BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Cooperative Learning

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seseorang. Ada beberapa teori belajar salah satunya adalah teori belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Model pembelajaran dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK),

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Model Cooperative Learning

BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Cooperative Learning

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Model Pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD. social studies, seperti di Amerika. Sardjiyo (repository. upi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi hakikat dari matematika sendiri

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

BAB III METODE PENELITIAN. dengan classroom action research, yaitu satu action research yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sri Istikomah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Matematika merupakan bidang studi yang diajarkan di SD dari kelas 1 sampai

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI ROTATING TRIO EXCHANGE JURNAL. Oleh ALDONA MEYLINA MANALU MUNCARNO DARSONO

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang akan dihadapi peserta didik dimasa yang akan datang. menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Model Pembelajaran Cooperative Learning Pengertian Model Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting

BAB II KAJIAN TEORI. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD / MI. 1. Ciri-Ciri Pembelajaran Matematika SD / MI. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika terdiri dari berbagai konsep yang tersusun secara hierarkis, sehingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. penguasaan matematika yang kuat sejak dini (BNSP, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah seperti penyelidikan, penyusunan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pemahaman konsep, konsep luas persegi panjang, model pembelajaran kooperatif

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya model pembelajaran kooperatif. Secara bahasa kooperatif berasal dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan mengemukakan beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk menuntun siswa agar mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN 1 PURWOSARI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula dengan sumber belajar yang akan digunakan karena dari sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan maupun bidang studi non Ilmu Pendidikan. berpikir produktif, dan bekerja sama dengan teman-temannya.

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia karena selalu digunakan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. IPS merupakan ilmu yang mempelajari disiplin ilmu-ilmu sosial, yang

TINJAUAN PUSTAKA. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar, diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa memahami konsep-konsep yang sulit dalam pemecahan masalah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antara individual dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tematik yang mengacu pada penerapan pendekatan scientific dan penilaian

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan subyek, karena masing-masing memiliki kesadaran dan kebebasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. mengolah, meyimpan, dan memproduksi bahan pelajaran. Salah satu strategi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendekatan Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

mencapai tujuan belajar (Suprijono, 2009: 46).

II. KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Tematik Terpadu dan Pendekatan Ilmiah. a. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

BAB I PENDAHULUAN. manusia, dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan potensi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific. 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Macam-Macam Model Pembelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. dijenjang pendidikan formal mulai dari tingkat SD sampai pada tingkat SMA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Cooperative Learning Type Two Stay Two Stray (TSTS) observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem.

BAB I PENDAHULUAN. dan karakter manusia. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang tentang. dan negara. Menurut pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. manusia. Banyak kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar pada hakikatnya merupakan aktivitas yang utama dalam serangkaian

BAB III METODE PENELITIAN. yang difokuskan pada situasi kelas yang dikenal dengan classroom action

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture. a. Pengertian Model Pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembelajaran akan efektif jika menggunakan sebuah inovasi-inovasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bagaimana bentuk pembelajaran yang akan dilaksanakan. Menurut Trianto. dalam kelas atau pembelajaran dalam tutorial.

Transkripsi:

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Cooperative Learning 1. Pengertian Model Pembelajaran Saat guru melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas, pada dasarnya guru tersebut sedang mempraktekkan model pembelajaran. Model pembelajaran ini menggambarkan keseluruhan urutan atau langkah-langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran. Menurut Suprihatiningrum (2013: 145) model pembelajaran merupakan suatu rancangan yang didalamnya menggambarkan proses pembelajaran yang dapat dilaksanakan oleh guru dalam mentransfer pengetahuan maupun nilai-nilai kepada siswa. Selanjutnya Arends dalam Suprijono (2013: 46) model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Hanafiah & Cucu Suhana (2010: 41) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun

10 generatif. Selain itu Sani (2013: 89) model pembelajaran merupakan kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rancangan atau gambaran proses pembelajaran yang mengacu pada pendekatan secara menyeluruh yang memuat tujuan, tahapan-tahapan kegiatan, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik. 2. Model Cooperative Learning a. Pengertian Model Cooperative Learning Salah satu model pembelajaran yang digunakan pada kegiatan pembelajaran adalah model cooperative learning. Model cooperative learning adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam bentuk kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran. Hanafiah & Cucu Suhana (2010: 41) mengemukakan bahwa cooperative learning, yaitu model pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil peserta didik untuk bekerja sama dalam rangka mengoptimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

11 Selanjutnya Wena (2013: 189) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu Suprijono (2010: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Berdasarkan pendapat para ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa cooperative learning merupakan model pembelajaran berdasarkan kelompok kecil dimana pembelajaran dilaksanakan secara berkelompok untuk saling bertukar informasi dan gagasan untuk mencapai suatu tujuan dalam pembelajaran juga menanamkan sikap kerja sama siswa dengan saling menghargai pendapat orang lain. b. Tujuan Cooperative Learning Setiap model pembelajaran memiliki tujuan yang akan dicapai, sama halnya dengan cooperative learning. Huda (2012: 78) mengemukakan tujuan dari cooperative learning adalah menempatkan semua siswa dalam kelompok kecil dan diminta untuk mempelajari materi tertentu dan saling memastikan semua anggota kelompok juga mempelajari materi tersebut. Selain itu

12 Trianto (2010: 60) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. Selanjutnya Martati (2010: 15) mengemukakan tiga tujuan cooperative learning, yaitu meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademis yang penting, toleransi dan penerimaan yang lebih luas terhadap orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, atau kemampuannya dan mengajarkan keterampilan kerja sama dan berkolaborasi kepada siswa. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tujuan cooperative learning adalah memaksimalkan belajar siswa secara berkelompok agar mereka dapat bekerja bersama-sama dan saling menghargai pendapat satu sama lain. c. Jenis- jenis Cooperative Learning Rusman (2012: 213-224) mengemukakan jenis-jenis model cooperative learning adalah sebagai berikut: (1) student teams achievement (STAD), (2) jigsaw, (3) group investigation (GI), (4) make a match (membuat pasangan),

13 (5) teams games tournaments (TGT). Selanjutnya Isjoni (2010: 51) mengungkapkan dalam model cooperative learning terdapat beberapa variasi jenis-jenis model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, diantaranya: (1) Student Team Achievment Division (STAD), (2) Jigsaw, (3) Group Investigation (GI), (4) Rotating Trio Exchange, (5) Group Resum. Suprijono (2013: 89) mengemukakan bahwa jenis-jenis model cooperative learning diantaranya: (a) Jigsaw, (b) Think Pair Share, (c) Number Heads Together, (d) Group Investigation, (e) Two Stay Two Stray, (f) Make A Match. Berdasarkan teori dari beberapa pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa model cooperative learning merupakan model pembelajaran secara berkelompok yang mempunyai berbagai macam variasi dalam pembelajarannya, sesuai dengan kebutuhan yang dapat menggerakkan siswa untuk belajar aktif. Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti akan menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe rotating trio exchange.

14 d. Model Cooperative Learning Tipe Rotating Trio Exchange 1) Pengetian Model Cooperative Learning Tipe Rotating Trio Exchange Pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange merupakan pembelajaran kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari tiga orang yang berpindah searah jarum jam. Isjoni (2010: 59) mengungkapkan bahwa model cooperative learning tipe rotating trio exchange adalah model pembelajaran dimana dalam satu kelompok terdiri dari 3 orang siswa, yang diberi nomor 0, 1, dan 2, nomor 1 berpindah searah jarum jam dan nomor 2 sebaliknya berlawanan arah jarum jam sedangkan nomor 0 tetap di tempat. Setiap kelompok diberikan pertanyaan untuk didiskusikan. Setelah itu, kelompok dirotasikan kembali dan terjadi trio yang baru. Dan setiap trio baru tersebut diberikan pertanyaan baru untuk didiskusikan, dengan cara pertanyaan yang diberikan ditambahkan sedikit tingkat kesulitannya. Silberman (2009: 85) mengungkapkan bahwa model cooperative learning tipe rotating trio exchange merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif bagi siswa untuk berdiskusi tentang berbagai masalah pembelajaran dengan beberapa teman sekelasnya. Dengan adanya pertukaran tiga anak yang dirotasikan, akan berjalan dengan mudah jika dilengkapi dengan materi pelajaran yang mendukung. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model cooperative learning tipe rotating trio exchange adalah salah satu model pembelajaran cooperative learning yang menerapkan pembelajaran secara berkelompok dimana setiap kelompok terdiri atas tiga orang siswa yang akan di putar

15 searah dan berlawanan dengan jarum jam sehingga akan membentuk kelompok dan anggota kelompok yang baru. 2) Kelebihan dan Kelemahan Model Cooperative Learning Tipe Rotating Trio Exchange Model pembelajaran cooperative learning tipe rotating trio exchange meiliki berberapa kelebihan dan kekurangan diantaranya: Kelebihan Model Cooperative Learning Tipe Rotating Trio Exchange Riad (2012) menyatakan bahwa kelebihan model pembelajaran cooperative learning tipe rotating trio exchange adalah: (a) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pandangan dan pengalaman yang diperoleh siswa secara bekerja sama. (b) Melatih siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan mengemukakan pendapat. (c) Memiliki motivasi tinggi karena mendapat dorongan teman sekelompok. (d) Dengan adanya pembaharuan anggota dalam setiap kelompok setelah diskusi selesai, siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir lebih baik. (e) Siswa tidak merasa bosan karena dalam setiap diskusi mereka selalu dirotasikan sehingga menemukan teman diskusi yang selalu baru. Kelemahan Model Cooperative Learning Tipe Rotating Trio Exchange Riad (2012) menyatakan bahwa kelemahan model pembelajaran cooperative learning tipe rotating trio exchange adalah: (a) Dalam setiap pembelajaran yang menggunakan model cooperative learning tipe rotating trio exchange, guru harus mempersiapkan pembelajaran dengan sungguhsungguh. (b) Saat diskusi berlangsung, terkadang didominasi oleh seseorang dalam setiap kelompok. (c) Lebih baik diterapkan pada jumlah siswa berkelipatan tiga, namun tidak menutup kemungkinan diterapkan pada jumlah siswa yang tidak berkelipatan tiga.

16 (d) Memerlukan waktu yang banyak dalam pelaksanaannya, karena setiap kelompok harus dirotasikan sehingga selalu membentuk kelompok baru. Berdasarkan kelebihan dan kelemahan model cooperative learning tipe rotating trio exchange di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap model pembelajaran memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing dalam setiap pelaksanaannya, sehingga guru harus bisa lebih variatif untuk meminimalisir kekurangan tersebut agar pelaksanaaan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe rotating trio exchange dapat berjalan dengan menyenangkan dan siswa tidak merasa bosan dalam pembelajaran. 3) Langkah-langkah Model Cooperative Learning Tipe Rotating Trio Exchange Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe rotating trio exchange menurut Isjoni (2010: 59) adalah sebagai berikut: (a) Penjelasan materi pembelajaran yang akan disampaikan oleh guru dan materi yang akan didiskusikan. (b) Pembentukan kelompok oleh guru secara heterogen yang terdiri dari 3 orang siswa masing-masing diberi simbol 0, 1, dan 2. (c) Penyampaian prosedur yang akan dilakukan yaitu rotating trio exchange dengan cara: (1) Setelah terbentuknya kelompok, guru memberikan bahan diskusi untuk dipecahkan trio tersebut. (2) Setelah selesai mengerjakan permasalahan yang didiskusikan, kelompok menyajikan hasil diskusi di depan kelas. (3) Selanjutnya berdasarkan waktu, siswa yang mempunyai simbol 1 berpindah searah jarum jam dan

17 simbol nomor 2 berlawanan jarum jam, sedangkan nomor 0 tetap di tempat. (4) Guru memberikan pertanyaan baru atau bahan diskusi baru untuk didiskusikan oleh trio baru tersebut. (5) Penyajian hasil diskusi oleh kelompok. (6) Setelah peputaran kelompok kembali terjadi yakni siswa dengan simbol 1, dan 2 kembali bertukar tempat. (7) Setelah itu bahan diskusi berupa LKS kembali dibagikan, untuk dikerjakan oleh kelompok siswa. (8) Penyajian hasil diskusi kelompok oleh siswa. B. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses yang sangat dibutuhkan oleh setiap individu untuk mendapatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya kearah yang lebih baik. Konsep belajar dalam teori konstruktivisme yaitu pengetahuan baru dikonstruksi sendiri oleh peserta didik secara aktif berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Gagne dalam Suprijono (2010: 2) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Belajar menurut Suprihatiningrum (2013: 15) adalah suatu proses usaha yang dilakukan secara individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung sebagai pengalaman langsung dengan lingkungan.

18 Pengertian belajar yang cukup komprehensif juga diberikan Hamalik (2008: 27) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman men`urut pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku, kepribadian dan sikap pada setiap individu yang bertujuan mendapatkan sebuah ilmu, pengetahuan, pengalaman dan pemahaman yang dapat membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang sudah di dimiliki. 2. Aktivitas Belajar Sardiman (2010: 100) menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Selanjutnya Hanafiah (2010: 23) berpendapat bahwa aktivitas belajar melibatkan seluruh aspek baik jasmani maupun rohani peserta didik sehingga akselerasi perubahan prilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar. Selain itu Abdurrahman (2006: 34) menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah seluruh kegiatan jasmani maupun kegiatan rohani yang mendukung keberhasilan belajar. Kunandar (2010: 277) menyatakan bahwa aktivitas yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna

19 menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Indikator aktivitas siswa dapat dilihat dari mayoritas siswa beraktivitas, aktivitas pembelajaran didominasi oleh kegiatan siswa, mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru dalam LKS. Aspek aktivitas siswa yang diamati dalam pembelajaran yaitu: 1. Partisipasi a) Mengajukan pertanyaan b) Merespon aktif pertanyaan dari guru c) Mengemukakan pendapat d) Mengikuti semua tahapan pembelajaran dengan baik 2. Minat a) Antusias/ semangat dalam mengikuti pelajaran b) Tertib terhadap instruksi yang diberikan c) Menampakkan keceriaan dan kegembiraan dalam belajar d) Tanggap terhadap instruksi yang diberikan 3. Perhatian a) Tidak mengganggu teman b) Tidak membuat kegaduhan c) Mendengarkan penjelasan guru dengan seksama d) Melaksanakan perintah guru 4. Presentasi a) Mengikuti pelajaran dari awal sampai akhir b) Mengerjakan tugas yang diberikan c) Mengumpulkan semua tugas yang diberikan guru d) Menggunakan prosedur dan strategi pemecahan masalah dalam mengerjakan tugas yang diberikan Berdasarkan pendapat ahli di atas, mengenai pengertian aktivitas belajar dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan serangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa guna memperoleh perubahan perilaku sebagai hasil dari proses belajar baik secara fisik maupun mental, dimana aspek yang diamati adalah parrtisipasi, minat, perhatian, dan presentasi. 3. Hasil Belajar

20 Setiap kegiatan pembelajaran pada hakikatnya tentu memiliki suatu tujuan, yaitu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Pada kegiatan akhir dalam proses pembelajaran adalah proses evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Menurut Kunandar (2011: 276) berpendapat bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Hamalik (2008: 159) mengemukakan hasil belajar merupakan keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Reigeluth dalam Suprihatiningrum (2013: 37) mengemukakan bahwa hasil belajar atau pembelajaran dapat juga dipakai sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai dari metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda. Ia juga mengemukakan secara spesifik bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh. Selanjutnya Purwanto (2008: 3) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data, data tersebut harus sesuai dan mendukung tujuan evaluasi/hasil belajar yang direncanakan. Berdasarkan pengertian hasil belajar dan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil

21 setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar melalui evaluasi yang berupa data kuantitatif atau kualitatif. C. Kinerja Guru Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi atau kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru. UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 39 ayat (2), menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Selanjutnya Andayani (2009: 77) mengemukakan beberapa aspek kemampuan yang dinilai dalam kinerja guru adalah: (1) mengelola ruang dan fasilitas pembelajaran; (2) melaksanakan kegiatan perbaikan pembelajaran; (3) mengelola interaksi kelas; (4) bersikap terbuka dan luwes serta membantu mengembangkan sikap positif siswa terhadap belajar; (5) mendemonstrasikan kemampuan khusus dalam perbaikan pembelajaran mata pelajaran tertentu; (6) melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar; (7) kesan umum pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa kinerja guru merupakan aspek-aspek yang dinilai dari kualitas guru dalam menjalankan tugasnya sebagai tenaga profesional mulai dari merencanakan sampai mengevaluasi pembelajaran D. Matematika 1. Pengertian Matematika

22 Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dasar bukanlah hanya pelajaran yang menghimpun angka-angka tanpa makna. Adjie (2006: 34) mengemukakan bahwa matematika adalah bahasa, sebab matematika merupakan bahasa simbol yang berlaku secara universal dan sangat padat makna dan pengertian. Soedjadi dalam Adjie (2006: 34) memberikan enam definisi atau pengertian tentang matematika, yaitu: (1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir dengan baik, (2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, (3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan, (4) Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, (5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik, (6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Berbeda halnya dengan pendapat Suwangsih (2006: 3) bahwa Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian, pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran dalam struktur kognitif sehingga terbentuklah konsep-konsep matematika yang dimanipulasi melalui bahasa matematika atau notasi matematika yang bernilai universal. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang tersusun dari konsepkonsep yang memiliki pola dan urutan yang diwujudkan dalam bahasa matematika serta penaralan logik yang mengekspresikan gagasan, ideide, hubungan kuantitatif sehingga memudahkan manusia untuk berpikir yang logis.

23 2. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pembelajaran matematika diberikan disetiap jenjang pendidikan, termasuk di sekolah dasar. Namun pada jenjang sekolah dasar, pelajaran matematika masih diberikan dalam bentuk yang dasar. Menurut Permendiknas No. 22 yang berisi tentang standar isi tujuan matematika menyebutkan bahwa pembelajaran matematika di SD/MI memiliki ruang lingkup yang meliputi aspek-aspek yaitu bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan kata. Sebagaimana yang kita ketahui bahkan kita alami sendiri bahwa matematika selalu menjadi pelajaran yang mengerikan. Tidak sedikit anak yang menganggap bahwa matematika itu sulit, terlalu banyak hafalan, rumus, dan lain-lain. Karena di dalam matematika sendiri menurut Suwangsih (2006: 15) merupakan ilmu yang deduktif, formal, hierarki, dan menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang padat. Anak sekolah dasar rata-rata berada pada usia 7-11 tahun, menurut Piaget dalam Kurnia, dkk. (2008: 3-7) anak pada tahapan usia tersebut masih berada pada tahap konkret operasional. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir konkret sebagaimana kenyataannya, mampu mengkonservasi angka, dan memahami konsep melalui pengalaman sendiri.

24 Matematika di dalam sekolah dasar mempunyai karakteristik pembelajaran tersendiri karena pembelajaran matematika di sekolah dasar selalu berbeda. Suwangsih (2006: 25-26) menjelaskan karakterisktik pembelajaran matematika di sekolah dasar yaitu: a. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral. Dimana pembelajaran konsep suatu topik selalu mengaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya. b. Pembelajaran matematika bertahap. Yaitu dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep-konsep yang lebih sulit. Dimulai dari yang konkret ke semi konkret dan akhirya kepada konsep yang abstrak. c. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif. Matematika merupakan ilmu deduktif, namun sesuai pada tahap perkembangan siswa sekolah dasar, maka pembelajaran matematika di sekolah dasar menggunakan pendekatan induktif. Contohnya: pembelajaran matematika tidak dimulai dari definisi, tetapi dimulai dengan memperhatikan contoh-contoh dan mengenalnya sehingga pemahaman konsep tersebut terasa lebih konkret. d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan sebelumnya telah diterima. e. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna. Maksudnya lebih mengutamakan pengertian dibanding hafalan. Aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, melainkan melalui contohcontoh secara induktif di sekolah dasar dan kemudian secara deduktif pada jenjang setelahnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dasar bertujuan untuk memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa yang hendaknya mengkaitkan topik dan konsep yang sedang dipelajari dengan yang sebelumnya agar siswa dapat lebih memahami materi yang diajarkan.

25 E. Hasil Penelitian yang Relevan Berikut ini hasil penelitian yang relevan dengan penelitian tindakan kelas dalam skripsi ini: 1. Tia (2013) dalam skripsinya yang berjudul Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Rotating Trio Exchange untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS Kelas V A SD Negeri 1 Palapa Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013, membuktikan bahwa penerapan model rotating trio exchange dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. 2. Ulan (2010) dalam skripsinya yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 1 Burau Kabupaten Luwu Timur, membuktikan bahwa penerapan rotating trio exchange (RTE) dapat meningkatkan hasil belajar matematika. F. Kerangka Pikir Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti menghasilkan data fakta yang mendasari dilakukannya penelitian ini. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, peneliti melakukan identifikasi masalah untuk menemukan alternatif perbaikan yang dapat dilakukan. Sehingga,

26 upaya perbaikan yang dilakukan dapat mengubah kondisi pembelajaran lebih baik dari sebelum dilakukan perbaikan. Adapun kerangka pikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut. INPUT PROSES OUTPUT Aktivitas dan hasil belajar rendah Penerapan model cooperative learning tipe rotating trio exchange Aktivitas dan hasil belajar meningkat Penjelasan materi Pembagian kelompok Diskusi Penyajian ke depan kelas Perputaran anggota kelompok Diskusi pertanyaan baru Penilaian Gambar 2.1. Kerangka pikir Model cooperative learning tipe rotating trio exchange merupakan model pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir dan mengemukakan pendapat, dengan adanya perputaran dan pembaharuan anggota kelompok diskusi siswa tidak akan merasa bosan. Model cooperative learning tipe rotating trio exchange memiliki langkah-langkah dalam penerapannya yaitu: (1) penjelasan materi pembelajaran yang akan disampaikan oleh guru dan materi yang akan didiskusikan;

27 (2) pembentukan kelompok oleh guru secara heterogen yang terdiri dari 3 orang siswa masing-masing diberi simbol 0, 1, dan 2; (3) setelah terbentuknya kelompok, guru memberikan bahan diskusi untuk dipecahkan trio tersebut; (4) setelah selesai mengerjakan permasalahan yang didiskusikan, kelompok menyajikan hasil diskusi di depan kelas; (5) selanjutnya berdasarkan waktu, siswa yang mempunyai simbol 1 berpindah searah jarum jam dan simbol nomor 2 berlawanan jarum jam, sedangkan nomor 0 tetap di tempat; (6) guru memberikan pertanyaan baru atau bahan diskusi baru untuk didiskusikan oleh trio baru tersebut; (7) penyajian hasil diskusi oleh kelompok. Hasil yang diharapkan melalui penerapan model cooperative learning tipe rotating trio exchange dalam pembelajaran matematika adalah meningkatnya aktivitas dan hasil belajar siswa. G. Hipotsis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut Apabila dalam pembelajaran matematika guru menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe rotating trio exchange dengan menggunakan langkah-langkah secara tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada siswa kelas IV SD Negeri Sukabumi.