KAJIAN SEMIOTIK PADA POCAPAN GARA-GARA PAGELARAN WAYANG PURWA DENGAN LAKON DURYUDANA GUGUR OLEH KI TIMBUL HADI PRAYITNO

dokumen-dokumen yang mirip
Kajian Semiotik pada Gara-Gara Pagelaran Wayang Kulit Dengan Judul Bima Bungkus Oleh Ki Enthus Susmono

BAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan istilah sekar, sebab tembang memang berasal dari kata

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

KISI KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN BAHASA JAWA

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB IV PENUTUP. lakon Séta Gugur yaitu pepindhan, tembung éntar, dan tembung saroja.

ETIKA DAN ESTETIKA DALAM NOVEL RANGSANG TUBAN KARYA PADMASUSASTRA

ANALISIS DIKSI DAN KONSEP SEMANTIK MANTRA DALAM PRIMBON ADJIMANTRAWARA TERBITAN SOEMODIDJOJO MAHADEWA

SILABUS. Semester : 1 Standar Kompetensi : Mendengarkan 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung /tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

PERSEPSI MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN KESENIAN TRADISIONAL JARAN KEPANG MUDO LANGEN BUDOYO DI DESA KEDUNG PUCANG KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia

ANALISIS MAKNA KIAS DALAM LIRIK LAGU IWAN FALS SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS X

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai

STANDAR ISI STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN. Mata Pelajaran Bahasa Daerah (Jawa) Untuk SMA/ SMK/ MA

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

Persepsi Masyarakat terhadap Kirab Budaya dalam Nawu Sendhang Seliran di Mataram Islam Sayangan Jagalan Banguntapan Bantul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN PHOTO STORY PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 PURWOREJO

Analisis Sapaan Dalam Novel Gumuk Sandhi Karya Poerwadhie Atmodihardjo

BAB I PENDAHULUAN. dengan pengertian, konsepsi bahasa yang tepat (Teeuw, 1981: 1). Artinya bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

I. PENDAHULUAN. nasionalisme, menumbuh kembangkan kecintaan kepada Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA

I. PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewariskan nilai-nilai luhur budaya bangsa

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KURIKULUM 2004 STANDAR KOMPETENSI. Mata Pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. Jawa memiliki berbagai karya yang mencerminkan pemikiran, perilaku, aturan

SILABUS BAHASA JAWA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JAWA TENGAH

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS VIII MTs NEGERI PURWOREJO

Bahasa Jepang merupakan alat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan. Berkomunikasi dalam bahasa Jepang

BAB I PENDAHULUAN. masih tersebar diseluruh Nusantara. Menurut Kodirun (dalam Koentjaranigrat,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

SKRIPSI PENYIMPANGAN PRAGMATIK KARTUN OPINI DALAM BUKU DARI PRESIDEN KE PRESIDEN KARUT MARUT EKONOMI HARIAN & MINGGUAN KONTAN (2009)

SILABUS. Nama Sekolah : SMA Negeri 78 Jakarta Mata Pelajaan : Bahasa Indonesia 2 (IND 2) Beban Belajar : 4 sks. Materi Pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. maksud, isi pikiran, dan perasaan setiap anggota masyarakat. Bahasa Jawa

SILABUS PEMBELAJARAN

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

ANALISIS DEIKSIS DALAM NOVEL EMPRIT ABUNTUT BEDHUG KARYA SUPARTO BRATA

BAB I PENDAHULUAN. permainan tradisional antara lain Ndolalak, Jathilan, Srandul, Reog, Nini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN DENGAN MEDIA GAMBAR FOTOGRAFI PADA SISWA KELAS X MAN PURWOREJO AJARAN 2013/2014

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Nilai Etika dan Estetika Tembang Macapat Pupuh Dhandhanggula dalam Serat Nalawasa-Nalasatya dan Pembelajarannya di SMA

2015 KESENIAN MACAPAT GRUP BUD I UTOMO PAD A ACARA SYUKURAN KELAHIRAN BAYI D I KUJANGSARI KOTA BANJAR

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

menganggap bahwa bahasa tutur dalang masih diperlukan untuk membantu mendapatkan cerita gerak yang lebih jelas.

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA POSTER PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 PURWOREJO

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB VI PENUTUP. isinya. Beberapa pengkajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SILABUS. Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni

SILABUS PEMBELAJARAN

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

BAB I PENDAHULUAN. sastra imajinatif dan non-imajinatif. Dalam praktiknya sastra non-imajinatif terdiri

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

STUDI KOMPARATIF NOVEL DJODO KANG PINASTI KARYA SRI HADIDJOJO DAN NOVEL GUMUK SANDHI KARYA POERWADHIE ATMODIHARDJO

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR. MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MADRASAH TSANAWIYAH (MTs.)

TONTONAN, TATANAN, DAN TUNTUNAN ASPEK PENTING DALAM AKSIOLOGI WAYANG

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB VI KESIMPULAN. Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan. salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

PROGRAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR KELAS V SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. Geguritan merupakan salah satu karya sastra Bali tradisional yang masih

BAB I PENDAHULUAN. kesehariannya manusia saling membutuhkan interaksi dengan sesama untuk

BAB I PENDAHULUAN. (2001: 289), bercerita merupakan salah satu bentuk tugas kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia di Internasional kini menginjak tahap

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pujangga besar Yunani, Horatius dalam bukunya Ars Poetica (dalam A.

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

Transkripsi:

KAJIAN SEMIOTIK PADA POCAPAN GARA-GARA PAGELARAN WAYANG PURWA DENGAN LAKON DURYUDANA GUGUR OLEH KI TIMBUL HADI PRAYITNO Oleh : Hesti Nur Cahyo program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa hestinurcahyo@gmail.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan pembacaan heuristik tuturan dan tembang dalam Pocapan Gara-Gara Pagelaran Wayang Purwa dengan Lakon Duryudana Gugur oleh Ki Timbul Hadi Prayitno; 2) Mendeskripsikan pembacaan hermeneutik tuturan dan tembang dalam Pocapan Gara-Gara Pagelaran Wayang Purwa dengan Lakon Duryudana Gugur oleh Ki Timbul Hadi Prayitno. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Objek penelitian adalah tuturan dan tembang pada pocapan gara- gara. Subjek penelitian adalah pocapan gara- gara pagelaran wayang kulit dengan judul Duryudana Gugur oleh dalang Ki Timbul Hadi Prayitno. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik simak dan catat. Instrumen penelitian yang dipakai adalah peneliti sebagai sumber instrumen dibantu dengan buku-buku, alat tulis dan nota pencatat. Teknik analisis data menggunakan analisis semiotik dan menarik kesimpulan setelah data disajikan. Penyajian data disajikan dengan metode informal yaitu dalam bentuk tabel dan paragraf. Hasil penelitian dengan pendekatan semiotik menggunakan pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik atau retroaktif. 1) Pembacaan heuristik merupakan pencarian arti (tanda) secara leksikal atau tersurat. Dalam penentuan arti secara leksikal, peneliti dibantu dengan kamus dalam menentukan arti (tanda) dalam berbagai cara penentuannya menggunakan dua cara penentuan arti (tanda) pada tuturan dan tembang yaitu dengan: a) melakukan penambahan kosakata, penambahan kosakata ditandai dengan pemberian tanda kurung dan tercetak tebal. b) penggantian kosakata tidak baku menjadi baku. 2) Pembacaan hermeneutik bertujuan untuk mengartikan tanda dengan pemberian tafsiran oleh peneliti. Jadi, peneliti memberikan deskripsi-deskripsi yang didapatkan setelah membaca sebuah tuturan maupun tembang dari adegan gara-gara dalam pagelaran wayang purwa. Setelah membaca tuturan dan tembang dalam adegan gara-gara dapat disimpulkan bahwa adegan gara-gara dalam pagelaran wayang purwa yang diteliti menjelaskan tentang norma-norma sosial yang ada diantara masyarakat. Kata kunci: Semiotik, gara-gara, Duryudana Gugur Pendahuluan Indonesia merupakan Negara kesatuan yang terdiri atas jajaran pulau-pulau. Setiap penduduk pulau tersebut, tentu mempunyai anggapan atau pemikiran yang berbeda. Perbedaan pemikirannya antara lain tentang bahasa dan kebudayaan. Bahasa merupakan sarana paling penting dalam komunikasi antar manusia. Bahasa menjadi alat yang paling tepat untuk mengutarakan berbagai keinginan, perasaan, gagasan dan halhal lainnya kepada orang lain, agar orang yang diajak berkomunikasi memahami tentang apa yang disampaikan. Begitu pentingnya fungsi bahasa dalam kehidupan Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 22

sehari-hari atau kehidupan sosial manusia, hingga mau tidak mau kita harus memahami apa dan bagaimana menggunakan bahasa secara baik dan benar. Dalam dunia pendidikan formal, bahasa dikaji, diteliti dan dideskripsikan secara terus menerus untuk mendapatkan kejelasan secara akademis dan ilmiah. Bahasa dalam konteks kemasyarakatan merupakan alat komunikasi yang utama selain alat komunikasi yang lain, oleh karena itu dalam kehidupan bermasyarakatpun perlu dan penting dengan adanya bahasa. Masyarakat mempunyai kehidupan yang rumit dan komplek, begitu juga mengenai bahasa masyarakat itu sendiri bervariasi dan beragam mengikuti ragam masyarakat dan kultur yang ada. Dari bahasa tersebut munculah berbagai jenis kebudayaan di masyarakat Jawa. Salah satu kebudayaan masyarakat Jawa yang masih bertahan hingga saat ini adalah wayang kulit/ wayang purwa. Kesenian wayang kulit adalah salah satu dari jutaan kebudayaan daerah di Indonesia. Kesenian ini merupakan kebudayaan daerah Jawa yang diwariskan turuntemurun dari nenek moyang. Kesenian wayang kulit diharapkan dapat menjadi tontonan sekaligus tuntunan ( adiluhung ) tingkah laku masyarakat Jawa dan para penonton pada umumnya. Wayang kulit merupakan gambaran sifat manusia yang dibuat sedemikian rupa dengan skenario yang ada. Wayang kulit sebenarnya adalah nama kesenian yang kita kenal saat ini. Awal mula kesenian ini lahir dengan nama wayang purwa. Wayang berasal dari kata wayang yang berarti gambaran atau bayangan tentang suatu tokoh secara samar-samar, sedangkan purwa berarti pertama, tua, atau permulaan. Jadi, wayang purwa adalah bayangan tentang suatu tokoh secara samar pada zaman paling tua. Wayang kulit merupakan satu unsur kebudayaan daerah yang mengandung nilainilai seni, moral, pendidikan, pesan-pesan pembangunan nasional, dan nilai-nilai pengetahuan yang tinggi, serta sangat berharga untuk dipelajari sedalam-dalamnya. Nilai- nilai tersebut sangat kental dengan satu adegan pada wayang kulit yaitu adegan gara-gara. Adegan gara-gara menampilkan tokoh punakawan dan sangat menghibur yang sangat menyenangkan, karena terdapat hiburan seperti berbagai lagu dolanan, sejak yang klasik hingga jenis lagu yang modern. Bahasa yang digunakan untuk adegan gara-gara relatif sederhana, campuran, komunikatif, mudah dipahami para penonton. Dalam adegan gara-gara bahasa yang muncul tak lain bahasa yang berupa nasihat terkadang kata-kata porno, sindiran, maupun kritik dan sebagainya. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap bahasa yang digunakan Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 23

dalam pocapan gara-gara. Pada adegan pocapan gara-gara berisi tentang kritik sosial, terutama terhadap keberadaan bangsa Indonesia dewasa ini antara lain: kerusakan lingkungan, disintegrasi, korupsi, hukum lemah, pemimpin yang arogan, pergaulan bebas dan sebagainya. Setiap pembawaan tema tersebut diawali dengan syair sulukan seperti salah satu contoh adegan gara-gara dengan tema kerusakan lingkungan, para punakawan akan keluar dan menggambarkan 8 (delapan) hal kondisi alam semesta (bumi, sawah, gunung, laut, hutan, ladang, dewa dan raja) sudah tidak berfungsi, rusak amat berat karena ulah para pelaku yang tidak bermoral dan bertanggung jawab, sehingga menimbulkan berbagai bencana alam yang amat menyengsarakan rakyat. Terdapat berbagai ragam bahasa yang mudah dipahami oleh aprisiator, tetapi tidak jarang juga para punakawan mengucapkan kata-kata yang arkais, mengandung purwakanthi,. paribasan, bebasan, wangsalan, pepindhan, sanepa, panyandra, dasanama, tembung garba, yogyaswara, parikan, tembung saroja, rura basa, kerata basa, tembung entar, kosok balen, basa rinengga, dan tembung plutan, yang terkadang penggunaan unsur estetis ini menjadi kendala bagi apresiator, terutama bagi yang belum berpengalaman untuk dapat menangkap keindahan dan maksud dari dalang. Hal tersebut salah satu unsur didalam topik yang akan diteliti oleh peneliti yaitu Kajian Semiotik Struktural. Tetapi pada penelitian ini akan dikaji lebih luas tentang Kajian Semiotik. Semiotik dapat diartikan tanda. Tanda itu sendiri diartikan sebagai sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain. Semiotik dapat pula diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan peristiwa yang terjadi di seluruh dunia sebagai tanda. Berawal dari permasalahan tersebut, maka timbul keinginan penulis untuk mengkaji unsur-unsur semiotik yang ada pada adegan gara- gara pagelaran wayang kulit. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik mengangkat kajian tentang Kajian Semiotik pada Pocapan Gara- Gara pada Pagelaran wayang kulit dengan lakon Duryudana Gugur oleh Dalang Ki Timbul Hadi Prayitno, dengan alasan terkadang penggunaan unsur-unsur semiotik ini menjadi suatu kendala mengenai persepsi, terutama mereka yang kurang memahami arti dari isi tembang, keindahan-keindahan bahasa dan maksud dalang. Selain itu, masyarakat umum terutama generasi muda kadang kurang tertarik untuk mempelajari unsur-unsur semiotik yang terdapat pada tembang dan pocapan gara- gara yang sangat bermanfaat sebagai tuntunan kehidupan. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 24

Metode Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dimana peneliti cenderung pada pemaparan hasil. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dalam benyuk tertulis maupun lisan. Deskriptif atau deskripsi yaitu penggambaran pengalaman dan pemahaman berdasarkan hasil pemaknaan berbagai bentuk pengalaman sesuai dengan karakteristik sasaran penelitiannya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan deskriptif kualitatif. Peneliti memberikan gambaran mengenai konsep semiotik tuturan dan lirik tembang dengan cara menyimak tayangan adegan Gara-gara dan menuliskan tuturan dan lirik tembang yang ada pada adegan Gara-gara pada Pocapan Gara- Gara Pagelaran Wayang Kulit dengan Judul Duryudana Gugur oleh Dalang Ki Timbul Hadi Prayitno. Data yang diperoleh berupa kata, kalimat dan paragraf yang menunjukan adanya unsur semiotik. Hasil Penelitian Hasil penelitian dengan pendekatan semiotik menggunakan pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik atau retroaktif. 1) Pembacaan heuristik merupakan pencarian arti (tanda) secara leksikal atau tersurat. Dalam penentuan arti secara leksikal, peneliti dibantu dengan kamus dalam menentukan arti (tanda) dalam berbagai cara penentuannya menggunakan dua cara penentuan arti (tanda) pada tuturan dan tembang yaitu dengan: a) melakukan penambahan kosakata, penambahan kosakata ditandai dengan pemberian tanda kurung dan tercetak tebal. b) penggantian kosakata tidak baku menjadi baku. 2) Pembacaan hermeneutik bertujuan untuk mengartikan tanda dengan pemberian tafsiran oleh peneliti. Jadi, peneliti memberikan deskripsi-deskripsi yang didapatkan setelah membaca sebuah tuturan maupun tembang dari adegan gara-gara dalam pagelaran wayang purwa. Setelah membaca tuturan dan tembang dalam adegan gara-gara dapat disimpulkan bahwa adegan garagara dalam pagelaran wayang purwa yang diteliti menjelaskan tentang norma-norma sosial yang ada diantara masyarakat. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 25

Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasai masalah-masalah yang terdapat pada rumusan masalah yaitu tentang kajian semiotik yang terdapat pada tuturan dan tembang pada pocapan gara-gara pagelaran wayang kulit dengan judul Duryudana Gugur oleh Ki Timbul Hadi Prayitno, dilakukan penelitian dengan pendekatan semiotik menggunakan pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik atau retroaktif. 1. Pembacaan heuristik Pendekatan semiotik dengan pembacaan jenis ini merupakan pencarian arti (tanda) secara leksikal atau tersurat. Dalam penentuan arti secara leksikal, peneliti dibantu dengan kamus dalam menentukan arti (tanda) dalam berbagai cara penentuannya, antara lain: a. Menentukan arti (tanda) dengan menambahkan kosakata kedalam dialog. Penambahan kosakata ditandai dengan pemberian tanda kurung dan tercetak tebal. Penambahan ini dilakukan dengan harapan ditemukannya sebuah arti dari kalimat dikarenakan adanya kosakata yang pengucapannya dipersingkat muncul. Dengan munculnya kosakata baru, penulis lebih mudah mengartikan sebuah kalimat. b. Menentukan arti suatu tanda dengan mengganti kosakata tidak baku menjadi kosakata baku sesuai dengan ejaan yang disempurnakan. Hal ini terjadi karena kebiasaan pengucapan dan pengucapan dari penutur yang terbiasa dengan intonasi cepat. 2. Pembacaan hermeneutik Pendekatan semiotik dengan pembacaan hermeneutik bertujuan untuk mengartikan tanda dengan pemberian tafsiran oleh peneliti. Jadi, peneliti memberikan deskripsi- deskripsi yang didapatkan setelah membaca sebuah tuturan maupun tembang dari adegan gara- gara dalam pagelaran wayang purwa. Dari pembacaan inilah terlihat kekreatifan seseorang dalam mendeskripsikan suatu tuturan ataupun tembang dengan imajinasi- imajinasi yang ada dalam pikiran peneliti. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 26

Daftar Pustaka Berger, Arthur Asa. 2010. Pengantar Semiotika. Yogyakarta: Tiara Wacana Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service). H Hoed, Benny. 2011. Semiotik dan Dinamika Budaya Ferdinand de Saussure, Roland Barthes, Julia Kristeva, Jacques Derrida, Charles Sanders Pierce, Marcel Danesi, Paul Perron, dll. Jakarta: Komunitas Bambu. Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. Surakarta: Yuna Pustaka. Pradopo, Rahmad Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sutardjo, Imam. 2006. Serpihan Mutiara Pertunjukan Wayang. Surakarta: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 27