BAB V ANALISIS DATA 5.1 ANALISIS AWAL TANPA PENANGANAN

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN KINERJA LALU LINTAS SIMPANG CILEUNYI TANPA DAN DENGAN FLYOVER

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA

BAB III LANDASAN TEORI Kondisi geometri dan kondisi lingkungan. memberikan informasi lebar jalan, lebar bahu, dan lebar median serta

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

PENGENDALIAN LALU LINTAS 4 LENGAN PADA PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. JERANDING DAN PERSIMPANGAN JL. RE. MARTADINATA JL. HARUNA KOTA PONTIANAK

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB IV ANALISIS DATA. Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bundaran Boulevard Kelapa Gading mempunyai empat lengan masing-masing lengan adalah

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

Langkah Perhitungan PERHITUNGAN KINERJA RUAS JALAN PERKOTAAN BERDASARKAN MKJI Analisa Kondisi Ruas Jalan. Materi Kuliah Teknik Lalu Lintas

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan)

BAB III LANDASAN TEORI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 6 (Enam)

Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal di bawah ini :

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL TIPE C KENDUNG BENOWO SURABAYA

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISA A KINERJA SIMPANG DAN RUAS JALAN AKIBAT PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT ROYAL DI KAWASAN RUNGKUT INDUSTRI SURABAYA

STUDI PUSTAKA PENGUMPULAN DATA SURVEI WAKTU TEMPUH PENGOLAHAN DATA. Melakukan klasifikasi dalam bentuk tabel dan grafik ANALISIS DATA

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMBANG, NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

Tahap persiapan yang dilakukan adalah menganalisis kondisi kinerja simpang eksisting.

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur

BAB III LANDASAN TEORI. yang mempegaruhi simpang tak bersinyal adalah sebagai berikut.

ANALISA KINERJA SIMPANG TIDAK BERSINYAL DI RUAS JALAN S.PARMAN DAN JALAN DI.PANJAITAN

DAMPAK LALU LINTAS AKIBAT PEMBANGUNAN APARTEMEN BALI KUTA RESIDENCE (BKR) Di KUTA, BALI

PERHITUNGAN KINERJA BAGIAN JALINAN AKIBAT PEMBALIKAN ARUS LALU LINTAS ( Studi Kasus JL. Kom. Yos Sudarso JL. Kalilarangan Surakarta ) Naskah Publikasi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Simpang Jalan Tak Bersinyal

ANALISIS LALU LINTAS SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL (STUDI KASUS PADA PERTIGAAN JALAN AHMAD YANI, KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR) Laporan Tugas Akhir

BAB III LANDASAN TEORI

Gambar 2.1 Rambu yield

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Data Masukan

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

EVALUASI KINERJA SIMPANG BUNDARAN BARON SURAKARTA

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

METODE BAB 3. commit to user Metode Pengamatan

BAB 3 METODOLOGI Metode Pengamatan

BAB IV HASIL DAN ANALISA. kondisi geometrik jalan secara langsung. Data geometrik ruas jalan Kalimalang. a. Sistem jaringan jalan : Kolektor sekunder

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. DAFTAR ISI... vii

BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu menuju daerah lainnya. Dalam ketentuan yang diberlakukan dalam UU 22 tahun

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan

JURNAL EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL PADA SIMPANG TIGA JALAN CIPTOMANGUNKUSUMO JALAN PELITA KOTA SAMARINDA.

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga

STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dimulainya penelitian terlebih dahulu dibuat tahapan-tahapan dalam

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Survey Pendahuluan. Pengumpulan Data. Analisis data. Pembahasan. Kesimpulan dan saran.

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG

IV. DATA PENELITIAN. Beberapa data primer yang diperoleh melalui survei langsung di lapangan meliputi kondisi

BAB III LANDASAN TEORI. pada Gambar 3.1 di bawah ini. Terdapat lima langkah utama yang meliputi:

STUDI KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN TOL RUAS PASTEUR BAROS

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dari gambar 4.1 maka didapat lebar pendekat sebagai berikut;

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL HALAMAN PENGESAHAN. ABSTRAK... i. ABSTRACT... iii. KATA PENGANTAR...v. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL...

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 7 (Tujuh)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III LANDASAN TEORI

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

UNSIGNALIZED INTERSECTION

TUGAS AKHIR EVALUASI KINERJA JALAN CILEDUG RAYA-BLOK M UNTUK PENGEMBANGAN JALUR ANGKUTAN UMUM MASSAL

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

PENGANTAR TRANSPORTASI

BAB V ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG

BAB 3 METODOLOGI. Tahapan pengerjaan Tugas Akhir secara ringkas dapat dilihat dalam bentuk flow chart 3.1 dibawah ini : Mulai

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan kapasitas terganggu pada semua arah.

ANALISIS KINERJA SIMPANG TIGA PADA JALAN KOMYOS SUDARSO JALAN UMUTHALIB KOTA PONTIANAK

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA JALAN LEMBONG, BANDUNG MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI KINERJA JALAN SATU ARAH DI JALAN KEBON KAWUNG, BANDUNG

Transkripsi:

BAB V ANALISIS DATA 5.1 ANALISIS AWAL TANPA PENANGANAN Analisis awal yang dilakukan adalah untuk mengetahui kinerja lalu lintas ruas jalan dan kinerja lalu lintas simpang eksisting pada saat kondisi median terbuka dan tertutup. Kinerja lalu lintas eksisiting saat kondisi median terbuka dianalisis sebagai simpang tak bersinyal. Kinerja lalu lintas eksisting saat kondisi median tertutup dianalisis sebagai bundaran. 5.1.1 Kinerja Lalu Lintas Ruas Jalan Eksisting Analisis ruas jalan eksisting pada simpang Cileunyi dilakukan untuk mengetahui derajat kejenuhan pada masing-masing ruas. Hal tersebut perlu dilakukan karena derajat kejenuhan masing-masing ruas sangat mempengaruhi kinerja lalu lintas simpang dan juga diperlukan untuk menentukan penanganan simpang yang tepat untuk dilakukan. Analisis awal dari data lalu lintas ini adalah berupa analisis terhadap hasil survey. Metoda analisis yang digunakan adalah dengan metoda MKJI. Analisis ini lebih kepada evaluasi dari kondisi lalu lintas eksisting dengan menggunakan parameterparameter kinerja tertentu. Hasil analisis yang dilakukan dapat dilihat bahwa derajat kejenuhan yang ada di wilayah studi belum melampaui batas yang telah ditentukan yaitu kurang dari 0,75 yang menunjukkan bahwa kinerja ruas jalan eksisiting belum jenuh atau belum melebihi kapasitas. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa periode jam puncak pagi dan sore lebih besar derajat kejenuhannya dari pada periode jam puncak siang. Hasil perhitungan yang dilakukan dapat dilihat bahwa ruas yang mempunyai derajat kejenuhan tertinggi pada ruas Nagreg jam puncak sore yaitu sebesar 0,27. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas ruas Nagreg yang merupakan ruas yang memiliki derajat kejenuhan terbesar dan terjadi pada jam puncak sore akan dijelaskan berikut ini sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja untuk ruas Nagreg, ruas Jatinangor, ruas Terminal Cileunyi dan ruas Gerbang Tol pada

jam puncak pagi, jam puncak siang dan jam puncak sore dapat dilihat pada Tabel 5.1, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. Contoh Perhitungan Analisis Operasional Jalan Lima-Lajur Dua Arah Periode : Geometri : Jam Puncak Sore Lebar jalur lalu lintas efektif 16,5 m Lebar bahu efektif pada kedua sisi 3,5 m Lebar median efektif 5 m Lalu lintas : Pemisahan arah 50-50 Lingkungan : Ukuran kota 4.134.504 jiwa Banyak toko-toko di sisi jalan Arus total (Q) = 2576 kend/jam = 2098 smp/jam Menghitung kecepatan arus bebas kendaraan ringan (FV) Kecepatan arus bebas dasar (FV 0 ) = 61 km/jam (dapat dilihat pada Tabel B-1:1 MKJI 1997 hal 5-44) Faktor penyesuaian untuk lebar jalur (FV W ) = 0 km/jam (dapat dilihat pada Tabel B-2:1 MKJI hal 5-45) FV 0 + FV W = 61 + 0 =61 km/jam Faktor penyesuaian hambatan samping (FFV SF ) =1,02 (dapat dilihat pada Tabel B- 3:1 MKJI 1997 hal 5-46) Faktor penyesuaian ukuran kota (FFV CS ) = 1,03 (dapat dilihat pada Tabel B-4:1 MKJI 1997 hal 5-48) Kecepatan arus bebas (FV) = (FV 0 + FV W ) * FFV SF * FFV CS = 61 * 1,02 * 1,03 = 64,1 km/jam Menghitung kapasitas (C) Kapasitas dasar (C 0 ) = 8250 smp/jam untuk dua arah (dapat dilihat pada Tabel C- 1:1 MKJI 1997 hal 5-50) Faktor penyesuaian lebar jalur (FC W ) = 0,92 (dapat dilihat pada Tabel C-2:1 MKJI 1997 hal 5-51) V-2

Faktor penyesuaian pemisahan arah (FC SP ) = 1,00 (dapat dilihat pada Tabel C-3:1 MKJI 1997 hal 5-52) Faktor penyesuaian hambatan samping (FC SF ) = 1,00 (dapat dilihat pada Tabel C- 4:1 MKJI 1997 hal 5-53) Faktor penyesuaian ukuran kota (FC CS ) =1,04 (dapat dilihat pada Tabel C-5:1 MKJI 1997 hal 5-55) Kapasitas (C) = C 0 * FC W * FC SP * FC SF * FC CS = 8250 * 0,92 * 1,00 * 1,00 * 1,04 = 7894 smp/jam Menghitung derajat kejenuhan (DS) Derajat kejenuhan (DS) = Q/C = 2098/7894 = 0,27 Tabel 5.1 Kapasitas dan Derajat Kejenuhan (DS) Pada Periode Waktu Puncak Ruas Jalan Eksisting Simpang Cileunyi Tanpa Penanganan Ruas Kapasitas Derajat Kejenuhan smp/jam Jam Puncak Pagi Jam Puncak Siang Jam Puncak Sore Jatinangor 3497,9 0,16 0,15 0,15 Nagreg 4736,2 0,20 0,24 0,27 Terminal Cileunyi 5601,4 0,14 0,19 0,18 Gerbang Tol 6651,2 0,10 0,11 0,13 Keterangan : warna merah menunjukkan DS terbesar Hasil analisis yang dapat dilihat pada Tabel 5.1 diketahui bahwa ruas yang memiliki kapasitas terbesar adalah ruas Gerbang Tol dan memiliki derajat kejenuhan terkecil di antara ruas jalan yang lain. Ruas Nagreg memiliki kapasitas yang tidak terkecil tetapi memiliki derajat kejenuhan terbesar di antara ruas jalan yang lain. Derajat kejenuhan pada masing-masing ruas masih kurang dari 0,75 berarti kapasitas simpang masih mencukupi dan belum jenuh. Kinerja lalu lintas pada masing-masing ruas masih bisa dianggap baik. 5.1.2 Kinerja Lalu Lintas Simpang Cileunyi Eksisting Tanpa Penanganan Kondisi eksisting dari simpang pada ruas jalan arah ke Cileunyi ini adalah berupa jalan 4 lajur dua arah dengan median, kondisi jalan secara umum cukup mantap, dimana secara visual tidak ada kerusakan di permukaan jalan. Lalu lintasnya cukup padat dengan dominasi kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Kondisi kegiatan pada sisi jalan juga cukup padat, dimana dapat dilihat dari tingginya jumlah pejalan V-3

kaki dan jarak dari tata guna lahan (pertokoan, pasar, warung-warung) yang cukup dekat dengan badan jalan. Kondisi eksisting dari simpang pada ruas jalan arah ke Gerbang tol adalah berupa jalan 8 lajur dua arah dengan median, kondisi jalan secara umum cukup mantap, dimana secara visual tidak ada kerusakan di permukaan jalan. Lalu lintasnya cukup padat dengan dominasi kendaraan pribadi dan kendaraan bermuatan barang. Kondisi kegiatan pada sisi jalan cukup padat, dimana dapat dilihat dari tingginya jumlah pejalan kaki dan banyaknya kendaraan bermuatan barang yang parkir on street. Kondisi eksisting dari simpang pada ruas jalan arah ke Jatinangor adalah berupa jalan 4 lajur dua arah dengan median, kondisi jalan secara umum cukup mantap, dimana secara visual tidak ada kerusakan di permukaan jalan. Lalu lintasnya cukup padat dengan dominasi kendaraan pribadi, kendaraan umum dan kendaraan bermuatan barang. Kondisi kegiatan pada sisi jalan cukup padat, dimana dapat dilihat dari tingginya jumlah pejalan kaki, banyaknya kendaraan umum seperti minibus dan bus yang menunggu, menaikkan, dan menurunkan penumpang, dan adanya kebijakan parkir on street. Pada ruas jalan arah ke Nagreg adalah berupa jalan 5 lajur dua arah dengan median, kondisi jalan secara umum cukup mantap, dimana secara visual tidak ada kerusakan di permukaan jalan. Lalu lintasnya cukup padat dengan dominasi kendaraan pribadi dan kendaraan bermuatan barang. Kondisi kegiatan pada sisi jalan cukup padat, dimana dapat dilihat dari tingginya jumlah pejalan kaki, banyaknya kendaraan umum seperti minibus dan bus yang menaikkan, dan menurunkan penumpang, dan jarak dari tata guna lahan (pertokoan) yang cukup dekat dengan badan jalan. Hal ini tentunya kemudian mempengaruhi pergerakan dari lalu lintas menerus. Simpang Cileunyi yang sebelumnya merupakan simpang bersinyal memiliki kondisi eksisting yang menyerupai bundaran dengan 2 putaran. Analisis yang dilakukan dengan kondisi lalu lintas dari hasil survey menggunakan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal ternyata memiliki derajat kejenuhan kurang dari 0,75 yang berarti kapasitas simpang dengan menggunakan simpang tak bersinyal masih mencukupi dan tidak jenuh. Analisis awal dengan kondisi lalu lintas dari hasil survey menggunakan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal memiliki derajat kejenuhan maksimal terbesar adalah 0,42 pada jam puncak pagi. Analisis perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. V-4

Sedangkan analisis awal dengan dengan kondisi lalu lintas dari hasil survey menggunakan kinerja lalu lintas simpang bersinyal memiliki derajat kejenuhan maksimal terbesar adalah 0,37 pada jam puncak pagi. Analisis perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Kondisi eksisting yang menunjukkan bahwa simpang dengan kondisi median tertutup akan menyerupai bundaran akan menunjukkan derajat kejenuhan yang sangat kecil karena kapasitas simpang dengan menggunakan bundaran akan lebih besar daripada kapasitas simpang dengan menggunakan simpang tak bersinyal maupun simpang bersinyal. Analisis kinerja lalu lintas simpang sebagai bundaran akan dijelaskan pada subbab berikut. 5.1.2.1 Kinerja Lalu Lintas Simpang Cileunyi Eksisting Sebagai Bundaran Kinerja lalu lintas simpang sebagai bundaran dengan 2 putaran dilakukan perhitungan dan analisis dengan menggunakan metoda MKJI. Kinerja simpang eksisting ini dibedakan menjadi jam puncak pagi, jam puncak siang dan jam puncak sore. Simpang Cileunyi merupakan simpang bundaran dimana hasil perhitungan kinerja simpang eksisting mempunyai derajat kejenuhan maksimal terbesar pada jam puncak sore adalah 0,22. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas bagian jalinan DA yang merupakan jalinan yang memiliki derajat kejenuhan terbesar dan terjadi pada jam puncak sore akan dijelaskan berikut ini sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja untuk bagian jalinan AB, BC, CD dan DA pada jam puncak pagi, jam puncak siang dan jam puncak sore dapat dilihat pada Tabel 5.2, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. Gambar 5.1 menunjukkan bagian jalinan yang ada pada simpang Cileunyi. A adalah dari dan menuju arah Terminal Cileunyi, B adalah dari dan menuju arah Jatinangor, C adalah dari dan menuju arah Nagreg sedangkan D adalah dari dan menuju arah Gerbang Tol Cileunyi. Jalinan yang terdapat pada simpang Cileunyi ini ada 4 jalinan sehingga dapat dianalisis sebagai bundaran V-5

Cileunyi Gerbang Tol D A Jatinangor C B Nagreg Gambar 5.1 Bagian Jalinan Pada Simpang Bundaran Cileunyi Contoh Perhitungan Bagian Jalinan DA Pada Bundaran Cileunyi Periode : Geometri : Jam Puncak Sore Lebar masuk pendekat 1 7,5 m Lebar masuk pendekat 2 9,5 7,5 + 9,5 Lebar masuk rata-rata (W E ) = 2 Lebar jalinan (W W ) 12,5 m W E /W W = 8,5/12,5 = 0,680 Panjang Jalinan (Lw) 242,36 W W /L W = 12,5/242,36 = 0,051 = 8,5 m Lingkungan : Ukuran kota 4.134.504 jiwa Daerah komersial dengan hambatan samping rendah Arus bagian jalinan DA (Q) = 1380 smp/jam Menghitung kapasitas (C) Faktor W W = 3600,118 (dapat dilihat pada Gambar B-2:1 MKJI 1997 hal 4-32) V-6

Faktor W E /W W = 2,178 (dapat dilihat pada Gambar B-2:2 MKJI 1997 hal 4-32) Faktor P W = 0,874 (dapat dilihat pada Gambar B-2:3 MKJI 1997 hal 4-33) Faktor W W /L W = 0,914 (dapat dilihat pada Gambar B-2:4 MKJI 1997 hal 4-33) Kapasitas dasar (C 0 ) = 135 * W W 1,3 * (1+W E /W W ) 1,5 * (1-P W /3) 0,5 * (1+W W /L W ) - 1,8 = 3600,118 * 2,178 * 0,874 * 0,914 = 6264 smp/jam Faktor penyesuaian ukuran kota (F CS ) =1,05 (dapat dilihat pada Tabel B-3:1 MKJI 1997 hal 4-34) Faktor penyesuaian lingkungan jalan (F RSU ) = 0,95 (dapat dilihat pada Tabel B-4:1 MKJI 1997 hal 4-34) Kapasitas (C) = C 0 * F CS * F RSU = 6264 * 1,05 * 0,95 = 6248 smp/jam Menghitung derajat kejenuhan (DS) Derajat kejenuhan (DS) = Q/C = 1380/6245 = 0,22 Tabel 5.2 Kapasitas dan Perilaku Lalu Lintas Simpang Cileunyi Eksisting Berupa Bundaran Tanpa Penanganan Jam Puncak Kapasitas Perilaku Lalu Lintas Derajat Bagian Jalinan (smp/jam) Kejenuhan Tundaan Lalu Lintas (detik/smp) Pagi AB 7088,78 0,17 0,79 BC 6374,53 0,18 0,84 CD 6833,58 0,15 0,69 DA 6259,51 0,20 0,93 Siang AB 7233,81 0,14 0,63 BC 6358,27 0,14 0,68 CD 6768,96 0,14 0,65 DA 6081,63 0,19 0,88 Sore AB 7135,21 0,15 0,69 BC 6377,90 0,17 0,80 CD 6848,56 0,16 0,73 DA 6244,20 0,22 1,04 Keterangan : warna merah menunjukkan DS terbesar Hasil analisis yang dapat dilihat pada Tabel 5.2 diketahui bahwa kapasitas pada masing-masing bagian jalinan berbeda. Hal ini disebabkan karena kapasitas pada bagian jalinan dipengaruhi oleh rasio menjalin di mana arus menjalin di tiap bagian jalinan berbeda. Arus lalu lintas di setiap periode waktunya juga berbeda baik pada jam puncak pagi, jam puncak siang maupun jam puncak sore juga mempengaruhi kapasitas pada bagian jalinan tersebut. Semakin besar rasio jalinan maka semakin V-7

kecil kapasitas pada bagian jalinan tersebut. Bagian jalinan yang memiliki kapasitas terbesar adalah bagian jalinan AB. Bagian jalinan DA memiliki kapasitas terkecil dan memiliki derajat kejenuhan terbesar di antara bagian jalinan yang lain. Derajat kejenuhan pada masing-masing bagian jalinan kurang dari 0,75 berarti kapasitas simpang masih mencukupi dan belum jenuh. Kinerja lalu lintas pada masingmasing bagian jalinan masih bisa dianggap baik. Derajat kejenuhan pada simpang eksisting dengan kondisi median tertutup yang menyerupai bundaran lebih kecil dari derajat kejenuhan bila dilakukan pengaturan simpang tak bersinyal maupun simpang bersinyal. Kinerja lalu lintas simpang Cileunyi dengan menggunakan bundaran lebih baik daripada simpang tak bersinyal maupun simpang bersinyal. Derajat kejenuhan simpang Cileunyi yang dianalisis sebagai bundaran dan simpang tak bersinyal dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Derajat Kejenuhan Simpang Cileunyi Tanpa Penanganan Tahun Bagian Jalinan Jam Puncak Pagi Bundaran Jam Puncak Siang Tanpa Penanganan Jam Puncak Sore AB 0,17 0,14 0,15 Simpang Tak Bersinyal Jam Jam Jam Puncak Puncak Puncak Pagi Siang Sore BC 0,18 0,14 0,17 2007 0,42 0,37 0,41 CD 0,15 0,14 0,16 DA 0,2 0,19 0,22 Keterangan : warna merah menunjukkan DS terbesar Tabel 5.3 menunjukkan derajat kejenuhan maksimal terjadi pada jam puncak sore yang selanjutnya disebut jam sibuk. Derajat kejenuhan maksimal pada simpang Cileunyi sebagai bundaran maksimal terjadi pada bagian DA yaitu 0,22. Derajat kejenuhan maksimal pada simpang Cileunyi sebagai simpang tak bersinyal yaitu 0,42. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa bundaran memiliki kinerja yang lebih baik daripada simpang tak bersinyal dimana akan memiliki derajat kejenuhan yang lebih kecil. V-8

5.2 PROYEKSI ARUS LALU LINTAS Tugas Akhir SI-40Z1 Berdasarkan data sekunder berupa pertumbuhan lalu lintas yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, simpang Cileunyi yang dikaji kinerja lalu lintasnya sebagai bundaran memiliki pertumbuhan lalu lintas yang dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Tingkat Pertumbuhan Lalu Lintas Pada Simpang Cileunyi Tingkat PDRB Prov. Jawa Barat 6,08 % Tabel 5.4 menunjukkan tingkat pertumbuhan lalu lintas pada simpang Cileunyi. Tingkat pertumbuhan lalu lintas diperoleh dari data sekunder PDRB Provinsi Jawa Barat berdasarkan harga konstan tahun 2004-2005. Prediksi arus lalu lintas untuk 25 tahun ke depan bagian jalinan pada periode jam sibuk yaitu pada jam puncak sore yang merupakan periode jam dengan derajat kejenuhan maksimal terbesar dapat dilihat pada Tabel 5.5. Proyeksi arus lalu lintas dapat dihitung sebagai berikut : P n = P o (1+i) n Di mana : P n = proyeksi arus lalu lintas tahun ke-n P o = proyeksi arus lalu lintas tahun ke-1 i = tingkat pertumbuhan lalu lintas n = tahun ke-n Tabel 5.5 Proyeksi Arus Lalu Lintas Bagian Jalinan 25 Tahun Pada Jam Sibuk Arus Bagian Jalinan (Q) Bagian smp/jam Jalinan Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2017 2022 2027 2032 AB 1048 1112 1179 1251 1327 1407 1891 2540 3412 4583 BC 1081 1147 1217 1291 1369 1452 1951 2621 3520 4729 CD 1067 1132 1200 1273 1351 1433 1925 2586 3473 4666 DA 1380 1464 1553 1648 1748 1854 2491 3346 4494 6037 Tabel 5.5 menunjukkan proyeksi arus lalu lintas dengan tingkat pertumbuhan untuk 25 tahun dari sekarang yaitu pada tahun 2032, arus lalu lintas mengalami peningkatan empat kali lipat dari tahun 2007. V-9

Simpang Cileunyi tanpa penanganan pada tahun 2032 akan menimbulkan masalah karena arus lalu lintas sangat tinggi dan kemungkinan besar akan melebihi kapasitas simpang sehingga pada simpang Cileunyi akan terjadi kejenuhan dan kapasitas simpang sudah tidak mencukupi lagi. 5.3 PEMILIHAN ALTERNATIF PENANGANAN SIMPANG CILEUNYI Alternatif terlaksana jika derajat kejenuhan yang ada di wilayah studi melampaui batas yang telah ditentukan yaitu melebihi nilai 0,75 yang menunjukkan bahwa kinerja lalu lintas eksisiting sudah terlampau jenuh atau melebihi kapasitas. Penanganan yang selanjutnya dilakukan adalah dengan pelebaran kaki simpang dan pembangunan flyover, dimana pembebanan lalu lintas berdasarkan arus lalu lintas prediksi sesuai besar tingkat pertumbuhan. Nilai arus lalu lintas yang menjadi acuan ditunjukan pada Gambar 5.2 yang merupakan nilai arus yang menghasilkan kinerja maksimal. Gambar 5.2 Arus Lalu Lintas Simpang Cileunyi 2007 (smp/jam) (Jam Puncak Sore) V-10

5.3.1 Pelebaran Kaki Simpang Tugas Akhir SI-40Z1 Metode paling sederhana untuk meningkatkan kapasitas simpang adalah dengan memperlebar jalan masuk dan keluar. Dikatakan sederhana karena tingkat kesulitan yang berkaitan dengan perencanaan geometri maupun biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan dengan pembangunan flyover. Apalagi didukung oleh kondisi eksisting sekitar simpang yang memungkinkan untuk dilakukan pelebaran kakikakinya. Setelah pelebaran kaki simpang maka derajat kejenuhan pada simpang tersebut akan mengalami penurunan. 5.3.2 Pembangunan Simpang Tak Sebidang (Flyover) Jenis penangganan lain yang digunakan adalah pembangunan simpang tak sebidang. Pemilihan alternatif penanganan simpang yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Arah Gerbang Tol Cileunyi-Nagreg 2. Arah Jatinangor-Terminal Cileunyi 3. Arah Nagreg-Jatinangor 4. Arah Nagreg-Terminal Cileunyi 5. Arah Terminal Cileunyi-Nagreg 6. Arah Terminal Cileunyi-Gerbang Tol Cileunyi 7. Arah Gerbang Tol Cileunyi-Jatinangor 8. Arah Jatinangor-Gerbang Tol Cileunyi 9. Arah Terminal Cileunyi-Jatinangor 10. Arah Jatinangor-Nagreg 11. Arah Nagreg-Gerbang Tol Cileunyi 12. Arah Gerbang Tol Cileunyi-Terminal Cileunyi Alternatif penanganan simpang berupa flyover tidak dilakukan untuk arah pergerakan belok kiri sehingga pemilihan alternatif penanganan simpang diminimalisasi menjadi delapan arah pergerakan yang memiliki arus lalu lintas dan konflik lalu lintas simpang terbesar yaitu: 1. Arah Gerbang Tol Cileunyi-Nagreg, yang selanjutnya disebut flyover I (FO I) 2. Arah Jatinangor-Terminal Cileunyi, yang selanjutnya disebut flyover II (FO II) 3. Arah Nagreg-Jatinangor, yang selanjutnya disebut flyover III (FO III) 4. Arah Nagreg-Terminal Cileunyi, yang selanjutnya disebut flyover IV (FO IV) 5. Arah Terminal Cileunyi-Nagreg, yang selanjutnya disebut flyover V (FO V) 6. Arah Terminal Cileunyi-Gerbang Tol Cileunyi, yang selanjutnya disebut flyover VI (FO VI) V-11

7. Arah Gerbang Tol Cileunyi-Jatinangor, yang selanjutnya disebut flyover VII (FO VII) 8. Arah Jatinangor-Gerbang Tol Cileunyi, yang selanjutnya disebut flyover VIII (FO VIII) Pemilihan alternatif penanganan simpang dapat dilihat pada Gambar 5.3. Jatinangor Cileunyi Nagreg Gerbang Tol Cileunyi Gambar 5.3 Sketsa Pemilihan Delapan Alternatif Arah Pembangunan Flyover Gambar 5.2 menunjukkan arus lalu lintas terbesar untuk kendaraan yang lurus dan belok kanan pada simpang yaitu pada periode jam puncak sore yang akan menjadi delapan alternatif perletakan flyover. Delapan alternatif tersebut berdasarkan data primer yang dilakukan melalui survei pelat nomor kendaraan dan analisis kinerja lalu lintas eksisting didapat bahwa simpang memiliki arus lalu lintas dan derajat kejenuhan terbesar terjadi pada periode jam puncak sore. Data mengenai banyaknya kendaraan dari satu tujuan ke tujuan yang lain yang terjadi pada jam puncak sore lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.6. V-12

Tabel 5.6 Arah Pergerakan Kendaraan (smp/jam) Pada Periode Jam Puncak Sore Arah Pergerakan Lalu Lintas smp/jam Arah Gerbang Tol Cileunyi-Nagreg 355 Arah Terminal Cileunyi-Gerbang Tol Cileunyi 103 Arah Jatinangor-Terminal Cileunyi 176 Arah Nagreg-Terminal Cileunyi 310 Arah Terminal Cileunyi-Nagreg 189 Arah Nagreg-Jatinangor 191 Arah Gerbang Tol Cileunyi-Jatinangor 136 Arah Jatinangor-Gerbang Tol Cileunyi 71 Tabel 5.6 menunjukkan bahwa arus lalu lintas terbesar pada periode jam puncak pagi yaitu 355 smp/jam adalah dari arah Gerbang Tol Cileunyi menuju Nagreg. Arah pergerakan Jatinangor menuju Terminal Cileunyi tidak perlu dibangun flyover karena terdapat jaringan jalan lain untuk arah pergerakan tersebut yang menyebabkan pengguna jalan memiliki perjalanan yang lebih singkat daripada harus melalui Simpang Cileunyi. Arah pergerakan lurus dibuat 1 flyover dengan 2 arah karena pergerakannya menimbulkan konflik lalu lintas yang besar dan menjadi lebih ekonomis yaitu arah pergerakan Terminal Cileunyi menuju Nagreg dan Nagreg menuju Terminal Cileunyi serta arah pergerakan Gerbang Tol Cileunyi menuju Jatinangor dan Jatinangor menuju Gerbang Tol Cileunyi. Arah pergerakan yang menjadi acuan arah flyover, sehingga kemungkinan banyaknya flyover dapat diminimalisasi adalah sebagai berikut. 1. Pergerakan arah Gerbang Tol Cileunyi menuju Nagreg (FO I) Dari perhitungan geometri didapat stasiun awal maupun akhir flyover yaitu STA 000+306,22 dari arah tol menuju STA 000+306,22 arah Nagreg. STA 000+000 terletak pada titik potong sumbu utama jalan. 2 titik tersebut dijadikan lokasi awal dan akhir survei waktu tempuh. Ilustrasi lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.4a. 2. Pergerakan arah Nagreg menuju Jatinangor (FO II) Dari perhitungan geometri didapat stasiun awal maupun akhir flyover yaitu STA 000+371,54 arah Nagreg dan STA 000+371,54 arah Jatinangor. STA 000+000 terletak pada titik potong sumbu utama jalan. 2 titik tersebut dijadikan lokasi awal dan akhir survei waktu tempuh. Ilustrasi lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.4b. 3. Pergerakan arah Nagreg menuju Terminal Cileunyi dan Terminal Cileunyi Nagreg (FO III) Dari perhitungan geometri didapat stasiun awal maupun akhir flyover yaitu STA 000+371,54 arah Nagreg dan STA 000+233,75 arah Terminal Cileunyi. STA 000+000 terletak pada titik potong sumbu utama jalan. 2 titik tersebut V-13

dijadikan lokasi awal dan akhir survei waktu tempuh. Ilustrasi lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.4c. 4. Pergerakan arah Terminal Cileunyi menuju Gerbang Tol Cileunyi (FO IV) Dari perhitungan geometri didapat stasiun awal maupun akhir flyover yaitu STA 000+233,75 arah Terminal Cileunyi dan STA 000+306,22 arah Gerbang Tol Cileunyi. STA 000+000 terletak pada titik potong sumbu utama jalan. 2 titik tersebut dijadikan lokasi awal dan akhir survei waktu tempuh. Ilustrasi lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.4d. 5. Pergerakan arah Gerbang Tol Cileunyi menuju Jatinangor dan Jatinangor menuju Gerbang Tol Cileunyi (FO V) Dari perhitungan geometri didapat stasiun awal maupun akhir flyover yaitu STA 000+306,22 arah Gerbang Tol Cileunyi dan STA 000+371,54 arah Jatinangor. STA 000+000 terletak pada titik potong sumbu utama jalan. 2 titik tersebut dijadikan lokasi awal dan akhir survei waktu tempuh. Ilustrasi lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.4e. Cileunyi Jatinangor STA 000+000 STA 000+306,22 STA 000+306,22 Gerbang Tol Cileunyi Nagreg Gambar 5.4a Perletakan dan Stasioning Flyover I V-14

Cileunyi STA 000+371,54 Jatinangor STA 000+000 Gerbang Tol Cileunyi STA 000+371,54 Nagreg Gambar 5.4b Perletakan dan Stasioning Flyover II Cileunyi Jatinangor STA 000+233,75 STA 000+000 Gerbang Tol Cileunyi STA 000+371,54 Nagreg Gambar 5.4c Perletakan dan Stasioning Flyover III V-15

Cileunyi STA 000+233,75 Jatinangor Gerbang Tol Cileunyi STA 000+000 STA 000+306,22 Nagreg Gambar 5.4d Perletakan dan Stasioning Flyover IV Cileunyi STA 000+371,54 Jatinangor STA 000+000 STA 000+306,22 Gerbang Tol Cileunyi Nagreg Gambar 5.4e Perletakan dan Stasioning Flyover V V-16

5.4 ANALISIS LALU LINTAS Tugas Akhir SI-40Z1 Analisis lalu lintas yang akan dilakukan adalah analisis kinerja lalu lintas dengan proyeksi lalu lintas ke depan sampai simpang tersebut mengalami kejenuhan. Setelah simpang tanpa penanganan mengalami kejenuhan maka akan dilakukan pemilihan alternatif penanganan simpang yang tepat. Penangangan simpang yang akan dilakukan adalah pelebaran kaki simpang dan pembangunan simpang tak sebidang, ini dilakukan dalam konteks untuk memberikan masukan bagi analisis kelayakan manfaat. 5.4.1 Kinerja Lalu Lintas Simpang Cileunyi Tanpa Penanganan dengan Proyeksi Lalu Lintas Kinerja lalu lintas simpang yang dilakukan berdasarkan bundaran. Hasil perhitungan dan analisis menggunakan metoda MKJI diperoleh kinerja simpang dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun mendatang. Periode waktu berdasarkan jam puncak sore merupakan periode waktu di mana derajat kejenuhan simpang tersebut terbesar. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas bagian jalinan pada bundaran dijelaskan pada subbab 5.1.2.1 lebih rinci. Perhitungan dilakukan dengan metode yang sama dijelaskan pada subbab tersebut dengan arus lalu lintasnya berubah-ubah sesuai dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun mendatang. Resume hasil analisis perhitungan kinerja untuk bagian jalinan AB, jalinan BC, jalinan CD, dan jalinan DA periode jam sibuk pada 25 tahun mendatang dapat dilihat pada Tabel 5.7 sedangkan analisis lengkapnya terlampir. Bagian Jalinan Tabel 5.7 Derajat Kejenuhan dengan Proyeksi Arus Lalu Lintas 25 Tahun Jam Sibuk Pada Simpang Cileunyi Tanpa Penanganan Derajat Kejenuhan Periode Jam Sibuk Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2017 2022 2027 2032 AB 0,147 0,156 0,165 0,175 0,186 0,197 0,265 0,356 0,478 0,642 BC 0,170 0,180 0,191 0,202 0,215 0,228 0,306 0,411 0,552 0,741 CD 0,156 0,165 0,175 0,186 0,197 0,209 0,281 0,378 0,507 0,681 DA 0,221 0,235 0,249 0,264 0,280 0,297 0,399 0,536 0,720 0,967 Keterangan : = DS mendekati 0,75; = DS mendekati 1,00 Tabel 5.7 menunjukkan hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun dapat dilihat bahwa derajat kejenuhan yang ada di wilayah studi tahun 2027 pada bagian jalinan DA pada jam sibuk adalah 0,720. V-17

Derajat kejenuhan simpang tersebut tanpa penanganan pada tahun 2032 ternyata sudah melampaui batas yang telah ditentukan yaitu melebihi dari 0,75 yang menunjukkan bahwa kinerja simpang sudah terlampau jenuh atau melebihi kapasitas dan dibutuhkan penanganan simpang misalnya berupa pelebaran kaki simpang dan pembangunan simpang tak sebidang berupa flyover. 5.4.2 Kinerja Lalu Lintas Simpang Cileunyi dengan Penanganan dan Proyeksi Lalu Lintas Kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan akan dilakukan pada saat derajat kejenuhan simpang sudah melampaui batas yang telah ditentukan yaitu melebihi dari 0,75. Alternatif penanganan simpang yang akan dilakukan adalah berupa pelebaran kaki simpang dan pembangunan simpang tak sebidang berupa flyover. Proyeksi arus lalu lintas untuk kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan adalah arus lalu lintas pada saat jam sibuk. Simpang Cileunyi memiliki jam sibuk pada periode jam puncak sore dimana melalui analisis lalu lintas sebelumnya memiliki derajat kejenuhan terbesar. Selanjutnya arus lalu lintas yang akan dianalisis untuk simpang Cileunyi dengan penanganan adalah arus lalu lintas pada saat jam puncak sore. 5.4.2.1 Pelebaran Kaki Simpang Pelebaran kaki simpang (Gambar 5.5) adalah metode yang digunakan dengan memperlebar jalan masuk dan keluar pada simpang atau dengan kata lain mengubah parameter geometrik jalan di sekitar simpang. Pelebaran kaki simpang dilakukan sesuai dengan tata guna lahan yang ada simpang tersebut. Pelebaran kaki simpang adalah metode paling sederhana untuk meningkatkan kapasitas persimpangan. V-18

Gambar 5.5 Pelebaran Kaki Simpang Jalan keluar dan masuk simpang Cileunyi memiliki lingkungan jalan yang memiliki hambatan samping mulai dari sedang ke tinggi sehingga pelebaran kaki simpang yang dilakukan dengan menambah 1 lajur di tiap kaki simpang. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas bagian jalinan pada bundaran dijelaskan pada subbab 5.1.2.1 lebih rinci. Perhitungan dilakukan dengan metode yang sama dijelaskan pada subbab tersebut, hanya di tiap kaki simpang yaitu lebar masuk dan lebar jalinan diperlebar 1 lajur dengan lebar standar 3,5 meter. Resume hasil analisis perhitungan kinerja untuk bagian jalinan AB, jalinan BC, jalinan CD, dan jalinan DA dengan penanganan pelebaran kaki simpang pada periode jam sibuk pada 25 tahun mendatang dapat dilihat pada Tabel 5.8 sedangkan analisis lengkapnya terlampir. V-19

Tabel 5.8 Derajat Kejenuhan Setelah Pelebaran Kaki Simpang pada Simpang Cileunyi Bagian Jalinan Derajat Kejenuhan Periode Jam Sibuk Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2017 2022 2027 2032 AB 0,105 0,111 0,118 0,125 0,132 0,140 0,189 0,254 0,341 0,457 BC 0,118 0,125 0,132 0,141 0,149 0,158 0,212 0,285 0,383 0,515 CD 0,111 0,118 0,125 0,133 0,141 0,149 0,201 0,270 0,362 0,487 DA 0,155 0,164 0,174 0,185 0,196 0,208 0,279 0,375 0,503 0,676 Tabel 5.8 menunjukan bahwa hasil perhitungan setelah dilakukan pelebaran kaki simpang, dapat dilihat untuk simpang Cileunyi mengalami penurunan derajat kejenuhan maksimal. Hasil analisis dengan proyeksi lalu lintas 25 tahun mendatang setelah dilakukan pelebaran kaki simpang maka pada bagian jalinan dengan derajat kejenuhan maksimal terbesar yaitu DA pada tahun 2027 untuk jam sibuk mengalami penurunan dari 0,720 menjadi 0,503. Perbandingan derajat kejenuhan pada bagian jalinan DA sebelum dan setelah penanganan dapat dilihat pada Gambar 5.6. Gambar ini juga mempermudah untuk mengetahui kapan waktu tepat terjadinya pencapaian kejenuhan, berbeda dengan tabel yang hanya mencantumkan nilai derajat kejenuhan dan kapasitas untuk setiap jangka waktu lima tahunan. 1,25 1,00 0,75 DS Tanpa Penanganan Pelebaran Kaki Simpang 0,50 0,25 0,00 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 2027 2029 2031 2033 2035 2037 Tahun Gambar 5.6 Derajat Kejenuhan Pada Bagian Jalinan DA Sebelum dan Setelah Pelebaran Kaki Simpang V-20

Gambar 5.6 menunjukkan derajat kejenuhan dari hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun sebelum dan setelah dilakukan pelebaran kaki simpang. Derajat kejenuhan sebelum dilakukan pelebaran kaki simpang akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2027. Derajat kejenuhan setelah dilakukan pelebaran kaki simpang akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2033 yang berarti kapasitas sudah tidak mencukupi lagi dan diperlukan penanganan simpang yang lebih baik. Masa layan penanganan berupa pelebaran kaki simpang setelah simpang eksisting jenuh adalah 6 tahun. Jadi dapat disimpulkan pelebaran kaki simpang untuk setiap tingkat pertumbuhan memberikan kontribusi terhadap penurunan derajat kejenuhan dan mampu memberikan waktu layan rata-rata 6 tahun. 5.4.2.2 Pembangunan Simpang Tak Sebidang Jenis penanganan lain yang digunakan adalah pembangunan simpang tak sebidang. Penjelasan mengenai simpang tak sebidang lebih rinci dapat dilihat pada Bab 2. Simpang tak sebidang yang akan digunakan pada simpang Cileunyi adalah flyover di mana arah pergerakan kendaraan hanya dari dan menuju 1 arah. Perletakan flyover berdasarkan arah pergerakan dengan arus dan konflik lalu lintas terbesar di simpang tersebut dijelaskan pada subbab sebelumnya. Pembangunan flyover dilakukan dengan 2 kondisi simpang yang berbeda yaitu pada saat kondisi median terbuka dan kondisi median tertutup. Pada saat kondisi median terbuka penanganannya dengan dilakukan dengan simpang tak bersinyal dan flyover sedangkan pada saat kondisi median tertutup dilakukan penanganan dengan bundaran dan flyover. Arus lalu lintas pada simpang yang akan terdapat perletakan flyover akan mengalami penurunan atau rasio kendaraan untuk simpang tersebut akan menurun karena kendaraan akan lebih memilih menggunakan flyover untuk bergerak daripada harus melewati simpang. Skenario penanganan simpang yang akan dilakukan adalah : 1. Simpang Cileunyi dengan kondisi median terbuka a. Skenario A : Simpang Tak Bersinyal dan FO I b. Skenario B : Simpang Tak Bersinyal dan FO II c. Skenario C : Simpang Tak Bersinyal dan FO III V-21

d. Skenario D : Simpang Tak Bersinyal dan FO IV e. Skenario E : Simpang Tak Bersinyal dan FO V 2. Simpang Cileunyi dengan kondisi median tertutup a. Skenario A : Bundaran dan FO I b. Skenario B : Bundaran dan FO II c. Skenario C : Bundaran dan FO III d. Skenario D : Bundaran dan FO IV e. Skenario E : Bundaran dan FO V 1. Simpang Cileunyi dengan kondisi median terbuka Skenario A : Simpang Tak Bersinyal dan FO I Penangangan simpang yang dilakukan adalah berupa pemberlakukan simpang tak bersinyal dan FO I (Gambar 5.7). Arus lalu lintas setelah pemberlakuan perletakan flyover akan mengalami perbedaan. Perbedaannya adalah berupa penurunan arus lalu lintas pada perletakan flyover yaitu kendaraan yang akan belok kanan dari arah Gerbang Tol Cileunyi menuju Nagreg menjadi tidak ada karena ada larangan untuk belok kanan. Rasio kendaraan belok kiri dan kanan dari arah Gerbang Tol Cileunyi mengalami penurunan. Ilustrasi lengkap dapat dilihat pada Gambar 5.8. Gambar 5.7 Tipe Simpang Tak Bersinyal dan FO I V-22

Gambar 5.8 Arus Lalu Lintas (smp/jam) Simpang Cileunyi Dengan Penanganan FO I Tahun 2007 Hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metoda MKJI. Kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan dilakukan pada saat jam sibuk. Penanganan Simpang Cileunyi yang dilakukan berupa simpang tak bersinyal dan FO I. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada saat jam sibuk akan dijelaskan berikut ini sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada jam sibuk dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.9, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. Contoh Perhitungan Simpang Tak Bersinyal 4 Lengan : Lebar pendekat jalan minor W A = 7,5 m W C = 7 m W AC = 7,5 + 7 = 7,25 m 2 Lebar pendekat jalan utama W B = 12,5 m V-23

W C = 8 m W BC = 12,5 + 8 = 10,25 m 2 WAC + WBC 7,25 + 10,25 Lebar pendekat rata-rata W 1 = = = 8,75 m 2 2 Jumlah lajur pada jalan minor 2 dan jalan utama 4 Tipe simpang 424 Arus lalu lintas tahun 2007 (Q) = 1868 smp/jam Menghitung Kapasitas (C) Kapasitas dasar (C 0 ) = 3400 smp/jam (dapat dilihat pada Tabel B-2 :1 MKJI 1997 hal 3-33) Faktor penyesuaian lebar pendekat rata-rata (F W ) = 1,258 (dapat dilihat pada Gambar B-3 :1 MKJI 1997 hal 3-33) Faktor penyesuaian median jalan utama (F M ) = 1,20 (dapat dilihat pada Tabel B- 4 :1 MKJI 1997 hal 3-34) Faktor penyesuaian ukuran kota (F CS ) =1,05 (dapat dilihat pada Tabel B-5 :1 MKJI 1997 hal 3-34) Faktor penyesuaian hambatan samping (F RSU ) =0,88 (dapat dilihat pada Tabel B- 6 :1 MKJI 1997 hal 3-35) Faktor penyesuaian belok kiri (F LT ) = 1,44 (dapat dilihat pada Gambar B-7 :1 MKJI 1997 hal 3-36) Faktor penyesuaian belok kanan (F RT ) = 1,00 (dapat dilihat pada Gambar B-8 :1 MKJI 1997 hal 37) Faktor penyesuaian rasio minor/total (F MI ) = 0,85 (dapat dilihat pada Gambar B- 9 :1 MKJI 1997 hal 38) Kapasitas (C) = C 0 * F W * F M * F CS * F RSU * F LT * F RT * F MI = 3400 * 1,258 * 1,20 * 1,05 * 0,88 * 1,44 * 1,00 * 0,85 = 5821 smp/jam Menghitung Derajat Kejenuhan Derajat Kejenuhan (DS) = Q/C = 1868/5821 = 0,32 Dari perhitungan di atas didapatkan bahwa penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO I pada tahun 2007 dengan memiliki derajat kejenuhan belum melebihi batas yang sudah ditentukan. Derajat kejenuhan yang diperoleh melalui penanganan pada tahun 2007 adalah 0,32 maka simpang belum mengalami V-24

kejenuhan. Derajat kejenuhan yang diperoleh melalui proyeksi arus lalu lintas dari tahun 2007 sampai dengan 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9 Derajat Kejenuhan Simpang Cileunyi Dengan Penanganan Berupa Simpang Tak Bersinyal dan FO I Derajat Kejenuhan Dengan Penanganan Tahun Tanpa Penanganan Simpang Tak Bersinyal + FO I 2007 0,41 0,32 2008 0,44 0,34 2009 0,46 0,36 2010 0,49 0,38 2011 0,52 0,41 2012 0,55 0,43 2017 0,74 0,58 2022 1,00 0,78 2027 1,34 1,04 2032 1,80 1,40 Tabel 5.9 menunjukkkan dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun mendatang bahwa tanpa penanganan akan mengalami kejenuhan pada tahun 2017 yaitu 0,74 dan setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO I pada tahun 2017 akan mengalami penurunan derajat kejenuhan menjadi 0,58. 2,00 1,75 1,50 1,25 DS 1,00 Tanpa Penanganan FO I 0,75 0,50 0,25 0,00 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 2027 2029 2031 2033 2035 Tahun Gambar 5.9 Derajat Kejenuhan Tanpa dan Dengan Penanganan Simpang Tak Bersinyal dan FO I V-25

Gambar 5.9 menunjukkan derajat kejenuhan dari hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO I. Derajat kejenuhan tanpa penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2017. Derajat kejenuhan setelah dilakukan penangan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2021 yang berarti kapasitas sudah tidak mencukupi lagi dan diperlukan penanganan simpang yang lebih baik. Masa layan penanganan berupa simpang tak bersinyal dan FO I setelah simpang eksisting jenuh adalah 4 tahun. Skenario B : Simpang Tak Bersinyal dan FO II Penangangan simpang yang dilakukan adalah berupa pemberlakukan simpang tak bersinyal dan FO II (Gambar 5.10). Arus lalu lintas setelah pemberlakuan perletakan flyover akan mengalami perbedaan. Perbedaannya adalah berupa penurunan arus lalu lintas pada perletakan flyover yaitu kendaraan yang akan belok kanan dari arah Nagreg menuju Jatinangor menjadi tidak ada karena ada larangan untuk belok kanan. Rasio kendaraan belok kiri dan kanan dari arah Nagreg mengalami penurunan. Ilustrasi lengkap dapat dilihat pada Gambar 5.11. Gambar 5.10 Tipe Simpang Tak Bersinyal dan FO II V-26

Gambar 5.11 Arus Lalu Lintas (smp/jam) Simpang Cileunyi Dengan Penanganan FO II Tahun 2007 Hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metoda MKJI. Kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan dilakukan pada saat jam sibuk. Penanganan Simpang Cileunyi yang dilakukan berupa simpang tak bersinyal dan FO II. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada saat jam sibuk dapat dilihat pada skenario A sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada jam sibuk dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.10, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. V-27

Tabel 5.10 Derajat Kejenuhan Simpang Cileunyi Dengan Penanganan Berupa Simpang Tak Bersinyal dan FO II Derajat Kejenuhan Tanpa Dengan Penanganan Tahun Penanganan Simpang Tak Bersinyal + FO II 2007 0,41 0,37 2008 0,44 0,39 2009 0,46 0,41 2010 0,49 0,44 2011 0,52 0,46 2012 0,55 0,49 2017 0,74 0,66 2022 1,00 0,89 2027 1,34 1,19 2032 1,80 1,60 Tabel 5.10 menunjukkkan dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun mendatang bahwa tanpa penanganan akan mengalami kejenuhan pada tahun 2017 yaitu 0,74 dan setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO II pada tahun 2017 akan mengalami penurunan derajat kejenuhan menjadi 0,66. 2,00 1,75 1,50 1,25 DS 1,00 Tanpa Penanganan FO II 0,75 0,50 0,25 0,00 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 2027 2029 2031 2033 2035 Tahun Gambar 5.12 Derajat Kejenuhan Tanpa Penanganan dan Dengan Penanganan Simpang Tak Bersinyal dan FO II Gambar 5.12 menunjukkan derajat kejenuhan dari hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO II. Derajat kejenuhan tanpa penanganan akan melebihi batas yang V-28

ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2017. Derajat kejenuhan setelah dilakukan penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2019 yang berarti kapasitas sudah tidak mencukupi lagi dan diperlukan penanganan simpang yang lebih baik. Masa layan penanganan berupa simpang tak bersinyal dan FO II setelah simpang eksisting jenuh adalah 2 tahun. Skenario C : Simpang Tak Bersinyal dan FO III Penangangan simpang yang dilakukan adalah berupa pemberlakukan simpang tak bersinyal dan FO III (Gambar 5.13). Arus lalu lintas setelah pemberlakuan perletakan flyover akan mengalami perbedaan. Perbedaannya adalah berupa penurunan arus lalu lintas pada perletakan flyover yaitu kendaraan yang akan lurus dari arah Nagreg menuju Terminal Cileunyi dan arah Terminal Cileunyi menuju Nagreg menjadi tidak ada. Ilustrasi lengkap dapat dilihat pada Gambar 5.14. Gambar 5.13 Tipe Simpang Tak Bersinyal dan FO III V-29

Gambar 5.14 Arus Lalu Lintas (smp/jam) Simpang Cileunyi Dengan Penanganan FO III Tahun 2007 Hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metoda MKJI. Kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan dilakukan pada saat jam sibuk. Penanganan Simpang Cileunyi yang dilakukan berupa simpang tak bersinyal dan FO III. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada saat jam sibuk dapat dilihat pada skenario A sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada jam sibuk dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.11, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. V-30

Tabel 5.11 Derajat Kejenuhan Simpang Cileunyi Dengan Penanganan Berupa Simpang Tak Bersinyal dan FO III Derajat Kejenuhan Tanpa Dengan Penanganan Tahun Penanganan Simpang Tak Bersinyal + FO III 2007 0,41 0,28 2008 0,44 0,30 2009 0,46 0,32 2010 0,49 0,34 2011 0,52 0,36 2012 0,55 0,38 2017 0,74 0,51 2022 1,00 0,69 2027 1,34 0,92 2032 1,80 1,24 Tabel 5.11 menunjukkkan dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun mendatang bahwa tanpa penanganan akan mengalami kejenuhan pada tahun 2017 yaitu 0,74 dan setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO III pada tahun 2017 akan mengalami penurunan derajat kejenuhan menjadi 0,51. 2,00 1,75 1,50 1,25 DS 1,00 Tanpa Penanganan FO III 0,75 0,50 0,25 0,00 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 2027 2029 2031 2033 2035 Tahun Gambar 5.15 Derajat Kejenuhan dengan Penanganan Simpang Tak Bersinyal dan FO III Gambar 5.15 menunjukkan derajat kejenuhan dari hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas 25 tahun setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO III. Derajat kejenuhan tanpa penanganan akan melebihi batas V-31

yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2017. Derajat kejenuhan setelah dilakukan penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2023 yang berarti kapasitas sudah tidak mencukupi lagi dan diperlukan penanganan simpang yang lebih baik. Masa layan penanganan berupa simpang tak bersinyal dan FO III setelah simpang eksisting jenuh adalah 6 tahun. Skenario D : Simpang Tak Bersinyal dan FO IV Penangangan simpang yang dilakukan adalah berupa pemberlakukan simpang tak bersinyal dan FO IV (Gambar 5.16). Arus lalu lintas setelah pemberlakuan perletakan flyover akan mengalami perbedaan. Perbedaannya adalah berupa penurunan arus lalu lintas pada perletakan flyover yaitu kendaraan yang akan belok kanan dari arah Terminal menuju Gerbang Tol Cileunyi menjadi tidak ada karena ada larangan untuk belok kanan. Rasio kendaraan belok kiri dan kanan dari arah Terminal Cileunyi mengalami penurunan. Ilustrasi lengkap dapat dilihat pada Gambar 5.17. Gambar 5.16 Tipe Simpang Tak Bersinyal dan FO IV V-32

Gambar 5.17 Arus Lalu Lintas (smp/jam) Simpang Cileunyi Dengan Penanganan FO IV Tahun 2007 Hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metoda MKJI. Kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan dilakukan pada saat jam sibuk. Penanganan Simpang Cileunyi yang dilakukan berupa simpang tak bersinyal dan FO IV. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada saat jam sibuk dapat dilihat pada skenario A sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada jam sibuk dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.12, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. V-33

Tabel 5.12 Derajat Kejenuhan Simpang Cileunyi Dengan Penanganan Berupa Simpang Tak Bersinyal dan FO IV Derajat Kejenuhan Tanpa Dengan Penanganan Tahun Penanganan Simpang Tak Bersinyal + FO IV 2007 0,41 0,39 2008 0,44 0,41 2009 0,46 0,43 2010 0,49 0,46 2011 0,52 0,49 2012 0,55 0,52 2017 0,74 0,69 2022 1,00 0,93 2027 1,34 1,25 2032 1,80 1,68 Tabel 5.12 menunjukkkan dengan proyeksi arus lalu lintas pesimis 25 tahun mendatang bahwa tanpa penanganan akan mengalami kejenuhan pada tahun 2017 yaitu 0,74 dan setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO IV pada tahun 2017 akan mengalami penurunan derajat kejenuhan menjadi 0,69. 2,00 1,75 1,50 1,25 DS 1,00 Tanpa Penanganan FO IV 0,75 0,50 0,25 0,00 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 2027 2029 2031 2033 2035 Tahun Gambar 5.18 Derajat Kejenuhan Tanpa dan Dengan Penanganan Simpang Tak Bersinyal dan FO IV Gambar 5.18 menunjukkan derajat kejenuhan dari hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas pesimis 25 tahun setelah dilakukan penanganan simpang berupa V-34

simpang tak bersinyal dan FO IV. Derajat kejenuhan tanpa penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2017. Derajat kejenuhan setelah dilakukan penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2018 yang berarti kapasitas sudah tidak mencukupi lagi dan diperlukan penanganan simpang yang lebih baik. Masa layan penanganan berupa simpang tak bersinyal dan FO VI setelah simpang eksisting jenuh adalah 1 tahun. Skenario E : Simpang Tak Bersinyal dan FO V Penangangan simpang yang dilakukan adalah berupa pemberlakukan simpang tak bersinyal dan FO V (Gambar 5.19). Arus lalu lintas setelah pemberlakuan perletakan flyover akan mengalami perbedaan. Perbedaannya adalah berupa penurunan arus lalu lintas pada perletakan flyover yaitu kendaraan yang akan lurus dari arah Gerbang Tol Cileunyi menuju Jatinangor dan arah Jatinangor menuju Gerbang Tol Cileunyi menjadi tidak ada. Ilustrasi lengkap dapat dilihat pada Gambar 5.20. Gambar 5.19 Tipe Simpang Tak Bersinyal dan FO V V-35

Gambar 5.20 Arus Lalu Lintas (smp/jam) Simpang Cileunyi Dengan Penanganan FO V Tahun 2007 Hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metoda MKJI. Kinerja lalu lintas simpang dengan penanganan dilakukan pada saat jam sibuk. Penanganan Simpang Cileunyi yang dilakukan berupa simpang tak bersinyal dan FO V. Analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada saat jam sibuk dapat dilihat pada skenario A sedangkan resume hasil analisis perhitungan kinerja lalu lintas simpang tak bersinyal pada jam sibuk dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.13, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. V-36

Tabel 5.13 Derajat Kejenuhan Simpang Cileunyi Dengan Penanganan Berupa Simpang Tak Bersinyal dan FO V Derajat Kejenuhan Dengan Penanganan Tahun Tanpa Penanganan Simpang Tak Bersinyal + FO V 2007 0,41 0,36 2008 0,44 0,38 2009 0,46 0,40 2010 0,49 0,43 2011 0,52 0,45 2012 0,55 0,48 2017 0,74 0,65 2022 1,00 0,87 2027 1,34 1,17 2032 1,80 1,57 Tabel 5.13 menunjukkkan dengan proyeksi arus lalu lintas pesimis 25 tahun mendatang bahwa tanpa penanganan akan mengalami kejenuhan pada tahun 2017 yaitu 0,74 dan setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO V pada tahun 2017 akan mengalami penurunan derajat kejenuhan menjadi 0,65. 2,00 1,75 1,50 1,25 DS 1,00 Tanpa Penanganan FO V 0,75 0,50 0,25 0,00 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 2027 2029 2031 2033 2035 Tahun Gambar 5.21 Derajat Kejenuhan Tanpa dan Dengan Penanganan Simpang Tak Bersinyal dan FO V V-37

Gambar 5.21 menunjukkan derajat kejenuhan dari hasil analisis dengan proyeksi arus lalu lintas pesimis 25 tahun setelah dilakukan penanganan simpang berupa simpang tak bersinyal dan FO V. Derajat kejenuhan tanpa penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2017. Derajat kejenuhan setelah dilakukan penanganan akan melebihi batas yang ditentukan yaitu lebih dari 0,75 terjadi pada tahun 2019 yang berarti kapasitas sudah tidak mencukupi lagi dan diperlukan penanganan simpang yang lebih baik. Masa layan penanganan berupa simpang tak bersinyal dan FO V setelah simpang eksisting jenuh adalah 2 tahun. Tabel 5.14 Perbandingan Nilai Derajat Kejenuhan Untuk Skenario Penyelesaian dengan Kondisi Median Terbuka Derajat Kejenuhan Tahun Tanpa Penanganan Skenario 1 Skenario 2 Dengan Penanganan Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5 2007 0,41 0,32 0,37 0,28 0,39 0,36 2008 0,44 0,34 0,39 0,30 0,41 0,38 2009 0,46 0,36 0,41 0,32 0,43 0,40 2010 0,49 0,38 0,44 0,34 0,46 0,43 2011 0,52 0,41 0,46 0,36 0,49 0,45 2012 0,55 0,43 0,49 0,38 0,52 0,48 2017 0,74 0,58 0,66 0,51 0,69 0,65 2022 1,00 0,78 0,89 0,69 0,93 0,87 2027 1,34 1,04 1,19 0,92 1,25 1,17 2032 1,80 1,40 1,60 1,24 1,68 1,57 Dari Tabel 5.14 yang memberikan kesimpulan dari analisis lima skenario penyelesaian simpang dengan kondisi median terbuka, terlihat bahwa flyover arah Nagreg menuju Terminal Cileunyi dan arah Terminal Cileunyi menuju Nagreg dengan kombinasi penanganan simpang tak bersinyal memberikan nilai penurunan yang terbesar dibandingkan keenam alternatif flyover lainnya. Untuk tingkat pertumbuhan dimana nilai derajat kejenuhan adalah 0,74 untuk tahun 2017 mengalami penurunan menjadi 0,51. Hal ini dapat dijadiakan salah satu pertimbangan untuk menentukan letak dari flyover. 2. Simpang Cileunyi dengan kondisi median tertutup Skenario A : Bundaran dan FO I V-38

Penangangan simpang yang dilakukan adalah berupa pemberlakukan bundaran dan FO I (Gambar 5.22). Proyeksi arus lalu lintas 25 tahun yang digunakan adalah pada saat jam sibuk dapat dilihat pada skenario A dengan kondisi median terbuka. Gambar 5.22 Tipe Simpang Bundaran dan FO I Analisis perhitungan kinerja lalu lintas bagian jalinan pada bundaran dijelaskan pada subbab 5.1.2.1 lebih rinci. Perhitungan dilakukan dengan metode yang sama dijelaskan pada subbab tersebut. Resume hasil analisis perhitungan kinerja untuk bagian jalinan AB, jalinan BC, jalinan CD, dan jalinan DA dengan penanganan berupa bundaran dan FO I pada periode jam sibuk pada tahun 2007 dan 2032 dapat dilihat pada Tabel 5.15, sedangkan analisis lengkapnya terlampir. Tabel 5.15 Derajat Kejenuhan Setelah Penanganan Simpang Cileunyi Berupa Bundaran dan FO I Bagian Jalinan Derajat Kejenuhan Periode Jam Sibuk Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2017 2022 2027 2032 AB 0,104 0,110 0,117 0,124 0,132 0,140 0,187 0,252 0,338 0,454 BC 0,111 0,117 0,125 0,132 0,140 0,149 0,200 0,268 0,361 0,484 CD 0,156 0,165 0,175 0,186 0,197 0,209 0,281 0,378 0,507 0,681 DA 0,161 0,171 0,181 0,192 0,204 0,216 0,290 0,390 0,523 0,703 V-39