Disusun oleh Anna Rakhmawati

dokumen-dokumen yang mirip
KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

PELATIHAN IDENTIFIKASI POTENSI HAZARD BAHAN PANGAN SEBAGAI OPTIMALISASI PENYIAPAN NUTRISI TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

AMANKAH PANGAN ANDA???

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

BAB I PENDAHULUAN. klien kekurangan cairan / dehidrasi. Keadaan kekurangan cairan apabila tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

SAFETY FOOD (Keamanan Pangan) A. Prinsip Safety Food

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. makanan makhluk hidup dapat memperoleh zat-zat yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan derajat kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Rancangan sistem..., Putih Sujatmiko, FKM UI, 2009

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok manusia dalam menjalankan kehidupannya. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

Kontaminasi Pada Pangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman.

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB I PENDAHULUAN. Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktorfaktor

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah melakukan pembangunan berwawasan kesehatan untuk

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

HIGIENE SANITASI PANGAN

Sosis ikan SNI 7755:2013

KARAKTERISTIK PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TENTANG HIGIENE DAN SANITASI DAN DAYA TERIMA MAKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap. manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

Transkripsi:

POTENSI HAZARD BAHAN PANGAN Disusun oleh Anna Rakhmawati Email: anna_rakhmawati@uny.ac.id Disampaikan dalam PPM Pelatihan Identifikasi Potensi Hazard Bahan Pangan sebagai Optimalisasi Penyiapan Nutrisi untuk Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta 2013 1

Salah satu target Millenium Development Goals yang telah ditandatangani oleh Kepala Negara, termasuk Indonesia pada tahun 2000 adalah menurunkan angka kematian anak. Sementara itu, indikator kesejahteraan suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari kualitas hidup anak karena anak merupakan harapan penerus cita-cita perjuangan bangsa, Kualitas hidup anak tak lepas dari tumbuh kembangnya secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial yang telah dimulai sejak dini yaitu sejak masa pranatal (embrio) sampai berakhir masa remaja (Soetjiptoningsih, 1999). Proses tumbuh kembang merupakan interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan (Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti.2009: 45). Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi genetik bawaan anak, misalnya gizi, penyakit atau kesehatan, dan tempat tinggal termasuk pula lingkungan sekolah. Dapertemen Kesehatan telah memperkenalkan penilaian status gizi secara antropometri dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan untuk pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak. Profil Kesehatan yang diterbitkan Dinas Kesehatan Provinsi DIY pada tahun 2012 menyatakan masih tingginya prevalensi balita kurang gizi yaitu sebesar 10,28 % (KEP total) walau sudah menurun dibanding tahun 2010 sebesar 11,31%. Namun, prevalensi balita kurang gizi di Provinsi DIY ini masih berada di atas 10 %, yang artinya masih di atas nilai ambang batas universal masalah kesehatan masyarakat. Sementara itu, dilihat dari disparitas angka prevalensi gizi buruk di setiap wilayah Kabupaten/kota menunjukkan prevalensi balita gizi buruk di 4 kabupaten sudah sesuai harapan yaitu <1%, sedangkan di Kota Yogyakarta masih 1,35%. Data pendukung dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menyatakan walaupun indeks gizi buruk sudah lebih baik dari target nasional tahun 2014 yaitu berkisar 0,98% namun pada tahun 2011 masih terdapat 12 anak di kota Yogyakarta yang menderita gizi buruk dengan 61 anak gizi kurang dan 166 anak calon gizi buruk. Saat ini kota Yogyakarta menjadi model percontohan Rumah Pemulihan Gizi (RPG) yang menjadi tempat perawatan antara yaitu menjembatani anak gizi buruk yang telah menjalani perawatan di rumah sakit hingga benar-benar pulih dengan kondisi gizi yang baik (sumber: kesehatan.kompasiana.com). Status gizi yang seimbang akan menjamin tubuh anak memperoleh semua asupan yang dibutuhkan untuk 2

dapat tumbuh kembang secara optimal dan dapat menunjang aktivitas sosial anak. Selain asupan makanan yang dibutuhkan harus sehat dan seimbang dalam arti memiliki kandungan zat gizi lengkap seperti karbohidratm protein, lemak, vitamin, mineral, sesuai tingkat kebutuhan tubuh; asupan makanan harus disiapkan secara higienis dalam arti tidak mengandung bahan pencemar (potensi hazard). Bila salah satu faktor tersebut tidak terpenuhi maka makanan yang dihasilkan akan menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, atau bahkan keracunan makanan. RPG merupakan contoh inovasi Pemerintah kota Yogyakarta untuk meningkatkan derajat kesehatan anak. Namun, penanganan masalah gizi perlu dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan masyarakat termasuk pihak sekolah dan orang tua. Oleh karena itu, masalah sanitasi makanan dan minuman sangat penting terutama seperti di sekolah yang memberikan fasilitas makan untuk para siswanya. Untuk mendapatkan makanan yang bermanfaat dan tidak membahayakan bagi yang memakannya perlu adanya suatu usaha penyehatan makanan dan minuman. Yaitu upaya pengendalian faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi yang akan mempengaruhi pertumbuhan kuman dan bertambahnya bahan aditif pada makanan dan minuman yang berasal dari proses pengolahan makanan dan minuman yang disajikan (Depkes RI, 1995; Anwar, 1998). Sekolah menjadi tempat terjadinya kasus keracunan pangan paling tinggi dibandingkan tempat-tempat lain. Hal itu disebabkan jajanan yang mengandung mikroba atau bahan kimia berbahaya masih banyak beredar. Data tahun 2012 menunjukkan dari 84 kasus keracunan pangan sebanyak 27,4% terjadi di sekolah. Selain sekolah, tempat lain yang kerap terjadi keracunan makanan adalah tempat tinggal dan pabrik. Dari kasus keracunan tersebut sebanyak 43% diakibatkan mikroba dan 17% disebabkan bahan kimia. Jenis pangan yang menjadi penyebab kasus-kasus itu paling tinggi adalah jajanan sekolah dan masakan rumah tangga masing-masing mencakup 27%. Ketersediaan jajanan sehat di sekolah masih sulit terwujud karena 73% kasus keracunan pangan di sekolah terjadi di tingkat SD. Kasus tertinggi selanjutnya terjadi di SMP (14%); perguruan tinggi (9%), dan SMA (5%). Salah satu upaya menciptakan jajanan sehat adalah menekan peredaran pangan yang mengandung mikroba dan bahan pangan kimia berbahaya langsung dari 3

sumbernya. Bahan kimia berbahaya yang terpantau adalah rhodamin, formalin, metanil, dan boraks (KOMPAS, 24 Agustus 2013). Bakteri Escherichia coli ditemukan pada es balok yang dijual di beberapa sekolah di Jakarta. Es balok sebenarnya dibuat untuk mengawetkan ikan dan air yang dipakai tidak dimasak. Es menempati urutan pertama sebagai pangan paling berbahaya dengan jumlah yang tidak memenuhi syarat kesehatan mencapai 58,24%. Sampel sebanyak 534 yang diambil menunjukkan 311 sampel mengandung bakteri termasuk koliform dan E.coli. BPOM telah mengambil 144 sampel untuk pengujian E.coli dan 13 sampel positif. Hal ini menunjukkan es balok telah tercemar tinja. Cemaran tinja dapat terjadi pada air yang digunakan untuk membuat es balok atau berpindah dari tempat lain pada saat distribusi es balok. Saat pendistribusian umumnya es balok dibawa secara terbuka menggunakan sepeda kayuh, sepeda motor, dan mobil bak terbuka. Produk lain yang berbahaya adalah minuman berwarna dan sirup 48,03%; jeli atau agar-agar 35,08%; bakso 32,83%; kudapan 32,83%; makanan ringan 12,89%; dan mie 10,72%. Penyebabnya dalah pewarna yang tidak food grade, bahkan sering kali digunakan pewarna dan pengawet makanan dari bahan berbahaya seperti formalin (KOMPAS, 10 Oktober 2013) Potensi bahaya adalah suatu bahan biologis, kimia, atau fisik yang dapat menyebabkan sakit atau cidera jika tidak ada pengendalian terhadapnya. Potensi bahaya tidak termasuk pemalsuan dan pelanggaran peraturan, serangga, rambut, atau cemaran lain yang mudah dan jelas terlihat (Utami, 1996). Potensi Bahaya Biologis (Mikroorganisme) Beberapa Mikroorganisme menguntungkan dan sangat dibutuhkan. Namun patogen atau mikroorganisme penyebab penyakit perlu diwaspadai. Contoh produk samping mikroorganisme yang dipakai industri : yeast penting untuk pembuatan roti dan minuman beralkohol, bakteri asam laktat penting untuk yogurt, keju, fermentasi daging. Adapun potensi bahaya mikrobiologi berupa bakteri, virus, dan protozoa. Potensi bahaya bakteri berupa infeksi makanan dan intoksikasi makanan (Staphylococcus aureus menghasilkan enterotoksin penyebab diare, Vibrio cholerae menyebabkan kolera). Potensi bahaya virus yaitu virus hepatitis, dan Norwalk virus. Potensi bahaya protozoa 4

dalah perannya sebagai parasit dalam makanan yang menginfeksi makanan melalui konsumsi makanan (misal cacing). Gambar 1 menunjukkan sumber pencemaran mikroba pada pangan. Mikroba dapat berasal dari bahan baku, pekerja yang mengolah makanan, peralatan pangan, hewan dan burung, serangga, tikus, sampah, tanah, udara (debu), dan air. Gambar 1. Sumber pencemaran mikroba pada pangan (http://www.google.image) Pangan jajanan tidak aman dari bahaya mikrobiologis karena bahan baku tidak aman (ikan dan hasil laut dari perairan tercemar, sayur dan buah dari lingkungan tercemar); terjadi kontaminasi silang (dari pangan mentah, peralatan tidak saniter, atau pekerja ke pangan matang); jarak waktu dari persiapan pangan sampai konsumsi terlalu lama (> 6 jam) sehingga mikroorganisme mampu tumbuh dan berkembang biak. Potensi Bahaya Kimia Potensi bahaya kimia dapat berupa alami maupun bahan kimia tambahan. Yang alami adalah toksin (racun) yang terdapat pada kerangkerangan, ikan (pembusukan ikan tuna menghasilkan sejenis toksin dan histamine yang menyebabkan alergi), allergen (kacang dan sea food), jagung (jamur yang tumbuh dapat membuat aflatoksin). Sementara potensi bahaya kimia tambahan (food additives) misalnya sodium nitrit bahan pengawet yang dalam konsentrasi tinggi bersifat toksik, vitamin A suplemen dalam konsentrasi tinggi bersifat toksik, zat pewarna FD & C Yellow dapat menimbulkan alergi 5

(Caldwell, 2009). Juga ada beberapa bahan kimia tambahan yang tidak disengaja misalnya pestisida dan sejenisnya, pembersih (sanitizer), dan elemen toksik pertanian (pupuk). Zat aditif pada makanan memiliki beragam bentuk dan ukuran, ada bermacam-macam tetapi mudah untuk dikelompokkan. Terdapat puluhan, bahkan ratusan senyawa kimia yang ditemukan pada zat aditif, sebagian merupakan zat yang bersifat alami, namun banyak juga yang merupakan senyawa sintetik, sehingga di dalam tubuh diaggap sebagai zat asing. Sehingga tubuh memperlakukannya sebagai senyawa asing dan kadang tubuh tidak bisa menerimanya dengan baik. Ada beberapa zat aditif pada makanan yang diketahui dapat menyebabkan reaksi alergi. Sehingga timbul istilah-istilah "food allergies", "food intolerances" dan "dietary irritants" yang dapat mempengaruhi seseorang (Natural Health Information, 2007). Zat aditif pada makanan ditambahkan untuk meningkatkan nilai suatu makanan, mengawetkan makanan, mempengaruhi keasaman dan kebasaan suatu makanan, memberikan warna atau rasa, dan menjaga konsistensi makanan (Kent, L.T, 2010). Potensi Bahaya Fisik Merupakan benda-benda asing dalam makanan yang berpotensi membahayakan konsumen seperti gelas bisa melukai, logam atau gigi patah bisa melukai (contoh klip). Gambar 2. Sumber bahaya fisik pada makanan (http://www. google.image) 6

Tabel 1. Upaya-upaya pencegahan bahaya biologis, kimia, dan fisik Pencegahan bahaya biologis: a. Penanganan pangan dalam kondisi bersih dan saniter b. Pemasakan yang benar c. Hindari kontaminasi silang d. Penyimpanan yang aman e. Penerapan higiene dan sanitasi bagi pekerja,peralatan dan lingkungan sekitar Pencegahan bahaya kimia: a. Selalu memilih bahan pangan ysng baik untuk dikonsumsi b. Mencuci sayuran dan buah-buahan dengan bersih sebelum diolah dan dimakan c. Menggunakan air bersih (tidak tercemar) untuk menangani dan mengolah bahan makanan d. Tidak menggunakan bahan tambahan (pewarna, pengawet, dan pemanis) yang dilarang untuk pangan e. Menggunakan bahan kimia yang dibutuhkan seperlunya dan ridak melebihi dosis yang diijinkan Pencegahan bahaya fisik: a. Mengeluarkan benda asing dengan melakukan sortasi dan pengamatan visual. b. Tidak menggunakan alat berlogam (stepler, klips) untuk menutup bungkus pangan. c. Tidak menggaruk-garuk kepala ketika bekerja. d. Tidak memakai perhiasan 7

Daftar Pustaka Anonim. 2010. Rumah Pemulihan Gizi (dikutip dari www.kesehatan.kompasiana.com) diakses tanggal 1 Juli 2013 pkl 21.21 WIB. 2013. Keracunan Pangan di Sekolah Tertinggi. Kompas. 2013. Ditemukan Bakteri E.coli pada Es Balok. Kompas. http://www. google.image) Anwar, dkk. 1988. Sanitasi Makanan dan Minuman Pada Instalasi Tenaga Sanitasi, Jakarta Caldwell, J. G. 2009. Harmful Food Additives. Diakses dari http://www.foundationwebsite.org diakses tanggal 1 Juli 2013 pkl 20.20 WIB Departemen Kesehatan RI. 1995. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Jakarta Depkes RI. 1992. Protop Juhloh dan Juknis Pengaman Makanan KTT Non Blok ke-10, Ditjen PPMdan PLP Jakarta Dinas Kesehatan Provinsi DIY. 2012. Profil Kesehatan DIY Kent, L.T. 2010. Food Additives Side Effect. Diakses dari http://www.livestrong.com/article/129493-additive-side-effects/ diakses tanggal 1 Juli 2013 pkl 13.21 WIB Natural Health Information. 2007. Food Additives. Diakses dari http://www.natural-health-information-centre.com/food-additives.html diakses tanggal 1 Juli 2013 pkl 14.20 WIB Prajaya, S. Warow. 1991. Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Kontaminasi Makanan di TPM Halu Liwa, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok Soetjiptoningsih, AK. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Udayana. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Utami, A. 1996. Kontaminasi Bakteri E. coli pada Peralatan Makanan Di Beberapa Penjual Makanan Dan Minuman Di Kampus UI Depok, Skripsi, Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia, Depok Winarno, F.G. 1991. Seminar Nasional Proyek Makanan Jajanan Indonesia- Netherlands of Nutrition and Food Research Zeist Free University Amsterdam Street Food Project, Bogor, IPB-TNU Division 8

9