BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB III PIDANA BERSYARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

III. METODE PENELITIAN. yang digunakan dalam kerangka penulisan ini adalah :

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). yaitu Negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

Pasal 48 yang berbunyi :

BAB I PENDAHULUAN. mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yaitu hukum public dan hukum privat. Hukum public adalah

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

DAMPAK PIDANA BERSYARAT BAGI TERPIDANA DAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

PENDAHULUAN. dan pada saat tertentu disebut sebagai biotic community atau masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. rangka menciptakan tatanan masyarakat yang tertib dan damai. 1 Putusan hakim

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa dan bernegara membawa keharusan untuk mencerminkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam bidang hukum acara pidana terkait dengan proses peradilan dalam hal penjatuhan sanksi pidana oleh hakim. Penjatuhan putusan oleh hakim tidak terlepas dari sesuatu yang diyakini dan terbukti dalam sidang pengadilan. Segala peraturan mengenai hukum pidana pada akhirnya akan berpuncak pada pemidanaan yang dapat merenggut kemerdekaan seseorang, harta bendanya, dan bahkan jiwanya. Untuk itu dibutuhkan pedoman dan prinsip-prinsip yang diberikan oleh hukum pidana dalam hal pemidaaan, sehingga tidak akan ada lagi praktekpraktek pemidanaan di pengadilan yang dirasakan sewenang-wenang. Di Indonesia segala peraturan mengenai hukum pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP). Mengenai hukuman/sanksi pidana diatur dalam Pasal 10 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: 1 1. Pidana Pokok, terdiri atas: a. Pidana mati; b. Pidana penjara; 1 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah agung dan Hoge Raad, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 16.

2 c. Kurungan; d. Denda. 2. Pidana Tambahan, terdiri atas: a. Pencabutan hak-hak tertentu; b. Perampasan barang-barang tertentu; c. Pengumuman putusan hakim. Sanksi pidana merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan atau dikenakan terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidana atau tindak pidana yang dapat mengganggu atau membahayakan kepentingan hukum, serta proses jalannya pembangunan nasional. Tetapi juga menyadari sanksi pidana bersifat ultimum remedium atau senjata pamungkas atau dalam bahasa kebijakan atau manajemen adalah jalan terakhir yang ditempuh, dari berbagai solusi atau alternatif solusi lainnya. 2 Dalam proses penjatuhan sanksi pidana tersebut terdapat suatu masalah, mengenai adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap pidana perampasan kemerdekaan atau pidana penjara yang dalam kenyataannya terbukti sangat merugikan terhadap individu yang dikenai pidana. Berhubungan dengan masalah ini maka harus diusahakan mencari alternatif dari pidana penjara antara lain dalam bentuk pendayagunaan pidana bersyarat. Pidana bersyarat merupakan alternatif dari sanksi pidana perampasan kemerdekaan, norma-norma hukum pidana yang menyangkut pidana bersyarat tidak hanya dilihat sebagaimana yang dirumuskan, tetapi akan 2 E. Y Kanter dan SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Storia Grafika, 2002), hlm. 29.

3 ditinjau secara luas bekerjanya di dalam masyarakat dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Hakim sebagai penegak hukum pertama-pertama harus mengusahakan tegaknya hukum dan tegaknya keadilan, dalam seluruh pelaksanaan tugasnya sebagai hakim yang paling sulit adalah pada saat harus menjatuhkan putusan. Tidak jarang bahwa seorang hakim merasa bahwa keadilan telah ditegakkan tetapi masyarakat justru merasakan sebaliknya, misalnya terlalu berat atau terlalu ringan hukumannya. Supaya rasa keadilan itu ada dan hidup dalam masyarakat, seorang hakim yang baik harus mengukur apakah putusannya sudah mampu memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Muladi berpendapat bahwa di pelbagai negara di dunia, termasuk Indonesia harus diusahakan untuk mencari alternatif pidana perampasan kemerdekaan, antara lain berupa peningkatan pemidanaan yang bersifat non institusional dalam bentuk pidana bersyarat (Voorwaardelijke veroodeling). 3 Demikian halnya dalam menjatuhkan pidana bersyarat harus didasarkan atas pemeriksaan dan pertimbangan yang teliti dan cermat. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana bersyarat, kecuali dari pemeriksaan ia memperoleh keyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang tepat selama terpidana berada diluar penjara atau selama terpidana masih harus memenuhi syarat khusus yang ditetapkan oleh putusan pengadilan. Pembinaan dan pengawasan bagi terpidana bersyarat dilaksanakan berdasarkan atas asas kemanusiaan, dalam pelaksanaan dibantu oleh instansi-instansi terkait yang mendukung keberhasilan tujuan pemidanan bersyarat. 3 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung: Alumni, 2008), hlm. 219.

4 Pidana bersyarat adalah merupakan perintah dari hakim, bahwa pidana yang diputuskan/dijatuhkan tidak akan dijalani terpidana, kecuali kemudian hakim memerintahkan supaya dijalani karena terpidana: 4 1. Sebelum habis masa percobaan, melanggar syarat umum yaitu melakukan suatu tindak pidana, atau 2. Dalam masa percobaan tersebut, melanggar suatu syarat khusus (jika diadakan), atau 3. Dalam masa yang lebih pendek dari percobaan tersebut, tidak melaksanakan syarat yang lebih khusus, berupa kewajiban mengganti kerugian pihak korban sebagai akibat dari tindakan terpidana (Pasal 14c). Artinya pidana bersyarat yaitu, dalam hal pidana atas kebebasan seseorang dimana hakim dapat menetapkan suatu syarat umum yaitu bahwa terhukum selama masa percobaan yang ditentukan tidak akan melakukan suatu perbuatan pidana, dan syarat khusus yaitu ditujukan khusus terhadap kelakuan terhukum. Pidana bersyarat dapat diadakan bilamana Hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun. Dalam KUHP tidak terdapat istilah hukuman percobaan melainkan istilah Pidana Bersyarat namun pengertiannya sama saja. Sanksi pidana bersyarat dijadikan sarana penanggulangan kejahatan yang akan ditentukan oleh kemampuan sanksi pidana bersyarat tersebut untuk memenuhi 4 E. Y Kanter dan SR. Sianturi, Op.Cit., hlm. 473-474.

5 tujuan pemidanaan yang integratif. Tujuan pemidanaan yang bersifat integratif adalah sebagai berikut: 5 1. Perlindungan masyarakat 2. Memelihara solidaritas masyarakat 3. Pencegahan (umum dan khusus) 4. Pengimbalan / pengimbangan Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana, makin dirasakan bahwa pidana tidaklah semata-mata lagi merupakan pembalasan, melainkan harus juga berfungsi memperbaiki terpidanya itu sendiri. Terhadap pidana bersyarat atau pemidanaan bersyarat merupakan suatu istilah umum, sedangkan yang dimaksudkan bukanlah pemidanaannya yang bersyarat, melainkan pelaksanaan pidananya itu yang digantungkan kepada syarat-syarat tertentu. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahakan martabat manusia, merupakan pemberian makna kepada pidana dalam sistem hukum Indonesia. Ketentuan ini akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pidana yang secara nyata akan dikenakan kepada terpidana. Yang artinya bahwa tujuan pemidanaan bukan saja harus dipandang untuk mendidik si terpidana ke arah jalan yang benar seperti anggota masyarakat yang lainnya, tetapi juga untuk melindungi dan memberi ketenangan bagi masyarakat, mengayomi masyarakat. 6 5 Muladi, Op.Cit., hlm. 11. 6 Muhari A. Santoso, Pradigma Baru Hukum Pidana, (Malang: Averroes Press, 2002), hlm. 59.

6 Pemidanaan harus diberikan secara tepat sesuai dengan keadaan pribadi pelanggar hukum, lembaga pidana bersyarat dapat dipakai sebagai alternatif dalam pemberian pidana pelanggar hukum. Apabila pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pidana bersyarat dapat dilkasanakan sebagaimana mestinya akan dapat bermanfaat bagi terpidana maupun orang lain. Hal ini tidak berarti bahwa sanksi pidana bersyarat harus digunakan untuk semua kasus, atau akan selalu menghasilkan sesuatu yang lebih baik daripada sanksi pidana pencabutan kemerdekaan. Yang harus ditekankan dalam hal sanksi pidana bersyarat adalah, bahwa sanksi pidana bersyarat harus dapat menjadi suatu lembaga hukum yang lebih baik dan menjadi sarana koreksi yang tidak hanya bermanfaat bagi terpidana melainkan juga bermanfaat bagi masyarakat. Mengenai efektifitas sanksi pidana bersyarat tersebut yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana dihubungkan dengan tujuan pemidanaan, yaitu dengan harapan dalam menjalani hukuman yang diberikan Majelis Hakim dapat memberikan efek jera terhadap si pelaku dan dalam menjalani hukumannya tersebut si pelaku dapat menyikapi perbuatannya melanggar ketentuan perundang-undangan dengan tidak akan melakukannya lagi perbuatannya setelah menjalani hukumannya. Dalam praktek hukuman semacam ini kiranya jarang sekali sampai dijalankan oleh karena si terhukum akan berusaha benar-benar dalam masa bersyarat tidak melakukan suatu tindak pidana, dan syarat khususnya biasanya dipenuhi. Disamping itu, apabila syarat-syarat dipenuhi, hukuman tidak otomatis dijalankan, tetapi harus ada putusan dari hakim. Sehingga dalam

7 praktek, mungkin sekali penghukuman bersyarat ini sama sekali tidak dirasakan sebagai hukuman. 7 Dari penjelasan diatas secara implisit terdapat suatu kesimpulan, yaitu harus adanya efisiensi dalam penggunaan sanksi pidana. Bahwa penggunaan sanksi pidana terhadap kriminalisasi perbuatan-perbuatan tertentu dituntut konsistensinya dalam penengakannya, agar wibawa hukum itu tetap terjaga. Terdorong oleh kenyataan tersebut, penulis merasa tertarik untuk mencoba menguraikan masalah tindak pidana pencemaran nama baik, yang kemudian penulis susun ke dalam skripsi dengan judul, TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PIDANA BERSYARAT DITINJAU DARI ASPEK TUJUAN PEMIDANAAN. B. Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dan untuk mempermudah dalam menganalisa hal-hal yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, maka pokok masalah yang akan diangkat dalam pembahasan skripsi ini adalah: 1. Apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana bersyarat? 2. Bagaimana efektifitas pelaksanaan pidana bersyarat dihubungkan dengan tujuan pemidanaan? 7 Ibid.

8 C. Tujuan Penulisan Tujuan penelitian yang ingin penulis capai sebagaimana latar belakang dan pokok permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya adalah: 1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana bersyarat. 2. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan pidana bersyarat dihubungkan dengan tujuan pemidanaan. D. Definisi Operasional Untuk memudahkan memahami pembahasan ini, dibutuhkan suatu batasan yang jelas mengenai istilah-istilah tertentu yang digunakan dalam penulisan. Hal ini untuk mencegah terdapatnya pengertian yang berbeda mengenai satu istilah. Definisi Operasional akan mengungkapkan beberapa pembatasan yang akan dipergunakan, sehingga dalam penulisan ini ditetapkan Definisi Operasional sebagai berikut: 1. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggarnya. 8 2. Tuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara 59. 8 Prof. Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), hlm.

9 yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. 9 3. Akibat adalah sesuatu keadaan yang ditimbulkan oleh sebab-sebab tertentu; sesuatu yang menjadi hasil dari pekerjaan (kelakuan). 10 4. Efektifitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuantujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuantujuan yang telah ditentukan. 11 5. Sanksi pidana merupakan suatu penderitaan atau suatu alat belaka yang lebih menekankan unsur pembalasan (pengimbalan). Ini merupakan penderitaan yang sengaja dibebankan kepada seorang pelanggar. 12 6. Pidana bersyarat merupakan hukuman pidana penjara paling lama satu tahun atau kurungan, tidak termasuk kurungan pengganti, tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu perbuatan pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis, atau karena terpidana selama masa 9 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, Pasal 1 butir (7). 10 M. B. Ali dan T. Deli, Kamus Bahasa Indonesia, (Bandung: Citra Umbara Bandung, 1997), hlm. 19. 11 Dewi, Perbedaan Efisiensi dan Efektifitas, terdapat disitus http://dewi.studentsblog.undip.ac.id/2009/05/27/perbedaan-efisiensi-dan-efektivitas/, diakses tanggal 2 Desember 2011. 12 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 32.

10 percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan dalam perintah itu. 13 E. Metode Penelitian Dalam rangka mendapatkan data-data yang diperlukan untuk penyelesaian dan pembahasan skripsi ini secara keseluruhan agar mendapatkan hasil yang ilmiah, maka penulis mempergunakan teknik dengan cara sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan deskriptif. Penelitian normatif yaitu dengan cara mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal seperti undang-undang dan literatur-literatur yang berisi konsep-konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi topik pembahasan. Atau dengan kata lain metode penelitian hukum normatif adalah penelitian yang menggunakan bahan pustaka (library research). Sedangkan penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berupa penggambaran terhadap pelaksanaan Putusan Pidana Bersyarat. 2. Sumber dan Pengumpulan Data Dalam penelitian hukum normatif digunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Bahan-bahan hukum tersebut sebagai berikut: 13 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981., Pasal 14a ayat (1).

11 1. Bahan Hukum Primer Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dalam hal ini adalah peraturan perundang-undangan. Yang termasuk dalam bahan hukum primer dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana. 2. Bahan Hukum Sekunder Yaitu memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, yang diperoleh dari hasil penelitian, hasil karya hukum serta buku-buku ilmiah. 3. Bahan Hukum Tertier Yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder, yang bertujuan untuk menemukan arti dari satu kata, serta buku-buku yang perlu digunakan untuk membantu penelitian. Yang digunakan dalam bahan hukum tersier antara lain mencangkup artikel, makalah, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan internet. 3. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. Analisis kualitatif lebih menganalisa secara lengkap dan

12 komprehensif keseluruhan data-data yang diperoleh sehingga dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini. F. Sistematika Penulisan Penulisan dan penyusunan skripsi ini terbagi dalam lima bab yang saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga lebih mengarah dan sistematis. Adapun sistematiknya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PIDANA BERSYARAT Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai pengertian tindak pidana, pengertian pelaku, bentuk-bentuk pelaku, pengertian pemidanaan, dasar dan tujuan pemidanaan, perkembangan pidana bersyarat, pengaturan pidana bersyarat dalam KUHP.

13 BAB III DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT Dalam bab ini membahas mengenai pertimbangan yuridis hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana bersyarat, dasar yang memberatkan dan meringankan pidana, serta menjelaskan faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan hukuman sanksi pidana bersyarat. BAB IV ANALISIS TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PIDANA BERSYARAT DITINJAU DARI ASPEK TUJUAN PEMIDANAAN Dalam bab ini membahas mengenai analis putusan-putusan tentang pidana bersyarat yang diatur dalam KUHP dan kemudian membandingkannya. BAB V PENUTUP Dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya. Berdasarkan hasil pembahasan tersebut ditutup dengan kesimpulan dan saran.