanyak 150 ml dan terakhir metanol 100% sebanyak 700 ml. Hasil kromatografi kolom yang ditampung dikelompokkan berdasarkan pola KLT nya, sehingga didapatkan 8 sub-fraksi gabungan yaitu CH 01 (1-45) 69 mg, CH 02 (46-105) 358 mg, CH 03 (106-120 & 136-165) 322 mg, CH 04 (121-135) 56 mg, CH 05 (166-180) 114 mg, CH 06 (181-215) 267 mg, CH 07 (216-255) 155 mg dan CH 08 (256-327) 402 mg. Dari 8 sub-fraksi tersebut, subfraksi CH 05 yang memungkinkan untuk dimurnikan karena pada pengamatan telah mengkristal. Isolat CH 05 selanjutnya dimurnikan dengan cara rekristalisasi. Rekristalisasi menggunakan 2 pelarut, yaitu etil asetat dan n- heksan. Pelarut ini dipilih karena isolat CH 05 larut dalam etil asetat tetapi tidak larut dalam n-heksan. Isolat CH 05 dilarutkan dalam sedikit mungkin n- heksan lalu dipisahkan kedalam vial lain. Hal ini dilakukan berulang-ulang sehingga didapatkan kristal murni yang bebas pengotor. Kemudian ditambahkan kombinasi pelarut etil asetat dan n- heksan (7:3) sampai berkabut yang menandakan bahwa senyawa tersebut berada dalam keadaan jenuh. Kemudian dibiarkan di dalam ruangan dengan suhu rendah hingga terbentuk kristal kembali. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, rekristalisasi dilakukan berulang-ulang sehingga didapatkan isolat murni CH-05-SP. Karakterisasi isolat CH-05-SP meliputi pemeriksaan fisika dan kimia. Pemeriksaan fisika berupa penentuan jarak leleh dengan menggunakan alat Sybron Thermolyne, diketahui bahwa isolat CH-05-SP memiliki jarak leleh 180-183 C. Nilai ini menunjukkan bahwa isolat CH-05-SP relatif murni karena jarak lelehnya yang sempit. Dari pemeriksaan sifat kimia, isolat CH-05-SP memberikan reaksi positif dengan Liebermann- Buchard dan vanillin asam sulfat dengan menunjukkan warna merah muda yang diduga senyawa CH-05-SP termasuk golongan terpenoid. Pemeriksaan KLT isolat CH-05-SP dilakukan dengan eluen etil asetat : metanol = 9:1 memberikan Rf 0,44. Kemurnian senyawa ditegaskan dengan metoda Multiple Developing System (MDS) dimana senyawa murni akan menunjukkan pola KLT satu noda meskipun dilakukan pengelusian berulang-ulang pada satu plat KLT. Profil KLT menunjukkan bahwa isolat CH-05-SP tetap menunjukkan satu noda setelah dielusi 4 x berulang-ulang dengan eluen yang berbeda. Pada elusi dengan eluen n-heksan : etil asetat (3:7 dan 1:9) nilai Rf = 0,17, pada eluen etil asetat 100% nilai Rf = 0,27 dan pada eluen etil asetat : metanol (5:5) nilai Rf = 0,33. Karakterisasi isolat CH-05-SP dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet, dengan menggunakan pelarut metanol pada rentang panjang gelombang 200-400 nm. Pemeriksaan spektrum ultraviolet dilakukan untuk menentukan jenis gugus kromofor yang memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu. Hasil spektrofotometer UV menunjukkan adanya 2 puncak yaitu panjang gelombang 278 nm dan 207,6 nm yang diduga dari hasil pergeseran elektron π-π* dan diberikan oleh ikatan C=C. Tabel 5. Data Spektrum Inframerah Isolat CH-05- No SP Bilangan Gelombang (cm -1 ) Keterangan 3 3433,64 Regang OH 4 2931,27 Regang C-H 5 2357,55 Regang C=C 6 1716,34 C=O 7 1636,3 Regang C=C 9 1456,96 C-H bending Gambar 1. Spektrum Inframerah senyawa CH-05- SP Karakterisasi isolat CH-05-SP dengan spektrum inframerah memperlihatkan isolat CH-05-SP memberikan pita serapan pada bilangan gelombang 3433,64 cm -1 yang diduga berasal dari regang 28

gugus OH, serapan pada 2931,27 cm -1 diduga berasal dari regang gugus C-H, serapan pada 2357,55 cm -1 diduga berasal dari regang C=C, serapan pada 1716,34 cm -1 diduga berasal dari regang C=O, serapan pada 1636,3 cm -1 diduga berasal dari regang C=C, dan serapan pada 1456,96 cm -1 diduga berasal dari vibrasi tekuk gugus C-H. Kesimpulan etil asetat : metanol (9:1) dengan penampak noda Vanillin-Asam Sulfat Dari 2,58 gram fraksi etil asetat spon laut Petrosia sp (MN 05) didapatkan isolat murni CH-05-SP, golongan terpenoid, berupa kristal halus putih kecoklatan sebanyak 20 mg, jarak leleh 180-183 C. Daftar Pustaka Astuti, P., Alam, G., Hartati, M. S., Sari, D., Wahyono, S., 2005, Uji Sitotoksik Senyawa Alkaloid dari Spon Petrosia sp Potensial Pengembangan Sebagai Antikanker, Jakarta, Makalah Farmasi Indonesia. Gambar 2. Spektrum ultraviolet senyawa CH-05-SP Cho, H. J., S. J. Bae., N. D. Kim., J. H. Juang., and Y. H. Cho, 2004, Induction of Appotisis by Dideoxypetrosynal A,A Polyasetilena from Sponge Petrosia sp in Human Skin Melanoma Cell. International Journal of Molecular Medicine.45. 3150-3155 El Sayed, K. A., M. Kelly., U. A. Kara., K. K. Ang., I. Katsuyama., D. C. Dunbar., A. A. Khan., and M. T. Hamann., 2001, New Manzamine Alkaloids with Potent Activity Against Infectious Disease. University of Mississippi Gambar 3. Spon laut Petrosia sp (MN05) Handayani, D., N. Sayuti, Dachriyanus, 2008, Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Antibakteri Epidioksida Sterol dari Spon Laut Petrosia Nigrans, Asal Sumatera Barat, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II, 17-18 November 2008, Universitas Lampung, Lampung. Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, tebitan kedua, Penerjemah; Patmawinata, K., Sudiro, I., Bandung. Jasin, M., 1992, Zoologi Invertebrata Untuk Perguruan Tinggi, Cetakan Keempat. Surabaya: Sinar Wijaya. Mayer, A. M. S., K. R. Gustafson, 2008, Marine Pharmacology in 2005-2006: Antitumor and Cytotoxic compound, Science Direct, 44, 2357-2387 Gambar 4. Pola Kromatografi Lapis Tipis isolat CH-05-SP dalam perbandingan eluen Sutedja, L., Udin, L. Z. dan Manupputy, A., 2005, Antimocrobial Activity of The Sponge Petrosia Contignata Thiele. Bandung: Sistem Informasi 29

Dokumen Kegiatan Pusat Penelitian Kimia LIPI Yulia, M., 2009, Isolasi dan Uji Aktivitas Senyawa Sitotoksik dari Spon Laut Petrosia sp (ex Perairan Mandeh ), Skripsi S-1, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Padang. Yunance, L., 2011, Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Dan Fraksi Dari Spon Laut Petrosia sp Dengan Metoda Brine Shrimp Lethality Test. Skripsi S-1, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi STIFARM, Padang. 30