BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. CKD merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak besar pada

HUBUNGAN JENIS CAIRAN DAN LOKASI PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. kronis sehingga dalam laporan pemerintah Amerika Serikat, Stres kerja dijuluki

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah (RSUD) Prof. DR. Aloe Saboe kota Gorontalo. Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Mei s.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mengurus anak, dan kerap kali harus berhubungan dan bergaul dengan anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan gawat darurat, yang merupakan salah satu tempat pasien berobat atau dirawat, di tempat

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS DI PUSKESMAS KRIAN SIDOARJO

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

Hubungan Prosedur Pemasangan Infus dengan Kejadian Plebitis Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Majene

HUBUNGAN PROSEDUR PEMBERIAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS PADA PASIEN BALITA DI RSIA IPHI BATU ABSTRAK

HUBUNGAN LAMANYA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG PENYAKIT DALAM RSU JEND. A. YANI METRO TAHUN 2013

Kebutuhan cairan dan elektrolit

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

Universitas Tribhuwana Tunggadewi ABSTRAK

ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TENTANG TERAPI INFUS (INTRAVENA) DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R. D.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. terapi dan perawatan untuk dapat sembuh, dimana sebagian besar pasien yang

HUBUNGAN LAMA PEMASANGAN INFUS DENGAN KEJADIAN PLEBITIS DI SMC RS. TELOGOREJO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAMPAK TERAPI INTRAVENA PADA BALITA BERDASAR VIP (VISUAL INFUSION PHLEBITIS) SCORE

PERBANDINGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS PADA PEMASANGAN KATETER INTRAVENA PADA TANGAN DOMINAN DENGAN NONDOMINAN DI RUMAH SAKIT PARU

BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati,

BAB I PENDAHULUAN. satu yang harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit yaitu sistem keselamatan

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN SIKAP KOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH SELAMA PROSEDUR INJEKSI INTRAVENA DI RSUD PROF. DR.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi yang umum bagi

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan

HUBU GA LAMA PEMASA GA I FUS DE GA KEJADIA PLEBITIS DI RSUD TUGUEJO SEMARA G ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat (Permenkes No. 147 tahun 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dua puluh empat jam sehari dan melibatkan berbagai aktifitas orang

BAB I PENDAHULUAN. menambah tingginya biaya perawatan dan angka kesakitan pasien (Anonim, 2005).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. H DENGAN COMBUSTIO DI BANGSAL ANGGREK BRSUD SUKOHARJO

PREVALENSI PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DENGAN INFUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian terapi obat melalui jalur intravena perifer (peripheral

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PEMASANGAN TERAPI INTRAVENA DENGAN ANGKA KEJADIAN FLEBITIS DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM SEMARANG

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS

BAB I PENDAHULUAN. angka ini meningkat menjadi 219 pasien dan tahun 2013 menjadi 418 pasien. Bila

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan program pembangunan kesehatan di Indonesia didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara pemberi informasi dengan penerima informasi. mendapatkan pengetahuan (Taylor, 1993 dalam Uripni, dkk. 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang memilki peran dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Rumah sakit di

HUBUNGAN ANTARA LOKASI PENUSUKAN INFUS DAN TINGKAT USIA DENGAN KEJADIAN FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP DEWASA RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terdeteksi meskipun sudah bertahun-tahun. Hipertensi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan bermotor di seluruh dunia pada tahun 2013 mencapai 1,2 juta jiwa dan

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

ERIYANTO NIM I

HUBU GA KEPATUHA PERAWAT DALAM ME JALA KA SOP PEMASA GA I FUS DE GA KEJADIA PHLEBITIS

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab utama kematian ke-enam di seluruh dunia (Nwanko, 2010).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia sebagaimana mahluk hidup yang lain tersusun atas berbagai sistem organ, puluhan organ, ribuan jaringan dan jutaan molekul. Fungsi cairan dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan sisa metabolisme, sebagai komponen pembentuk sel, plasma, darah dan komponen tubuh lainnnya, serta sebagai media pengatur suhu tubuh dan lingkungan seluler (Tamsuri,2008). Dalam keadaan sehat, seseorang memperoleh cairan dengan minum dan makan. Dalam berbagai jenis penyakit, cairan mungkin diberikan melalui jalur parenteral (secara intravena atau subkutan) atau melalui selang nutrisi enternal dalam lambung atau intestin (Brunner & Suddarth, 2001). Terapi infus merupakan salah satu tindakan yang paling sering diberikan pada pasien yang menjalani rawat inap sebagai jalur terapi intravena (IV), pemberian obat, cairan dan pemberian produk darah, atau sampling darah (Alexander, et all, 2010). Terapi intravena merupakan metode yang efektif dan efisien untuk menyuplai kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Perawat berperan dalam melakukan pemasangan terapi intravena, perawatan, serta pemantauan terapi intravena (Tamsuri, 2008). Dengan munculnya alat askes vena yang beragam, sistem pelayanan yang kompleks, dan pemberian modalitas pengobatan yang sangat spesifik dengan berbagai kondisi pasien, memiliki implikasi yang besar terhadap praktek keperawatan. Perawat harus memiliki pengetahuan dan kompetensi klinis yang

tinggi sehingga pemberian terapi infus akan lebih terjamin (Alexander, et all, 2010). Menurut M. Bouwhuizen (2002 dalam Aprilin, 2011) infus cairan intravena (Intravenous fluids infution) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Pemberian terapi cairan intravena merupakan suatu keharusan untuk di berikan pada pasien yang mengalami kehilangan darah atau kehilangan cairan, gangguan kesadaran, dan dehidrasi (Hinlay dalam Asrin et all, 2006). Dalam Aprilin (2011), 60 % pasien yang dilakukan rawat inap mendapatkan terapi cairan melalui infus. Akan tetapi pemberian terapi cairan intravena dapat menimbulkan berbagai bahaya, termasuk komplikasi lokal maupun sistemik. Komplikasi lokal yang sering terjadi adalah flebitis (Brunner & Suddartths, 2001). Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh inveksi bakteri, iritasi kimia maupun mekanik. Flebitis juga merupakan bentuk infeksi nosokomial yang sering muncul di rumah sakit dan merupakan masalah serius yang dihadapi oleh rumah sakit di seluruh dunia, terutama negara berkembang dan dijadikan penilaian terhadap tolak ukur pelayanan rumah sakit (Kepmenkes No. 129 tahun 2008). Flebitis dikarakteristikan dengan adanya kemerahan pada area tusukan, nyeri, bengkak, pengerasan atau indurasi, pengerasan sepanjang vena dan panas (Alexander, et all, 2010). Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian flebitis ini termasuk, tipe bahan kateter, lamanya pemasangan, tempat insersi, jenis penutup

(dressing), cairan yang digunakan, kondisi klien, tehnik insersi kateter dan ukuran kateter (Triyanto & Handoyo, 2007). Menurut Battica (2002 dalam Nurdin, 2013), angka kejadian flebitis di negara maju seperti Amerika terdapat angka kejadian 20.000 kematian per tahun akibat dari infeksi nosokomial salah satunya adalah flebitis yang ditimbulkan oleh tindakan pemasangan terapi intravena. Sedangkan di negara Asia Tenggara infeksi nosokomial (flebitis) sebanyak 10.0%. Dari data tersebut infeksi nosokomial (flebitis) tertinggi terdapat di Negara Malaysia sebesar 12,7%. Menurut (Direktorat Pelayanan Keperawatan & Medik DEPKES RI & PERDALIN, 2007) dalam Wahyunah, 2011 angka kejadian flebitis merupakan salah satu indikator mutu asuhan keperawatan yang diperoleh dari perbandingan jumlah kejadian flebitis dengan jumlah pasien yang mendapat terapi infus. Adapun di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Depkes (2004), proporsi kejadian infeksi nosokomial (flebitis) di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien 1.527 pasien dari jumlah pasien beresiko 160.417 (55,1%), sedangkan untuk rumah sakit swasta dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien beresiko 130.047 (35,7%). Untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 pasien dari jumlah pasien beresiko 1.672 ( 9,1% ), ( Depkes, 2004 dalam Nurdin, 2013). Berdasarkan data di atas, flebitis masih merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh berbagai macam faktor-faktor penyebabnya. Seperti penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Indra Bukhairi yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya flebitis pada pemasangan kanula intravena di ruang

rawat inap RSI Ibnu Sina Padang tahun 2009, didapatkan data kejadian flebitis sebanyak 28 (32,9%) dari jumlah sampel 85 orang. Dalam penelitiannya terlihat bahwa kejadian flebitis pada pemasangan kanula intravena banyak terjadi pada sampel usia di atas 50 tahun. Pada penelitian terkait yang dilakukan oleh Asrin, et all (2006) analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian flebitis di RSUD Purbalingga, data yang diperoleh adalah 74 pasien dengan17 pasien yang mengalami flebitis. Dari hasil uji chi squere didapatkan angka kejadian flebitis pada penggunaan kateter nomor 18 mempunyai nilai p=0,01 yang berarti signifikan terhadap kejadian flebitis. Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Provinsi Gorontalo, sesuai data awal yang didapatkan oleh peneliti dari catatan perawat bahwa angka kejadian flebitis yang disebabkan oleh terapi intravena pada tahun 2013 yaitu 9,7% (3 bulan terakhir pada tahun 2013). Kejadian flebitis ini dikategorikan meningkat, karena sesuai data yang didapatkan peneliti pada tahun 2012 angka kejadian flebitis yaitu 4,74 %. Perawat mengatakan bahwa untuk pemasangan infus mereka selalu menggunakan jenis kateter yang tidak bersayap merek abocath dengan ukuran kateter nomor 18-20. Untuk jenis cairan, perawat mengatakan bahwa ketika pasien diberikan terapi cairan KCL dan NaCl 3%, pasien akan langsung mengalami flebitis. Untuk jenis obat yang digunakan atau dimasukan melalui intravena adalah jenis obat antibiotic. Kejadian flebitis di Ruang Interna (G3 Atas) ini menurut perawat memang cukup banyak dan terjadi pada usia yang berbeda-beda.

Melihat dari masalah di atas, mengingat angka kejadian flebitis masih cukup tinggi, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Flebitis Di Ruang Interna RSUD Prof.Dr.Hi.Aloei Saboe Kota Gorontalo Pada Tahun 2014. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Di RSUD. Prof. DR. HI. Aloei Saboe sesuai data yang didapatkan perawat di Ruang Interna mengatakan bahwa untuk pemasangan infus mereka selalu menggunakan jenis kateter yang tidak bersayap dengan ukuran kateter nomor 18-20. 2. Untuk jenis cairan, perawat mengatakan bahwa ketika pasien diberikan terapi cairan KCL dan NaCl 3%, pasien akan langsung mengalami flebitis. Kejadian flebitis di Ruang Interna (G3 Atas) ini menurut perawat memang cukup banyak dan terjadi pada usia yang berbeda-beda. Untuk jenis obat yang digunakan atau dimasukan melalui intravena adalah jenis obat antibiotic. 3. Data awal yang didapatkan dari studi pendahuluan di Ruang Interna RSUD Prof.Dr.Hi.Aloei Saboe Kota Gorontalo, bahwa angka kejadian flebitis pada tahun 2013 adalah 9,7%. Sedangkan angka kejadian flebitis pada tahun 2012 adalah 4,74 %. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian flebitis di ruang interna RSUD.Prof.Dr.Hi.Aloei Saboe Kota Gorontalo?.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian flebitis di ruang interna RSUD.Prof.Dr.Hi.Aloei Saboe Kota Gorontalo. 1.4.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi kejadian flebitis di Ruang Interna RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. b. Menganalisa hubungan faktor usia dengan kejadian flebitis di Ruang Interna RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. c. Menganalisa hubungan faktor jenis cairan dengan kejadian flebitis di Ruang Interna RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. d. Menganalisa hubungan faktor ukuran kateter dengan kejadian flebitis di Ruang Interna RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. e. Menganalisa hubungan faktor lama pemasangan infus dengan kejadian flebitis di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Dapat menjadi tambahan pengetahuan pasien tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian flebitis serta dapat dijadikan sebagai sumber referensi dalam penelitian selanjutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis a. Bagi Institusi Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan atau pedoman untuk melakukan penelitian selanjutnya oleh mahasiswa dan memberi acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan bagi peserta didik. b. Bagi Pihak Rumah Sakit Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pembinaan kesehatan khususnya dalam pembinaan pasien terhadap kejadian flebitis. c. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan bagi peneliti untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian flebitis.