IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. mendeteksi tempat parkir yang telah selesai dibuat. Dimulai dari pengambilan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F

BAB V PEMBAHASAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB 2 LANDASAN TEORI

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

3 BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. beragam produk seperti tampilan suara, video, citra ditawarkan oleh perusahaan untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI

UJI COBA PERBEDAAN INTENSITAS PIKSEL TIAP PENGAMBILAN GAMBAR. Abstrak

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI. Disusun Oleh : Hery Pramono NPM.

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

JURNAL IT STMIK HANDAYANI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB III METODE PENELITIAN

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

BAB II LANDASAN TEORI

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

BAB IV PREPROCESSING

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telur Ayam Konsumsi

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jaringan Komputer

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. komputer dan sistem operasi dengan spesifikasi sebagai berikut : 2. Memory : 4,00 GB (3,85 GB usable)

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Perancangan sistem dimulai dari penempatan posisi kamera dengan posisi yang

oleh: M BAHARUDIN GHANIY NRP

Jurnal Electronics, Informatics, and Vocational Education (ELINVO), Volume 1, Nomor 3, November 2016

Bab III Perangkat Pengujian

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

PENGEMBANGAN BAGAN KENDALI MUTU UNTUK KOMPOSISI. simplex-lattice adalah (q+ m-1)!/(m!(q-1)!) (Cornell 1990).

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 2 LANDASAN TEORI

Sistem Informasi Intensitas Hujan Berdasarkan Radar Cuaca di Jawa Timur (SimonRain Jatim)

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD

IMPLEMENTASI SEGMENTASI CITRA DAN ALGORITMA LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) DALAM PENGENALAN BENTUK BOTOL

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMUTUAN BUAH CABAI MERAH BESAR (Capsicum Annuum L.) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

APLIKASI PENGHITUNG JUMLAH WAJAH DALAM SEBUAH CITRA DIGITAL BERDASARKAN SEGMENTASI WARNA KULIT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop

PANDUAN. SisPenA S/M. Untuk Asesor. Sistem Informasi Penilaian Akreditasi Badan Akreditasi Nasional Sekolah / Madrasah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan format BMP untuk diolah lebih lanjut. Dalam satu frame foto terdapat 16 biji kopi dengan kelas mutu yang sama sehingga dalam satu foto terdapat 16 sampel biji kopi yang dianalisis. Parameter visual citra biji kopi diperoleh dengan menggunakan program pengolahan citra yang dibangun dengan menggunakan SharpDevelop 3.2. Program tersebut dibuat untuk mendapatkan nilai parameter mutu dalam menentukan kelas mutu biji kopi. Parameter mutu yang dihitung dengan menggunakan pengolahan citra yaitu area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna merah (R), dan indeks warna hijau (G). Tampilan program pengolahan citra terdiri atas beberapa tombol perintah yaitu tombol buka file, tombol olah, tombol biner, tombol perimeter, tombol area cacat dan tombol hasil. Fungsi dari keenam tombol perintah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Buka File : Digunakan untuk membuka file citra biji kopi dan menampilkannya di layar komputer 2. Olah : Digunakan untuk mengeksekusi proses ekstraksi citra yang telah dibuka 3. Biner : Digunakan untuk menampilkan gambar hasil binerisasi 4. Perimeter : Digunakan untuk menampilkan gambar hasil perhitungan perimeter 5. Area Cacat : Digunakan untuk menampilkan gambar hasil ekstraksi area cacat 6. Hasil : Digunakan untuk menampilkan hasil pemutuan biji kopi dengan menggunakan program pengolahan citra 32

Tampilan program pada layar monitor terdiri dari dua picturebox yaitu picturebox 1 dan picturebox 2. Picturebox 1 berfungsi untuk menampilkan citra asli biji kopi. Ukuran picturebox 1 disesuaikan dengan ukuran kamera saat pengambilan citra yaitu 640 x 480 piksel. Sedangkan picturebox 2 berfungsi untuk menampilkan citra biji kopi hasil thresholding yang telah di stretch menjadi ukuran 320 x 240 piksel. Selain tombol perintah dan picturebox, pada tampilan program terdapat texbox yang berfungsi untuk menampilkan nilai-nilai parameter mutu citra sesuai dengan label masing-masing pada saat tombol olah dijalankan. Texbox paling atas di bawah tombol-tombol perintah menampilkan keterangan operasi untuk menginformasikan lokasi file citra yang dibuka dan operasi yang baru selesai dilakukan. Tampilan program pengolahan biji kopi dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Tampilan program pengolahan citra biji kopi Keluaran dari program adalah file teks yang berisi data hasil analisis yaitu waktu, area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna merah (R), dan indeks warna hijau (G) dengan extensi.txt. File berextensi.txt ini terbuka secara otomatis pada saat program pertama kali dijalankan. Informasi data citra dituliskan 33

pada saat tombol Olah ditekan. Apabila dilakukan proses pengambilan data citra kembali, informasi berikutnya ditambahkan pada baris baru file tersebut. File teks ditutup jika tanda X (close) pada kanan-atas jendela program diklik. B. PROSES EKTRAKSI CITRA Langkah-langkah yang dilakukan pada proses ekstraksi citra yaitu: 1. Langkah awal pada proses ekstraksi citra adalah melakukan proses segmentasi yaitu pemisahan background dengan obyek untuk mendapatkan citra biner. Proses ini biasa disebut juga dengan proses thresholding. Nilai threshold yang digunakan untuk memisahkan background dengan obyek adalah nilai (0.2990R + 0.5870G + 0.1440B) > 60 and R > 70 and G > 70 and B > 70. Hasil dari proses thresholding ini background dirubah menjadi warna hitam dan obyek dirubah menjadi warna putih seperti ditunjukkan oleh Gambar 6. Gambar 6. Tampilan citra hasil thresholding 2. Langkah berikutnya adalah melakukan pembagian segmen, sehingga setiap frame dibagi menjadi 16 segmen. Pembagian segmen dilakukan agar setiap biji kopi dapat dihitung area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna r dan g. Pembagian segmen dilakukan berdasarkan posisi koordinat (x,y) biji kopi. Sehingga dengan pembagian segmen dapat dihitung parameter mutu citranya secara teratur berdasarkan nomor sampelnya. 34

3. Selanjutnya menghitung parameter-parameter citra. Perhitungan parameter yang pertama dilakukan adalah perhitungan area. Area obyek didapatkan dengan menjumlahkan piksel obyek yang berwarna putih. 4. Perhitungan parameter selanjutnya yaitu perhitungan tinggi. Tinggi obyek dihitung dengan cara mencari ordinat (y) awal piksel warna putih dan ordinat (y) akhir piksel berwarna putih. 5. Perhitungan lebar biji kopi dilakukan dengan mencari absis (x) awal piksel berwarna putih dan absis (x) akhir piksel berwarna putih. 6. Perhitungan perimeter biji kopi dilakukan dengan menghitung piksel perbatasan antara obyek dengan background pada citra biner. Gambar 7. Tampilan citra perimeter 7. Perhitungan area cacat biji kopi ditentukan dengan proses binerisasi dengan fungsi threshold pada sinyal RGB. Fungsi threshold yang digunakan untuk memisahkan area cacat adalah jika ((R < 45) and (G < 39) and (B < 34)) or ((R > 78) and (R < 99)) and ((G > 68) and (G < 83)) or (B > 80). Proses thresholding menjadikan area cacat berwarna putih seperti ditunjukkan oleh Gambar 8, jika tombol area cacat di klik. Piksel penyusun cacat pada biji kopi yang berwarna putih kemudian dihitung untuk mendapatkan nilai area cacatnya. 8. Perhitungan parameter citra terakhir adalah menentukan nilai r dan g. Nilai r dan g ditentukan dari nilai rata-rata indeks warna merah dan indeks warna 35

hijau pada areal biji kopi yang tidak cacat (berwarna hitam) sedangkan nilai r dan g area biji kopi yang cacat tidak dihitung. Gambar 8. Tampilan citra biji kopi dengan area cacat Parameter-parameter mutu citra tersebut kemudian disimpan dalam file yang berextensi.txt dengan nama dan alamat yang telah ditentukan oleh user. Penyimpanan data-data parameter citra kedalam bentuk.txt bertujuan memudahkan dalam pemindahan data ke exel untuk diolah lebih lanjut. Penyimpanan data secara otomatis dilakukan saat program dijalankan dan berhenti ketika program ditutup. Tampilan dari file text yang berisi data-data parameter citra disajikan dalam Gambar 9. Gambar 9. Tampilan file text pengolahan citra Dari Gambar 9 tentang tampilan file text pengolahan citra dapat dijelaskan sebagai berikut : kolom pertama adalah waktu saat pengolahan citra dilakukan, kolom kedua adalah data area biji kopi, kolom ketiga adalah data tinggi biji kopi, kolom keempat adalah data lebar biji kopi, kolom kelima adalah data perimeter 36

biji kopi, kolom keenam adalah data area cacat biji kopi, kolom ketujuh adalah data indeks warna merah (R) biji kopi, dan kolom kedelapan adalah data indeks warna hijau (G) biji kopi. Data-data tersebut digunakan sebagai masukan data exel untuk menentukan tingkat kesesuaian pengolahan citra. Setiap biji kopi mempunyai nilai intensitas warna RGB yang berbeda-beda, oleh sebab itu nilai intensitas ini dapat digunakan untuk menentukan area cacat melalui proses thresholding. Intensitas warna RGB setiap kelas mutu biji kopi ditentukan sehingga diperoleh nilai batasan untuk membedakan biji cacat dan tidak cacat. Nilai intensitas warna RGB biji kopi dapat dicari dengan menggunakan software Paint Shop Pro6. Nilai-nilai intensitas warna RGB pembentuk cacat kemudian dibandingkan dengan tidak cacat sehingga diperoleh fungsi threshold area cacat. Proses thresholding kemudian menjadikan area cacat berwarna putih dan yang tidak cacat berwarna hitam. Nilai sebaran intensitas warna RGB yang digunakan untuk menentukan fungsi threshold area cacat dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini. 105 90 75 R 60 45 30 15 0 Hitam 1 Coklat 2 Kulit 3 Pecah 4 Kosong 5 6A 7B 8C 9 Jenis Biji Gambar 10. Sebaran intensitas warna merah (R) 37

Tabel 13. Nilai sebaran intensitas warna merah (R) Jenis Bij Kopi R minimum R maksimum R rata-rata Standar Deviasi Biji Hitam 19 42 26 5 Biji Coklat 38 99 69 16 Kulit 25 93 52 19 Biji Pecah 31 95 61 15 Biji Kosong 38 98 69 14 Kelas Mutu A 47 71 59 5 Kelas Mutu B 45 74 60 6 Kelas Mutu C 48 78 60 8 Banyaknya sampel yang digunakan untuk analisis warna R, G, dan B adalah sebanyak 30 butir yang diambil secara acak. Pembentuk area cacat dapat dikategorikan menjadi hitam, coklat, kulit, pecah, dan kosong. Sehingga berdasarkan Tabel 13 dan Gambar 10 dapat dilihat bahwa untuk biji hitam nilai threshold Rnya < 43, biji coklat nilai threshold Rnya berkisar antara 38-99, kulit berkisar antara 25-93, biji pecah berkisar antara 31-95, biji kosong berkisar antara 38-98. Sedangkan untuk biji kopi yang bermutu bagus mempunyai kisaran nilai thresholdnya yaitu antara 45-78. Nilai R rata-rata paling tinggi terdapat pada biji kosong dan biji coklat, disusul oleh biji pecah, kelas mutu B dan kelas mutu C, kelas mutu A, kulit, dan terakhir biji hitam. Nilai R pembentuk cacat kemudian dibandingkan dengan nilai R kopi kelas mutu untuk mendapatkan nilai threshold yang dapat memisahkan area cacat dengan tidak cacat. Nilai R rata-rata terendah dimiliki oleh biji hitam sehingga dapat menjadi ciri khusus yang dapat membedakan biji kopi hitam dengan biji kopi kelas mutu. Sedangkan biji kopi yang pecah, kosong, berwarna coklat, dan kulit sulit dibedakan karena memiliki nilai R yang saling tumpah tindih dengan nilai R kopi kelas mutu. 38

90 75 G 60 45 30 15 0 Hitam 1 Coklat 2 Kulit 3 Pecah 4 Kosong 5 6A 7B 8C 9 Jenis Biji Gambar 11. Sebaran intensitas warna hijau (G) Tabel 14. Nilai sebaran intensitas warna hijau (G) Jenis Biji Kopi G Minimum G Maksimum G Rata-Rata Standar Deviasi Biji Hitam 18 35 25 4 Biji Coklat 30 83 52 13 Kulit 18 75 41 14 Biji Pecah 24 72 50 13 Biji Kosong 31 78 59 11 Kelas Mutu A 41 65 52 5 Kelas Mutu B 46 65 54 5 Kelas Mutu C 39 68 52 7 Dari Gambar 11 dan Tabel 14 dapat dilihat bahwa nilai threshold G biji hitam berkisar antara 18-35, biji coklat berkisar antara 30-83, kulit berkisar antara 18-75, biji pecah berkisar antara 24-72, biji kosong berkisar antara 31-78, dan kopi kelas mutu memiliki kisaran nilai G antara 39-68. Nilai G rata-rata terbesar dimiliki oleh biji kosong dan terendah dimiliki oleh biji hitam, sedangkan pada kelas mutu nilai G rata-ratanya hampir sama. Berdasarkan range tersebut maka dapat dibedakan warna biji kopi kelas mutu dengan warna biji kopi cacat dengan mengacu pada nilai threshold G warna hitam. Warna cacat lainnya seperti biji coklat, kulit, biji pecah, dan biji kosong 39

sulit dipisahkan karena nilai threshold G nya saling tumpang tindih dengan kelas mutu. Namun jika pasangan kombinasi nilai R dan G diaplikasikan dengan logika and ternyata dapat membedakan cacat lainnya dengan nilai R dan G kelas mutu, karena pada kelas mutu tidak terjadi kombinasi seperti itu. 75 60 B 45 30 15 0 Hitam 1 Coklat 2 Kulit 3 Pecah 4 Kosong 5 6 7 8 9 A B C Jenis Biji Gambar 12. Sebaran intensitas warna biru (B) Tabel 15. Nilai sebaran intensitas warna biru (B) Jenis Biji Kopi B Minimum B Maksimum B Rata-Rata Standar Deviasi Biji Hitam 19 34 25 4 Biji Coklat 22 53 36 7 Kulit 21 51 31 7 Biji Pecah 24 55 36 7 Biji Kosong 26 58 42 8 Kelas Mutu A 31 52 42 5 Kelas Mutu B 37 55 44 5 Kelas Mutu C 32 63 43 6 Dari Gambar 12 dan Tabel 15 dapat dilihat bahwa nilai threshold B biji hitam berkisar antara 19-34, biji coklat berkisar antara 22-53, kulit berkisar antara 21-51, biji pecah berkisar antara 24-55, biji kosong berkisar antara 26-58, dan kopi 40

kelas mutu memiliki kisaran nilai B antara 31-63. Nilai B rata-rata tertinggi terdapat pada kelas mutu B, disusul oleh kelas mutu C, biji kosong dan kelas mutu A, biji pecah dan biji coklat, kulit, dan terakhir adalah biji hitam. Berdasarkan range tersebut maka dapat dibedakan warna biji kopi kelas mutu dengan warna biji kopi cacat dengan mengacu pada nilai threshold B biji hitam. Logika yang digunakan untuk pembentuk warna biji hitam adalah logika and. Selain warna biji hitam, warna cacat lainnya tidak dapat dibedakan dari kelas mutu karena range nilainya hampir sama dengan range nilai kelas mutu. Namun nilai B dapat digunakan untuk memisahkan biji kopi dengan background menggunakan logika B > 80. Dari uraian diatas maka dapat diformalisasikan fungsi threshold untuk area cacat yaitu : jika ((R < 45) and (G < 39) and (B < 34)) or ((R > 78) and (R < 99)) and ((G > 68) and (G < 83)) or (B > 80) maka tampilkan: cacat = putih, lainnya = hitam. C. SIFAT KELAS MUTU BERDASARKAN HASIL EKSTRAKSI CITRA a. Area 3000 2500 Area (Piksel) 2000 1500 1000 500 A B C RJ 0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Nomor Sampel Gambar 13. Sebaran nilai parameter area biji kopi pada empat kelas mutu 41

Tabel 16. Nilai sebaran area pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu area biji kopi A B C RJ Rata-rata 1610 1446 1201 1399 Standar Deviasi 142 94 89 363 Maksimum 1993 1734 1390 2874 Minimum 1295 1176 995 619 Berdasarkan Gambar 13 dan Tabel 16 dapat dilihat bahwa kelas mutu A mempunyai kisaran nilai area antara 1295 piksel sampai 1993 piksel, kelas mutu B mempunyai kisaran nilai area antara 1176 piksel sampai 1734 piksel, kelas mutu C mempunyai kisaran nilai area antara 995 piksel sampai 1390 piksel, dan kelas RJ mempunyai kisaran nilai area antara 619 piksel sampai 2874 piksel. Dari kisaran nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai area antara kelas mutu saling tumpang tindih. Area kelas mutu A bagian bawah saling tumpang tindih dengan area kelas B bagian atas. Begitupun juga dengan area kelas C bagian atas saling tumpang tindih dengan kelas mutu B bagian bawah. Sedangkan area kelas RJ tersebar dari ukuran terbesar yang nilainya lebih besar dari kelas mutu A hingga ukuran yang terkecil lebih kecil dari kelas mutu C. Nilai rata-rata area kelas mutu biji kopi tertinggi terdapat pada kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Hal ini sesuai dengan pemutuan yang dilakukan secara manual bahwa ukuran rata-rata kelas mutu A > kelas mutu B > kelas mutu C. Kelas mutu RJ mempunyai nilai area rata-rata antara kelas mutu B dan kelas mutu C. Nilai ragam terbesar terdapat pada kelas RJ, hal ini disebabkan karena kelas RJ memiliki kisaran nilai area yang ekstrim, dari ukuran lebih besar yang nilainya lebih besar dari kelas mutu A hingga ukuran yang terkecil lebih kecil dari kelas mutu C. Nilai ragam terbesar berikutnya disusul kelas mutu A, kemudian kelas mutu B, dan terakhir kelas mutu C. 42

b. Tinggi 70 Tinggi (piksel) 60 50 40 30 A B C RJ 20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Nomor Sampel Gambar 14. Sebaran nilai parameter tinggi biji kopi pada empat kelas mutu Tabel 17. Nilai sebaran tinggi pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu tinggi biji kopi A B C RJ Rata-rata 38 36 33 41 Standar Deviasi 2 1 2 9 Maksimum 46 39 39 70 Minimum 35 32 29 25 Kisaran nilai tinggi kelas mutu A antara 35 piksel sampai 46 piksel, kelas mutu B mempunyai kisaran nilai tinggi antara 32 piksel sampai 39 piksel, kelas mutu C mempunyai kisaran nilai tinggi antara 29 sampai 39 piksel, dan kelas RJ mempunyai kisaran nilai tinggi antara 25 piksel sampai 70 piksel. Dari kisaran nilai tersebut diperoleh nilai rata-rata tinggi terbesar adalah pada kelas mutu RJ, disusul oleh kelas mutu A, kemudian kelas mutu B, dan terakhir kelas mutu C. Namun untuk nilai keragaman terdapat perbedaan pada urutan ke-3 terbesar. Urutan nilai keragaman dari terbesar hingga terkecil yaitu kelas RJ, disusul oleh kelas mutu A, kemudian kelas mutu C, dan terakhir kelas mutu B. Nilai ragam terbesar terdapat pada kelas RJ, hal ini disebabkan karena ukuran 43

tinggi biji kopi pada kelas RJ bervariasi. Begitupula pada kelas mutu C yang mempunyai nilai keragaman yang tinggi dibandingkan kelas mutu B karena ukuran tinggi biji kopi pada kelas mutu C lebih bervariasi jika dibandingkan dengan kelas mutu B. Nilai tinggi rata-rata pada kelas mutu terbesar dimiliki oleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Hal ini sesuai dengan pemutuan yang dilakukan secara manual bahwa nilai tinggi rata-rata terbesar adalah kelas mutu A. Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa terdapat nilai yang saling tumpang tindih pada semua kelas mutu. Nilai tinggi biji kopi pada kelas RJ melingkupi semua kelas mutu A, B, C. Nilai tinggi biji kopi kelas mutu A bagian bawah saling tumpang tindih dengan nilai kelas mutu B. Nilai tinggi pada kelas mutu B saling tumpang tindih dengan kelas mutu C sehingga antara kelas mutu B dengan kelas mutu C tidak dapat dibedakan jika didasarkan pada parameter tinggi. c. Lebar 65 Lebar (piksel) 55 45 35 A B C RJ 25 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Nomor Sampel Gambar 15. Sebaran nilai parameter lebar biji kopi pada empat kelas mutu 44

Tabel 18. Nilai sebaran lebar pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu lebar biji kopi A B C RJ Rata-rata 50 48 49 43 Standar Deviasi 3 3 3 8 Maksimum 60 54 52 63 Minimum 42 42 36 29 Kisaran lebar biji kopi diperoleh untuk kelas mutu A adalah antara 42 piksel sampai 60 piksel. Kisaran lebar yang diperoleh untuk kelas mutu B antara 42 piksel sampai 54 piksel. Kisaran lebar yang diperoleh untuk kelas mutu C antara 36 piksel sampai 52 piksel. Kisaran lebar yang diperoleh kelas RJ antara 29 piksel sampai 63 piksel. Dari kisaran nilai tersebut dapat dilihat bahwa nilai lebar untuk semua kelas mutu saling tumpang tindih. Nilai lebar kelas RJ tersebar pada semua nilai kelas mutu. Nilai lebar untuk kelas mutu A saling tumpang tindih dengan nilai kelas mutu B dan C. Sehingga parameter lebar untuk membedakan antar kelas mutu tidak dapat digunakan. Namun untuk membedakan kelas mutu dengan RJ dapat digunakan dengan mengacu pada nilai maksimum kelas mutu A dan nilai minimum kelas mutu C. Jadi jika nilai lebarnya lebih besar dari 60 piksel dan lebih kecil dari 36 piksel maka tergolong RJ. Nilai lebar rata-rata terbesar dimiliki oleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu C, kemudian kelas mutu B, dan terakhir RJ. Nilai lebar rata-rata pada kelas mutu B lebih kecil dari kelas mutu C, hal ini disebabkan karena biji kopi ada yang bentuknya panjang dan lebar, ada yang bentuknya lonjong dan ada yang bentuknya pendek namun lebar, sehingga saat proses pemutuan secara manual dilakukan kadang ada biji kopi yang digolongkan kedalam kelas mutu C namun memiliki lebar yang sama dengan kelas mutu B dan A. Kelas RJ memiliki nilai keragaman terbesar jika dibandingkan dengan kelas mutu yaitu sekitar 8. Nilai keragaman yang besar ini mencirikan bahwa RJ memiliki ukuran yang beragam. Nilai ragam terbesar berikutnya adalah kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu C, kemudian kelas mutu B. 45

d. Perimeter 200 175 Perimeter (piksel) 150 125 100 A B C RJ 75 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Nomor Sampel Gambar 16. Sebaran nilai parameter perimeter biji kopi pada empat kelas mutu Tabel 19. Nilai sebaran perimeter pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu perimeter biji kopi A B C RJ Rata-rata 133 126 114 124 Standar Deviasi 8 5 5 17 Maksimum 176 154 129 197 Minimum 118 111 102 83 Kisaran nilai perimeter yang diperoleh kelas mutu A antara 118 piksel sampai 176 piksel. Kisaran perimeter yang diperoleh kelas mutu B antara 111 piksel sampai 154 piksel. Kisaran nilai perimeter yang diperoleh kelas mutu C antara 102 piksel sampai 129 piksel. Kisaran nilai perimeter yang dimiliki oleh kelas RJ antara 83 piksel sampai 197 piksel. Jika dilihat nilai perimeter pada semua kelas juga saling tumpang tindih. Pada kelas RJ mempunyai nilai perimeter yang tersebar di semua kelas mutu. Kelas mutu A bagian bawah bertumpang tindih dengan kelas mutu B bagian atas. Kelas mutu B bagian bawah bertumpang tindih dengan kelas mutu C bagian atas. 46

Dari Gambar 16 terlihat bahwa sebaran nilai RJ memiliki selang nilai sebaran yang paling besar dan ini ditunjukkan dengan nilai keragamannya yang besar pula. Dan kelas mutu C memiliki selang sebaran yang paling kecil sehingga nilai keragamannya juga kecil. Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata perimeter terbesar pada kelas mutu diperoleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengolahan citra relevan dengan pemutuan yang dilakukan secara manual. Nilai rata-rata perimeter RJ berada diantara kelas mutu B dan C, karena sebaran nilai RJ beragam yang memiliki nilai perimeter terbesar jauh diatas kelas mutu A dan nilai terkecil juga yang jauh dibawah kelas mutu C. Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa parameter perimeter dapat digunakan untuk membedakan kelas mutu biji kopi dan kelas RJ dan dapat digunakan untuk membedakan antar kelas mutu A, B, dan C. e. Area Cacat 1750 1500 1250 Area Cacat 1000 750 500 250 A B C RJ 0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Nomor Sampel Gambar 17. Sebaran nilai parameter area cacat biji kopi pada empat kelas mutu 47

Tabel 20. Nilai sebaran area cacat pada empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu area cacat biji kopi A B C RJ Rata-rata 98 72 67 475 Standar Deviasi 92 54 40 420 Maksimum 560 389 248 2369 Minimum 13 16 12 20 Area cacat rata-rata tertinggi diperoleh kelas RJ. Hal ini sesuai dengan pemutuan yang dilakukan secara manual bahwa kelas RJ memiliki area cacat lebih besar dari pada kelas mutu. Pada kelas mutu area cacat rata-rata terbesar dimiliki oleh kelas mutu A, disusul oleh kelas mutu B, kemudian kelas mutu C. Seharusnya kisaran nilai area cacat pada kelas mutu haruslah sama dan walaupun berbeda, perbedaannya tidak terlalu jauh. Hal ini dapat disebabkan oleh pemilihan biji kopi untuk dijadikan sampel kurang begitu baik karena kurangnya kecakapan mata manusia sehingga biji kopi yang seharusnya masuk sebagai kelas RJ tetapi dijadikan sebagai sampel untuk kelas mutu A. f. Indeks Warna Merah (R) 0,46 r 0,42 0,38 A B C RJ 0,34 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Nomor Sampel Gambar 18. Sebaran nilai parameter indeks r biji kopi pada empat kelas mutu 48

Tabel 21. Nilai sebaran indeks r terhadap empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu r A B C RJ Rata-rata 0.3856 0.3834 0.3856 0.3988 Standar Deviasi 0.0055 0.0056 0.0059 0.0221 Maksimum 0.3972 0.3942 0.4075 0.4443 Minimum 0.3680 0.3606 0.3704 0.3419 Kisaran indeks warna merah (r) yang diperoleh kelas mutu A adalah 0.3680 sampai 0.3973. Kisaran indeks r yang diperoleh kelas mutu B adalah 0.3606 sampai 0.3943. Kisaran indeks r yang diperoleh kelas mutu C adalah 0.3704 sampai 0.4075. Kisaran nilai yang diperoleh kelas mutu RJ adalah 0.3419 sampai 0.4443. Dari kisaran nilai tersebut diperoleh nilai rata-rata r pada kelas mutu hampir sama yaitu sekitar 0.38, sedangkan pada kelas RJ nilai r rataratanya adalah 0.39. Ini membuktikan bahwa pada kelas mutu sudah seharusnya mempunyai nilai indeks yang hampir sama karena jika dilihat secara visual biji kopinya memiliki warna yang sama. Lain halnya dengan kelas RJ memiliki nilai yang lebih kecil atau lebih besar dari kelas mutu karena kelas RJ sebagian besar terdiri dari biji kopi yang berwarna hitam, dan coklat. Nilai keragaman paling tinggi diperoleh kelas RJ karena warnanya yang beragam dan bevariasi dengan selang nilai indeks r yang lebar. Nilai keragaman pada kelas mutu tidak jauh berbeda yaitu sekitar 0.005, karena sebaran warnanya yang seragam sehingga selang nilai indeks r nya kecil. g. Indeks Warna Hijau (G) Dari Gambar 19 dan Tabel 22 dapat dilihat bahwa nilai indeks warna hijau (g) rata-rata terendah dimiliki oleh kelas RJ sedangkan nilai indeks warna hijau (g) rata-rata pada kelas mutu adalah hampir sama. Hal ini disebabkan karena pada semua kelas mutu warna biji kopinya sama, berbeda halnya dengan warna biji kopi pada kelas RJ yang terdiri dari warna hitam dan coklat sehingga nilai indeks warna hijau (g) rata-ratanya lebih kecil. 49

0,35 0,34 g 0,33 0,32 0,31 A B C RJ 0,3 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Nomor Sampel Gambar 19. Sebaran nilai parameter indeks g biji kopi pada empat kelas mutu Tabel 22. Nilai sebaran indeks g terhadap empat kelas mutu Parameter statistik Parameter mutu g A B C RJ Rata-rata 0.3382 0.3378 0.3371 0.3267 Standar Deviasi 0.0022 0.0018 0.0021 0.0086 Maksimum 0.3427 0.3422 0.3425 0.3441 Minimum 0.3317 0.3319 0.3319 0.3049 h. Parameter Mutu Citra yang Digunakan Parameter mutu citra yang digunakan untuk menentukan kelas mutu biji kopi berdasarkan pengolahan citra dapat ditentukan dengan berdasarkan pada parameter mutu biji kopi secara manual. Hubungan parameter mutu biji kopi secara manual dengan pengolahan citra dapat dilihat pada Tabel 23. 50

Tabel 23. Hubungan parameter mutu manual dengan pengolahan citra No Parameter mutu manual Parameter mutu citra Untuk memisahkan Untuk grading A, B, C kelas RJ 1 Seragam ukuran dan Area, tinggi, lebar, Area, tinggi bentuk perimeter 2 Bebas dari pecahan kulit Area, perimeter, - area cacat, indeks R & G 3 Bebas dari cacat pada biji Area cacat - 4 Bebas dari biji pecah Area, perimeter - 5 Warna seragam Indeks R & G - D. PERBANDINGAN PEMUTUAN BIJI KOPI SECARA MANUAL DENGAN PENGOLAHAN CITRA Perbandingan pemutuan biji kopi secara manual dengan pengolahan citra bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian penggolongan biji kopi menggunakan pengolahan citra. Jumlah data yang digunakan adalah 640 butir (40 frame foto) dengan masing-masing kelas mutu sebanyak 160 butir. a. Penentuan Batasan Nilai Parameter Pengolahan Citra dalam Pemutuan Biji Kopi Untuk proses perbandingan, parameter mutu yang digunakan untuk menentukan kelas mutu biji kopi adalah parameter area, tinggi, lebar, perimeter, area cacat, indeks warna merah (R) dan indeks wana hijau (G). Untuk membedakan kelas RJ dengan kelas mutu, parameter yang digunakan adalah semua parameter pengolahan citra karena nilai parameter pengolahan citra pada kelas RJ dapat dibedakan dari kelas mutu. Namun parameter yang digunakan untuk membedakan antar kelas mutu A, B, dan C hanya parameter area dan tinggi. Hal ini disebabkan karena parameter pengolahan citra lainnya pada kelas mutu mempunyai nilai yang sama. Batas-batas nilai yang digunakan untuk pemutuan biji kopi menggunakan pengolahan citra disajikan pada Tabel 24 dan Tabel 25. 51

Tabel 24. Batas-batas nilai hasil pengolahan citra untuk memisahkan RJ dan kelas mutu Parameter Mutu RJ Kelas Mutu (KM) Area (Piksel) A > 1993 atau A < 995 995 A 1993 Tinggi (Piksel) T > 46 atau T < 29 29 T 46 Lebar (Piksel) L > 58 atau L < 39 39 L 58 Perimeter (Piksel) P > 176 atau P < 105 105 P 176 Area Cacat (Piksel) AC > 560 AC 560 Indeks warna merah R > 0.4000 atau R < 0.3606 0.3606 R 0.4000 (r) Indeks warna hijau (g) G > 0.3427 atau G < 0.3317 0.3317 G 0.3427 Tabel 25. Batas-batas nilai hasil pengolahan citra untuk memisahkan kelas mutu Parameter Mutu Kelas Mutu A B C Area (Piksel) 1515 < A 1993 1283 < A 1515 995 A 1283 Tinggi (Piksel) 37 < T 46 T 37 T 37 Batasan nilai untuk memisahkan RJ dengan kelas mutu didasarkan pada nilai maksimum dan minimum semua parameter pengolahan citra pada kelas mutu. Batasan nilai untuk memisahkan kelas mutu A dan B adalah nilai minimum A ditambah nilai maksimum B dibagi dua. Dan batasan nilai untuk memisahkan kelas mutu B dan C adalah nilai area minimum kelas mutu B ditambah nilai area maksimum kelas mutu C dibagi dua sedangkan batasan tinggi mempunyai nilai yang sama karena nilai tinggi pada kelas mutu B dan C bertumpang tindih. Kombinasi parameter mutu pengolahan citra sebenarnya dapat mencapai 128 kombinasi namun hanya 13 kombinasi saja yang sering terjadi karena kombinasi lainnya jarang terjadi. Ketigabelas kombinasi tersebut diperoleh berdasarkan pemutuan yang dilakukan pada biji kopi yang digunakan sebagai sampel. Ketentuan yang digunakan pada pemutuan berdasarkan kombinasi seluruh parameter pengolahan citra adalah sebagai berikut : 1. Jika Area = RJ, Tinggi = RJ, Lebar = RJ, Perimeter = RJ, Area cacat = RJ, Indeks R = RJ, Indeks G = RJ, maka masuk ke dalam kelas RJ 52

2. Jika Area = A, Tinggi = A, Lebar = RJ, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ 3. Jika Area = A, Tinggi = RJ, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ 4. Jika Area = A, Tinggi = A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas A 5. Jika Area = B, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas B 6. Jika Area = B, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = RJ, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ 7. Jika Area = B, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = RJ, maka masuk ke dalam kelas RJ 8. Area = C, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas C 9. Area = A, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas B 10. Area = B, Tinggi = A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas A 11. Area = C, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas C 12. Area = C, Tinggi < A, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = RJ, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ 13. Area = C, Tinggi = RJ, Lebar = KM, Perimeter = KM, Area cacat = KM, Indeks R = KM, Indeks G = KM, maka masuk ke dalam kelas RJ b. Pemutuan Biji Kopi Berdasarkan Kombinasi Parameter Pengolahan Citra Berdasarkan Tabel 26 dapat dilihat hasil klasifikasi biji kopi menggunakan pengolahan citra menunjukkan bahwa kelas mutu A sebesar 83.13 persen dikenali program sebagai kelas mutu A, kelas mutu B sebesar 70.63 persen, kelas mutu C sebesar 75.00 persen, dan kelas RJ sebesar 95.63 persen dengan rata-rata sebesar 81.10 persen. 53

Hasil pendugaan biji kopi pada proses pengklasifikasian menunjukkan banyak terjadi perbedaan klasifikasi yang menyebabkan tingkat kesesuaian pada beberapa kelas mutu menjadi kecil, terutama tingkat kesesuaian pada kelas mutu B. Tabel 26. Hasil klasifikasi biji kopi dengan menggunakan pengolahan citra Kelas Hasil klasifikasi mutu Jumlah klasifikasi manual A B C RJ Perbandingan klasifikasi pengolahan citra dengan manual Tingkat kesesuaian (%) A 160 133 44 1 2 133/160 83.13 B 160 24 113 28 0 113/160 70.63 C 160 0 3 120 5 120/160 75.00 RJ 160 3 0 11 153 153/160 95.63 Total 640 519/640 81.10 Kelas mutu A memiliki nilai perbedaan klasifikasi sebesar 16.87 persen yaitu sebesar 15 persen diklasifikasikan sebagai kelas mutu B dan 1.87 persen diklasifikasikan sebagai kelas RJ. Kelas mutu B memiliki nilai perbedaan klasifikasi yang sangat besar yaitu 29.37 persen dimana sebesar 27.5 persen diklasifikasikan sebagai kelas mutu A dan 1.87 persen diklasifikasikan sebagai kelas mutu C. Pada kelas mutu A dan B sering mengalami perbedaan pengklasifikasian, hal ini disebabkan karena nilai parameter mutu citra pada kelas mutu tersebut saling tumpang tindih terutama pada parameter area, tinggi, lebar dan perimeter sehingga untuk menentukan batasan nilainya sangat sulit. Kelas mutu C memiliki perbedaan klasifikasi sebesar 25 persen yaitu 0.63 persen diklasifikasikan sebagai kelas mutu A, 17.5 persen diklasifikasikan sebagai kelas B, dan 6.87 persen diklasifikasikan sebagai kelas RJ. Kesalahan pengklsifikasian tersebut disebabkan karena terdapat nilai yang berhimpitan sehingga sulit untuk dibedakan. Kelas RJ memiliki perbedaan klasifikasi yang paling rendah yaitu sebesar 4.37 persen, karena terdapat 2 butir diklasifikasikan sebagai kelas mutu A dan 5 butir diklasifikasikan sebagai kelas mutu C. Namun nilai perbedaan 54

klasifikasinya sangat kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa program pengolahan citra dapat mendeteksi kelas RJ dengan baik. Hasil penggolongan biji kopi dengan menggunakan program pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. Hasil pemutuan biji kopi menggunakan program pengolahan citra 55