adalah best practice dari IT Service Management yang digunakan oleh ratusan organisasi di dunia [4]. Versi awal ITIL terdiri dari sebuah kumpulan

dokumen-dokumen yang mirip
Abstract. 1. Pendahuluan

Seminar Nasional Informatika 2010 (semnasif 2010) ISSN: UPN Veteran Yogyakarta, 22 Mei 2010

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 4 EVALUASI SISTEM INFORMASI DISTRIBUSI PADA PT PRIMA CIPTA INSTRUMENT

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) A-175

PEMBUATAN PROSEDUR PENANGANAN INSIDEN INFRASTUKTUR JARINGAN DENGAN COBIT 4

INCIDENT MANAGEMENT. Patrisia Anggi A.W ( ) Maulidina Rahmawati S. ( ) Roisyatun Nadhifah ( )

LAMPIRAN A KUESIONER. Menetapkan Dan Mengatur Tingkatan Layanan (DS1)

PENGUKURAN TINGKAT MATURITY TATA KELOLA SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT DENGAN MENGGUNAKAN FRAMEWORK COBIT VERSI 4.1 (Studi Kasus : Rumah Sakit A )

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini teknologi informasi dan komunikasi berkembang sangat cepat

Dimensi Kelembagaan. Kebijakan Kelembagaan 1. Perencanaan 0.5

BAB I PENDAHULUAN. memberikan layanan kepada stakeholder utama, yaitu mahasiswa, dosen, dan. bisnis Labkom (Sutomo dan Ayuningtyas, 2014).

SOP PENGELOLAAN INSIDEN KETERSEDIAAN LAYANAN IT

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

USULAN TATA KELOLA MANAJEMEN INSIDEN DAN MASALAH BERDASARKAN KOMBINASI COBIT 4.1 DAN ITIL V3

Analisis Manajemen Layanan Teknologi Informasi Menggunakan Framework ITIL V.3 Domain Service Operation

M a g i s t e r M a n a j e m e n T e k n o l o g i B i d a n g K e a h l i a n M a n a j e m e n T e k n o l o g i I n f o r m a s i

Usulan Incident management menggunakan IT Infrastructure Library version 3 (Studi Kasus Politeknik Telkom)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rekomendasi audit pengembangan teknologi informasi. 4.1 Evaluasi Hasil Pengujian & Laporan Audit

PEMBUATAN PANDUAN AUDIT MANAJEMEN INSIDEN TI BERDASARKAN ITIL (STUDI KASUS DI BPK RI) Yaomi Awalishoum Istiqlal, SE Ir. Achmad Holil Noor Ali, M.Kom.

DAFTAR ISI CHAPTER 5

BAB I PENDAHULUAN. organisasi semakin menyadari manfaat potensial yang dihasilkan oleh Information

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan state-of-the-art teknologi informasi. Saat ini, Perkom telah melayani

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari penggunaan hardware, software, dan fasilitas komunikasi lainnya yang

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Evaluasi Hasil Pengujian dan Laporan Audit

ITIL (Information Technology Infrastructure Library) merupakan suatu framework yang konsisten dan komprehensif dari hasil penerapan yang teruji pada

BAB 4 EVALUASI PENGENDALIAN SISTEM INFORMASI PENJUALAN PADA PT. BANGUNAN JAYA. kematangan penerapan sistem informasi pada PT. Bangunan Jaya.

Tulisan ini bersumber dari : WikiPedia dan penulis mencoba menambahkan

Analisis Layanan Kualitas Teknologi Informasi Menggunakan Framework ITIL Version 3

DSS.01 Manage Operations

BAB 1 PENDAHULUAN. layanan perusahaan terhadap client perlu ditingkatkan. Banyak tantangan yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Langkah awal dalam tahap perencanaan audit sistem informasi menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Berikut adalah pokok pokok rumusan masalah change management pada aplikasi inventory di TPK Koja :

BAB II LANDASAN TEORI. layanan TI agar berkualitas dan memenuhi kebutuhan bisnis. IT Service. dari orang, proses dan teknologi informasi.

BAB II LANDASAN TEORI. layanan yang memanfaatkan kegunaan dari software, hardware, dan fasilitas

ANALISIS TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI PADA BAGIAN LOGISTIK PERGURUAN TINGGI (STUDI KASUS: UKSW SALATIGA)

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

PRESENTASI TUGAS AKHIR

COBIT (Control Objectives for Information and Related Technology)

Manejemen Pusat Data

BAB V HASIL RANCANGAN MODEL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

INFORMATION TECHNOLOGY SERVICE MANAGEMENT

AUDIT MANAJEMEN TEKNOLOGI INFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN COBIT 4.1 PADA SISTEM TRANSAKSI KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

Tata Kelola Evaluasi Sistem Informasi Berdasarkan Control Objective For Information And Related Technology (COBIT) Domain Deliver And Support (DS)


KUESIONER. Nama Responden. Bagian/Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya Information Technology dalam peningkatan kinerja suatu bisnis. Salah

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

PEMBUATAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SERVICE DESK BERDASARKAN KERANGKA KERJA ITIL V3 (STUDI KASUS: PT XYZ, TANGERANG)

JSIKA Vol. 5, No. 10, Tahun 2016 ISSN X

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. terdiri atas penggunaan software, hardware, dan fasilitas komunikasi untuk

TUGAS MANAJEMEN JARINGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV RANCANGAN MODEL

COBIT dalam Kaitannya dengan Trust Framework

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN RISIKO TI

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Kusuma Wardani

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXV Program Studi MMT-ITS, Surabaya, 30 Juli 2016

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada Bab III dalam Perencanaan Information Technology Problem

Artikel Ilmiah. Peneliti : Peter Javier Sahuleka. Program Studi Sistem Informasi. Fakultas Teknologi Informasi. Universitas Kristen Satya Wacana

MODEL PENILAIAN KAPABILITAS PROSES OPTIMASI RESIKO TI BERDASARKAN COBIT 5

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

DAFTAR PERTANYAAN. 1. Apakah kebutuhan pemakai / end-user (dalam kasus ini divisi penjualan) telah

Tumpal Paradongan Silitonga 1), Achmad Holil Noor Ali 2) 1) Magister Manajemen Teknologi, ITS, Surabaya

Pengantar IT Infrastructure Library Versi 3

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Strategi TI terbaik adalah strategi yang selalu baru dan sesuai

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya merupakan sebuah

AUDIT SISTEM INFORMASI PENGAWASAN DAN PEMANTAUAN PERMINTAAN LAYANAN DAN INSIDEN MENGGUNAKAN COBIT

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pihak, baik dari sisi developer, manajemen perusahaan, operasional

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011

Daftar Pertanyaan. Daftar pertanyaan berikut ini terdiri dari tipe isian, isilah pada tempat jawaban

Framework Penyusunan Tata Kelola TI

[Manual Aplikasi IT Service Desk] Tim Pengelola Informasi dan Teknologi (Tim SIM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran

KEAMANAN OPERASIONAL SI. Titien S. Sukamto

MAKALAH KEAMANAN INFORMASI. Oleh : Muhammad Shodiqil Khafili Djakfar. Dosen Pengajar : Ferry Astika Saputra, ST, M.Sc

BAB 4 EVALUASI PENGENDALIAN SISTEM INFORMASI. yang akan penulis evaluasi antara lain : cadang pada PT. Mercindo Autorama

APPENDIX A. Sumber dan Tujuan. Data. Arus Data. Proses Transformasi. Penyimpanan Data

Pengukuran Kinerja Aplikasi SLiMS pada Pelayanan Teknologi Informasi Menggunakan Framework

AUDIT SISTEM INFORMASI PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS MENGGUNAKAN FRAMEWORK COBIT 4.1 ABSTRAK

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi

Model Tata Kelola Teknologi Informasi Menggunakan Framework Cobit Pada Proses Pendidikan Dan Pelatihan Pengguna

BAB 1 PENDAHULUAN. peran teknologi informasi menjadi kian vital dalam mendukung perusahaan dalam

DAFTAR PERTANYAAN EVALUASI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DENGAN MENGGUNAKAN FRAMEWORK COBIT KE-2 (ACQUIRE AND IMPLEMENT)

Transkripsi:

1. Pendahuluan Pemanfaatan komputer yang semakin berkembang dari tahun ke tahun membuat komponen-komponen penunjangnya pun semakin berkembang. Termasuk di dalamnya sistem informasi yang digunakan. Sistem informasi merupakan sekumpulan komponen komputerisasi yang terintegrasi dengan baik, sehingga dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk mencapai tujuan tertentu pada organisasi. Hal ini sesuai dengan definisi Sistem Informasi [1], yaitu informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah organisasi. Dalam mengelola sistem yang ada, diperlukan koordinasi yang baik antar sumber daya yang ada, sehingga dapat mencapai tujuan organisasi seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari atau lebih tepatnya meminimalisir adanya masalah maupun insiden yang tidak terkontrol dengan baik karena pada dasarnya suatu sistem secanggih apapun tidak dapat terhindar dari masalah[2]. Untuk melaksanakan hal tersebut diperlukan pengelolaan dan pengawasan yang tepat, contohnya audit sistem informasi. Audit sistem informasi merupakan salah satu metode penilaian terhadap objek, dalam hal ini adalah sistem informasi. Tujuan audit sistem informasi adalah untuk menilai apakah sistem informasi telah menjamin integritas data, mencapai tujuan-tujuan suatu organisasi secara efektif, dan telah menggunakan sumber daya secara efisien [3]. Audit sistem informasi dilakukan untuk mendapatkan temuan-temuan yang pada akhirnya akan diberikan pula solusi atau rekomendasinya. Namun pada dasarnya audit dapat dilakukan di organisasi manapun dengan proses bisnis apa pun sesuai kebutuhan organisasi, termasuk di Dinas Perhubungan Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata (Dishubkombudpar) Kota Salatiga. Dishubkombudpar Kota Salatiga telah mengimplementasikan sistem informasi, salah satunya di Bidang Keuangan. Namun, dalam operasi seharihari masih didapati beberapa masalah. Salah satunya adalah mengenai penomoran akun yang tidak sama pada satu laporan dengan laporan yang lain dan beberapa masalah lain yang timbul. Hal ini dapat mengganggu proses operasional keseharian di Dishubkombudpar Kota Salatiga khusunya pada Bidang Keuangan. Oleh karena itu, dilakukan Audit Sistem Informasi di Bidang Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga. Pemilihan subdomain Service Desk, Incident Management, dan Problem Management dilakukan berdasarkan masalah yang timbul pada saat wawancara yang dilakukan peneliti. Dari masalah itu, tidak ada unsur subdomain dari Service Operation, seperti Event Management, Request Fulfilment, dan Access Management. Hal ini dikarenakan responden hanya berfokus pada masalah yang terjadi, sedangkan untuk manajemen peristiwa (Event Management), pemenuhan permintaan (Request Fulfilment), dan manajemen akses (Access Management) tidak diperhatikan fungsinya di dalam Bidang Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga. Dalam bidang audit sistem informasi banyak framework yang dapat digunakan, diantaranya COBIT dan ITIL. Framework tersebut berfungsi 1

untuk membantu dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam proses bisnis suatu organisasi dengan hasilnya yang berupa temuan-temuan. Dari temuan-temuan tersebut pada akhirnya juga harus diberikan rekomendasinya. Framework ITIL merupakan salah satu framework yang banyak digunakan selama ini. Banyak organisai besar yang telah menggunakan framework ini untuk dijadikan best-practise dalam penilaian penggunaan IT didalamnya. ITIL adalah best practice dari IT Service Management yang digunakan oleh ratusan organisasi di dunia [4]. ITIL telah mengalami beberapa pembaharuan. Pembaharuan framework ITIL yang terakhir adalah ITIL versi 3. Di dalam ITIL versi 3 sendiri terdapat 5 domain, yaitu Service Strategy, Service Design, Service Transition, Service Operation serta Continual Service Improvement. Kelima domain tersebut memiliki subdomainnya sendiri. Seperti domain Service Operation yang memiliki sub pembahasan atau subdomain, antara lain Service Desk, Incident Management, Problem Management, Event Management, Request Fulfilment, dan Access Management. Penelitian ini akan membahas tentang bagaimana melakukan audit Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah (SIPKD) dengan ITIL v3 dan apakah sistem pada Dishubkombudpar Kota Salatiga tersebut telah mencangkup subdomain Service Desk, Incident Management, dan Problem Management serta mengimplementasikannya sesuai dengan framework ITIL v3. Selain itu, karena penelitian ini menghasilkan output berupa rekomendasi berdasarkan framework ITIL v3 terkait manajemen layanan TI, maka yang dilakukan peneliti adalah menemukan temuan-temuan berdasarkan audit terhadap Service Desk, Incident Management, dan Problem Management pada Sistem Informasi Keuangan yang disebut SIPKD di Dishubkombudpar Kota Salatiga. 2. Tinjauan Pustaka Audit Sistem Informasi didefinisikan sebagai suatu proses mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti untuk menilai apakah sistem informasi telah menjamin integritas data, mencapai tujuan-tujuan suatu organisasi secara efektif, dan telah menggunakan sumber daya secara efisien[3]. Di dalam audit sistem informasi ada beberapa tahapan yang dilakukan, yaitu tahap pemeriksaan pendahuluan, tahap pemeriksaan rinci, tahap pengujian kesesuaian, tahap pengujian kebenaran bukti, dan tahap penilaian secara umum atas hasil pengujian. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengaudit sistem informasi yang ada di Dishubkombudpar Kota Salatiga dengan metode ITIL version 3 pada subdomain Service Desk, Incident Management, dan Problem Management yang masuk ke dalam domain Service Operation. Berbeda dengan audit keuangan di Dishubkombudpar Kota Salatiga untuk menilai proses pembukuan keuangan daerah yang dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), audit sistem informasi dengan ITIL v3 ini menilai manajemen layanan TI yang ada. Pada dasarnya, ITIL 2

adalah best practice dari IT Service Management yang digunakan oleh ratusan organisasi di dunia [4]. Versi awal ITIL terdiri dari sebuah kumpulan dari 31 buku terkait yang meliputi semua aspek penyediaan layanan TI. Versi awal ini kemudian direvisi dan digantikan oleh tujuh buku, yang lebih erat berhubungan dan konsisten (ITIL V2), terkonsolidasi dalam keseluruhan kerangka. Versi kedua ini diterima secara universal dan sekarang digunakan di banyak negara oleh ribuan organisasi sebagai dasar untuk penyediaan layanan TI yang efektif. Pada tahun 2000, ITIL V2 digantikan dengan ditingkatkan dan konsolidasi ITIL oleh versi ketiga, terdiri dari lima buku inti yang mencakup siklus hidup layanan, bersama sama dengan Official Introduction. Lima buku inti mencakup setiap tahap dari siklus layanan (Gambar 1), dari definisi awal dan analisis kebutuhan bisnis dalam Service Strategy dan Service Design, melalui migrasi ke lingkungan operasi dalam Service Transition, untuk beroperasi dan perbaikan dalam Service Operation dan Continual Service Improvement. Hal yang paling dominan dari versi sebelumnya adalah prinsip IT Integrated with Business di versi sebelumnya IT Align with Business. Perubahan prinsip dasar ini yang menyebabkan pendekatan dalam mengelola layanan berubah. [5] Kerangka kerja ITIL versi 3 digunakan sebagai panduan dalam rangka menyusun langkah-langkah operasional agar keberlangsungan layanan TI dapat berfungsi dengan baik [6] yang dikutip oleh [7]. Hal ini sependapat dengan [8] yang menyatakan bahwa Framework ITIL memiliki fokus pengembangan tata kelola TI khususnya dalam hal layanan (IT service). Selain itu, framework ITIL sangat tepat digunakan sebagai panduan dalam mengembangkan sebuah tata laksana karena sifatnya best practice dan memiliki library yang terinci untuk mengembangkan langkah-langkah dalam prosedur. Tata kelola TI memperhatikan dua hal yaitu nilai tambah TI bagi bisnis dan mitigasi risiko TI. Nilai TI didorong oleh penyelarasan strategis TI dan bisnis, sedangkan mitigasi risiko didorong oleh tanggung jawab kepada organisasi. Keduanya membutuhkan dukungan dari sumberdaya yang cukup dan dapat diukur untuk menjamin bahwa hasil yang diharapkan terpenuhi.[9] Alasan tersebut juga digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini. Penelitian [8] menjelaskan mengenai analisa terhadap manajemen insiden yang sudah ada pada program manajemen Service desk dan dukungan TI menggunakan framework ITIL untuk disempurnakan dan mengembangkan dokumen prosedur terstandar yang berisi fungsi dan tanggung jawab. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa dokumen tata laksana dikembangkan untuk sebagian tujuan program manajemen Service desk dan dukungan TI, yaitu proses manajemen insiden. Dokumen tersebut berisi sembilan aktifitas framework ITIL dan dua aktifitas tambahan. Selain itu, dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa aktifitas-aktifitas yang dikembangkan dari framework ITIL pelaksanaannya dilakukan secara kontinu dan terus menerus. Sedangkan dua aktifitas tambahan lainnya, yaitu pelaporan dan evaluasi dilakukan pada awal dan akhir bulan saja. Selain itu, disebutkan pula bahwa framework ITIL merupakan sebuah framework tata 3

kelola TI yang berisi best practice secara khusus dalam manajemen layanan TI (ITSM). Gambar 1 Framework ITIL V3[8] Pada saat ini framework ITIL sudah dikembangkan hingga versi 3. Pada tahap Service Strategy dilakukan pengembangan strategi untuk mengubah manajemen service TI menjadi sebuah aset strategis dari organisasi. Pada tahap Service Design dilakukan pengembangan panduan manajemen layanan TI berdasarkan strategi yang sudah dikembangkan sebelumnya pada tahap Service Strategy, selain itu panduan dibangun berdasarkan policy yang berlaku dalam organisasi dan untuk pemenuhan kepuasan pelanggan. Pada tahap Service Transition dilakukan proses transisi dari tata kelola yang lama kepada tata kelola yang baru yang sudah dikembangkan dalam tahap Service Design. Pada bagian Service Operation berisi langkah-langkah best practise untuk melakukan manajemen service TI. Pada bagian Continual Service Improvement dilakukan pengelolaan masukan dari pelanggan yang kemudian dikolaborasikan ke dalam empat tahap sebelumnya, hal ini bertujuan untuk meningkatkan hasil keluaran dari kegiatan Service Strategy, Service Design, Service Transition, dan Service Operation [8]. Sesuai dengan standar auditing ISACA (Information Systems Audit and Control Association), selain melakukan pekerjaan lapangan, auditor juga harus menyusun laporan yang mencakup tujuan pemeriksaan, sifat dan kedalaman pemeriksaan yang dilakukan. Laporan ini juga harus menyebutkan organisasi yang diperiksa, pihak pengguna laporan yang dituju dan batasan-batasan distribusi laporan. Laporan juga harus memasukkan temuan, kesimpulan, rekomendasi sebagaimana layaknya laporan audit pada umumnya. Service Desk Service Desk disini sebenarnya adalah sebuah Service Operation Function, yaitu sebuah tim sebagai fungsi yang digunakan untuk melaksanakan berbagai proses yang ada di Service Operation. Proses yang 4

dimaksud dalam penelitian ini adalah manajemen insiden dan manajemen masalah. Service Desk sebenarnya bukan merupakan rangkaian proses dari Service Support, melainkan hanya sebuah fungsi teknis yang ada dalam proses implementasi Service Support [10]. Help Desk atau Service Desk yaitu jasa pelayanan mengenai keluhan yang terjadi agar tidak terabaikan, sehingga dapat ditangani secepat mungkin. Service Desk ini merupakan jembatan penghubung antara pelanggan, pemakai, IT Services, dan pihak ketiga pendukung organisasi [11]. Incident Management Menurut framework ITIL, pengertian insiden adalah sebuah interupsi atau pengurangan kualitas dari layanan TI. Selain itu sebuah kesalahan konfigurasi pada sistem dapat dikatakan sebagai insiden walaupun belum menimbulkan masalah yang berarti pada sistem tersebut. Manajemen insiden (incident management) adalah proses yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu insiden. Proses manajemen insiden (incident management) dilakukan berdasarkan input dari user melalui service desk, laporan teknisi, atau juga deteksi otomatis dari sebuah tool event management. Manajemen insiden (incident management) pada framework ITIL v3 berada pada Cycle Service Operation. Tujuan utama dari manajemen insiden (incident management) adalah untuk mengembalikan kondisi layanan TI ke keadaan normal secepat mungkin, dan meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan terhadap kegiatan bisnis utama organisasi. Proses-proses penting yang dilakukan pada Incident Management untuk mengembalikan kondisi adalah : 1. Mendeteksi incident dan mencatat incident dari Service Desk. 2. Mengklasifikasi setiap incident dan permintaan layanan (Service Request) dalam hal dampaknya (impact) dan urgency-nya. 3. Menentukan prioritas penyelesaian setiap incident berdasarkan level high, medium, atau low. 4. Mengkategorikan setiap incident, misalnya kategori hardware atau software. Problem Management ITIL menggambarkan masalah (problem) sebagai suatu dasar yang tak dikenal penyebab satu atau lebih dari peristiwa. Proses dari Problem Management dapat ditunjukkan pada Gambar 2: Gambar 2 Problem Management Process[12] 5

Sasaran dari Problem Management adalah: a) menjamin minimalisasi dampak operasional ketika incident dan problem terjadi yang disebabkan oleh errors di dalam infrastuktur TI; b) menghindari incident yang sama terjadi kembali akibat errors yang sama atau errors lainnya yang belum terdeteksi; c) meningkatkan produktifitas atas penggunaan sumber daya TI dengan mengetahui dan memahami cara bagaimana menggunakannya (dibentuk Knowledge Database). Proses-proses penting yang dilakukan pada Problem Management adalah: 1. Mencatat eskalasi incidents. 2. Menugaskan sumber daya (people, technology, tools) untuk menanganinya. 3. Lakukan workaround terlebih dahulu agar dampak operasional bisnis tidak terganggu terlalu lama. 4. Tindaklanjuti problem tersebut ke proses-proses berikutnya. 5. Mencari akar penyebab masalah sehingga berubah dari kondisi problem menjadi kondisi Known Error, dengan melakukan identifikasi, klasifikasi permasalahan; menugaskan sumber daya (people, hardware, software, tools) untuk mencari penyebabnya; menyelidiki dan mendiagnosa data / informasi yang didapat. 6. Mencari dan mengimplementasikan solusi terbaik sehingga merubah dari kondisi Known Error menjadi kondisi Error Closure, dengan melakukan identifikasi dan pencatatan errors yang terjadi. 7. Eskalasi/peningkatan ke pihak penyedia solusi dengan memberikan data-data (informasi) diatas sehingga dapat dikembangkan / dicari software dan hardware solusinya. 3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai fenomena yang ada di masa sekarang. Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai penggambaran suatu gejala sosial yang bertujuan untuk menggambarkan sifat objek yang diteliti [13]. Sedangkan, metode kualitatif bertujuan untuk memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, metode ini dapat diterapkan pada berbagai masalah [14]. Beberapa karakteristik dari penelitian kualitatif, diantaranya : peneliti kualitatif lebih mementingkan proses dibanding hasil; peneliti kualitatif lebih tertarik dengan pengalaman serta manfaat dari penelitiannya; peneliti kualitatif merupakan instrument utama dalam pengumpulan dan penganalisa data; penelitian kualitatif melibatkan kerja lapangan, dimana peneliti biasanya melakukan observasi terhadap orangorang, keadaan, atau institusi dalam keadaan yang sebenarnya terjadi; penelitian kualitatif bersifat deskriptif dimana peneliti lebih tertarik dengan proses, makna, dan pemahaman yang diperoleh melalui kata-kata atau gambar-gambar; dan proses dari penelitian kualitatif bersifat induktif dimana 6

peneliti membangun abstraksi, konsep-konsep, hipotesis, dan teori secara terperinci [15]. Dengan metode ini, peneliti berupaya mencari pemahaman yang lebih mendalam sehingga tujuan penelitian ini dapat tercapai, yaitu dengan melakukan analisa terhadap data yang didapat dari Dishubkombudpar Kota Salatiga. Dalam penelitian ini, peneliti memilih orang-orang yang berhubungan dengan Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah (SIPKD) Dishubkombudpar Kota Salatiga, yaitu Kepala Subbagian dan seorang Bendahara yang berada di Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga. Selain itu, peneliti juga mengambil sampel dari pencetus ide pembuatan sistem informasi tersebut, dalam hal ini adalah pihak tertentu dari Dppkad Pemerintah Kota Salatiga, seperti Kepala Bidang Anggaran Dppkad Kota Salatiga, Kepala Seksi Penyusunan Anggaran, seorang Staf Administrasi Anggaran, dan seorang Staf Perencanaan Anggaran. Tentu saja sampling hanya dilakukan pada pihak-pihak yang memiliki keterkaitan. Pihak yang tidak berkepentingan tidak dijadikan sebagai sampel. Hal ini jelas akan menghemat banyak waktu, tenaga dan biaya sehingga semua itu bisa digunakan seefektif dan seefisien mungkin. 1. Tahap I Persiapan. Pada tahap pertama ini, peneliti melakukan berbagai persiapan, seperti mencari dan mengumpulkan berbagai literatur yang dapat mendukung penelitian dan tentunya peneliti juga dapat lebih memahami materi yang akan dibahas dalam penelitian. Literatur-literatur tersebut didapatkan dari beberapa sumber, contohnya jurnal (baik nasional maupun internasional) dan buku-buku. Selain itu juga, peneliti mulai mengurus perijinan untuk melakukan penelitian. Untuk melakukan perijinan, peneliti tidak hanya memerlukan surat ijin resmi yang dibuat dari bidang Tata Usaha Fakultas Teknologi Informasi UKSW, namun juga dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pemerintah Kota Salatiga. Pada tahap pertama ini diperoleh jadwal penelitian, target yang menjadi responden, dan apa saja yang akan diteliti. 2. Tahap II Pengumpulan Data. Input yang didapatkan pada tahap ini merupakan output dari tahap pertama, yaitu berupa diperoleh jadwal penelitian, target yang menjadi responden, dan apa saja yang akan diteliti. Setelah mendapatkan persetujuan jadwal, target, serta apa saja yang akan diteliti pada rencana pengumpulan data tersebut, peneliti dapat memulai pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara kepada pihak terkait penelitian yang dilakukan pada bulan April 2012. Dalam hal ini adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga dan terkait dengan SIPKD. Seperti, Kepala Subbagian Keuangan dan Bendahara dari Dishubkombudpar kota Salatiga. Sedangkan, sebagai pusat dari SIPKD sekaligus pencetus ide berada di Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Yang menjadi responden dari Dppkad Pemerintah Kota Salatiga, antara lain Kepala Bidang Anggaran Dppkad Kota Salatiga, Kepala Seksi Penyusunan Anggaran, Staf Administrasi Anggaran, dan Staf Perencanaan Anggaran. Kuesioner dan wawancara yang ada berisi 7

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan subdomain Service Desk, Incident Management, dan Problem Management. Penyebaran kuesioner dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti ini bertujuan untuk mendapatkan sebagian bukti yang berkaitan dengan penelitian, yaitu mengenai Audit Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah pada Subdomain Service Desk, Incident Management, serta Problem Management. 3. Tahap III Pengolahan Data. Tahap ketiga ini berfungsi untuk mengolah output yang dihasilkan pada tahap kedua, yaitu hasil kuesioner dan wawancara. Pada tahap ini, dilakukan kroscek mengenai hasil kuesioner serta wawancara tersebut dengan melakukan wawancara mendalam dan juga survei lapangan kepada Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga, sehingga diketahui kebenaran buktinya. Selain itu, peneliti juga melakukan dokumentasi sebagai bukti mendalam mengenai topik yang dibahas, yaitu mengenai Service Desk, Incident Management, dan Problem Management pada Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah (SIPKD) Dishubkombudpar Kota Salatiga. 4. Tahap IV Penilaian / Analisa Data. Tahap terakhir yang dilakukan peneliti setelah melakukan pengumpulan data kemudian dilakukan pula pengolahan data, maka hasil dari pengolahan data tersebut dianalisa oleh peneliti. Dari analisa yang dilakukan, akan diketahui temuan-temuan atas audit berdasarkan bukti-bukti yang didapat dan juga studi literatur yang dilakukan peneliti. Hasil yang diketahui dari analisa data ini adalah berupa rekomendasi yang merujuk dari temuan-temuan yang didapat. 4. Hasil dan Pembahasan Gambar 3 Mapping ITIL ke CobIT 4.1 [16] 8

Gambar 3 menunjukkan mengenai mapping ITIL ke CobIT 4.1 yang memudahkan peneliti dalam penelitian ini. Berdasarkan Gambar 3 tersebut, subdomain Service Desk, Incident Management, dan Problem Management masuk kedalam domain Delivery and Support pada framework CobIT terutama pada subdomain DS8 mengenai manage service desk and incidents dan DS10 mengenai manage problems. Service Desk di Dishubkombudpar Kota Salatiga Pada dasarnya pihak Dppkad Kota Salatiga berfungsi sebagai lembaga pemerintahan dan bertugas mengelola keuangan daerah dari seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Salatiga termasuk Dishubkombudpar Kota Salatiga sehingga men-supply SIPKD ke Dishubkombudpar Kota Salatiga juga. Sebagai cental dari penggunaan SIPKD ataupun SIP APBD, Dppkad Kota Salatiga ini tidak memiliki prosedur maupun kebijakan dalam penanganan insiden maupun masalah yang terjadi pada SIPKD tersebut. Dppkad Kota Salatiga melakukan pengimplementasian Sistem Informasi Keuangan, dalam hal ini SIPKD maupun SIP APBD, yang kemudian disebar ke seluruh SKPD termasuk Dishubkombudpar Kota Salatiga dikarenakan turunnya aturan Pemerintah Dalam Negeri (Permendagri) No. 13 Tahun 2006 yang mengharuskan seluruh SKPD menggunakan sistem informasi dalam operasial pengelolaan keuangan daerahnya. Hal ini juga dinyatakan oleh Ibu Yuni Ambarawati 1 sebagai berikut : Kita kan awal begitu ada aturan dari Permendagri No. 13/2006 pasti kan dirapatkan itu kan instruksi dari pusat ya, itu kan disuruh pakai program pada keuangannya, tapi kan program banyak ya ada dari BPHP, ada dari pihak ketiga yang lain. Kebijakan kita mengacu dari kebijakan yang di atas. Kebetulan kan ya ada keputusan dari pimpinan tapi sesuai dengan ketetapan yang ada dari Permendagri tersebut, memang regulasinya kan harus seperti ini, namun kalau ada yang menyimpang dalam hal ini adalah ada kegiatan lain di luar ketetapan sesuai kebutuhan dari setiap daerah yang sudah ada di SP misalnya ini kan disesuaikan dengan kita. Intinya ada peraturan dari pusat, Permendagri, untuk pengelolaan keuangan. Terus caranya kan macam-macam. Kebetulan di STI kan ada SIP-APBD, SIP- SKPD, macam-macam jadi beli dari sana. Ya kayak SI 2.6 itu kan juga untuk pengelolaan keuangan tapi acuannya tetap dari Permendagri. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Dppkad hanyalah sebuah wadah pemerintahan daerah yang hanya melaksanakan apa yang telah diatur oleh aparatur pemerintahan Indonesia sebagai Pemerintah Daerah yang memiliki tugas dalam pengelolaan keuangan daerah di Kota Salatiga. Sehingga, untuk kebijakan-kebijakan yang ada di Dppkad Pemerintah Kota Salatiga diturunkan aturan langsung dari Pemerintah Dalam Negeri. Dppkad Pemerintah Kota Salatiga hanyalah menjalankan aturan-aturan tersebut. Sedangkan, kebijakan yang diambil oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) itu sendiri termasuk Dppkad Pemerintah Kota Salatiga maupun Dishubkombudpar Kota Salatiga adalah kebijakan yang bersifat situasional. 1 Wawancara Tanggal 27 April 2012 9

Maksudnya, kebijakan ini dibuat karena adanya keadaan atau kegiatan di luar ketetapan yang ada itu sesuai dengan kebutuhan masing-masing SKPD. Selain itu, dari wawancara tersebut diketahui bahwa Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang ada dibeli dari sebuah perusahaan vendor yang bernama Solusi Teknologi Informasi (STI). Keberadaan Service Desk berkaitan dengan keluhan dan masalah yang dapat terjadi dalam proses pengoperasian SIPKD di Dishubkombudpar Kota Salatiga diserahkan kepada Implementor, yaitu karyawan Solusi Teknologi Informasi (STI) dan ditugaskan di Dppkad Pemerintah Kota Salatiga sebagai tenaga ahli atau dapat juga disebut sebagai service desk / help desk. STI merupakan perusahaan vendor yang membuat Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah (SIPKD). Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner yang diberikan kepada Bendahara dan Kepala Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga serta Staf Perencanaan Anggaran Dppkad Kota Salatiga yang sependapat menyebutkan bahwa yang bertugas menangani keluhan ataupun masalah, dengan kata lain berfungsi sebagai service desk adalah tenaga ahli SIPKD yang ada di Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Sama halnya ketika kedua responden dari Dishubkombudpar tersebut diwawancarai, Ibu Tri Artiningsih, B.Sc menyatakan 2 bahwa : Sepertinya di Dppkad (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) ada pihak ketiga, yaitu tenaga ahli yang di kontrak oleh Dppkad. Begitu juga pernyataan dari Ibu Indah Kusrini 3 yang menyatakan bahwa : Yang bertindak sebagai penanggung jawab atas keluhan dan masalah yang timbul adalah tenaga ahli dari Dppkad. Jika tenaga ahli sedang ke luar kota terkadang databasenya dikirim email, nanti dibenahi lalu dikirim email lagi ke Saya. Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa ada tenaga ahli yang yang berfungsi sebagai service desk, namun fungsi tersebut tidak berasal dari internal organisasi Pemerintah Kota Salatiga. Service desk disini hanyalah pihak ketiga yang berasal dari STI yang merupakan perusahaan pembuat SIPKD itu sendiri. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Ibu Tri Artiningsih, B.Sc di atas. Selain itu, hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari Ibu Yuni Ambarwati, SH 4 yang menyatakan bahwa : Memang sulit karena kita sendiri tidak ada tenaga ahli. Kita belum ada yang bisa membantu, kita masih ada ketergantungan dengan pihak STI untuk pemeliharaan program sementara ini. Ketergantungan kita masih tinggi untuk itu. Kita hanya menggunakan, hanya saja ketika terjadi trouble kita meminta bantuan dari pihak STI yang ada di sini. Dari beberapa pernyataan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa telah dilakukan identifikasi, penentuan dan kesepakatan mengenai solusi penanganan insiden dan masalah dari organisasi dengan mengimplementasikan SIPKD. Selain itu, adanya service desk menunjukkan bahwa organisasi telah mengerti tentang kriteria pelayanan user. 2 Wawancara Tanggal 26 April 2012 3 Wawancara Tanggal 26 April 2012 4 Wawancara Tanggal 27 April 2012 10

Mengenai perencanaan dan desain infrastruktur service desk diketahui dari keterangan Ibu Indah Kusrini dan Ibu Tri Artiningsih dari Dishubkombudpar Kota Salatiga pada saat wawancara. Beliau menyatakan bahwa ketika terjadi insiden ataupun masalah langsung menghubungi bagian service desk yang berada Dppkad Pemerintah Kota Salatiga melalui telepon yang disediakan oleh kantor. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sudah ada rencana maupun desain mengenai infrastruktur service desk tersebut. Selain itu, diketahui pula berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor sudah ada Service Level Agreement (SLA) dalam bentuk kontrak kerja yang telah disepakati bersama. Di dalam kontrak kerja yang telah disepakati bersama, sudah terdapat perjanjian mengenai pembuatan pencatatan insiden maupun masalah yang ada. Dari pencatatan tersebut akan dibuat laporan yang secara periodik diberikan oleh Implementor kepada Dppkad Kota Salatiga. Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor diketahui bahwa sebagai service desk, ia telah melakukan spesifikasi terhadap target masalah yang akan ditanganinya. Berdasarkan kuesioner tersebut pula diketahui bahwa hal itu telah dicantumkan di dalam kontrak kerja sama antara pihak Solusi Teknologi Informasi (STI) dan pihak Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Namun service desk di sini masih memiliki fungsi sebagai tenaga ahli TI sekaligus sebagai service desk itu sendiri. Selain itu, ditemukan pula bahwa belum pernah dilakukan pengukuran kepuasan pengguna/user terhadap sistem yang dipakai, sehingga tidak dapat diketahui kebutuhan user yang sesungguhnya. Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor pula, dapat disimpulkan bahwa sebagai seseorang yang berfungsi sebagai service desk, dapat dikatakan service desk ini sudah sesuai dengan tugas service desk, yaitu untuk menerima insiden, mencatat insiden, klasifikasi insiden berdasar prioritas, klasifikasi dan eskalasi, pencarian solusi, memberikan informasi kepada end-user mengenai proses yang berlangsung, mengenai komunikasi dengan proses ITIL yang lain, pelaporan ke manajemen dan manajer proses terkait dengan performa Service Desk [10]. Adapun tugas dan wewenang implementor berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepadanya, disebutkan bahwa tugasnya ialah mendampingi user agar aplikasi dipakai sebagaimana mestinya. Sedangkan, wewenangnya ialah menjaga/memelihara aplikasi dan database. Selain itu, berdasarkan kuesioner pula, tanggung jawab yang dimilikinya adalah mendampingi pengoperasian aplikasi sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Hal tersebut di atas sudah sesuai dengan fungsi sebagai service desk yang notabene berfungsi sebagai meja layanan yang dapat menjadi tempat untuk menampung dan menyelesaikan insiden maupun masalah yang dapat timbul kapan saja. Secara teori, service desk bisa menjadi tahap pertama dalam memberikan solusi atas terjadinya insiden maupun masalah, sedangkan untuk penyelesaian selanjutnya dilakukan oleh pihak TI jika dari service desk itu sendiri belum dapat menyelesaikan. Namun, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, untuk jalur resolusi tidak ada. Hal itu dikarenakan service desk yang 11

bertugas merangkap sebagai tenaga ahli TI, sehingga tidak ada yang bertindak sebagai jalur resolusi yang seharusnya dilakukan oleh tenaga ahli TI. Dari segi pencatatan insiden maupun masalah yang terjadi menurut Bapak Nurul Huda dan Bapak Agus Rusman berdasarkan wawancara dikatakan bahwa pencatatan tidak selalu dilakukan karena pencatatan hanya terjadi ketika Implementor tidak sedang berada di tempat sehingga harus ditampung terlebih dahulu sebagai pengingat. Sedangkan, berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor sudah dilakukan pencatatan insiden maupun masalah tersebut olehnya, sekaligus koordinasinya bersama user dikarenakan hal tersebut sudah menjadi kontrak bersama Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Di samping itu, ditemukan pula tidak adanya prosedur yang mengatur pembatasan waktu dalam menyelesaikan insiden maupun masalah yang terjadi. Sehingga, penyelesaian insiden maupun masalah tersebut tidak tentu waktu. Begitu pula mengenai pencatatan resolusi. Hal ini seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa tidak ada jalur resolusi karena tidak adanya tenaga ahli TI yang berdiri sendiri. Namun, untuk persetujuan dari user mengenai penyelesaian masalah yang ada sudah dilakukan. Ini berdasarkan pernyataan dari Implementor yang dibenarkan oleh user yang ada. Tidak adanya Quality Manajemen System (QMS), yang seharusnya mengidentifikasi persyaratan mutu dan kriteria; kebijakan dan kriteria serta metode untuk mendefinisikan, mendeteksi, mengoreksi serta mencegah ketidaksesuaian, meskipun pada kenyataannya sudah ada tugas dan wewenang bagi struktur organisasi yang ada. Berdasarkan hal tersebut, temuan yang ada, antara lain masih adanya pengerjaan ulang insiden ataupun masalah yang pernah terjadi sebelumnya. Di Dishubkombudpar Kota Salatiga kadang juga masih terjadi keluhan yang sama dan memicu terjadinya masalah/error, seperti pernyataan Ibu Indah Kusrini 5 bahwa: Keluhan yang sama terjadi kalau ganti database. Jadi, setiap tahun ganti database. Oleh karena itu, kadang masih terjadi error yang sama sehingga harus dibenarkan lagi database-nya, tapi kalau database-nya sudah ada di tangan mas abram biasanya tidak terjadi lagi error yang sama. Selain itu, seperti yan telah disebutkan sebelumnya, belum pernah dilakukan survei kepuasan pengguna. Survei kepuasan user belum pernah dilakukan baik dari pihak Dppkad Pemerintah Kota Salatiga maupun oleh pihak service desk. Hal ini berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Tri Artaningsih selaku Kepala Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga. Pengimplementasian SIPKD dari pihak Implementor, dalam hal ini adalah karyawan yang bekerja kepada Solusi Teknologi Informasi (STI) yang ditempatkan di Dppkad Kota Salatiga, sebagian besar sudah sesuai dengan ketentuan yang ada pada framework ITIL v3. Semua ketentuan ada dalam surat kontrak yang dijalani oleh Implementor dengan perusahaan yang menaunginya, yaitu STI. Oleh karena itu, Implementor selalu memberikan 5 Wawancara Tanggal 26 April 2012 12

laporan juga kepada bagian TU dan Kepala Dinas di Dppkad Kota Salatiga. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang responden, Bapak Agus Rusman yang menyatakan bahwa 6 : Dari penyedia jasa ada untuk laporan dan diberi ke TU sesuai kontrak kerjanya. Penyedia jasa yang dimaksud adalah pihak Implementor yang ada. Laporan tersebut memungkinkan organisasi untuk mengukur kinerja pelayanan dan waktu tanggapan layanan dan mengidentifikasi kecenderungan masalah yang berulang meskipun pada kenyataannya masih sering terjadi masalah yang berulang. Hal ini dimaksudkan agar layanan dapat terus ditingkatkan. Untuk pelaporan, sesuai dengan yang dinyatakan oleh Bapak Agus Rusman 7 bahwa : Meskipun di Bidang Anggaran tidak ada, tapi dari penyedia jasa (tenaga ahli/implementor) ada untuk laporan dan diberi ke TU sesuai kontrak kerjanya. Hasil wawancara di atas dapat menjelaskan bahwa dari Implementor dibuat laporan untuk mengukur performansinya. Hanya saja, laporan tersebut tidak dikhususkan kepada Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga maupun kepada Bidang Anggaran Dppkad Kota Salatiga yang secara operasionalnya menggunakan SIPKD atau SIP APBD, namun langsung diberikan kepada Kepala Dinas dan juga bagian Sekretariat (TU) untuk dijadikan arsip. Di samping itu, untuk mengetahui apakah Service Desk benar-benar sesuai kebutuhan organisasi atau justru membuat proses operasional semakin tidak efektif maka perlu diketahui juga kemampuan serta pengetahuannya, meskipun hanya merupakan pihak ketiga dari organisasi. Dari hasil kuesioner yang diberikan kepada tenaga ahli/implementor dari SIPKD yang berfungsi sebagai service desk tersebut, diketahui bahwa pengetahuan dan pengalamannya mengenai software, hardware, database, serta menangani keluhan adalah baik. Hal ini terbukti dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh Ibu Tri Artiningsih, Ibu Indah Kusrini, Bapak Nurul Huda, dan Bapak Agus Rusman yang sependapat bahwa semua keluhan maupun masalah yang timbul selama ini selalu dapat terselesaikan. Namun di sisi lain, terdapat kendala ketika tenaga ahli bertugas di luar kota, di luar kantor Dppkad Kota Salatiga, maka akan memakan waktu cukup lama untuk menyelesaikan keluhan atau masalah yang ada tersebut. Ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak Nurul Huda 8 yang menyatakan : Kalau ada orangnya ya cepat, kalau tidak ada ya agak terlambat. Kalau tidak ada orang yang menangani ya ditangani sendiri dulu sebisanya. Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan yang diberikan oleh Ibu Indah Kusrini 9 yang menyatakan : Untuk kategori cepat terselesaikan atau tidak, ini tidak pasti. Kalau cepat selesai tergantung mas abram (tenaga ahli) ada atau tidak, kalau tidak ada harus menunggu hingga kembali. 6 Wawancara Tanggal 27 April 2012 7 Wawancara Tanggal 27 April 2012 8 Wawancara Tanggal 27 April 2012 9 Wawancara Tanggal 26 April 2012 13

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Indah Kusrini 10 sebagai satu-satunya pengguna SIPKD di Dishubkombudpar Kota Salatiga diketahui bahwa hanya ada seorang saja yang memiliki potensi sebagai service desk dalam menyelesaikan insiden maupun masalah di sini. Hal ini sesuai dengan pernyataannya yang menyatakan : Yang bertindak sebagai penanggung jawab atas keluhan dan masalah ya Mas Abram itu (implementor). Ada temannya juga tapi tidak dapat menyelesaikan, jadi sama saja harus menunggu Mas Abram. Dulu juga ada yang ke sini juga tidak mengerti. Kalau Mas Abram sedang ke luar kota kadang database-nya dikirim email, nanti dibenahi lalu dikirim email lagi ke saya. Dari pernyataan di atas pula, dapat disimpulkan bahwa kurangnya tenaga ahli atau service desk dalam hal ini dapat menghambat penyelesaian insiden maupun masalah. Hal ini juga dapat berujung pada tidak efisiennya proses operasional yang berlangsung tersebut. Di dalam Dishubkombudpar Pemerintah Kota Salatiga maupun di Dppkad KotaSalatiga belum ada fasilitas untuk melakukan pemantauan manajemen layanan. Hal tersebut tersirat dalam proses wawancara maupun survei yang dilakukan peneliti. Tidak ada pembahasan mengenai pemantauan manajemen layanan. Incident Management di Dishubkombudpar Kota Salatiga Manajemen insiden merupakan suatu pengelolaan atas insiden yang dapat terjadi tiba-tiba. Mulai dari kemana harus melaporkan ketika terjadi insiden, hingga bagaimana penanganannya agar dapat meminimalisir ketidakefektifan dan ketidakefisienan proses operasional yang berlangsung. Berdasarkan kuesioner dan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Tri Artaningsih, Ibu Indah Kusrini, serta Abram Setiafa selaku Implementor dapat disimpulkan bahwa service desk yang ada telah menerima insiden, mencatat insiden, melakukan klasifikasi insiden berdasar prioritas. Hal ini sudah sesuai dengan penangan insiden yang seharusnya. Telah adanya investigasi serta diagnosis atas insiden yang terjadi. Hal ini dilihat dari pelaporan yang dilakukan oleh service desk. Pelaporan tersebut pada dasarnya memuat keluhan yang terjadi, jenis keluhan yang timbul, waktu, serta siapa yang mengalami keluhan. Berdasarkan kuesioner dan hasil wawancara di Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga, mereka sudah mengetahui harus kemana jika terjadi insiden yang tiba-tiba, yaitu kepada Implementor yang ditempatkan di Dppkad Kota Salatiga yang memang berfungsi sebagai service desk disini. Hal ini seperti pada kutipan wawancara yang pertama dan kedua yang ditulis di atas oleh penulis. Untuk pemulihan keluhan yang timbul, dilakukan sendiri oleh seorang service desk yang ada, yaitu Implementor. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya pula bahwa untuk resolusi masih belum ada karena fungsi service desk dan tenaga ahli dirangkap sekaligus oleh Implementor. 10 Wawancara Tanggal 26 April 2012 14

Berdasarkan keterangan Implementor telah ada penutupan keluhan setiap terjadi keluhan. Hal tersebut juga dilakukan setelah melakukan konformasi kepada pengguna yang mengalami keluhan tersebut. Jika sudah menyelesaikan keluhan yang ada, maka akan ditutup. Semua ada di dalam kontrak kerja yang telah disepakati. Berdasarkan kuesioner maupun wawancara yang dilakukan, baik di Dishubkombudpar Kota Salatiga juga di Dppkad Kota Salatiga sebenarnya sudah ada pengurangan resiko terjadinya insiden, yaitu dengan adanya training yang diadakan pada awal pengimplementasian SIPKD tersebut meskipun baru dilaksanakan sekali itu saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Indah Kusrini 11 yang menyatakan bahwa : Saya pernah mengikuti training sekali, waktu awal yang dibagi dua gelombang yang masing-masing gelombang mendapat jatah tiga hari untuk training karena tempatnya tidak mencukupi untuk menampung banyaknya peserta dari berbagai SKPD. Pelaksanaannya digabung dengan SKPD yang lainnya. Setelah itu, tidak ada training lagi, jadi belajar sendiri karena diberi buku panduannya juga. Begitu juga dengan pernyataan Bapak Nurul Huda 12 yang menyatakan bahwa : Ada training, semua ditraining selama tiga hari di Dppkad tempatnya di bagian PDE. Namun, dari pernyataan Bapak Agus Rusman 13 berikut ini dapat diambil kesimpulan bahwa setiap terjadi pergantian jabatan seharusnya diadakan lagi training namun belum terlaksana. Berikut adalah pernyataannya: Semua ditraining selama tiga hari di Dppkad di bagian PDE pada saat pertama implementasi SIPAPBD tahun2010 dan karena ada pergantian jabatan harus ada refresh/training lagi tapi belum dilaksanakan kembali. Dikarenakan kebanyakan insiden yang terjadi akan berujung menjadi kategori masalah, karena keluhan yang muncul berupa error database, oleh karena itu selanjutnya akan dibahas pada sub bab Problem Management di DISHUBKOMBUDPAR Kota Salatiga. Problem Management di Dishubkombudpar Kota Salatiga Masalah/problem yang dimaksud disini berupa error yang terjadi pada sistem informasi yang diimplementasikan. Dalam hal ini ialah error yang terjadi pada SIPKD, dan dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah SIP APBD. Di Dishubkombudpar Kota Salatiga sendiri, terkadang bahkan masih sering terjadi error program. Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner yang diberikan baik kepada Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga maupun kepada Bidang Anggaran Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bapak Nurul Huda 14 ketika peneliti menanyakan tentang seberapa sering beliau mengalami kendala dalam mengoperasikan SIP APBD, yang menyatakan bahwa : Sering, contohnya perincian objek. Itu mengenai kerancuan dalam hal nomer rekening, selain itu 11 Wawancara Tanggal 26 April 2012 12 Wawancara Tanggal 27 April 2012 13 Wawancara Tanggal 27 April 2012 14 Wawancara Tanggal 27 April 2012 15

kadang ada perbedaan persepsi antara bagian akuntansi dan bagian anggaran mengenai pembedaan nomer rekening. Pihak Dppkad Kota Salatiga maupun Dishubkombudpar Kota Salatiga masih bergantung pada STI (Solusi Teknologi Informasi) yang merupakan perusahaan pembuat SIPKD dan SIP APBD, dalam hal pemeliharaan program termasuk dalam manajemen insiden dan manajemen masalah yang timbul pada program/sistem informasi tersebut. Ketergantuangannya cukup tinggi, seperti yang dikemukakan oleh Ibu Yuni Ambarwati 15 bahwa : Kita masih ada ketergantungan dengan pihak STI untuk pemeliharaan program sementara ini. Ketergantungan kita masih tinggi untuk itu. Kita hanya menggunakan, hanya saja ketika terjadi trouble kita minta bantuan dengan pihak STI yang ada di sini. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Dppkad Kota Salatiga tidak menangani insiden maupun masalah yang terjadi pada SIPKD karena diserahkan sepenuhnya kepada Implementor dari STI yang ditempatkan di Dppkad Kota Salatiga. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan pernyataan Ibu Tri Artiningsih 16 sebagai Kepala Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga mengenai penanggung jawab yang menampung dan menyelesaikan masalah yang terjadi pada SIPKD, menyatakan bahwa : Di Dppkad (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) ada pihak ketiga, yaitu tenaga ahli yang di kontrak oleh Dppkad. Begitu juga dengan hasil kuesioner dari Ibu Indah Kusrini sebagai Bendahara Dishubkombudpar yang menuliskan bahwa ketika terjadi keluhan atau masalah yang harus dihubungi yaitu pihak yang disebutnya operator SIPKD. Operator SIPKD yang dimaksud adalah Implementor SIPKD. Kedua pernyataan dari Kepala Subbagian Keuangan Dishubkombudpar dan Bendahara Dishubkombudpar Kota Salatiga tersebut mengartikan bahwa adanya ketergantungan Subbagian Keuangan Dishubkombudpar Kota Salatiga terhadap Implementor yang berfungsi sebagai Service Desk. Hal pertama dalam manajemen masalah adalah mengenai identifikasi dan pencatatan masalah yang timbul. Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada Implementor, telah dilakukan pencatatan terhadap setiap masalah yang timbul. Dan kmudian, diidentifikasi untuk. Setelah itu, masalah yang timbul tersebut diklasifikasikan dan diprioritaskan berdasarkan tingkat urgent-nya. Masalah yang telah diprioritaskan tersebut, diselidiki dan didiagnosa untuk mengetahui penyebabnya. Jika telah diketahui penyebabnya, tugas Implementor selanjutnya adalah mengendalikan masalah yang ada agar tidak timbul kembali. Selain dikendalikan, masalah yang sudah selesai juga ditutup oleh Implementor. Semua itu telah dicantumkan dalam kontrak kerja. Catatan kesalahan, analisis target serta dukungan telah dicantumkan dalam laporan yang dibuat oleh Impementor. Yang kemudian diberikan kepada Kepala Dinas dan Bagian TU Dppkad Pemerintah Kota Salatiga. Hal ini sesuai dengan kuesioner dan wawancara kepada Implementor. 15 Wawancara Tanggal 27 April 2012 16 Wawancara Tanggal 26 April 2012 16

Pada manajemen masalah tidak hanya mengenai penyelesaian masalah, namun juga mengenai informasi yang diberikan kepada pihak terkait. Dalam hal ini adalah mengenai laporan yang diberikan oleh Implementor. Manajemen masalah atas pengimplementasian SIPKD dari pihak Implementor itu sendiri, dalam hal ini adalah karyawan yang bekerja kepada Solusi Teknologi Informasi (STI) yang ditempatkan di Dppkad Kota Salatiga, sebagian besar sudah sesuai dengan ketentuan yang ada pada framework ITIL v3. Semua ketentuan ada dalam surat kontrak yang dijalani oleh Implementor dengan perusahaan yang menaunginya, yaitu STI. Oleh karena itu, Implementor selalu memberikan laporan juga kepada bagian TU dan Kepala Dinas di Dppkad Kota Salatiga. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang responden, Bapak Agus Rusman yang menyatakan bahwa 17 : Dari penyedia jasa ada untuk laporan dan diberi ke TU sesuai kontrak kerjanya. Penyedia jasa yang dimaksud adalah pihak Implementor yang ada. Dapat disimpulkan bahwa laporan hanya diberikan kepada Bagian TU dan Kepala Dinas Dppkad Pemerintah Kota Salatiga, sehingga bidang-bidang lain tidak mengetahui isi dari laporan tersebut. Padahal, laporan tersebut dapat dijadikan sebagai petunjuk atau panduan untuk masalah-masalah berikutnya yang timbul. Sedangkan, dari Dppkad Pemerintah Kota Salatiga maupun Dishubkombudpar Kota Salatiga sendiri tidak ada ketentuan-ketentuan tersebut di atas karena tidak adanya service desk yang bekerja dari internal organisasi ini sendiri. Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner, wawancara maupun survey yang dilakukan penulis. Adapun dalam wawancara yang dilakukan dengan Ibu Yuni Ambarwati 18 selaku Kepala Bidang Anggaran Dppkad Pemerintah Kota Salatiga, beliau berpendapat bahwa : Yang punya program kan pasti punya manajemen, kalau bisa transfer knowledge, ini kan memang penting. Masalahnya kan gini, kita ada SKPD, kita minta dari sistem, ketika sana trouble kita belum ada tenaga ahli yang disini kita masih kesulitan, memang mestinya ada transfer knowledge jadi ketika ada masalah kita bisa menyelesaikan. Dari pendapat Ibu Yuni Ambarwati di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya transfer knowledge kepada pihak internal organisasi akan sangat membantu dalam manajemen insiden dan manajemen masalah. Dengan begitu, akan muncul tenaga ahli lagi dan ini berasal dari internal organisasi, sehingga memudahkan proses manajemen masalah itu sendiri. Tentunya, dengan munculnya tenaga ahli dari internal organisasi, secara tidak langsung akan mengurangi tingkat ketergantungan organisasi terhadap service desk yang berasal dari eksternal organisasi dan ini akan menunjukkan efisiensi proses bisnis organisasi. Hal ini dikarenakan, jika bergantung pada service desk yang berasal dari eksternal perusahaan yang bisa sewaktu-waktu dipanggil oleh perusahaan tempatnya bekerja untuk menyelesaikan tugasnya yang lain maka akan mengulur waktu yang cukup lama dalam menyelesaikan kendala yang dapat muncul kapanpun itu. 17 Wawancara Tanggal 27 April 2012 18 Wawancara Tanggal 27 April 2012 17

Mengenai pelacakan tren masalah yang timbul belum dilakukan. Hal ini dapat disimpulkan dari proses wawancara maupun dari kuesioner yang diberikan, termasuk dari observasi yang dilakukan oleh peneliti. Tidak ada keterangan yang menyampaikan hal tersebut. Hasil Temuan Temuan-temuan yang dilaporkan berdasarkan beberapa alasan, antara lain : bukti audit yang ditemukan (fakta dan bukan opini); relevan dengan masalah yang dihadapi; mendukung kesimpulan yang logis, beralasan, dan dapat mendorong manajemen untuk melakukan tindak lanjut berdasarkan hasil audit; dan menunjukkan gejala masalah yang potensial terjadi di masa depan. Berikut adalah temuan yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan : pertama, service desk memiliki dwifungsi sekaligus, yaitu sebagai tenaga ahli dan sebagai service desk itu sendiri. Kedua, tidak adanya survey kepuasan user. Ketiga, tidak adanya jalur resolusi yang dikarenakan tidak adanya bagian tenaga ahli TI secara khusus. Keempat, tidak adanya prosedur pembatasan waktu dalam menyelesaikan insiden maupun masalah yang timbul. Kelima, tidak adanya pencatatan resolusi dikarenakan tidak adanya pula tenaga ahli TI secara khusus. Keenam, masih adanya pengerjaan ulang atas insiden ataupun masalah yang pernah timbul sebelumnya. Ketujuh, laporan kinerja hanya sebagai arsip dan diberikan kepada TU dan Kepala Dinas Dppkad Kota Salatiga. Kedelapan, masih adanya keluhan terhadap service desk dikarenakan service desk yang berasal dari eksternal organisasi membuat keluhan yang muncul terkadang menjadi terbengkalai dan tidak dapat diselesaikan tepat waktu. Kesembilan, belum adanya fasilitas untuk melakukan pemantauan manajemen layanan. Kesepuluh, masih kurangnya tenaga ahli pada service desk. Kesebelas, training yang dilakukan hanya sekali. Keduabelas, tidak adanya kebijakan dan prosedur tertulis dari Dppkad Kota Salatiga selaku central SIPKD. Ketigabelas, tidak adanya pelacakan tren masalah yang timbul. 5. Simpulan Dishubkombudpar Kota Salatiga telah mengimplementasikan Sistem Informasi Pelaporan Keuangan Daerah (SIPKD). Berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan beberapa temuan yang memiliki tingkat resiko di masa depan jika tidak ditangani. Berdasarkan temuan-temuan hasil penelitian yang ada, maka penulis memberikan rekomendasi kepada Dishubkombudpar Kota Salatiga sebagai subjek utama penelitian ini dan juga Dppkad Kota Salatiga sebagai subjek pendukung penelitian ini. Tabel 1 Draft Rekomendasi untuk Dishubkombudpar Kota Salatiga No. Draft Rekomendasi Keterangan 1. Perlu pemisahan antara bagian service desk dan bagian TI. Service desk ini berfungsi hanya sebagai meja layanan dimana ia hanyalah kontak pertama bagi user yang memiliki keluhan atau mendapat kendala dalam pengoperasian SIPKD. Sedangkan, 18

2. Sebaiknya dilakukan survey kepuasan user. kontak kedua di sini diperlukan tenaga ahli di bidang TI yang khusus menangani kendala ataupun masalah yang pada kontak pertama belum dapat terselesaikan. Jadi, bidang TI ini berfungsi sebagai penindak lanjut. Sehingga dapat diketahui keinginan user sebagai pengguna sistem tersebut. Hal ini dapat berpengaruh pada efektifitas proses yang dilakukan karena dari survey tersebut dapat ketahui kebutuhan yang sesungguhnya. 3. Sebaiknya ada jalur resolusi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memisahkan fungsi antara service desk sendiri dengan tenaga ahli TI. 4. Sebaiknya ada prosedur pembatasan waktu dalam menyelesaikan insiden maupun masalah yang timbul. 5. Sebaiknya dilakukan pencatatan resolusi. 6. Sebaiknya dilakukan tindakan pencegahan atas masalahmasalah yang dapat timbul kapan saja. 7. Sebaiknya laporan kinerja yang telah dibuat oleh implementor sebagai service desk, diberikan juga kepada tiap-tiap bagian ataupun bidang yang bersangkutan. 8. Sebaiknya bagian service desk berasal dari dalam organisasi DISHUBKOMBUDPAR Kota Salatiga, atau juga bisa dari DPPKAD Kota Salatiga mengingat SKPD ini merupakan pusat dari penerapan SIPKD. 9. Sebaiknya ada fasilitas dalam melakukan pemantauan manajemen layanan. 10. Perlu adanya penambahan tenaga service desk. 11. Perlu diadakan training pengoperasian sistem lagi mengingat secara periodik dilakukan pergantian jabatan. Hal ini berpengaruh terhadap efisiensi operasional yang ada. Agar tidak terjadi penundaan dalam penyelesaian keluhan yang ada. Berkaitan dengan jalur resolusi pada point 3, pada point ini dapat terlaksana jika rekomendasi pada point 3 tersebut dapat dipenuhi. Hal ini adalah salah satu cara untuk mencegah masalah timbul lagi. Dapat dilakukan dengan melakukan analisa terhadap laporan kinerja yang ada. Hal ini dapat digunakan sebagai buku panduan ketika terjadi kendala yang sama. Sehingga, user juga dapat mencoba menyelesaikan kendala tersebut terlebih dahulu sebelum menghubungi bagian service desk. Hal ini juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap service desk. Hal ini dapat mulai diterapkan dengan transfer knowledge antara pihak Implementor yang sudah ada saat ini kepada aparatur dari SKPD tersebut yang ditunjuk sebagai orang yang khusus bekerja di bagian service desk / service desk. Dengan begitu, diharapkan tidak ada lagi keluhan terhadap service desk. Hal ini dikarenakan akan mempengaruhi kinerja dari service desk itu sendiri. Melihat keadaan saat ini dimana hanya ada satu orang saja yang diandalkan sebagai service desk tentu tidak efisien. Perlu adanya tenaga tambahan agar ketika satu tenaga service desk tidak dapat menyelesaikan kendala ataupun masalah tersebut, maka masih ada tenaga lain yang dapat diandalkan. Hal ini dimaksudkan juga agar tidak adanya penguluran waktu sehingga mengganggu operasional organisasi karena pada kenyataannya service desk sering mendapat tugas lain dari perusahaan tempatnya bekerja. Hal ini juga dapat meminimalisir terjadinya kendala saat pengoperasian sisem berlangsung. Sebaiknya training yang dilakukan secara periodik. 19