BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pragmatik pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KAJIAN TEORI. keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah teori pragmatik, aspek-aspek situasi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

TINDAK TUTUR DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR PADA TAMAN KANAK-KANAK DHARMA WANITA KELURAHAN WAPUNTO KECAMATAN DURUKA KABUPATEN MUNA (KAJIAN PRAGMATIK)

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur (speech art) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI,2007:588).

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah: 1) rancangan atau buram surat, dsb; 2) ide atau pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP. kota Melbourne bertujuan untuk menelaah jenis, bentuk, fungsi,dan faktor-faktor

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Chaer (2010:14)

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

TINDAK TUTUR GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA. Lili Hasmi Dosen STKIP Abdi Pendidukan Payakumbuh

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA FILM MIMPI SEJUTA DOLAR KARYA ALBERTHIENE ENDAH. Suci Muliana Universitas Sebelas Maret (UNS)

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa

Abstrak. ILLOCUTIONARY SPEECH ACT OF INDONESIA LANGUAGE LEARNING INTERACTION (An Ethnography Communication in Ehipassiko Senior High School BSD)

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah di dalam interaksi lingual itu.

ETNOGRAFI KOMUNIKASI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat dengan berbagai kegiatan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, gagasan, baik pada redaksi maupun masyarakat umum. Penyampaian gagasan

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

TINDAK TUTUR ILOKUSI DEKLARATIF PARA GURU DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR PADA SISWA KELAS X SMK YOS SUDARSO REMBANG (KAJIAN PRAGMATIK) SKRIPSI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling

BAB II JENIS-JENIS TINDAK TUTUR YANG DIGUNAKAN AHOK. berkomunikasi, khususnya perilaku berbahasa Ahok yang ada di youtube dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan menggunakan referensi yang berhubungan, ini tidak terlepas dari buku-buku dan karya

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Peristiwa Tutur Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

BAB I PENDAHULUAN. tidur sampai tidur lagi, bahkan bermimpi pun manusia berbahasa pula.

BAB V PENUTUP. hasil evaluasi peneliti dari penelitian ini. menyimpulkan, yang pertama, jenis- jenis dan fungsi tindak tutur yang

TINDAK KESANTUNAN KOMISIF PADA IKLAN KENDARAAN BERMOTOR DI WILAYAH SURAKARTA. Naskah Publikasi

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA INTERAKSI PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA KELAS 1 SD TAHUN AJARAN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. mendalam adalah pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. langsung antar penutur dan mitratutur. Penutur dan mitra tutur berintraksi

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

BAB 2 LANDASAN TEORITIS

Pelaksanaan Tindak Ujaran. Dwiyanti Nandang ( ) Meita Winda Lestari ( ) Pamela Yunita Sari ( ) Riza Indah Rosnita ( )

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM PIDATO M. ANIS MATTA: ANALISIS PRAGMATIK SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS TINDAK TUTUR MARIO TEGUH DALAM ACARA GOLDEN WAYS DI METRO TV (KAJIAN PRAGMATIK) Oleh : NOVALINA SIAGIAN NIM ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik dia bertindak sebagai. sebuah tuturan dengan maksud yang berbeda-beda pula.

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi, sebab bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

WUJUD KESANTUNAN IMPERATIF DALAM INTERAKSI ANTARPEMUDA DI DUSUN SIDOREJO KABUPATEN SIMALUNGUN. Oleh Novi Sri Trisnawati Drs. Syamsul Arif, M.Pd.

BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah

BAB I PENDAHULUAN. kalimat. Objek dalam sebuah kalimat adalah tuturan. Suatu tuturan dapat dilihat

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, harapan, pesan-pesan, dan sebagainya. Bahasa adalah salah satu

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM PERSPEKTIF PRAGMATIK

BAB 2 IKHWAL PRAGMATIK, TINDAK TUTUR, PRINSIP KERJA SAMA, DAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN

BAB I PENDAHULUAN. secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam

TUTUR PUJIAN GURU DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN DI KELAS

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal

WUJUD PRAGMATIK KESANTUNAN IMPERATIF DALAM PROSES PEMBELAJARAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 PONDOK KELAPA BENGKULU TENGAH

TINDAK TUTUR KOMISIF DI PASAR TRADISIONAL PASIR GINTUNG TANJUNGKARANG DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA.

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN OLAHRAGA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG

KESANTUNAN BERTUTUR DI KALANGAN AWAK KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA BOYOLALI: TINJAUAN PRAGMATIK

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Tindak Tutur Direktif Guru dalam Komunikasi Proses Belajar

BAB I PENDAHULUAN. Wacana merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan oleh manusia. untuk berinteraksi sosial. Setiap manusia menggunakan bahasa untuk

TINJAUAN PRAGMATIK TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM SCRIP ADA APA DENGAN CINTA? KARYA RUDI SOEDJARWO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 PRAGMATIK DAN PROGRAM TV BERSAMA ROSSY. Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule

Tindak tutur ilokusi novel Surga Yang Tidak Dirindukan karya Asma Nadia (kajian pragmatik)

II. LANDASAN TEORI. Pragmatik mempelajari maksud ujaran, yakni untuk apa ujaran dilakukan;

BAB I PENDAHULUAN. misalnya di rumah, di jalan, di sekolah, maupundi tempat lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bukunya Speech Act: An Essay in The Philosophy of Language dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai

Transkripsi:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kridalaksana, 2001:117). 2.1.1 Kesantunan Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi persyaratan yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini biasa disebut tatakrama (Sibarani, 2004:170). Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsurunsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya (Sibarani, 2004:170). 2.1.2 Imperatif Imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah, keharusan atau larangan melaksanakan perbuatan (Kridalaksana, 2001:81). Perintah tidak hanya diartikan sebagai perintah untuk melakukan sesuatu, tetapi juga sebagai perintah untuk tidak melakukan sesuatu yang disebut larangan. 8

2.2 Landasan Teori Terdapat empat macam teori yang dapat dijadikan dasar atau pijakan di dalam penelitian kesantunan imperatif dalam BBT. Keempat teori tersebut adalah sebagai berikut: 2.2.1 Kesantunan Berbahasa Fraser (dalam Kaswanti 1994:48) mendefenisikan kesantunan merupakan property atau bagian yang ditunjukkan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau mengingkari memenuhi kewajibannya. Maksudnya adalah bahwa si penutur memerintah mitra tutur sesuai dengan kemampuan mitra tutur tersebut, apabila tidak sesuai dengan kemampuan mitra tutur maka tuturan tersebut tidak santun. Ulasan Fraser terhadap kesantunan berbahasa yaitu pertama, kesantunan itu adalah property atau bagian dari ujaran, jadi tidak hanya ujaran itu sendiri. Kedua, pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu merupakan ujaran. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan kewajiban penyerta interaksi. Artinya, apakah sebuah ujaran terdengar santun atau tidak diukur berdasarkan (1) apakah si penutur tidak melampaui haknya kepada lawan bicaranya; maksudnya adalah bahwa penutur jika memerintah atau menyuruh mitra tutur harus sesuai dengan kemampuan mitra tutur dan (2) apakah si penutur memenuhi kewajibanya kepada lawan bicaranya; maksudnya adalah si penutur memenuhi kewajibannya kepada mitra tutur. 2.2.2 Kalimat Imperatif Rahardi (2005:71) menyatakan bahwa kalimat imperatif mengadung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan si penutur. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia itu kompleks dan 9

bervariasi. Bahasa Indonesia juga membicarakan tentang wujud kesantunan imperatif. Rahardi (2005:87) mengatakan wujud kesantunan imperatif mencakup dua macam hal, yaitu; (1) wujud formal imperatif atau struktural dan (2) wujud pragmatik imperatif atau nonstruktural. Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif bahasa Indonesia menurut ciri struktural atau ciri formalnya. Rahardi (2005:88) menunjukkan tiga ciri mendasar yang dimiliki satuan lingual dalam bahasa Indonesia, yakni (1). Menggunakan intonasi keras, (2). Kata kerja yang digunakan lazimya kata kerja dasar, (3). Mempergunakan partikel pengeras lah. Secara formal, tuturan imperatif meliputi dua macam wujud yaitu imperatif aktif dan imperatif pasif. Wujud pragmatik imperatif adalah realisasi maksud imperatif menurut makna pragmatiknya. Makna tersebut dekat hubungannya dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakangi munculnya tuturan imperatif itu. Konteks mencakup banyak hal, seperti lingkungan tutur, nada tutur, peserta tutur, dan aspek-aspek konteks situasi tutur lain. Oleh karena itu, wujud imperatif pragmatik dalam bahasa Indonesia itu dapat berupa tuturan yang bermacam-macam sejauh di dalamnya terkandung makna pragmatik imperatif. Secara pragmatik, terdapat tujuh belas macam tuturan imperatif yaitu: pragmatik imperatif perintah, pragmatik imperatif suruhan, pragmatik imperatif permintaan, pragmatik imperatif permohonan, pragmatik imperatif desakan, pragmatik imperatif bujukan, pragmatik imperatif imbauan, pragmatik imperatif persilaan, pragmatik imperatif ajakan, pragmatik imperatif permintaan izin, pragmatik imperatif mengizinkan, pragmatik imperatif larangan, pragmatik imperatif harapan, pragmati imperatif umpatan, pragmatik imperatif ucapan selamat, pragmatik imperatif anjuran, pragmatik imperatif ngelulu. 10

2.2.3 Tindak Tutur Teori tindak tutur adalah pandangan yang mempertegaskan bahwa ungkapan suatu bahasa dapat dipahami dengan baik apabila dikaitkan dengan situasi konteks terjadinya ungkapan tersebut. Berbicara tentang kesantunan berarti membicarakan penggunaan bahasa (langue use) dalam suatu masyarakat tertentu. Adapun yang akan dibicarakan atau dikaji dalam penelitian kesantunan adalah segi dan fungsi tuturan, dalam hal ini, maksud dan fungsi tuturan imperatif BBT. Searle (dalam Rahardi, 2005:35-36) terdapat dalam bukunya Speech Act: An Essy in Philosophy Of Language menyatakan bahwa dalam praktik terdapat tiga macam tindak tutur antara lain: (1) tindak lokusioner, (2) tindak ilokusioner, (3) tindak perlokusi. Tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Kalimat ini dapat disebut sebagai the act of saying something. Dalam lokusioner tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan oleh si penutur. Jadi, tuturan tanganku gatal misalnya, semata-mata hanya dimaksudkan memberitahukan si mitra tutur bahwa pada saat dimunculkannya tuturan itu tangan penutur sedang dalam keadaan gatal. Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai the act of doing something. Tuturan tanganku gatal diucapkan penutur bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya tuturan tersebut, rasa gatal sedang bersarang pada tangan penutur, namun lebih dari itu bahwa penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan tertentu berkaitan dengan rasa gatal pada tangan penutur, misalnya mitra tutur mengambil balsem. 11

Tindakan perlokusi adalah tindak menumbuh pengaruh (effect) kepada mitra tutur. Tindak tutur ini disebut dengan the act of affecting someone. Tuturan tanganku gatal, misalnya dapat digunakan untuk menumbuhkan pengaruh (effect) rasa takut kepada mitra tutur. Rasa takut itu muncul, misalnya, karena si penutur itu berprofesi sebagai seseorang tukang pukul yang pada kesehariannya sangat erat dengan kegiatan memukul dan melukai orang lain. Selanjutnya, Searle (dalam Rahardi, 2005:36) menggolongkan tindak tutur ilokusi itu ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif. Kelima macam bentuk tuturan yang menunjukkan fungsi itu dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Asertif (Assertives), yakni bentuk tuturan yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan (stating), menyarankan (suggesting), menbual (boasting), mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming). 2. Direktif (Directives), yakni bentuk tuturan yang dimaksudkan penuturannya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan tindakan, misalnya, memesan (orderin), memerintah (commanding), memohon (requesting), menasehati (advising), dan merekomendasi (recommending). 3. Ekspresif (Experssives) adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan, misalnya berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating), meminta maaf (pardoning), menyalahkan (blambing), memuji (praising), berbelasungkawa (condoling). 4. Komisif (Commissives), yakni bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran, misalnya berjanji (promising), bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering). 12

5. Deklarasi (Declarations), bentu tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), menbaptis (chistening), memberi nama (naming), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommicating), dan menghukum (sentencing). Teori tindak tutur atau bentuk ujaran mempunyai lebih dari satu fungsi. Kebalikan dari kenyataan tersebut adalah kenyataan di dalam komunikasi yang sebenarnya bahwa satu fungsi dapat dinyatakan, dilayani atau diutarakan dalam berbagai bentuk ujaran. Contoh: A: lampu ini terang sekali. (sambil menutup mata) B: akan ku matikan. Tuturan tersebut diucapkan seseorang kepada temannya ketika berada di rumah mitra tutur. Ujaran lampu ini terang sekali tersebut berfungsi sebagai perintah, sama seperti matikan lampunya. Seseorang mungkin juga menyatakan perintah dalam bentuk pernyataan kebiasaan dengan mengatakan aku tidak bisa tidur kalau lampunya terlalu terang. 2.2.4 Konteks Situasi Konteks situasi merupakan interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih melibatkan dua pihak, yakni penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu (Chaer dan Leonie, 2004 : 47). Suatu konteks harus memenuhi delapan komponen yang diakronominkan sebagai S-P-E- A-K-I-N-G Hymes (dalam Chaer dan Leonie, 2004 : 28). Komponen tersebut adalah : 13

1. S (setting dan scene), setting berkenaan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung, scene adalah situasi tempat dan waktu. 2. P (participants), pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan. 3. E (end), merujuk pada maksud dan tujuan tuturan. 4. A (act sequence), mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. 5. K (keys), mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, bergurau. 6. I (instrumentalies), mengacu pada bahasa yang digunakan. 7. N (norm of interaction an interpretation), mengacu pada tingkah laku yang berkaitan dengan peristiwa tutur. 8. G (genre), mengacu pada jenis penyampaian. Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tuturan berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepakbola pada waktu pertandingan sepakbola dalam situasi ramai anda bisa berbicara keraskeras, berbeda dengan pembicaraan di ruangan perpustakaan pada waktu banyak orang membaca, anda harus berbicara seperlahan mungkin. Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dengan penerima pesan. Dua orang yang bercakap dapat berganti peran sebagai pendengar dan pembicara, tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang 14

anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orangtuanya atau gurunya, bila dibandingkan berbicara terhadap teman-temannya. Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruangan pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara. Namun, para partisipan dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Keys, mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek dan sebagainya. Hal ini juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat. Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Bentuk ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek, atau register. Norm or interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya. Berdasarkan keterangan diatas, peneliti dapat melihat kompleksnya suatu peristiwa tuturan yang telah terlihat, atau dialami sendiri dalam kehidupan sehari-hari. 2.3 Tinjauan Pustaka Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah sebagai berikut: 15

Hasibuan (2005) mengkaji tentang perangkat tindak tutur dan siasat kesantunan bahasa dalam bahasa Mandailing. Ia mengemukakan jenis-jenis tindak tutur versi Searle, yaitu representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Juga membahas jenis tindak tutur langsung dan tidak langsung. Rahardi (2005) dalam bukunya yang berjudul Kesantunan Imperatif Dalam Bahasa Indonesia yang mengungkapkan tentang kalimat imperatif. Kalimat imperatif adalah memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana yang diinginkan si penutur. Selain itu dalam buku ini juga dibahas wujud formal dan wujud pragmatik. Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia menurut ciri struktural atau formalnya sedangkan, wujud pragmatik imperatif adalah realisasi maksud imperatif menurut makna pragmatiknya. Ida Luthfiyanti (2007) dalam skripsinya yang berjudul Kesantunan Imperatif dalam Interaksi antara Santri Putri Pompes Sunan Drajat Banjarnyar Paciran Lamongan Jawa Timur. Membahas tentang wujud pemakaian kesantunan imperatif dan makna dasar imperatif yang digunakan dalam interaksi antarsantri putri pondok pesantren sunan drajat banjarnyar paciran Lamongan. Terdapat dua wujud pemakaian kesantunan imperatif pada pesantren tersebut menjadi wujud imperatif dan kesantunan imperatif. Bentuk imperatif santri terhadap ustadzah dan pengurus dipastikan tidak ada. Salah satu faktornya adalah norma-norma di santri untuk selalu hormat kepada ustadzah dan pengurus mengingat status mereka yang lebih tinggi. Lasmaina Simarmata (2009) dalam skripsinya yang berjudul Kesantunan Imperatif dalam Bahasa Simalungun yang membicarakan tentang kesantunan nilai imperatif dan wujud imperatif bahasa Simalungun. Dalam bahasa Simalungun terdapat lima bagian nilai komunikatif yaitu; kalimat imperatif permintaan, kalimat imperatif biasa, kalimat imperatif pemberian izin, kalimat 16

imperatif ajakan, kalimat imperatif suruhan. Terdapat dua wujud imperatif dalam bahasa Simalungun yaitu wujud formal imperatif dan wujud pragmatik. Khairina Nasution (2008) dalam jurnal ilmiah ilmu bahasa yang berjudul Tindak Tutur dan Kesantunan dalam Bahasa Mandailing. Menyimpulkan bahwa dalam bertindak tutur masyarakat Mandailing tetap menjaga kesantunannya sesuai dengan budaya yang ditanamkan kepada masyarakatnya. Untuk mendukung kesantunan tersebut, terdapat dua prinsip umum kesantunan dalam berinteraksi sosial yaitu; (1) kesantunan positif dan (2) kesantunan negatif. Seseorang yang dikaitkan memiliki kesantunan positif apabila ia memiliki siasat bertutur yang menggambarkan adanya solidaritas dengan pendengarnya dan kesantunan negatif merujuk kepada tuturan yang orientasinya menyelamatkan muka negatif orang lain. Berdasarkan beberapa sumber di atas, maka dapat dijadikan sebagai sumber sejumlah data yang relevan dan berhubungan dengan penelitian kesantunan imperatif BBT karena hasil penelitian sebelumya dapat menjadi informasi bagi peneliti untuk memperoleh analisis yang lebih lengkap dengan menggunakan teori tindak tutur, kesantunan berbahasa, konteks situasi, dan kalimat imperatif. Oleh karena itu, Kesantunan Imperatif dalam BBT sama sekali belum pernah diteliti, dan pada kesempatan ini akan diteliti tentang bagaimanakah wujud formal kesantunan imperatif dalam BBT dan bagaimanakah wujud pragmatik kesantunan imperatif dalam BBT. 17