HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

Lampiran 1. Genotipe yang Digunakan sebagai Bahan Penelitian pada Percobaan Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

Lampiran1. Daftar Genotipe Padi Gogo, Rawa dan Sawah yang Digunakan pada Pengujian Pendahuluan. Genotipe Padi Gogo Padi Rawa Padi Sawah Situpatenggang

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

Genotipe Padi Gogo Genotipe Padi Rawa Genotipe Padi Sawah Batu Tegi B11586F-MR Aek Sibundong Jati Luhur Inpara 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. kandungan karbondioksida mengakibatkan semakin berkurangnya lahan. subur untuk pertanaman padi sawah (Effendi, 2008).

I. PENDAHULUAN. merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Berdasarkan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Tipe perkecambahan epigeal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

I. PENDAHULUAN. lima persen penduduk Indonesia mengkonsumsi bahan makanan ini (Swastika

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

PRIMING UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS BENIH PADI GOGO (Oryza sativa L.) PADA KONDISI OPTIMUM DAN SUB OPTIMUM. Oleh: Citta Kharisma Asfiruka A

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Agustus 2011 sampai dengan Bulan

penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman dilakukan digunakan 80%. Pada umur 1-2 MST dilakukan penyulaman pada benih-benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

PENGUJIAN TOLERANSI KEKERINGAN TERHADAP PADI GOGO (Oryza sativa L.) PADA FASE PERKECAMBAHAN ITA MADYASARI A

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. I. Pengujian Toleransi Salinitas Padi pada Stadia Perkecambahan di Laboratorium

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

Lampiran 2.Rataan persentasi perkecambahan (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

(Glycine max (L. ) Merr. )

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan karena padi merupakan tanaman sereal yang paling banyak

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

Halimursyadah et al. (2013) J. Floratek 8: 73-79

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PE GARUH PERLAKUA ASAM ASKORBAT DALAM ME I GKATKA TOLERA SI TERHADAP KEKERI GA PADA DUA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) LI DASARI A

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

I. PENDAHULUAN. Padi yang dikenal dengan nama ilmiah Oryza sativa L. merupakan komoditas

METODE UJI TOLERANSI PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP KEKERINGAN PADA STADIA PERKECAMBAHAN

Transkripsi:

HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan tekanan osmotik dan varietas terhadap tolok ukur daya berkecambah dan kecepatan tumbuh. Perlakuan tekanan osmotik berpengaruh nyata terhadap tolok ukur daya berkecambah dan kecepatan tumbuh. Faktor tunggal varietas tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur daya berkecambah (DB) maupun kecepatan tumbuh benih (K CT ). Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Tekanan Osmotik dan Varietas terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah dan Kecepatan Tumbuh Tolok Ukur Sumber Keragaman Tekanan Osmotik Varietas Interaksi KK (%) DB ** tn tn 18.79 K CT ** tn tn 19.44 Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 5% KK = Koefisien keragaman Interaksi perlakuan tekanan osmotik dan varietas tidak menunjukkan pengaruh nyata pada kedua tolok ukur. Besarnya koefisien keragaman tolok ukur DB sebesar 18.79% dan K CT sebesar 19.44%. Hasil analisis ragam masing-masing tolok ukur dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Pengaruh Faktor Tunggal Tekanan Osmotik terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah (DB) Perkecambahan merupakan fase kritis dalam siklus hidup tanaman dan diketahui sensitif terhadap cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan di laboratorium yang disimulasikan dengan menggunakan PEG 6000 pada beberapa tekanan osmotik dapat menghambat proses perkecambahan. Perbandingan keragaan kecambah padi gogo varietas Towuti dan Situ Patenggang pada umur 5 HST pada berbagai perlakuan tekanan osmotik dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

22 Keterangan : P0 = tekanan osmotik 0 MPa P2 = tekanan osmotik -0.4 MPa P1 = tekanan osmotik -0.2 MPa P3 = tekanan osmotik -0.6 MPa P4 = tekanan osmotik -0.8 MPa P5 = tekanan osmotik -1.0 MPa Gambar 1. Perbandingan Keragaan Kecambah Padi Gogo Varietas Towuti Umur 5 HST pada Berbagai Perlakuan Tekanan Osmotik Keterangan : P0 = tekanan osmotik 0 MPa P1 = tekanan osmotik -0.2 MPa P2 = tekanan osmotik -0.4 MPa P3 = tekanan osmotik -0.6 MPa P4 = tekanan osmotik -0.8 MPa P5 = tekanan osmotik -1.0 MPa Gambar 2. Perbandingan Keragaan Kecambah Padi Gogo Varietas Situ Patenggang Umur 5 HST pada Berbagai Perlakuan Tekanan Osmotik

23 Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan tekanan osmotik 0 MPa berbeda nyata dengan perlakuan tekanan osmotik -0.2 MPa dan tekanan osmotik yang lainnya. Persentase daya berkecambah benih pada perlakuan tekanan osmotik 0 MPa (kontrol) sebesar 92.67% untuk varietas Towuti dan 88.67% untuk varietas Situ Patenggang. Hal ini menunjukkan bahwa kedua varietas memiliki viabilitas awal yang tidak berbeda jauh. Daya berkecambah benih mulai mengalami penurunan pada tekanan osmotik -0.2 MPa menjadi 69.33% untuk varietas Towuti dan 77.33% untuk varietas Situ Patenggang. Demikian halnya persentase daya berkecambah benih pada perlakuan tekanan osmotik -0.4 MPa menurun secara signifikan menjadi 1.33% untuk varietas Towuti dan 3.33% untuk varietas Situ Patenggang, sedangkan pada perlakuan tekanan osmotik -0.6 MPa, -0.8 MPa, dan -1.0 MPa benih kedua varietas sudah tidak menunjukkan adanya kecambah normal. 120 Daya Berkecambah (%) 100 80 60 40 20 96,67 a 88,67 a 77,33 b 69,33 b Daya Berkecambah (%) Varietas Towuti Daya Berkecambah (%) Varietas Situ Patenggang 0 1,33 3,33 c 0c 0 c 0 c Tekanan Osmotik (MPa) Gambar 3. Grafik Perbandingan Daya Berkecambah (%) antaravarietas Towuti dan Situ Patenggang pada Beberapa Taraf Tekanan Osmotik (MPa) Penurunan persentase daya berkecambah benih yang nyata pada tekanan osmotik -0.4 MPa menunjukkan bahwa pada tekanan osmotik ini benih kedua varietas sudah menunjukkan gejala tercekam. Penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan osmotik yang masih dapat ditolerir benih adalah pada tekanan osmotik -0.2 MPa.

24 Kondisi cekaman kekeringan yang disimulasikan dengan menggunakan PEG 6000 mampu menurunkan persentase daya berkecambah. Sesuai dengan hasil penelitian Tavili et al. (2009), peningkatan cekaman garam dapat menurunkan tolok ukur perkecambahan sepertipersentase daya berkecambah, panjang koleoptil, panjang radikula, panjang kecambah, danindeks vigor. Menurut Michel dan Kaufmann (1973) penggunaan larutan PEG untuk seleksi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat dijadikan alternatif. PEG mampu menahan air sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Widoretno et al. (2002) menyatakan bahwa perkecambahan benih kedelai menurun akibat meningkatnya konsentrasi PEG pada media perkecambahan. Hal ini diduga terjadi akibat terhambatnya proses pembelahan sel, pemanjangan sel, atau keduanya akibat cekaman kekeringan yang disimulasikan dengan PEG. Pengaruh Faktor Tunggal Tekanan Osmotik terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh (K CT ) Kecepatan tumbuh benih (K CT ) merupakan salah satu tolok ukur yang biasa digunakan untuk melihat parameter vigor benih. Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh dan berproduksi normal pada suatu kondisi sub optimum. Gambar 4 menunjukkan bahwak CT benih pada perlakuan tekanan osmotik 0 MPa (kontrol) sebesar 18.89%/etmal untuk varietas Towuti dan 16.67%/etmal untuk varietas Situ Patenggang. Kecepatan Tumbuh (%/etmal) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 18,89 a 16,67 a 11,73 b 10,46 b 0,19 0,52 c 0 c 0 c 0 c 0-0,2-0,4-0,6-0,8-1 Tekanan Osmotik (MPa) Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Varietas Towuti Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Varietas Situ Patenggang Gambar 4. Grafik Perbandingan Kecepatan Tumbuh (%/etmal) antara Varietas Towuti dan Situ Patenggang pada Beberapa Taraf Tekanan Osmotik (MPa)

25 Meskipun besarnya nilai K CT kedua varietas tidak mencapai K CT maksimum yaitu sebesar 20%/etmal, akan tetapi benih masih mempunyai vigor yang baik. Penurunan nilai K CT secara nyata terjadi pada tekanan osmotik -0.2 MPa. Besar penurunan nilai K CT pada varietas Towuti sebesar 8.43%/etmalmenjadi 10.46%/etmal, sedangkan pada varietas Situ Patenggang terjadi penurunansebesar 4.94%/etmal menjadi 11.73%/etmal. K CT benih akan semakin menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi PEG. Sama halnya dengan tolok ukur daya berkecambah, pada tekanan osmotik -0.4 MPa. K CT benih kedua varietas menurun secara signifikanyata menjadi 0.19%/etmal pada varietas Towuti dan 0.52%/etmal pada varietas Situ Patenggang, sedangkan pada tekanan osmotik -0.6 MPa, -0.8 MPa, dan -1.0 MPa kedua varietas tidak menunjukkan adanya kecambah normal. Nilai K CT semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya tekanan osmotik. Tekanan osmotik yang meningkat akan menyebabkan ketersediaan air menurun. Menurut Gardner et al. (1991), kandungan air yang kurang dari batas optimum biasanya menghasilkan imbibisi sebagian dan memperlambat atau menahan perkecambahan. Percobaan 2. Pengujian Pengaruh Asam Askorbat terhadap Tingkat Toleransi Kekeringan Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang di Laboratorium Tabel 2 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan varietas padi gogo dan konsentrasi asam askorbat terhadap tolok ukur daya berkecambah, kecepatan tumbuh, panjang akar primer 5 dan 7 HST, panjang akar seminal 5 dan 7 HST, jumlah akar seminal 5 dan 7 HST, dan panjang plumula 7 HST. Perlakuan varietas dan konsentrasi asam askorbat mempunyai pengaruh yang nyata terhadap tolok ukur daya berkecambah dan kecepatan tumbuh. Faktor tunggal varietas memberikan pengaruh nyata terhadap tolok ukur panjang akar primer 7 HST, panjang akar seminal 5 HST, jumlah akar seminal 5 HST, dan panjang plumula 7 HST. Varietas dan konsentrasi asam askorbat tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur panjang akar primer 5 HST, panjang dan jumlah akar seminal 7 HST.Interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata pada semua tolok ukur.

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi Asam Askorbat dan Varietas terhadap Tolok Ukur yang Diamati 26 Tolok Ukur Sumber Keragaman Varietas Asam Askorbat Interaksi KK (%) Daya Berkecambah ** * tn 11.66 Kecepatan Tumbuh ** ** tn 11.68 Panjang Akar Primer 5 HST tn tn tn 22.03 Panjang Akar Primer 7 HST * tn tn 5.26 Panjang Akar Seminal 5 HST ** tn tn 10.46^ Panjang Akar Seminal 7 HST tn tn tn 10.03^ Jumlah Akar Seminal 5 HST ** tn tn 13.38^ Jumlah Akar Seminal 7 HST tn tn tn 11.37^ Panjang Plumula 7 HST ** tn tn 7.09 Keterangan :tn = tidak berpengaruh nyata, * = berpengaruh nyata pada taraf 5% DMRT, **= berpengaruh nyata pada taraf 1% DMRT, KK = Koefisien keragaman ^ = hasil transformasi Besarnya koefisien keragaman pada percobaan ini berkisar antara 5.26% pada tolok ukur panjang akar primer 7 HST, dan 22.03% pada tolok ukur panjang akar primer 5 HST. Hasil analisis ragam masing-masing tolok ukur dapat dilihat pada Lampiran 3 sampai 11. Pengaruh Faktor Tunggal Varietas dan Konsentrasi Asam Askorbat terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Varietas Pengaruh perlakuan varietas berbeda nyata terhadap tolok ukur daya berkecambah, kecepatan tumbuh benih, panjang akar primer 7 HST, panjang dan jumlah akar seminal 5 HST, dan panjang plumula 7 HST. Rata-rata nilai tengah persentase daya berkecambah pada varietas Towuti sebesar 59.05%, berbeda dengan varietas Situ Patenggang yang mencapai 80.76%. Demikian halnya dengan rata-rata nilai tengah kecepatan tumbuh benih pada varietas Towuti hanya sebesar 9.06%/etmal, sedangkan pada varietas Situ Patenggang rata-rata nilai tengahnya mencapai 12.75%/etmal (Tabel 3). Besarnya nilai K CT kedua varietas rendah jika dibandingkan dengan nilai K CT maksimum (20%/etmal). Perbedaan

27 rata-rata nilai tengah pada kedua varietas menunjukkan bahwa kedua varietas memiliki vigor yang berbeda. Vigor awal benih pada akhirnya akan mempengaruhi toleransi tanaman terhadap kekeringan. Tabel 3. Nilai Tengah Pengaruh Faktor Tunggal Varietas dan Konsentrasi Asam Askorbat terhadap Tolok Ukur Daya Berkecambah (%) dan Kecepatan Tumbuh (%/etmal) pada Tekanan Osmotik -0.2 MPa V Konsentrasi Asam Askorbat (mm) NA 0 55 110 165 220 275 Daya Berkecambah (%) V1 48.00 65.33 73.33 66.67 57.33 53.33 49.33 59.05 b Kecepatan Tumbuh (%/etmal) V1 7.08 10.46 11.41 10.36 8.7 8.03 7.4 9.06 b Ratarata V2 80.67 80.67 91.33 84.67 79.33 77.33 71.33 80.76 a Ratarata 64.33 cd 73.00 abc 82.33 a 75.67 ab 68.33 bcd 65.33 bcd 60.33 d V2 11.86 13.1 14.64 13.79 12.89 11.97 10.95 12.75 a Ratarata 9.47 c 11.78 ab 13.03 a 12.08 ab 10.79 bc 9.99 c 9.18 c Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama variabel x dan pada kolom yang sama variabel y tidak berbeda nyata pada taraf 5 % DMRT. V1 = Varietas Towuti V2 = Varietas Situ Patenggang NA= Perlakuan tanpa perendaman air dan Asam Askorbat Tabel4 menunjukkan bahwa panjang akar primer varietas Towuti berbeda nyata dengan varietas Situ Patenggang. Varietas Towuti memiliki panjang akar primer sebesar 7.93 cm sedangkan varietas Situ Patenggang sebesar 7.65 cm. Panjang akar biasa digunakan sebagai parameter tingkat toleransi tanaman terhadap kekeringan.kecambah yang memiliki akar primer yang lebih panjang memiliki tingkat toleransi kekeringan yang lebih baik. Vallejo dan Kelly dalamhanum et al. (2007) menyatakan bahwa karakter morfologi atau fenotipik yang umum untuk menduga tingkat toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat diketahui dengan mengamati perkembangan perakaran yang dapat digunakan untuk membedakan tanaman yang tahan atau tanaman peka. Rata-rata nilai tengah panjang akar seminal pada varietas Towuti sebesar 0.01 cm berbeda nyata dengan varietas Situ Patenggang sebesar 0.15 cm. Ratarata nilai tengah jumlah akar seminal pada varietas Towuti sebesar 0.05 berbeda

28 nyata dengan varietas Situ Patenggang sebesar 0.44. Rata-rata nilai tengah panjang plumula pada varietas Towuti sebesar 2.66 cm berbeda nyata dengan varietas Situ Patenggang sebesar 3.37 cm. Varietas Tabel 4. Nilai Tengah Pengaruh Varietas terhadap Tolok Ukur Panjang Akar Primer 7 HST (cm), Panjang dan Jumlah Akar Seminal 5 HST, dan Panjang Plumula 7 HST (cm) pada Tekanan Osmotik -0.2 MPa Konsentrasi Asam Askorbat (mm) NA 0 55 110 165 220 275 Panjang Akar Primer 7 HST Rata-rata Towuti 7.77 7.79 7.91 8.01 8.11 8.12 7.77 7.93 a Situ Patenggang 7.51 7.68 7.66 7.84 7.34 7.85 7.68 7.65 b Rata-rata 7.64 7.73 7.78 7.93 7.73 8.02 7.73 Panjang Akar Seminal 5 HST Towuti 0.00 0.05 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.01 b Situ Patenggang 0.18 0.21 0.10 0.26 0.25 0.00 0.02 0.15 a Rata-rata 0.09 0.13 0.05 0.14 0.13 0.00 0.01 Jumlah Akar Seminal 5 HST Towuti 0.00 0.17 0.00 0.17 0.00 0.00 0.00 0.05 b Situ Patenggang 0.34 0.58 0.33 0.67 0.83 0.00 0.33 0.44 a Rata-rata 0.17 0.38 0.17 0.42 0.42 0.00 0.17 Panjang Plumula 7 HST Towuti 2.61 2.49 2.74 2.73 2.52 2.72 2.78 2.66 b Situ Patenggang 3.67 3.58 3.25 3.20 3.16 3.44 3.32 3.37 a Rata-rata 3.14 3.04 2.99 2.97 2.84 3.08 3.05 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama pada tolok ukur yang diamati tidak berbeda nyata pada taraf 5 % DMRT Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa varietas Situ Patenggang memiliki panjang dan jumlah akar seminal, serta panjang plumula yang lebih baik dibandingkan varietas Towuti. Meskipun terjadi hasil yang bertolak belakang dengan tolok ukur panjang akar primer. Khususnya untuk tanaman pangan dan hortikultura, akar seminal menjadi struktur yang penting dari sistem perakaran yang baik dalam evaluasi kecambah normal selain akar primer dan akar sekunder. Menurut Suardi (2002), peran akar dalam menyerap air tanah selama pertumbuhan menentukan kelancaran proses fotosintesis dalam menghasilkan gabah. Peran akar

29 dinilai sangat penting karena penyerapan air dan hara tergantung kemampuan akar menembus lapisan tanah lebih dalam. Asam Askorbat Konsentrasi asam askorbat hanya berpengaruh nyata terhadap tolok ukur daya berkecambah dan kecepatan tumbuh benih. Perlakuan konsentrasi asam askorbat 55 mm berbeda nyata dengan konsentrasi asam askorbat 165 mm, 220 mm, 275 mm, dan perlakuan NA (tanpa perendaman), tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0 mm dan 110 mm. Perbandingan keragaan kecambah padi gogo varietas Towuti dan Situ Patenggang pada perlakuan konsentrasi askorbat s0 mm dan 55 mm pada umur 7 HST dapat dilihat pada Gambar 5. Keterangan : V1 = varietas Towuti, V2 = varietas Situ Patenggang, A0 = konsentrasi Asam Askorbat 0 mm, A1 = konsentrasi Asam Askorbat 55 mm Gambar 5. Perbandingan Keragaan Kecambah Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Umur 7 HST pada Konsentrasi 0 mm dan 55mM. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yari et al. (2010), bahwa priming benih mempunyai pengaruh positif yang nyata pada beberapa parameter perkecambahan benih. Rata-rata perkecambahan yang terbesar diketahui pada benih yang direndam dengan aquades (0 mm). Berbeda halnya dengan penelitian Tavili et al. (2009), bahwa konsentrasi asam askorbat 300 ppm (1.7 mm) dapat meningkatkan rata-rata perkecambahan benih Agropyron elongatum Host. sampai

30 37% di bawah kondisi stress garam. Penelitian Khan et al. (2011) juga menunjukkan bahwa priming pada benih gandum dengan asam askorbat 20 ppm (0.11 mm) menghasilkan persentase perkecambahan, panjang radikula, plumula, jumlah akar sekunder, rasio akar tajuk, berat kering akar, dan berat kering bibit lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (tanpa priming). Persentase daya berkecambah menurun pada konsentrasi askorbat lebih dari 110 mm yaitu pada konsentrasi 165 mm, 220 mm, dan 275 mm. Nilai tengah rata-rata daya berkecambah benih konsentrasi 275 mm bahkan sama dengan perlakuan NA (tanpa priming). Konsentrasi asam askorbat yang terlalu tinggi akan menyebabkan terhambatnya proses metabolisme yang terjadi di dalam benih. Berdasarkan penelitian Yullianida dan Murniati (2005), menurunnya nilai daya berkecambah pada perlakuan matriconditioning + asam askorbat 100 ppm ( 0.6 mm) maupun 150 ppm ( 1.1 mm) diduga karena asam askorbat yang diberikan (exogenus) terakumulasi di dalam benih dan dapat memberikan efek inhibitor karena konsentrasinya terlalu tinggi. Menurut Muchtadi (2000) pada konsentrasi yang terlalu tinggi, zat antioksidan dapat berubah fungsi menjadi prooksidan. Perlakuan asam askorbat meskipun memberikan pengaruh positif terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuh benih, tetapi tidak mampu untuk meningkatkan panjang akar primer pada 7 HST. Hasil penelitian Tavili et al. (2010) juga menunjukkan bahwa persentase perkecambahan B. Inermis meningkat karena perlakuan priming dan hydropriming selama 8 jam. Perlakuan priming dan hydropriming menyebabkan persentase perkecambahan lebih tinggi dari perlakuan yang lain, akan tetapi tidak terjadi peningkatan yang nyata pada panjang radikula (akar) B. Inermis karena priming benih. Burguieres et al. (2007) juga melaporkan bahwa pada konsentrasi 50 µm asam folat dan 500 µm asam askorbat ( 50 mm) merupakan konsentrasi yang optimum untuk menambah vigor benih dan berpotensi menghasilkan penampilan tanaman yang baik pada parameter vigor benih secara agronomi dan biokimia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa persentase daya berkecambah, bobot tajuk, tinggi tajuk, dapat ditingkatkan dengan perlakuan asam folat dan vitamin C dibandingkan tanaman kontrol.

31 Percobaan3. Pengujian Pengaruh Asam Askorbat terhadap Tingkat Toleransi Kekeringan Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang di Rumah Kaca Table 5 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan varietas dan konsentrasi asam askorbat terhadap tolok ukur tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, defisit air, dan panjang akar primer 7 MST. Perlakuan varietas hanya memberikan pengaruh nyata pada tolok ukur luas daun 1 dan 2 MSC. Perlakuan asam askorbat sama sekali tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada semua tolok ukuryang diamati. Pengaruh interaksi kedua faktor hanya terlihat pada tolok ukur luas daun 1 MSC dan defisit air 1 MSC. Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi Asam Askorbat dan Varietas terhadap Tolok Ukur yang Diamati di Rumah Kaca Tolok Ukur Sumber Keragaman Varietas Asam Askorbat Interaksi KK (%) Tinggi tanaman 1 MSC tn tn tn 6.06% 2 MSC tn tn tn 9.56% 3 MSC tn tn tn 10.11% 4 MSC tn tn tn 10.91% Jumlah Daun 1 MSC tn tn tn 9.85% 2 MSC tn tn tn 14.99% 3 MSC tn tn tn 19.39% 4 MSC tn tn tn 19.08% Luas Daun 1 MSC * tn * 16.22% 2 MSC * tn tn 11.99% 3 MSC tn tn tn 17.12% 4 MSC tn tn tn 18.02% Defisit Air 1 MSC tn tn * 3.28% 2 MSC tn tn tn 4.42% 3 MSC tn tn tn 9.05% 4 MSC tn tn tn 2.86% Panjang Akar Primer 7 MST tn tn tn 15.69% Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata, * = berpengaruh nyata pada taraf 5% DMRT, KK= Koefisien keragaman, MSC= Minggu Setelah Cekaman

32 Besarnya koefisien keragaman pada percobaan ini berkisar antara 2.86% pada tolok ukur defisit air 1 MSC dan 19.39% pada tolok ukur jumlah daun 3 MSC. Hasil analisis ragam masing-masing tolok ukur dapat dilihat pada Lampiran 12-28. Pengaruh Interaksi Perlakuan Varietas dan Asam Askorbat terhadap Pertumbuhan Bibit di Rumah Kaca Interaksi berpengaruh nyata terhadap tolok ukur luas daun dan defisit air 1 MSC, tetapi tidak berpengaruh terhadap tolok ukur lainnya. Tabel 6 menunjukkan bahwa pengaruh perendaman benih dengan asam askorbat 55 mm terlihat pada varietas Towuti, Perendaman benih dengan asam askorbat 55 mm berbeda nyata dengan perlakuan asam askorbat 0 mm. Perbandingan keragaan bibit padi gogo kedua varietas pada perlakuan konsentrasi asam askorbat 0 mm dan 55 mm dapat dilihat pada Gambar 6. V1A0 V1A1 V2A1 V2A0 Keterangan : V1 = varietas Towuti, V2 = varietas Situ Patenggang, A0 = konsentrasi Asam Askorbat 0 mm, A2 = konsentrasi Asam Askorbat 55 mm Gambar 6. Perbandingan Keragaan Bibit Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang pada Konsentrasi Asam Askorbat 0 mm dan 55mM. Perendaman benih dengan asam askorbat 55 mm pada varietas Towuti menyebabkan penurunan yang nyata pada luas daun 1 MSC (dari 9.57 cm 2 menjadi 5.67 cm 2 ). Berbeda dengan varietas Situ Patenggang, perendaman benih dengan asam askorbat 55 mm tidak berbeda nyata dengan perlakuan asam askorbat 0 mm (tanpa asam askorbat).

33 Interaksi juga terjadi pada tolok ukur defisit air 1 MSC. Tabel 6 menunjukkan bahwa pengaruh perendaman benih dengan asam askorbat 55 mm terlihat pada varietas Towuti, Perendaman benih dengan asam askorbat 55 mm berbeda nyata dengan perlakuan asam askorbat 0 mm. Perendaman benih dengan asam askorbat 55 mm pada varietas Towuti menyebabkan penurunan nilai defisit air (dari 94.30% menjadi 87.51%), sedangkan pada varietas Situ Patenggang konsentrasi asam askorbat 55 mm tidak berbeda nyata dengan perlakuan asam askorbat 0 mm (tanpa asam askorbat). Perlakuan konsentrasi asam askorbat 55 mm tidak menyebabkan peningkatan atau penurunan luas daun yang nyata pada varietas Situ Patenggang tetapi menyebabkan penurunan luas daun yang nyata pada varietas Towuti. Tidak terjadinya peningkatan atau penurunan luas daun yang nyata pada varietas Situ Patenggang menyebabkan persentase defisit air tidak naik atau turun secara nyata (dari 89.22 % menjadi 93.71 %). Sebaliknya, penurunan luas daun pada varietas Towuti menyebabkan penurunan persentase defisit air (dari 94.30 % menjadi 87.51 %). Tabel 6. Nilai Tengah Pengaruh Interaksi Varietas dan Konsentrasi Asam Askorbat terhadap Tolok Ukur Luas Daun1 MSC dan Defisit Air 1 MSC Varietas Asam Askorbat (mm) 0 55 Luas Daun 1 MSC Towuti 9.57 a 5.67 b Situ Patenggang 9.57 a 9.93 a Defisit Air 1 MSC Towuti 94.30 a 87.51 b Situ Patenggang 89.22 ab 93.71 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % DMRT. Menurut Nurhayati et al. (2006), air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Pada kondisi tertentu tanaman dapat mengalami defisit air, akibat transpirasi yang berlebihan atau kurangnya ketersediaan air di daerah perakaran. Taiz dan Zeiger (2006) menyatakan

34 bahwacekaman kekeringan mempunyai beberapa pengaruh pada pertumbuhan tanaman, salah satunya adalah membatasi perluasan daun. Luas daunpenting karena proses fotosintesis biasanya terjadi di bagian ini. Bahkan mengurangi luas daun dianggap sebagai cara pertama yang dilakukan untuk bertahan melawan kekeringan. Menurut Farooq et al. (2009), cekaman kekeringan mengurangi luas daun, perpanjangan batang, dan perpanjangan akar, mengganggu hubungan airtanaman, serta mengurangi efisiensi penggunaan air. Adanya perbedaan respon antara varietas Towuti dan Situ Patenggang terhadap perendaman benih dengan asam askorbat dapat disebabkan karena perbedaan genetik dari kedua varietas. Varietas Towuti menunjukkan respon yang positif terhadap perendaman dengan asam askorbat, sedangkan pada varietas Situ Patenggang tidak memberikan respon terhadap perendaman benih dengan asam askorbat. Pengaruh Faktor Tunggal Varietas terhadap Pertumbuhan Bibit di Rumah Kaca Faktor tunggal varietas berpengaruh nyata terhadap tolok ukur luas daun 1 dan 2 MSC, tetapi tidak berpengaruh terhadap tolok ukur lainnya. Varietas Situ Patenggang mempunyai luas daun yang lebih besar (9.75 cm 2 pada 1 MSC dan 12.32 cm 2 pada 2 MSC) dibandingkan varietas Towuti (7.62 cm 2 pada 1 MSC dan 9.57 cm 2 pada 2 MSC). Perbedaan luas daun ini akan berpengaruh pada tingkat transpirasi tanaman yang pada akhirnya akan mempengaruhi defisit air. Pada kondisi tingkat cekaman kekeringan yang sama (tekanan osmotik -0.2 MPa), nilai defisit air varietas Situ Patenggang lebih besar dibandingkan varietas Towuti. Menurut Rusmin et al. (2002), adanya perbedaan pertumbuhan tanaman antar jenis/varietas diduga disebabkan oleh faktor genetik yang mengontrol tanaman tersebut terhadap cekaman air.