BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM. Secara umum, kuasa diatur dalam bab ke-16, Buku III Kitab Undang-

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

II. TINJAUAN PUSTAKA. pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai penghidupan

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

PENYALAHGUNAAN KEADAAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

Asas asas perjanjian

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

HUKUM PERJANJIAN. atau. lebih. di antaranya : pembayaran. Naturalia

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

PENGATURAN PERJANJIAN KOMERSIAL MENGENAIASAS FREEDOM OF CONTRACT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB II KEKUATAN MENGIKAT SURAT KUASA DALAM JUAL BELI DI BIDANG PERTANAHAN

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. interaksi diantara masyarakat itu sendiri semakin menjadi kompleks. satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENITIPAN BARANG. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata perjanjian,

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

BAB IV ANALISIS. A. Perlindungan Hukum yang Diberikan oleh Kitab Undang-Undang. Hukum Perdata (KUH Perdata) kepada Para Pihak dalam Perjanjian

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

Beralihnya Hak Milik Tanah Sebagai Jaminan Hutang Piutang (Studi kasus: Nunung Herlina dengan Hani Haryani)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah :

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu

BAB II PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN

BAB II RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN. yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sebagai alat pemuas kebutuhan hidupnya. keterbatasan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan sendiri.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS Dosen Fakultas Hukum UIEU

Transkripsi:

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA Oleh : Gostan Adri Harahap, SH, M.Hum Dosen STIH Labuhanbatu, Rantau Prapat Abstrak Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui beberapa pembatasan dalam hukum perjanjian menurut KUH Perdata. Metode penulisan menggunakan metode library research. Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti yang tidak terbatas, akan tetapi terbatas oleh tanggungjawab para pihak, dan dibatasi oleh kewenangan hakim untuk menilai isi dari setiap kontrak. Kata kunci : hukum perjanjian dan asas kebebasan berkontrak 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Dalam Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak. Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjianjian Indonesia memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, Tanpa sepakat maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian dengan akibat transaksi yang diinginkan tidak terlaksana (take it or leave it). Menurut hukum perjanjian Indonesia seseorang bebas untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya. Undangundang hanya mengatur orang-orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pihak yang ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap. Bahkan lebih lanjut dalam pasal 1331, ditentukan bahwa andaikatapun seseorang membuat perjianjian dengan pihak yang dianggap tidak cakap menurut pasal 1330 KUH Perdata tersebut, maka perjanjian itu tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap. Larangan kepada seseorang untuk membuat perjanjian dalam bentuk tertentu yang dikehendakinya juga tidak

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia maupun ketentuan perundang-undangan lainnya. Ketentuan yang ada adalah bahwa untuk perjanjian tertentu harus dibuat dalam bentuk tertentu misalnya perjanjian kuasa memasang hipotik harus dibuat dengan akta notaris atau perjanjian jual beli tanah harus dibuat dengan PPAT. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sepanjang ketentuan perundangundangan tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat dalam bentuk tertentu, maka para pihak bebas untuk memilih bentuk perjanjian yang dikehendaki, yaitu apakah perjanjian akan dibuat secara lisan atau tertulis atau perjanjian dibuat dengan akta di bawah tangan atau akta autentik. Apakah asas kebebasan berkontrak dapat diartikan sebagai bebas mutlak? apabila kita mempelajari KUH Perdata, ternyata asas kebebasan berkontrak itu bukannya bebas mutlak. Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh pasal-pasal KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas. 1.2. Tujuan Penulisan Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui beberapa batasan asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian menurut KUH Perdata. 2. Kajian Teoritis dan Pembahasan Pasal 1320 ayat (1) m enentukan bahwa perjanjian atau, kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya. Dengan kata lain asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh kesepakatan para pihak. Dalam pasal 1320 ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa kebebasan orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya. untuk membuat perjanjian. Bagi seseorang yang menurut ketentuan undang-undang tidak cakap untuk membuat perjanjian sama sekali tidak mempunyai kebebasan, untuk membuat perjanjian. Menurut pasal 1330, orang yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan tidak mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian. Pasal 108 dan 110 menentukan bahwa istri (wanita yang telah bersuami) tidak terwenang untuk melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, dinyatakan bahwa pasal 108 dan 110 tersebut pada saat ini tidak berlaku. Pasal 1320 (3) menentukan bahwa obyek perjanjian haruslah dapat ditentukan. Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan. Syarat bahwa prestasi harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. jika prestasi kabur atau dirasakan kurang jelas, yang menyebabkan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada obyek perjanjian dan akibat hukum perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1320 ayat jo.1337 menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang

menyangkut causa yang dilarang oleh undang-undang. Menurut undang-undang causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Akibat hukum perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum. Mengenai obyek perjanjian diatur lebih lanjut dalam pasal 1332 yang menyebutkan bahwa hanya barangbarang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Dengan demikian maka menurut pasal tersebut hanya barangbarang yang mempunyai nilai ekonomi saja yang dapat dijadikan obyek perjanjian. Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat disimpulkan melalui pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausulklausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sehubungan dengan pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak Prof. Asikin Kusuma Atmadja, dalam makalahnya menyatakan bahwa Hakim berwenang untuk memasuki/meneliti isi suatu kontrak apabila diperlukan karena isi dan pelaksanaan suatu kontrak bertentangan dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 tidak lagi bersifat absolut, yang berarti dalam keadaan tertentu hakim berwenang melalui tafsiran hukum untuk meneliti dan menilai serta menyatakan bahwa kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan yang tidak seimbang sedemikian rupa, sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya. Lebih lanjut Prof. Asikin mengatakan bahwa kebebasan berkontrak yang murni/mutlak karena para pihak kedudukannya seimbang sepenuhnya praktis tidak ada, selalu ada pihak yang lebih lemah dari pihak yang lain. Beliau mengilustrasikan dengan suatu cerita lama yang mengandung moral yang ada kaitannya dengan tafsiran perjanjian. Ada seorang gadis yang orang tuanya miskin dan mempunyai hutang yang besar karena meminjam uang untuk menyekolahkan anak gadis tersebut. Kalau hutangnya tidak segera dibayar maka satu-satunya harta berupa rumah dan pekarangannya akan dilelang. Sang penolong yang mempunyai kekuasaan ekonomis datang dan mengadakan perjanjian dengan orang tua gadis tersebut bahwa hutang akan dilunasi asal gadis tersebut dikawinkan dengan anak lelaki sang penolong, sedangkan anak gadis tersebut telah mempunyai tunangan. Kemudian terjadilah perjanjian antara sang penolong dengan orang tua yang miskin tersebut. Apakah aneh kalau orang tua miskin tersebut kemudian mengingkari janjinya. Moral disini janganlah mencari kesempatan dalam kesempitan atau jangan menyalahgunakan kesempatan. Dalam ilmu hukum moral tersebut di atas disebut misbruik van omstandigheden (penyalahgunaan kesempatan atau penyalahgunaan keadaan). Penyalahgunaan kesempatan dapat digunakan dalam kategori cacat dalam menentukan kehendaknya untuk memberikan persetujuan. Hal ini merupakan alasan untuk menyatakan

batal atau membatalkan suatu perjanjian yang tidak diatur dalam Undang-undang melainkan merupakan suatu konstruksi yang dapat dikembangkan melalui Yurisprudensi. Sesuai dengan hukum, kebutuhan konstruksi penyalahgunaan kesempatan/keadaan merupakan atau dianggap sebagai faktor yang membatasi atau yang mengganggu adanya kehendak yang bebas untuk menentukan persetujuan antara kedua belah pihak. Salah satu keadaan yang dapat disalahgunakan ialah adanya kekuasaan ekonomi (economish overwicht) pada salah satu pihak, Yang menggangu keseimbangan antara kedua belah pihak sehingga adanya kehendak yang bebas untuk memberikan persetujuan yang merupakan salah satu syarat bagi sahnya suatu persetujuan tidak ada (kehendak yang cacat), menurut Prof. Z. Asikin yang penting ialah menciptakan beberapa titik taut yang merupakan dasar bagi hakim untuk menilai secara adil apakah suatu keadaan dapat ditafsirkan sebagai kekuasaan ekonomi yang disalahgunakan sehingga mengganggu keseimbangan antara pihak dan membatasi kebebasan kehendak pihak yang bersangkutan untuk memberikan persetujuan. Disini terletak wewenang hakim untuk menggunakan interpretasi sebagai sarana hukum untuk melumpuhkan perjanjian yang tidak seimbang. Banyak faktor yang dapat memberikan indikasi tentang adanya penyalahgunaan kekuasaan ekonomi untuk dipertimbangkan oleh hakim. Kalau umpamanya ternyata ada syaratsyarat yang diperjanjikan yang sebenarnya tidak masuk akal atau yang tidak patut atau bertentangan dengan perikemanusiaan (on redelijkecontractsvoorwaarden atau un faircontractterms), maka hakim wajib memeriksa dan meneliti inconcreto faktorfaktor apa yang bersifat tidak masuk akal,tidak patut, atau tidak berperikemanusiaan tersebut. Begitupula kalau nampak atau ternyata pihak debitur berada dalam keadaan tertekan (dwang positie), maka hakim wajib meneliti apakah inconcreto terjadi penyalahgunaan ekonomis. selanjutnya juga kalau terdapat keadaan dimana bagi debitur tidak ada pilihan lain kecuali mengadakan perjanjian dengan syarat-syarat yang memberatkan, terakhir dapat disebut keadaan dimana nilai dan hasil perjanjian tersebut sangat tidak seimbang kalau dibandingkan dengan prestasi timbal balik dari para pihak. Juga dalam hal ini hakim wajib meneliti apakah in concreto terjadi penyalahgunaan kekuasaan ekonomis. 3. Penutup Asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti yang tidak terbatas, akan tetapi terbatas oleh tanggungjawab para pihak, dan dibatasi oleh kewenangan hakim untuk menilai isi dari setiap kontrak. Daftar Pustaka Prof. R.Z. Asikin Kesuma Atmadja, SH., Pembatasan Rentenir sebagai Perwujudan Pemerataan Keadilan, Varia Peradilan Tahun II, No. 27, Februari 1987. Gautama, Sudargo, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku VIII, Alumni, Bandung, 1998. Prodjodikoro, Wirdjono, Azas-azas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1993. Subekti, R., Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXVIII, PT. Intermasa, Jakarta, 1996.

Bintang, Sanusi dan Dahlan, Pokok-pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, PT. Citra Aditya, Bandung, 2000. Chissic, Michael and Alistair Kelman, Electronic Commerce Law and Practice, Sweet and Maxwell Limited, London, 1999. Subekti, R., Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXVIII, PT. Intermasa, Jakarta, 1996.