TANGGAP STEK CABANG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) PADA PENGGUNAAN BERBAGAI DOSIS HORMON IAA DAN IBA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMILIHAN BAHAN VEGETATIF UNTUK PENYEDIAAN BIBIT BAMBU HITAM ( Gigantochloa atroviolacea Widjaja)

POSISI MATA TUNAS BATANG ATAS DAN KONSENTRASI IAA TERHADAP PERTUMBUHAN GRAFTING BOUGENVILLEA SPECTABILIS DENGAN Bougenvillea variegata

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 1. Januari 2014 (59 66)

PENGEMBANGAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKAR ALTERNATIF

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

Repositori FMIPA UNISMA

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

RESPON SETEK CABANG BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris) TERHADAP PEMBERIAN AIA

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN

Tingkat Keberhasilan Okulasi Varietas Keprok So E dan Keprok Tejakula Pada Berbagai Dosis Pupuk Organik

Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3

PENGARUH BERBAGAI MACAM PANJANG STEK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT ANGGUR (Vitis vinivera L.)

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

PENGARUH MACAM AUKSIN PADA PEMBIBITAN BEBERAPA VARIETAS TANAMAN JATI (Tectona grandis, L.)

EFEKTIFITAS LAMA PENIRISAN STEK DI MEDIA TANAH BERPASIR TERHADAP PERTUMBUHANKAMBOJA (Adenium obesum)

PENGARUH KONSENTRASI INDOLE BUTYRIC ACID (IBA) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK PUCUK JAMBU AIR (Syzygium semarangense Burm. F.

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

Teknik Perbanyakan Jambu Air Citra Melalui Stek Cabang

EFEKTIVITAS KONSENTRASI GIBERELIN (GA3) PADA PERTUMBUHAN STEK BATANG KOPI (Coffea canephora) DALAM MEDIA CAIR

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

Vol 3 No 1. Januari Maret 2014 ISSN :

PENGARUH UMUR BATANG BAWAH DAN TINGKAT PENAUNGAN PADA PENYAMBUNGAN BIBIT JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

Pembiakan Vegetatif Pohon Hutan Gambut Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser) dengan Metode Stek Pucuk

Saijo & Hairu Suparto, Efektifitas Lama Penirisan Stek Dan Beberapa Media Tanam Berbeda

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan. Tanaman ini mempunyai kualitas kayu yang sangat bagus, sangat

Farida Nur Hasanah*, Nintya Setiari* * Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA UNDIP

SKRIPSI. Persyaratan Sarjana-1. Disusun Oleh: VINA A FAKULTA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

PENGARUH BAGIAN TUNAS TERHADAP PERTUMBUHAN STEK KRANJI (Pongamia pinnata Merril)

RESPONS ASAL BAHAN STEK SIRIH MERAH

KESESUAIAN MEDIA TUMBUH STEK AKAR SUKUN (Artocarpus communis) (Fitness of Grow Media on the Roots Cutting of Sukun (A. communis))

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic

Pengaruh BAP (6-benzylaminopurine) Terhadap Daya Tumbuh Mata Tunas Rimpang Tanaman Garut (Maranta arundinacea L.)

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization

PERTUMBUHAN STEK AKAR SUKUN (Artocarpus communis Forst.) BERDASARKAN PERBEDAAN JARAK AKAR DARI BATANG POHON

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BABY CORN (Zea mays L) PADA BEBERAPA MACAM PENYIAPAN LAHAN DAN KETEBALAN MULSA JERAMI

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.1, Desember (582) :

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian energi global saat ini mencapai sekitar 400 Exajoule (EJ)

PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH

PENGARUH UMUR BATANG BAWAH DAN KONDISI BATANG ATAS TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN DAN PERTUMBUHAN GRAFTING JAMBU METE

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MEDIA DAN SUMBER BAHAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK LIDAH MERTUA (Sansevieria trivaciata Lorentii ) Oleh:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

SKRIPSI OLEH : MARIA MASELA S. SITANGGANG/ AGROEKOTEKNOLOGI

Studi Batang Bawah dan Pengaturan Lingkungannya pada Pembibitan Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) dengan Cara Grafting

PENGKAJIAN PENERAPAN TEKNIK BUDIDAYA Rhizophora. Study on Propagation Technique Application of Rhizophora mucronata Using Hypocotyl Cutting System

HASIL. Tabel 2 Pengaruh media terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada sebelas aksesi jarak pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

PENGARUH PANJANG DAN LINGKAR STEK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN BUAH NAGA

PERBANYAKAN BAHAN TANAM LADA DENGAN CARA STEK

Tipe perkecambahan epigeal

PENGARUH JENIS AUKSIN DAN BOBOT SUCKER TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN RAKIT

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae. Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah

PENGARUH AUKSIN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT CABUTAN ALAM GAHARU

PENGARUH INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) DAN NAPHTHALENE ACETIC ACID (NAA) TERHADAP NODE CUTTING LADA VARIETAS LAMPUNG DAUN LEBAR

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

PENGARUH BERBAGAI PANJANG STEK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT BUAH NAGA (Hylocereus polyryzus) ABSTRAK

PENGARUH DIAMETER PANGKAL TANGKAI DAUN PADA ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS KAKO ABSTRAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

~. ~ ~ ~, ~~~~ ~~ ~~ ~ ~,~-.

PEMBERIAN ROOTONE F TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG PURI (Mitragyna speciosa Korth)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo)

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENGARUH DOSIS PUPUK ANORGANIK NPK MUTIARA DAN CARA APLIKASI PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENTIMUN

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.1, Desember (564) :

PERTUMBUHAN BERBAGAI SETEK ASAL TANAMAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) AKIBAT PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI IBA. Muliadi Karo Karo 1) ABSTRACTS

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS SULUR DAN POSISI RUAS TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT VANILI KLON 1 DAN 2 DI RUMAH KACA

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN ROOTONE-F PADA PERTUMBUHAN PULE PANDAK (Rauwolfia serpentina Benth)

RESPON PERTUMBUHAN STUMPKARET

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki

RESPON SETEK CABANG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) AKIBAT PEMBERIAN ASAM INDOL BUTIRAT (AIB)

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam

Pengaruh Lama Penyimpanan dan Diameter Stum Mata Tidur terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

PENGARUH KONSENTRASI ROOTONE-F TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR STEK DAUN Sansivieria trifasciata lorentii

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek. penelitian serta adanya kontrol penelitian.

PRODUKSI BIBIT KENTANG (Solanum tuberosum L.) G1 DARI STEK BATANG. (PRODUCTION OF SEED POTATO (Solanum tuberosum L.) G1 FROM CUTTINGS)

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN ( Arenga pinnata Merr.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR SKRIPSI OLEH : MANAHAN BDP Pemuliaan Tanaman

Respon Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Terhadap Pemberian Pupuk Majemuk

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JAMBU AIR MADU DELI HIJAU (Syzgizium samarangense) SKRIPSI OLEH :

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PEMBERIAN MULSA DAN BERBAGAI METODE OLAH TANAH SKRIPSI

Transkripsi:

Jurnal Natur Indonesia III (2): 121 128 (2001) TANGGAP STEK CABANG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) PADA PENGGUNAAN BERBAGAI DOSIS HORMON IAA DAN IBA Nurul Sumiasri *) & Ninik Setyowati-Indarto **) *) Puslitbang Bioteknologi - LIPI, Cibinong **) Puslitbang Biologi - LIPI, Bogor Diterima tanggal : 25 1 2001 Disetujui tanggal : 31 3-2001 ABSTRACT Study on IAA and IBA at 0 (control), 0.20, 0.30 and 0.40% were carried out to know response of branch cutting growth of bambu betung. At 3 months age, the result showed that the effect of IBA was better than IAA and control on all of parameters observed i.e. growth percentage, total shoots, high plant, total leaves and length of the leaf. The influence of IBA 0.40% showed the highest results compared to control and other dosages. Keywords: Response branch cutting, growth, Dendrocalamus asper, IAA & IBA PENDAHULUAN Di Indonesia, bambu merupakan jenis tanaman yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari bagi masyarakat khususnya di pedesaan (Sumarna, 1987). Meskipun sebagai tanaman penting, hingga saat ini bambu belum mendapat prioritas untuk dikembangkan oleh Pemerintah (Widjaja, 1997). Hingga saat ini bambu belum dibudidayakan secara intensif. Pada prakteknya petani masih menggunakan teknologi yang sederhana (Sumiasri, 1998). Bambu betung (Dendrocalamus asper) adalah salah satu jenis yang mempunyai nilai potensi ekonomi. Tanaman ini dapat dijumpai tumbuh mulai dari daerah dataran rendah hingga dataran tinggi (2000 meter), dan akan tumbuh lebih baik bila ditanam di tanah subur pada lahan basah (Soedjono & Hartanto, 1994). Beberapa permasalahan dapat dijumpai di lapangan selama pertumbuhannya. Salah satu di antaranya adalah rendahnya teknologi budidaya yang dipraktekkan oleh petani (Widjaja, 1998). Untuk memecahkan permasalahan tersebut teknologi perbanyakan tanaman perlu dikembangkan.

122 Pada penelitian ini perbanyakkan tanaman menggunakan stek cabang buluh yang dipacu dengan menggunakan hormon tumbuh. Ada pun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui tanggap pertumbuhan stek cabang buluh di pesemaian. Data yang dihasilkan diharapkan dapat digunakan sebagai masukan tentang perbanyakan bambu betung secara vegetatif dengan menggunakan stek cabang buluh. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Botani Puspiptek Serpong, dimulai pada bulan Agustus s/d November 2000. Bahan yang digunakan adalah stek cabang tua (pangkal cabang) pada kisaran diameter 2-3 cm. Bahan tersebut diperoleh dari Kebun Botani Puspiptek Serpong. Stek terdiri dari 2 mata tunas. Hormon tumbuh yang digunakan adalah IAA (indole acetic acid) & IBA (3-indole butiric acid). Media tumbuh yang digunakan adalah campuran antara tanah dan sekam padi pada perbandingan 1 : 1 yang ditaruh pada kantong plastik hitam. Stek direndam dalam larutan hormon selama 1 jam, kemudian ditanam secara horizontal pada media yang telah disediakan. Penelitian dilakukan di dalam rumah paranet pada intensitas penyinaran matahari 60%. Metode yang digunakan adalah rancangan petak terpisah (Split Plot Design), dengan ulangan sebanyak tiga kali, setiap ulangan terdiri dari 10 sampel stek bambu. Sebagai petak utama (Main Plot) adalah hormon tumbuh dengan dua level faktor yaitu (1) IAA, (2) IBA. Sebagai anak petaknya (Sub Plot) adalah dosis hormon terdiri dari empat level faktor yaitu (1) 0% (kontrol), (2) 0.20%, (3) 0.30%, (4) 0.40%. Parameter yang diamati adalah persentase tumbuh, jumlah tunas, tinggi tanaman, jumlah daun dan panjang daun. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan secara vegetatif atau aseksual merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk tanaman yang sulit dibiakkan dengan biji. Kasus yang terjadi pada bamboo betung, jarang dijumpai tanaman yang berbiji. Oleh karena itu penelitian dilakukan dengan menggunakan stek cabang buluh. Tanaman yang dihasilkan dengan cara ini akan mewarisi sifat genetik dari tanaman induknya. Berdasarkan pada pertumbuhannya, bambu betung ter-

123 golong tanaman tumbuh lambat (Sastrapradja dkk, 1977), oleh karena itu agar pertumbuhannya lebih cepat, dapat dipacu dengan berbagai perlakuan, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan hormon tumbuh (Lakitan, 1995). Perbanyakan tanaman bambu dengan menggunakan stek cabang di Thailand digunakan untuk perbanyakan tanaman dalam skala besar/masal (Prosea, 1995). Di Indonesia pada umumnya bambu betung diperbanyak dengan stek batang atau akar rimpang (Sastrapradja dkk, 2000), meskipun teknik biak sel dan jaringan telah dilakukan. Dengan menggunakan stek cabang tua yang dipacu dengan hormon IAA dan IBA diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan stek. Hal ini disebabkan karena IAA dapat memacu pertunasan dan IBA dapat memacu pembentukan akar stek (Hartmann, et al, 1990) dan memacu pertumbuhan panjang akar (Sebanek & Jesko, 1989). Hal ini didukung oleh pendapat Rismunandar (1988) yang menyatakan bahwa IBA dapat mempercepat tumbuhnya akar baru pada tanaman (bibit yang baru dipindahkan dari persemaian pada beberapa jenis tanaman keras. Bibit yang akan dipindahkan dimasukkan ke dalam larutan tersebut selama 48 jam. Penelitian ini bertujuan untuk mencari jenis dan dosis hormon yang optimum pada pertumbuhan stek bambu betung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang dipacu oleh hormon, pertunasannya lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Dengan menggunakan kedua jenis hormon tersebut setelah berumur satu minggu pada umumnya stek tersebut sudah mulai bertunas, sedangkan kontrol pada umumnya bertunas pada saat stek berumur 15 hari sejak tanam. Pengamatan dilakukan sampai dengan bibit berumur 3 bulan. Secara umum, pengaruh hormon IBA lebih baik dibandingkan IAA dan kontrol pada semua parameter yang diamati. Hasil analisa secara statistik disajikan pada Tabel 1 berikut. 1. Persentase tumbuh Aplikasi hormon IBA berpengaruh lebih baik dibandingkan hormon IAA. Hal ini terlihat dari rataan persentase tumbuh yang dihasilkan oleh pemakaian hormon IBA (90.00%), sedangkan IAA (74.17%) (Tabel 1).

124 Tabel 1. Perlakuan Pengaruh pemakaian hormon IAA dan IBA pada dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan stek 'bambu betung' pada umur 3 bulan Persen tumbuh (%) Jumlah tunas Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun (helai) Panjang daun (cm) I. Pengaruh perlakuan tunggal *) A. Macam hormon 1. IAA 74.17 b 5.85 b 9.31 b 6.49 b 3.48 b 2. IBA 90.00 a 6.05 b 10.44 b 6.70 b 4.76 a B. Macam dosis hormon 1. 0 % (kontrol) 73.33 b 5.09 b 8.50 b 5.67 d 3.54 b 2. 0.20 % 71.67 b 5.71 b 8.76 b 6.89 b 4.00 ab 3. 0.30 % 90.00 a 5.57 b 9.58 b 6.30 c 4.50 a 4. 0.40 % 93.33 a 7.43 a 12.64 a 7.52 a 4.43 a II. Pengaruh perlakuan Interaksi IAA 1. 0 % (kontrol) 63.33 d 5.07 c 8.05 c 5.86 c 3.19 c 2. 0.20 % 66.67 d 5.41 bc 7.97 c 7.00 b 3.57 c 3. 0.30 % 80.00 bc 5.70 bc 8.79 bc 5.99 c 3.50 c 4. 0.40 % 86.67 b 7.20 a 12.42 a 7.11 b 3.65 c IBA Catatan : *) 1. 0 % (kontrol) 83.33 bc 5.10 c 8.95 bc 5.48 c 3.90 bc 2. 0.20 % 76.67 c 6.00 b 9.56 bc 6.79 b 4.43 b 3. 0.30 % 100.00 a 5.43 bc 10.37 b 6.60 b 5.50 a 4. 0.40 % 100.00 a 7.67 a 12.87 a 7.93 a 5.20 a Angka-angka data pada arah tegak yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf 0.05 uji jarak Duncans. Pada perlakuan tunggal, dosis hormon yang memberikan pengaruh terbaik adalah 0.40% yaitu 93.33% sedangkan terendah adalah 0.20% yaitu 71.63%. Sedangkan pada perlakuan interaksi, penggunaan hormon IBA dengan dosis 0.40% memberikan pengaruh terbaik yaitu 100%, namun tidak berbeda nyata dengan pemakaian IBA dosis 0.30% (Tabel 1). Semakin tinggi dosis IBA yang digunakan, semakin baik pengaruhnya terhadap persentase tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Lakitan (1995) bahwa aplikasi IBA pada stek batang berkayu (hardwood) memerlukan dosis tinggi, sedangkan batang lunak (softwood) memerlukan dosis rendah. Hartmann et al (1990) menyatakan bahwa IBA selain mempunyai sifat tidak meracuni tanaman, dapat segera menyembuhkan luka pada tanaman. Demikian pula halnya pada penggunaan hormon IAA semakin tinggi dosis yang digunakan semakin baik pengaruhnya terhadap persentase tumbuh. Persentase tumbuh tertinggi (86.67%) ditunjukkan oleh dosis 0.40% sedangkan terendah (63.33%) ditunjukkan oleh kontrol. 2. Jumlah tunas Pada perlakuan tunggal, jenis hormon tidak berpengaruh nyata

125 terhadap jumlah tunas (Tabel 1), namun demikian rataan jumlah tunas tertinggi (6.05) masih ditunjukkan oleh aplikasi hormon IBA sedangkan terendah ditunjukkan oleh aplikasi hormon IAA (5.85) (Tabel 1). Pemakaian dosis hormon 0.40% memberikan pengaruh terbaik pada jumlah tunas yang dihasilkan (7.43) sedangkan terendah (5.09) ditunjukkan oleh kontrol (Tabel 1). Pada perlakuan interaksi, aplikasi hormon IBA pada dosis 0.40% menghasilkan jumlah tunas tertinggi (7.67) sedangkan terendah (5.10) ditunjukkan oleh kontrol (Tabel 1). Tidak berbeda dengan aplikasi hormon IBA, pada dosis 0.40% IAA menunjukkan jumlah tunas tertinggi (7.20), sedangkan terendah (5.07) ditunjukkan oleh kontrol. Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa pada tanaman berkayu aplikasi dosis IBA yang terlalu tinggi dapat menghambat pertunasan, sedangkan bila terlalu rendah tidak efektif untuk merangsang pertumbuhan akar (Lakitan, 1995). Disebutkan oleh Hartmann et al (1990) bahwa aplikasi hormon IAA pada dosis terlalu tinggi justeru dapat menurunkan jumlah tunas yang terbentuk. Oleh karena itu mengetahui dosis optimum dari IAA sangat diperlukan. Secara umum yang memberikan pengaruh terbaik pada jumlah tunas yang dihasilkan adalah hormon IBA pada dosis 0.40%. 3. Tinggi tanaman Ciri-ciri yang khas pada suatu jenis tanaman yang sedang tumbuh nampak pada perubahan tingginya, membesarnya batang pokok dan lainnya (Rismunandar, 1988). Pada penelitian ini pengaruh perlakuan tunggal menunjukkan bahwa aplikasi hormon IBA memberikan rataan tertinggi (10.44 cm) pada tinggi tanaman, sedangkan IAA (9.31 cm), namun secara statistik hal tersebut tidak menunjukkan perbedaan nyata (Tabel 1). Dosis hormon 0.40% memberikan pengaruh tertinggi pada tinggi tanaman (12.64 cm) (Tabel 1). Pengaruh perlakuan interaksi menunjukkan bahwa aplikasi hormon IBA pada dosis 0.40% menghasilkan angka rataan tertinggi pada parameter tinggi tanaman (12.87 cm) sedangkan aplikasi IAA pada dosis 0.40% menghasilkan rataan tinggi tanaman adalah 12.42 cm (Tabel 1). Angka-angka tersebut setelah diuji secara statistik tidak menunjukkan perbedaan nyata.

126 4. Jumlah daun Pengaruh perlakuan tunggal menunjukkan bahwa rataan jumlah daun tertinggi (6.70) ditunjukkan oleh aplikasi hormon IBA, sedangkan aplikasi hormon IAA menghasilkan rataan jumlah daun 6.49. Setelah diuji secara statistik kedua hormon tersebut tidak menunjukkan perbedaan nyata. Dosis 0.40% menunjukkan angka rataan tertinggi (7.52) pada jumlah daun (Tabel 1). Pada pengaruh perlakuan interaksi aplikasi hormon IAA maupun IBA pada berbagai dosis menunjukkan perbedaan nyata. Aplikasi hormon IBA pada dosis 0.40% menghasilkan angka rataan tertinggi (7.93), sedangkan aplikasi hormon IAA pada dosis 0.40% menghasilkan rataan jumlah daun 7.11 (Tabel 1). 5. Panjang daun Pada Tabel 1 dapat dilihat pengaruh perlakuan tunggal macam hormon menunjukkan perbedaan nyata antara hormon IAA dan IBA. Rataan panjang daun terpanjang ditunjukkan oleh perlakuan dosis 0.40%. Pada pengaruh perlakuan interaksi, aplikasi bermacam-macam jenis hormon IAA tidak menunjukkan perbedaan nyata meskipun rataan tertinggi (3.65 cm) ditunjukkan oleh perlakuan dosis 0.40%. Sedangkan aplikasi IBA 0.40% menunjukkan rataan tertinggi panjang daun. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Pengaruh hormon IBA lebih baik dibandingkan dengan IAA pada semua parameter yang diamati (persen tumbuh, jumlah tunas, tinggi tanaman, jumlah daun dan panjang daun). 2. Konsentrasi 0.40% baik IAA maupun IBA memberikan angka rataan tertinggi pada semua parameter yang diamati. 3. Persentase tumbuh tertinggi (100%), ditunjukkan oleh aplikasi IBA 0.40% dan 0.30% namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan nyata, sedangkan terendah 63.33% ditunjukkan oleh kontrol. 4. Jumlah tunas teringgi (7.67) ditunjukkan oleh aplikasi IBA 0.40% sedangkan terendah (5.07) ditunjukkan oleh kontrol. 5. Tinggi tanaman tertinggi (12.87 cm) ditunjukkan oleh aplikasi IBA 0.40% sedang terendah (7.97 cm) ditunjukkan oleh aplikasi IAA 0.20%.

127 6. Jumlah daun tertinggi (7.93) ditunjukkan oleh aplikasi IBA 0.40% sedangkan terendah (5.48) ditunjukkan oleh kontrol. 7. Panjang daun terpanjang (5.50 cm) ditunjukkan oleh aplikasi IBA 0.30% dan pada 0.40% menghasilkan panjang daun 5.20 cm. DAFTAR PUSTAKA Dransfield, S & E. A Widjaja. 1995. Dendrocalamus asper in Bamboos. Plant Resources of South- East Asia 7 Prosea. Bogor Indonesia : 80-83. Hartmann, H.T; D.E Kester & F.E Davies. 1990. Plant propagation principles and practices. Fift edition. Prentice Hill International, Inc. New. Jersey. Sastrapradja, S; E. A Widjaja; S. Prawiroatmodjo & S. Soenarko. 1977. Beberapa Jenis Bambu. Lembaga Biologi Nasional LIPI. Bogor. Sebanek, J. & T. Jesko. 1989. Hormonal control of growth and development of the root and the shoot in Kolek, J. & V. Kozinka. 1989. Physiology of the plant root system. Kluwer Academic Publisher. The Netherlands: 27-30. Soedjono & H. Hartanto. 1994. Budidaya Bambu. Penerbit Dahara Prize. Semarang. 95 hal. Sumarna, A. 1987. Bamboo. Angkasa Bandung. Indonesia. 207 p. Lakitan, B. 1995. Hortikultura. Teori Budidaya & PascaPanen. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Prosea. 1995. Bamboos. Plant Resources of South East Asia 7. Prosea. Bogor. Indonesia. Sumiasri, N. 1998. The cultivation and utilization of bamboo in Indonesia. Paper presented at The International Training Course on Cultivation and Utilization of Bamboo. Fuyang, China. 5-20 October 1998. Rismunandar, 1988. Hormon tanaman dan ternak. PS Penebar Swadaya. Jakarta. Widjaja, E. A. 1997. Jenis-jenis bambu endemic dan konservasinya di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Biologi XV.

128 Diselenggarakan bersama Perhimpunan Biologi Indonesia Cabang Lampung dan Universitas Lampung. Bandar Lampung: 203-206. Widjaja, E.A. 1998. Indonesian Traditional Knowledge of Bamboo in the Modern Life. Seminar for the Safe - guarding and Promosion of Traditional Techniques of Bamboo Modern Life. Unesco. Hanoi: 75-88.