A. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN KOMISI III DPR RI KE LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR BALI NOVEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah semakin menjamur dan sepertinya hukum di Indonesia tidak

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

PEDOMAN PELAKSANAAN RENCANA AKSI PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN NARKOBA DI LAPAS/RUTAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN)

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI

MENUNAIKAN HAK PELAYANAN KESEHATAN NAPI DAN TAHANAN

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Narkoba merupakan istilah untuk narkotika, psikotropika, dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan manusia juga ditujukan, agar masyarakat semakin sejahtera, sehat jiwa

UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP PENYEBARAN NARKOBA DI KALANGAN PELAJAR

Peningkatan Kemandirian Penanggulangan AIDS

Kementerian Sosial RI

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG BADAN NARKOTIKA PROVINSI (BNP) LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PETUNJUK PELAKSANAAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

KEBIJAKAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN NARKOTIKA. Adhi Prasetya Handono, Sularto*), Purwoto ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) adalah sejenis zat (substance) yang

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 "... yang melindungi

BAB I PENDAHULUAN. kecakapan untuk menghindari penyalahgunaan narkoba. Informasi mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

Gedung Rehabilitasi Narkoba Provinsi Jawa Tengah di Kota Semarang BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

Dwi Gita Arianti Panti Rehabilitasi Narkoba di Samarinda BAB I PENDAHULUAN

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT RI SELAKU KETUA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL NOMOR: 02 /PER/MENKO/KESRA/I/2007

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Loka Rehabilitasi. Organisasi. Tata Kerja.

HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

PROGRAM HARM REDUCTION DI INDONESIA "DARI PERUBAHAN PERILAKU KE PERUBAHAN SOSIAL"

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64

RENCANA AKSI BNNP SULAWESI SELATAN BIDANG PENCEGAHAN TARGET/ TAHUN No TUJUAN RENCANA AKSI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab ini diuraikan Simpulan dan Saran dari Hasil Temuan dan Analisa Data.

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA DI YOGYAKARTA (Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular)

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Nasional, Jakarta, 2003, h Metode Therapeutic Community Dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahguna Narkoba, Badan

SOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan permasalahan sosial merupakan tanggung jawab semua pihak

BIO DATA KOTA TANGERANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada

Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas

(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Bagi Generasi Muda Senin, 18 Juli :29 - Terakhir Diperbaharui Selasa, 11 April :35

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

BAB I PENDAHULUAN. (narkotika, zat adiktif dan obat obatan berbahaya) khususnya di kota Medan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA ACARA LEPAS SAMBUT KEPALA LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS II A YOGYAKARTA TANGGAL : 3 JUNI 2016

BAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak

(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

PUSAT TERAPI DAN REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PROVINSI JAWA TENGAH DI UNGARAN

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera bagi Kita Semua Yth. Para Narasumber, Para Peserta Sosialisasi, Serta hadirin yang berbahagia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1.a Peta jalur peredaran narkoba Sumber :

BAB III PENUTUP. rawan menjadi sasaran peredaran gelap narkotika. penyalahgunaan narkotika. peredaran gelap narkotika.

PETUNJUK TEKNIS ANTARA. NOMOR : PAS-07.HM TAHUN 2414 NOMOR : J U KNlSlO 1 llt,l201 4 BARESKRIM

RANCANGAN POINT-POINT LAPORAN KUNKER RESES MS V TAHUN DI PROVINSI RIAU. I. Pertemuan dengan Kepala KaKanwil Hukum dan HAM Provinsi RIAU

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan

Transkripsi:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI III DPR-RI KE LAPAS NARKOTIKA II A PROVINSI DI YOGYAKARTA PADA MASA PERSIDANGAN I TAHUN SIDANG 2014 A. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Komisi III DPR RI dalam Masa Persidangan I Tahun Sidang 2014 ini berencana untuk meninjau langsung pelaksanaan tugas dan fungsi mitra kerja Komisi III DPR RI tertentu di daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dalam hal ini akan melihat dari sisi penanganan permasalahan dan prestasi yang patut diapresiasi. Pemilihan Lapas Narkotika II A Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai bentuk fungsi DPR terhadap pembinaan narapidana narkotika baik dari segi pengawasan, legislasi maupun dari sisi anggaran. Seperti yang sudah dipahami bahwa penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi muda dewasa ini kian meningkat. Peredaran narkotika yang begitu marak dapat membahayakan keberlangsungan hidup bangsa ini di kemudian hari. Karena pemuda sebagai generasi yang diharapkan menjadi penerus bangsa, semakin hari semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif penghancur syaraf. Sehingga pemuda tidak dapat berpikir jernih dan tentunya keinginan kita bersama untuk menciptakan generasi harapan bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan tinggal kenangan. Pemberantasan narkoba harus menjadi agenda utama, tidak hanya dari hilir dengan melakukan pendeteksian secara dini sehingga dapat menghentikan masuk nya

2 narkotika ke Indonesia dan penghentian produksi-produksi narkotika yang saat ini masih hidup dan berkembang di Indonesia, akan tetapi perlu melalui program hilir yaitu melakukan penindakan terhadap pengedar maupun penyalahguna narkoba, dan terutama pembinaan terhadap Narapidana Narkotika. Selain itu, Komisi III DPR RI juga melakukan pertemuan dengan Kanwil Hukum dan HAM, Kepala BNNP Provinsi DI Yogyakarta terkait permasalahan dalam penanganan kasus narkoba, serta mendapatkan seluruh data dan informasi mengenai overkapasitas dalam lapas narkotika dan penanganannya, pembinaan terhadap narapidana narkotika, peredaran dan penyelundupan narkotika di dalam lapas, langkahlangkah dalam menjadikan Lapas Narkotika II A Yogyakarta menjadi Lapas narkotika percontohan, sistem dan proses penanganan atau rehabilitasi terhadap pengguna Narkoba, bentuk penanganan, sistem keamanan, dan tinjauan terhadap seluruh sarana dan prasarana serta fasilitas yang ada; serta kesiapan dalam penanganan pengguna Narkoba yang semakin meningkat dan menjadi orientasi strategi penanganan terhadap pengguna Narkoba. II. Susunan Tim Dalam tim kunjungan kerja tersebut juga didampingi oleh Sekretariat, Tenaga Ahli Komisi III DPR RI, TV Parlemen dan Penghubung BNN. III. Pelaksanaan Kunjungan Kerja Kunjungan Kerja dilaksanakan selama 2 (dua) hari yaitu pada tanggal 12-13 September 2014. IV. Objek Kunjungan Kerja Tim Komisi III DPR RI dalam Kunjungan Kerja Spesifik di Provinsi DI YOGYAKARTA melakukan beberapa kegiatan selama masa kunjungan Kerja, yaitu: 1. Meninjau lanngsung Lapas Narkotika II A Provinsi DI Yogyakarta 2. Pertemuan dengan Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM/ Imigrasi Provinsi DI YOGYAKARTA beserta jajaran, dan Kepala BNNP Provinsi DI YOGYAKARTA beserta jajarannya. 2

3 B. HASIL KUNJUNGAN KERJA I. KUNJUNGAN LAPANGAN KE LAPAS NARKOTIKA II A YOGYAKARTA Kunjungan kerja dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung ke Lapas Narkotika II A Provinsi DI Yogyakarta. Dalam kunjungan kali ini, tim bertemu langsung dan berbincang dengan narapidana narkotika maupun terdakwa narkotika yang masih menjalani persidangan di Pengadilan. Lapas Narkotika II A Yogyakarta pada awal pendiriannya di proyeksi untuk menjadi Lapas khusus rehabilitasi pengguna narkoba. Akan tetapi dalam perjalanannya, dikarenakan kurang nya Lapas di Yogyakarta, Lapas Narkotika II A Yogyakarta menampung semua narapidana baik pengedar, pemakai maupun korban penyalahgunaan narkotika. Kapasitas Lapas Narkotika II A Yogyakarta disediakan untuk 474 penghuni. Jumlah penghuni Lapas Narkotika II A Yogyakarta hingga terakhir dikunjungi pada tanggal 12 September 2014 berjumlah 200 orang, sehingga jauh dari over kapasitas yang menjadi permasalahan di setiap lapas di Indonesia. Lapas Narkotika Yogyakarta dibangun mulai tahun 2006 dengan Luas tanah : 30.170 m2; Luas bangunan : 8.579,46 m2; serta Kapasitas hunian : 474 Orang. Lapas Narkotika Yogyakarta diharapkan menjadi Lapas Model, bebas dari peredaran narkoba dan pengendali peredaran narkoba di masyarakat. Lapas Narkotika Yogyakarta di desain sebagai Lapas rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Dengan pendekatan yang dilakukan adalah dari aspek hukum, aspek medis, aspek sosial, aspek spritual. Dari tinjauan langsung ke Lapas, Lapas Narkotika II A Yogyakarta masih memerlukan bantuan anggaran untuk pelaksanaan program, sarana/prasarana pembinaan masih kurang, kualitas/kuantitas petugas masih kurang, dan belum mendapatkan perhatian serius dari instansi dan organisasi terkait di tingkat Propinsi D.I.Yogyakarta. II. PERTEMUAN DENGAN JAJARAN KANWIL KEMENKUMHAM, DAN BNN PROVINSI DI YOGYAKARTA Pertemuan dibuka oleh Ketua Tim, dengan menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan serta memperkenalkan anggota tim dan kemudian dilanjutkan dengan penjelasan oleh Kakanwil Kemenkumham Provinsi DI YOGYAKARTA, dan Kepala BNNP DI YOGYAKARTA. 3

4 II.1 Penjelasan dari KAKANWIL KEMENKUMHAM PROVINSI DI YOGYAKARTA Dalam pertemuan dengan Kakanwil Kemenkumham Provinsi DI Yogyakarta, Kakanwil Kemenkumham menyampaikan sebagai berikut : Dijelaskan di awal bahwa Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi DIY membawahi UPT sebagai berikut : 1. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta 2. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Yogyakarta 3. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman 4. Balai Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta 5. Balai Pemasyarakatan Kelas II Wonosari 6. Rumah Tahanan Negara Kelas IIA Yogyakarta 7. Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Bantul 8. Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Wates 9. Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Wonosari 10. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas I Yogyakarta 11. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas II Bantul 12. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas II Wates 13. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas II Wonosari 14. Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta Berbeda dengan Lapas-lapas di daerah lain di Indonesia, Lapas di Provinsi DI Yogyakarta hanya 60 persen dari jumlah kapasitas yang disediakan di Lapas-lapas Yogyakarta. Kapasitas Lapas/ Rutan se DIY : 1.929 orang. Jumlah isi hunian tanggal 11 September 2014 adalah sebagai berikut : 1277 Orang (66%) Narapidana : 878 Orang, terdiri : Narapidana Dewasa Laki-laki : 798 Orang Narapidana Dewasa Perempuan : 59 Orang Narapidana Anak Laki-Laki : 19 Orang Narapidana Anak Perempuan : 2 Orang Tahanan : 399 Orang, terdiri : Tahanan Dewasa Laki-laki : 371 Orang Tahanan Dewasa Perempuan : 26 Orang Tahanan Anak Laki-Laki : 2 Orang Tahanan Anak Perempuan : - Orang Dalam rangka menjadikan Lapas Narkotika II A Yogyakarta sebagai Lapas model, Kementrian Hukum dan HAM telah melaksanakan program-program rehabilitasi, sebagai berikut : Pemeriksaan Kesehatan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP); 4

5 Melaksanakan program Voluntary Conseling and Testing (VCT), Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), Pre release (kegiatan sebelum bebas); Melaksanakan program Terapi Comunity (TC) semua WBP; Melaksanakan program Criminon bagi semua WBP; Melaksanakan program edukasi HIV/ AIDS; Melaksanakan program Bimtek Penanggulangan HIV/AIDS bekerjasama dengan HCPI; Melaksanakan program Bimtek Penanggulangan HIV/AIDS bekerjasama dengan GF.SSF. Adapun sarana dan prasarana pengamanan di dalam Lapas Narkotika II A Yogyakarta, sebagai berikut : 1. X-Ray dan Walktrought; 2. CCTV Indoor dan Outdoor; 3. Handy Talky dan Antena Repeater; 4. Pakaian Anti Huru Hara (PHH); 5. Tongkat Kejut dan Metal Detector. Mengenai program khusus terhadap korban penyalahgunaan narkotika adalah berupa Setiap WBP baru diadakan pemeriksaan kesehatan; melaksanakan Program VCT, KDS, KIE, Pre RELEASE; melaksanakan program TC (semua WBP); melaksanakan Program criminon bagi semua WBP setiap hari kerja; melaksanakan program edukasi HIV/AIDS ; melaksanakan program Bimtek Penanggulangan HIV/AIDS (HCPI);melaksanakan program Bimtek Penanggulangan HIV/AIDS (GF SSF). Dalam rangka upaya penegakan komitmen petugas Lapas, Kakanwil Kemenkumham telah melaksanakan program-program seperti membuat pernyataan/pakta Integritas; sosialisasi Narkoba yang dilakukan oleh Polda DIY dan BNNP DIY; edukasi narkoba dan HIV/AIDS (Yayasan Kembang) dan pada setiap awal bulan diadakan rapat pegawai dan pengarahan Kalapas/Pejabat lainnya. Di akhir pemaparan, Kakanwil Kemenkumham Provinsi DI Yogyakarta menyampaikan perlu nya perhatian khusus dari instansi terkait (Pemda Tk.I dan Pemda Tk. II, BNN, KPA, LSM, RS dll) sebagai jejaring kerja; perlunya bantuan program Jamkesmas dan Jamkesda, rehabilitasi sosial; serta perlu bantuan sarana/prasarana bengkel dan latihan kerja. II.3 PENJELASAN DARI KEPALA BNNP DI YOGYAKARTA Kepala BNNP DI Yogyakarta menjelaskan sebagai berkut : Kendala yang dihadapi oleh BNN adalah minimnya jumlah Sumber Daya Manusia di BNNP Yogyakarta. Jumlah pegawai nya baru terisi 45 orang. Kendala dari minim nya sumber daya menjadikan terhambat nya koordinasi dengan aparat penegak hukum dalam menjalankan program-program pemberantasan narkoba. 5

6 Dengan jumlah yang terbatas, BNNP ditantang untuk mengatasi daerah-daerah rawan narkoba di Yogyakarta, dengan cakupan daerah yang begitu luas. Dari hasil penelitian, penyalah gunaan narkoba meningkat tiap tahunnya di daerah Provinsi DI Yogyakarta. Mengenai tempat rehabilitasi, BNNP mempunyai tempat rehabilitasi sebanyak 15 tempat. Akan tetapi tempat tersebut tidak mencukupi untuk menangani upaya rehabilitasi terhadap 69.700 pengguna narkoba. Adapun hambatan dalam proses rehabilitasi terhadap korban dan pecandu adalah sebagai berikut : Rumah Sakit Umum Belum Siap Mengobati Pecandu Narkotika (Man, Money, Material, Method) Tempat Rehab Belum Standard IPWL terbatas Baru di Sekitar Kota Yogya Pecandu Belum Tentu Mau Berobat Pecandu yang Dalam Proses Hukum Belum terlayani Rehabilitasi Pecandu yang di Lapas Belum terlayani Rehabilitasi Upaya rehabilitasi yang dilakukan berupa upaya rehabilitasi medis, maupun upaya rehabilitasi sosial. Adapun layanan pasca rehabilitasi adalah berupa pemberian berbagai keterampilan sesuai dengan minat, pemberian bantuan peralatan kerja, penguatan terhadap korban agar tidak relaps dan penguatan keluarga korban. C. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan laporan data dan informasi dari seluruh rangkaian kegiatan Kunjungan Kerja spesifik Komisi III DPR RI dalam masa persidangan I Tahun 2014 ke Provinsi DI YOGYAKARTA ini; yakni Lapas Narkotika II A Yogyakarta, dan dalam pertemuan dengan Kakanwil Kemenkumham Provinsi DI YOGYAKARTA dan Kepala BNNP Provinsi DI YOGYAKARTA maka terdapat beberapa pokok penting yang perlu diperhatikan yakni sebagai berikut: a. Terkait penanganan rehabilitasi yang tidak maksimal dan jumlah nya terbatas, perlu upaya maksimal dari Kemenkumham dan BNNP untuk mencari cara yang efektif dalam penanganan nya. b. Harus ada kerjasama antara Kemenkumham, BNNP dengan Pemerintah Daerah, serta pro aktif dalam menyusun suatu pola agar keinginan menjadi lapas narkotika II A menjadi lapas model dapat terwujud. 6

7 Demikian Laporan Hasil Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI ke Provinsi DI YOGYAKARTA untuk dapat menjadi masukan bagi Pimpinan DPR dalam mengambil keputusan. Ketua Tim Kunjungan Spesifik KOMISI III DPR RI, 7