BAB II KAJIAN PUSTAKA. pedoman dalam melakukan kegiatan (Sagala, 2012:175). Menurut Komaruddin. dalam Sagala (2012:175), model dapat dipahami sebagai:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengajar (Pembelajaran). Nilai yang baik menunjukkan bahwa proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang baik guru

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Slameto, 2010). Menurut Gredler dalam Aunurrahman. sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNIK KERJA BENGKEL DI SMKN 4 BANDUNG

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan dunia pendidikan pada abad ke-21 akan tergantung pada sejauh mana kita mengembangkan

BAB I PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dedi Supriadi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Seperti yang di ungkapkan

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. PBL pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an di Universitas Mc

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. rendah, gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang terjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evi Khabibah Lestari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

BAB II LANDASAN TEORI. esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari pembelajaran. Pembelajaran sains diharapkan pula memberikan

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN. terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kemajuan dari suatu bangsa dapat dilihat dari sektor pendidikannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjadikan manusia memiliki kualitas yang lebih baik.

PENGARUH PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA SISWA DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PENGUASAAN KONSEP BIOLOGI SISWA KELAS X SMA BATIK 1 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. SMK Negeri Pancatengah merupakan Unit Sekolah Baru (USB) dengan

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dalam pembelajaran yaitu: 1) kemampuan melakukan penalaran. 5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk, 2012: 3).

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi memiliki peran penting dalam peningkatan mutu

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendekatan Problem Based Learning untuk Pembelajaran Optimal

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan (Sagala, 2012:175). Menurut Komaruddin dalam Sagala (2012:175), model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat diamati dengan langsung; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu objek atau peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya. Dari penjelasan tentang model di atas, maka model yang digunakan dalam penelitian ini berperan sebagai pedoman peneliti untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang merupakan gambaran kerangka konsep-konsep kegiatan yang tertera secara teoritis. B. Pembelajaran 1. Pengertian Belajar Belajar menurut Nana Sudjana dalam (Erlangga 2012), merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Proses belajar dapat menghasilkan suatu perubahan tingkah laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh, karena belajar merupakan aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan kegiatan belajar Rizki Riandi,2013 Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada Mata Pelajaran Reproduksi Ternak Untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa Smk Peternakan Negeri Lembang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

11 merupakan proses psikologis dasar pada diri individu dalam mencapai perkembangan hidupnya. Sardiman (Husnawati 2011) menyatakan bahwa: Prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktifitas. Itulah sebabnya aktifitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Sebagai rasionalitasnya, hal ini juga mendapat pengakuan dari berbagai ahli pendidikan. Kedua pernyataan di atas menjelaskan bahwa belajar merupakan aktifitas dan proses psikologis sehingga berpusat pada pernyataan tidak ada belajar kalau tidak ada aktifitas. Sanjaya (2007: 130) dalam bukunya Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan mengemukakan bahwa belajar bukanlah menghapal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, model pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa agar mampu terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran dan lebih lanjutnya lagi dapat mengaplikasikan apa yang telah didapatkannya dalam proses pembelajaran tersebut. Proses belajar seperti inilah yang diharapkan dalam penerapan model pembelajaran Problem Based Learning ini sehingga siswa terlibat langsung dalam masalah-masalah yang ditemukan dan dapat mengaplikasikannya secara langsung dalam dunia nyata. Sudjana (2009: 22) menyatakan bahwa dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan intelektual

12 yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan jawaban atau interaksi, penilaian, organisasi, dan interaksi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik yakni gerakan refleks, kemampuan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interaktif. Pengetahuan atau ranah kognitif yang dinilai dalam reproduksi ternak pada penelitian ini adalah kemampuan menjelaskan teknik mengawinkan ternak. Kemampuan pemahaman yang dinilai adalah kemampuan memahami perkawinan alami dan perkawinan buatan. Siswa SMK adalah siswa-siswa yang dipersiapkan untuk diterima di dunia kerja, oleh karena itu sudah seharusnya pelajaran di sekolah bukan hanya teori dan praktik tetapi proses belajar yang didapatkan siswa dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari terutama di dunia kerja. Hal ini didukung oleh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk mengembangkan pemecahan masalah pada siswa untuk terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. 2. Pengertian Mengajar Sanjaya (2006: 101) dalam bukunya Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan menyatakan bahwa: Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses

13 mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang sering diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak, pradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan prilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar. Akan tetapi dalam implementasinya, bukan bearti guru menghilangkan perannya sebagai pengajar, karena secara konseptual pada dasarnya dalam istilah mengajar itu juga bermakna membelajarkan siswa. Sanjaya (2006: 101) menjelaskan bahwa Mengajar-belajar adalah dua istilah yang memiliki satu makna yang tidak dapat dipisahkan. Mengajar adalah suatu aktivitas yang dapat membuat siswa belajar. Dengan demikian, dalam istilah mengajar juga terkandung proses belajar siswa. Inilah makna pembelajaran. Dalam konsepnya mengajar terbagi menjadi dua konsep. Sanjaya (2006: 93) menyatakan bahwa: Konsep dasar mengajar adalah mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran dan mengajar sebagai proses mengatur lingkungan. Namun dalam penelitian ini tujuan yang diharapkan ialah mengimplementasikan mengajar sebagai proses mengatur lingkungan yang mana titik tolak pencapaiannya ialah mengajar berpusat pada siswa (Student Centered). 3. Pembelajaran Dunkin dan Biddle dalam Sagala (2012: 63) mengemukakan bahwa: Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, kegiatan pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika guru mempunyai dua kompetensi utama yang dijelaskan yaitu: (1) penguasaan materi pelajaran, (2) penguasaan metode pembelajaran. Artinya bahwa apabila proses belajar mengajar yang akan

14 dilaksanakan ingin berjalan dengan baik, selain guru harus menguasai materi pelajaran, guru juga harus menguasai metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan materi pelajaran. Pelaksanaan pembelajarannya berpusat pada siswa (student centered) dan untuk mencapai pembelajaran yang berpusat pada siswa peneliti mencoba menerapkan model Problem Based Learning (PBL). Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran berbasiskan kompetensi yang menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan berfokus pada siswa. Proses belajar mengajar yang berfokus pada siswa juga dijelaskan pada paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapi harus dimaknai sendiri oleh masing-masing orang, pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Proses belajar mengajar seperti inilah yang diharapkan peneliti untuk mencapai hasil belajar siswa yang maksimal dan pencapaian proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan mata pelajaran Reproduksi Ternak. C. Model Pembelajaran Koes dalam Nasibah (2003) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah sebuah rencana atau pola yang mengorganisasi pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran (buku, video, komputer, bahan-bahan praktikum). Sedangakan Hanafiah dalam Husnawati (2011) mengatakan model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif.

15 Model pembelajaran yang diterapkan akan sangat bergantung pada pola sikap belajar siswa dan gaya mengajar guru. Sehingga keduanya biasa disebut Style of Learning and Teaching. sebagai berikut: Rusman dalam Husnawati (2011), model pembelajaran memiliki ciri-ciri 1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara terbuka. 2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif. 3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang. 4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: 1) urutan langkahlangkah pembelajaran (syntax), 2) adanya prinsip-prinsip reaksi, 3) sistem sosial, dan 4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran. 5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: 1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur, 2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang. 6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya. Kedua definisi model pembelajaran di atas, maka kesimpulan yang bisa peneliti tarik ialah bahwa model pembelajaran adalah rencana, pola, ataupun pendekatan yang diterapkan seorang guru untuk mensiasati perubahan perilaku peserta didik. Sehingga tujuan peneliti menerapkan model pembelajaran dalam penelitian ini ialah selain meningkatkan kompetensi siswa yang dilihat dari hasil belajar, tujuan lainnya ialan merubah perilaku peserta didik dalam hal perannya dalam proses pembelajaran.

16 D. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma Pembelajaran konstruktivistik untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Dengan demikian terjadi pula perubahan paradigma dari belajar berpusat pada guru kepada berpusat pada siswa. Seiring dengan berubahnya paradigma ini, maka sudah saatnya paradigma ini diaplikasikan di dunia pendidikan dari belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran serta mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Harapan-harapan inilah yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini. Hal ini beralasan bahwa mata pelajaran Reproduksi Ternak adalah mata pelajaran yang selalu berkaitan dengan masalah-masalah reproduksi, penguasaan Anatomi dan Fisiologi, konsep sistem kerja hormonal dalam mengatur reproduksi sehingga menuntut adanya cara belajar yang berbeda. Salah satu cara peneliti mencapai hal itu dan untuk mengaplikasikan paradigma tersebut adalah dengan penerapan model pembelajaran. Model pembelajaran yang ingin diaplikasikan dalam penelitian ini ialah model Problem Base Learning (PBL). Pembelajaran berbasis masalah (problembased learning atau PBL) baru muncul akhir abad ke 20, tepatnya dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980). Model ini muncul sebagai hasil penelitian mereka terhadap kemampuan bernalar kedokteran di Mc. Master Medical School

17 di Kanada. Ward dan Stepien (Wayan, 2007) menyatakan bahwa: Hakikat PBL atau definisi PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang masuk ke Cooperative Learning atau strategi dari model pembelajaran kelompok yang didasarkan pada suatu masalah. Hal ini akan mendorong siswa untuk memahami suatu materi pembelajaran melalui rangkaian aktivitas belajar yang harus dilaluinya dengan menggunakan berbagai potensi yang dimiliki. Margetson dalam Rusman (2008: 206) mengemukakan pembelajaran berbasis masalah membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. sebagai berikut: Prinsip dasar dalam model pembelajaran Problem Based Learning adalah 1. Pembelajaran berawal dari adanya masalah (soal, pertanyaan, dsb.) yang perlu diselesaikan. Masalah yang dihadapi akan merangsang peserta didik untuk mencari solusinya; 2. Peserta didik mencari/membentuk pengetahuan baru untuk menyelesaikan masalah. Secara umum penerapan model ini mulai dengan adanya masalah yang diharus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Siswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, siswa

18 belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya. Nurhayati (Abbas, 2000: 60) menyatakah bahwa: Pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah meliputi enam tahapan, yaitu: 1. Pemberian masalah Tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan mengajukan masalah. Siswa mendapatkan masalah yang telah disusun oleh guru. Siswa tidak perlu mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini berarti siswa harus berkelompok untuk mencari mempelajari informasi/mencari pengetahuan atau keterampilan baru untuk terlibat dalam proses pemecahan masalah; 2. Menuliskan apa yang diketahui Tahap ini guru membagi peserta didik ke dalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. Siswa berkelompok menuliskan apa yang diketahui dari permasalahan yang diberikan oleh guru; 3. Menuliskan inti permasalahan Tahap ini siswa menuliskan pernyataan tentang inti permasalahan yang dipertanyakan dan harus muncul dari siswa. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

19 4. Menuliskan cara pemecahan masalah Tahap ini siswa menuliskan beberapa cara untuk memecahkan masalah tersebut dan memutuskan mana yang terbaik; 5. Menuliskan tindakan kerja yang akan dilakukan Tahap ini siswa menuliskan dan mengerjakan tindakan kerja yang mereka lakukan untuk memecahkan masalah tersebut; 6. Menuliskan hasil kegiatan Tahap ini siswa melaporkan hasil kegiatannya kepada kelas yang meliputi proses yang dilakukan dan hasilnya. Model yang disederhanakan ini adalah sebuah model yang langkah-langkahnya dapat diulang. Langkah dua sampai lima dapat diulang dan ditinjau kembali dari informasi/pengetahuan baru sehingga memerlukan pendefinisian kembali masalah yang telah dipaparkan oleh siswa. Langkah ke empat dapat terjadi beberapa kali manakala guru memberi penekanan pada apa yang dilakukan oleh siswa. (Taufiq, 2009): Kelebihan penggunaan pembelajaran berdasarkan masalah adalah 1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri menemukan konsep tersebut; 2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi; 3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna; 4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan keterkaitan pembelajar terhadap bahan yang dipelajari; 5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara pebelajar; 6. Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi

20 terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar pebelajar dapat diharapkan; 7. Merangsang keterbukaan pikiran serta mendorong peserta didik untuk melakukan pembelajaran yang reflektif, kritis dan aktif; 8. Merangsang peserta didik untuk bertanya dan menggali pengetahuan secara mendalam; 9. Mencerminkan sifat alamiah pengetahuan, yaitu: kompleks dan berubahubah sesuai kebutuhan, sebagai respons terhadap masalah yang dihadapi. Dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dalam mempelajari reproduksi ternak ini diharapkan siswa memperoleh hasil belajar yang optimal serta mendapatkan proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan. E. Hasil Belajar Hasil belajar terbagi beberapa macam seperti pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi dan nilai. Berbagai macam tingkah laku inilah yang disebut kapabilas sebagai hasil belajar. Sudjana (2009: 22) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual. Aspek psikomotor berkaitan dengan kegiatankegiatan manipulatif atau keterampilan motorik dan aspek afektif berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi yang dipelajari. Apabila proses transfer belajar terjadi dalam diri siswa maka akan mendapat pencapaian konsep atau disebut hasil belajar. Hasil belajar tersebut dapat berupa pengetahuan, keterampilan, serta nilai dan sikap yang diperoleh seseorang setelah mengikuti seluruh kegiatan proses pembelajaran.

21 Hasil belajar yang diharapkan dalam penelitian ini ialah meningkatnya kompetensi yang dilihat dari hasil belajar siswa dan optimalnya proses pembelajaran seperti yang diharapkan pada mata pelajaran Reproduksi Ternak ini. Sehingga menjadi solusi bagi kesenjangan yang ditemukan dan sekaligus landasan bagi guru untuk meningkatkan kompetensi siswa dengan cara penerapan model Problem Based Learning (PBL) pada mata pelajaran Reproduksi Ternak. F. Reproduksi Ternak Mata pelajaran reproduksi ternak merupakan salah satu mata pelajaran produktif. Karakter mata pelajaran Reproduksi Ternak ialah mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran yang selalu berkaitan dengan masalah-masalah reproduksi dan menuntut untuk dilakukan penanganan serta pemecahan masalah reproduksi yang tepat. Pengetahuan yang dibutuhkan untuk mata pelajaran reproduksi ternak antara lain mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi organ reproduksi, kemampuan menjelaskan teknik mengawinkan ternak, serta mampu melakukan proses mengawinkan ternak. Kemampuan lain yang dibutuhkan dalam reproduksi ternak ini diantaranya mendiagnosa kebuntingan, hubungan hormonal, dan mendiagnosa kelainan reproduksi ternak. Kompetensi ini akan dijelaskan secara jelas pada penjelasan kompetansi selanjutnya. Hal ini diharapkan tercapai dengan penerapan PBL yang sejalan dengan sejarah PBL yang muncul akhir abad ke 20, tepatnya dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980). Model ini muncul sebagai hasil penelitian mereka terhadap kemampuan bernalar kedokteran di Mc. Master Medical School di Kanada.

22 Setiap materi pelajaran harus mengacu kepada indikator pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Tabel 2.1 menunjukkan kompetensi dasar dan indikator dalam pembelajaran Reproduksi Ternak di SMK Peternakan Negeri Lembang. Tabel 2.1 Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran Reproduksi Ternak Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan Anatomi dan Fisiologi Ternak 2. Menjelaskan Teknik Mengawinkan Ternak Indikator Siswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi organ reproduksi ternak jantan dan betina Siswa mampu menjelaskan hormon-hormon ternak jantan dan betina Siswa mampu menjelaskan tahapan teknis kawin alami dan Inseminasi Buatan 3. Mengawinkan Ternak Siswa mampu menjelaskan pubertas, siklus berahi, ovulasi, fertilisasi dan implantasi Siswa mampu menjelaskan tahapan teknis penampungan semen Siswa mampu memeriksa kualitas semen 4. Mendiagnosa Kebuntingan Siswa bisa menilai keberhasilan IB Siswa mengetahui penyebab kegagalan reproduksi Siswa mengetahui cara penanganan kegagalan reproduksi Sumber: Silabus SMK Peternakan Negeri Lembang G. Pengertian Kompetensi dan Tuntutan Kompetensi Reproduksi Ternak Lingkungan dapat menjadi sumber kompetensi yang sangat luas bagi individu selama individu tersebut mau memanfaatkan energi pikirannya terhadap hal-hal yang ditemui di lingkungan. Dengan demikian pada dasarnya kompetensi itu muncul dan berkembang melalui proses belajar (learning process) yang

23 melibatkan tiga domain yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN) (1996) yang mengacu pada Australia National Training Agency (ANTA), memberikan pengertian kompetensi sebagai kemampuan yang dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja dan dalam penerapannya mengacu pada unjuk kerja yang disyaratkan. Bloom (dalam Iwan 2010) mengemukakan bahwa kompetensi sebagai hasil belajar termasuk ke dalam arah kognitif yang aspeknya terdiri dari pengertian, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis. Dalam mata pelajaran Reproduksi Ternak tahapan-tahapan kompetensi ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengertian, dapat diartikan kegiatan mengingat. Kompetensi dalam tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa siswa harus ingat dan mengerti Anatomi dan Fisiologi organ reproduksi ternak jantan dan betina. Tahapan ini harus diketahui siswa bila mengacu pada silabus. Gambar 2. 1 Anatomi Organ Reproduksi Ternak Jantan

24 Gambar 2.2 Anatomi Organ Reproduksi Ternak Betina 2. Pemahaman, didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengerti lebih dalam mengenai materi yang telah dipelajari. Kompetensi pada tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa siswa harus memahami perbedaan perkawinan alami dan buatan beserta kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal ini tertera pada silabus. Gambar 2.3 Inseminasi Buatan 3. Penerapan, merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dalam situasi tertentu.

25 Kompetensi dalam tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa siswa harus bisa melakukan atau melaksanakan Palpasi Rectal, Inseminasi Buatan, serta Deteksi Berahi pada ternak. Gambar 2.4 Teknis Palpasi Rectal 4. Analisis, didefinisikan sebagai kemampuan merinci materi yang ada ke dalam untukan-untukan dan membedakan. Kompetensi dalam tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa siswa harus memahami konsep-konsep sistem kerja hormonal pada ternak jantan dan betina, serta mengetahui gangguan reproduksi secara sistem kerja hormonal. Gambar 2.5 Sistem Kerja Hormonal pada Birahi

26 5. Sintesis, didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggabungkan beberapa untukan menjadi satu kesatuan yang baru. Kompetensi dalam tahapan ini pada mata pelajaran Reproduksi Ternak bahwa siswa harus mampu menggabungkan teori-teori yang mereka dapatkan untuk Memecahkan masalah reproduksi baik gangguan secara hormonal maupun faktor yang lain. Disamping itu siswa harus bisa menangani masalah-masalah tersebut sesuai dengan penyebabnya. Gambar 2.6 Gangguan Reproduksi H. Penelitian-Penelitian Terdahulu yang Relevan Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Reka Anugrah Erlangga (2012) yang berjudul Analisis Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Reka Anugrah Erlangga menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Cibadak Sukabumi.

27 2. Nina Rezi Husnawati (2011) yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah. Nina Rezi Husnawati menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa SMA Negeri 1 Tanjungsari. 3. Jajat Setiawan (2007) yang berjudul Analisis Aspek Kognitif Siswa Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Materi Pokok Sifat-Sifat Koloid disalah satu SMA di Bandung. Jajat Setiawan menyimpulkan bahwa, pembelajaran dengan model PBL menunjukkan siswa memberikan tanggapan yang baik, karena cenderung meningkatkan motivasi siswa untuk memahami konsep, meningkatkan aktivitas siswa, menambah pengalaman dan wawasan siswa, membuat siswa mengerti akan pentingnya ilmu kimia untuk dipelajari, belajar jadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan. 4. Ismi Kurnia Maulana (2011) yang berjudul Analisis Kemampuan Siswa Memecahkan Masalah Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning Pada Konsep Sistem Ekskresi di SMA Pasundan 8 Bandung. Ismi Kurnia Maulana menyimpulkan bahwa pada umumnya siswa merasa senang dan termotivasi untuk belajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning. 5. Enok Yinti Nasibah (2010) yang berjudul Upaya Peningkatan Aktivitas Belajar Dan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Melalui Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Enok

28 Yinti Nasibah menyimpulkan bahwa, penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa kelas VIII salah satu SMP Negeri di Bandung. I. Anggapan Dasar Adapun anggapan dasar penelitian ini adalah bahwa: 1. Pembelajaran dengan pemberian masalah memberi kesempatan kepada siswa berperan aktif dalam pembelajaran. 2. Pembelajaran dengan pemberian masalah merangsang kemampuan bernalar siswa. J. Kerangka Berpikir Reproduksi ternak merupakan mata pelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, aktif dan mampu dalam memecahkan masalah, serta tercapainya hasil belajar yang optimal. Sedangkan kenyataannya pada mata pelajaran reproduksi ternak, proses bembelajarannya masih bersifat pasif dan belum optimalnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Proses pembelajaran yang dilaksanakan masih menerapkan model tradisional atau yang disebut model konvensional. Umumnya keberhasilan suatu proses pembelajaran diukur dari hasil belajar siswa, sehingga pada akhirnya dari suatu proses pembelajaran tersebut muncullah hasil berupa nilai yang dilihat dari tiga aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sebelum sampai pada hasil belajar, tentunya harus ada proses belajar

29 terlebih dahulu. Seperti diibaratkan kita ingin membuat suatu produk, maka kita mempunyai bahan sebagai (input), perlakuan sebagai proses, dan terakhir barulah berupa hasil atau output dari proses yang dilakukan. Biasanya jika kita ingin membuat suatu produk, maka sedapat mungkin produk yang kita hasilkan berkualitas, mampu bersaing dipasaran, dan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Hasil yang maksimal diperoleh dengan berbagai inovasi yang kita rencanakan pada proses pembuatannya seperti kita melihat apa yang dibutuhkan konsumen, bagaimana strategi dan metode yang akan kita lakukan, dan apa prangkat-prangkat yang akan kita butuhkan untuk mencapai hal tersebut. Begitupun dengan proses belajar mengajar, dimana siswa sebagai input, perlakuan sebagai proses, dan hasil belajar sebagai output. Dengan demikian, seharusnya sedapat mungkin kita merencanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan mata pelajaran dan dunia kerja atau dunia nyata tentunya. Berangkat dari identifikasi masalah yang telah dibahas sebelumnya, terdapat kenyataan berupa penerapan model pembelajaran yang belum sesuai dengan tuntutan mata pelajaran, dan banyaknya hasil belajar siswa yang tidak memenuhi standar. Mata pelajaran Reproduksi Ternak menuntut siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran dan menuntut siswa untuk bisa memecahkan masalahmasalah Reproduksi Ternak yang sering ditemukan di lapangan. Permasalahan ini cukup rumit yang mana organ satu sama lain saling berhubungan dan selalu berkaitan dengan hormon-hormon serta faktor lainnya. Selain itu siswa dituntut untuk membutuhkan analisis dan konsep pemecahan masalah agar siswa siap untuk menghadapi dunia kerja atau dunia nyata.

30 Masalah ini, yang harus dilakukan adalah memberikan model pembelajaran yang lebih inovatif dan lebih efektif dalam upaya memaksimalkan hasil belajar siswa. Albanese dan Mitchel (Erlangga, 2012) memperkuat bahwa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, lebih baik digunakan model pembelajaran berbasis masalah yang mampu mengkonstruksi konsep dan mengembangkan keterampilan proses. Sebagai solusi atas permasalahan diatas, digunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang memanfaatkan masalah sebagai titik tolak pembelajaran. Agar siswa lebih aktif dan belajar untuk menganalisis dan berkonsep dalam memecahkan masalah. Problem Based Learning memiliki ciri-ciri seperti pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang berkaitan dengan dunia nyata. selanjutnya guru membentuk siswa secara berkelompok untuk berdiskusi mencari solusi dan kemudian memprsentasikan solusi mereka. Sementara pendidik lebih banyak memfasilitasi dan membimbing siswa dalam pembelajaran. Pendidik merancang sebuah skenario masalah, memberikan indikasi-indikasi tentang sumber bacaan tambahan dan berbagai arahan dan saran yang diperlukan saat siswa menjalankan proses. Adapun manfaat model pembelajaran Problem Based Learing adalah: 1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar. 2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan. 3. Mendorong untuk berpikir. 4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial. 5. Membangun kecakapan belajar. 6. Memotivasi siswa.

31 Model Problem Based Learning (PBL) ini dipilihnya bertujuan agar terpenuhinya tuntutan mata pelajaran Reproduksi Ternak. Tuntutan mata pelajaran Reproduksi Ternak ini ialah menuntut proses pembelajaran yang optimal seperti diantaranya siswa aktif dalam proses pembelajaran, aktif dan mampu dalam memecahkan masalah reproduksi ternak, mampu memberikan aspirasi, keterbukaan pikiran, sehingga berujung kepada tercapainya hasil belajar siswa yang optimal tentunya. Dalam penelitian ini hasil belajar yang diukur ialah ranah kognitif siswa. Tercapai atau tidaknya tujuan dari solusi yang dipilih ini nantinya akan diuji hasilnya dengan pengujian hipotesis penelitian. K. Hipotesis Hipotesis penelitian ini akan disimbolkan dengan hipotesis alternatif (H a ) dan hipotesis nol (H 0 ). Agar tampak ada dua pilihan, hipotesis ini didampingi oleh pernyataan lain yang isinya berlawanan. Pernyataan ini merupakan hipotesis tandingan antara (H a ) terhadap (H 0 ). Berdasarkan perumusan masalah dan kajian pustaka yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diuji adalah: 1. Rumusan Hipotesis Statistik H 0 : μ 1 = μ 2 Tidak terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar yang signifikan pada mata palajaran Reproduksi Ternak antara yang menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan penerapan model konvensional dengan metode ceramah.

32 Ha: μ 1 μ 2 Terdapat perbedaan peningkatan hasil belajar yang signifikan pada mata palajaran Reproduksi Ternak antara yang menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan penerapan model Konvensional dengan metode ceramah. µ 1 = N-Gain kelompok ekperimen µ2 = N-Gain kelompok Kontrol Jika dibandingkannya dengan t table, maka: - Jika t hitung > t tabel, maka H 0 ditolak dan Ha diterima - Jika t hitung t tabel, maka H 0 diterima dan Ha ditolak